Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

Skenario 2
Blok Sistem Endokrin

Disusun Oleh:
Kelompok: 3
Ketua Kelompok :Elsa Putri Wulan (04021181520013)
Moderator : Amrina Rosyada Beta (04021181520003)
Sekretaris: Karina Maisoha (04021181520034)
Deza Pelia Nita (04021181520029)
Anggota: 1. Dea Venizelia (04021181520008)
2. Tria Ranti Maharani (04021281520023)
3. Isnaini Argo Indriyana (04021281520018)

Dosen Pembimbing:
Jaji, S. Kep., Ns., M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. PenulisanKasus
Skenario:
Tn. S adalah seorang pensiunan PNS, usia Tn.S saat ini pada tanggal 31 Oktober 2017
tepat 63 tahun. Tn.S saat ini mengalami pusing yang sangat hebat, setelah beraktifitas
ringan, Tn.S hanya merintih mengatakan pusing dan memegangi kepalanya. Keluarga
merasa panic dan Tn.S langsung dilarikan ke rumah sakit.
Dirumah sakit dilakukan pemeriksaan pengkajian fisik didapatkan tensi 210/110 mmHg,
RR 24 x/menit, nadi, 88x/menit, dan dilakukan pemeriksaan lanjutan di rumah sakit
diperoleh keadaan hiperglikemia, hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis.
Keadaan ini dirumah sakit Tn. S kesadaran apatis, turgor menurun disertai tanda kelainan
neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering,tidak ada bau aseton yang tercium
dari pernafasan, tidak ada pernafasan kussmaul pemeriksaan penunjang diperoleh kadar
glukosa darah 639mg%, osmolaritas serum 350 mosm/kg dan positif lemah, pemeriksaan
aseton negative, hypernatremia, hyperkalemia, azotemia, BUN: kreatinin rasio 30: 1,
bikarbonat serum > 17, 4 meq/l.
Keluarga Tn.S mengatakan bahwa Tn.S mempunyai riwayat hipertensi tapi tidak
mempunyai riwayat diabetes mellitus. Walaupun Tn.S mengalami poliuri, polidipsi,
polipagi, dan terjadi penurunan berat badan.
Keluarga Tn.S juga mengatakan Tn.S kadang malah susah untuk mendapatkan tidur, bisa
tidur, tapi harus minum obat haloperidol.
Beberapa tahun sebelum sekarang Tn.S mengeluh stress dan merasa kesulitan beradaptasi
dengan kondisi masa pensiunnya, dia merasa kesulitan untuk menggantikan aktifitasnya
seperti waktu dia bekerja jadi PNS.

B. KlarifikasiIstilah
1. Hiperglikemia
Suatu kondisi yang terjadi pada orang dengan diabetes bila kadar glukosa darah mereka
terlalu tinggi (Kamus Kesehatan).
2. Hiperosmolar
Peningkatan konsentrasi osmolar secara abnormal (Kamus Dorland).
3. Dehidrasi berat
Jika cairan tubuh yang hilang lebih dari 10%. Pada dehidrasi berat, volume darah
berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah
rendah, penderita lemah, kesadaran menurun, dan penderita sangat pucat (Widjaja,
2008).
4. Ketoasidosis
1) glukosa darah tinggi, seringkali disebabkan oleh penyakit atau menggunakan insulin
terlalu sedikit 2) keasaman darah dan jaringan tubuh lainnya abnormal tinggi, dengan
akumulasi keton (Kamus Kesehatan).
5. Apatis
Suatu keadaan yang mengalami acuh tak acuh terhadap sekitarnya (Uliyah, 2008).
6. Hipotensi postural
Hipotensi adalah tekanan darah yang rendah/abnormal.
Postural adalah sikap tubuh (Kamus Dorland).
Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah disertai pusing, pandangan kabur
dan kadang-kadang pingsan, terjadi sewaktu berdiri atau ketika berdiri diam pada posisi
menetap (Kamus Dorland).
7. Pernafasan Kussmaul
Pernafasan yang cepat dan dalam (Djojodibroto, 2009).
8. Turgor
Keadaan menjadi bengkak dan tersumbat (Kamus Dorland)
9. Azetomia
Peningkatan retensi sisa metabolic (misalnya urea dan kreatinin) karena reduksi volume
sirkulasi efektif dengan penurunan perfusi ginjal dan penurunan ekskresi metabolic
(Horne, 2000).
10. Hypernatremia
Kelebihan jumlah natrium dalam darah (Kamus Dorland).
11. Hyperkalemia
Ekses kalium dalam darah (Dorland, edisi 28)
Kelebihan kalium dalam darah (Dorland, edisi 25)
12. BUN
BUN atau blood urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolism protein, dibuat
oleh hati. Pada orang normal BUN dikeluarkan melalui urine (Indriasari, 2009)
BUN adalah konsentrasi serum atau plasma urea, yang ditentukan dengan kandungan
nitrogen, sebuah indicator penting dari fungsi ginjal. Urea adalah produk utama
nitrogen diakhir metabolism protein, dibentuk dihati dari asam amino dan dari
senyawa ammonia. BUN tingkatnya harus berkisar antara 8 dan 25 mg/100 ml
(Kamus Dorland).
13. Bikarbonat serum
Bikarbonat dalam plasma darah, merupakan indicator cadangan basa (Kamus
Dorland).
14. Kreatinin
Suatu adhidrida kreatinin, hasil akhir metabolism posfokreatinin (Dorland, edisi 28).
15. Poliuri
Buang air kecil yang berlebihan, biasanya lebih dari 2,5 liter/hari pada orang dewasa
(Kamus Kesehatan)
16. Polidipsi
Rasa haus yang berlebihan (Kamus Kesehatan)
Rasa haus dan pemasukan cairan berlebihan dan kronik (Kamus Dorland).
17. Polipagi
Makan berlebihan (Kamus Dorland)
18. Haloperidol
Obat penenang yang berkhasiat anti emetik (menyebabkan muntah), hipotensif
(ditandai oleh tekanan darah rendah), dan hipotermik; terutama digunakan dalam
penatalaksanaan psikosis dan untuk pengendalian pengucapan vocal dan kejang otot;
juga digunakan dalam bentuk ester dekanoat dalam terapi rumat gangguan psikotik
(Kamus Dorland).

C. IdentifikasiMasalah

No Observed Expected Concern


1 Tn. S (63 th) merintih karena Tidak sesuai Harapan √√
mengalami pusing yang sangat
hebat setelah beraktifitas ringan
dan memegangi kepalanya.

2 Hasil pengkajian fisik didapatkan Tidak sesuai Harapan √√√


tensi 210/110 mmHg, dan
diperoleh keadaan hiperglikemia,
hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis, kesadaran apatis,
turgor menurun disertai tanda
kelainan neurologis, hipotensi
postural, bibir dan lidah
kering,tidak ada bau aseton yang
tercium dari pernafasan, tidak ada
pernafasan kussmaul. Pemeriksaan
penunjang diperoleh kadar glukosa
darah 639mg%, osmolaritas serum
350 mosm/kg dan positif lemah,
pemeriksaan aseton negative,
hypernatremia, hyperkalemia,
azotemia, BUN: kreatinin rasio 30:
1, bikarbonat serum >17, 4 meq/l.

3 Tn.S mempunyai riwayat hipertensi Tidak sesuai Harapan √√√√


tapi tidak mempunyai riwayat
diabetes mellitus walaupun Tn.S
mengalami poliuri, polidipsi,
polipagi, terjadi penurunan berat
badan dan kadang susah untuk
mendapatkan tidur, bisa tidur tapi
harus minum obat haloperidol.

4 Beberapa tahun sebelum sekarang Tidak sesuai Harapan √


Tn.S mengeluh stress dan merasa
kesulitan beradaptasi dengan
kondisi masa pensiunnya, dia
merasa kesulitan untuk
menggantikan aktifitasnya seperti
waktu dia bekerja jadi PNS.
D. Analisis Permasalahan
Tn.S mempunyai riwayat hipertensi tapi tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus
walaupun Tn.S mengalami poliuri, polidipsi, polipagi, terjadi penurunan berat badan dan
kadang susah untuk mendapatkan tidur, bisa tidur tapi harus minum obat haloperidol.
1. Jelaskan hubungan hipertensi dengan diabetes mellitus?
2. Jelaskan penyebab poliuri?
3. Jelaskan gejala poliuri?
4. Jelaskan pemeriksaan penunjang poliuri?
5. Jelaskan penatalaksanaan poliuri?
6. Jelaskan penyebab polipagi?
7. Jelaskan penyebab polidipsi?
8. Jelaskan hubungan diabetes mellitus dengan penurunan berat badan?
9. Jelaskan pengaruh susah untuk mendapatkan tidur terhadap kejadian diabetes
mellitus?
10. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi susah tidur pada lansia?
11. Jelaskan pengaruh Diabetes mellitus terhadap pola tidur?
12. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi dari haloperidol?
13. Jelaskan dosis dan cara pemberian dari haloperidol?
14. Jelaskan efek samping dari haloperidol?

Hasil pengkajian fisik didapatkan tensi 210/110 mmHg, dan diperoleh keadaan
hiperglikemia, hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, kesadaran apatis, turgor
menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering,
tidak ada bau aseton yang tercium dari pernafasan, tidak ada pernafasan kussmaul.
Pemeriksaan penunjang diperoleh kadar glukosa darah 639mg%, osmolaritas serum 350
mosm/kg dan positif lemah, pemeriksaan aseton negative, hypernatremia, hyperkalemia,
azotemia, BUN: kreatinin rasio 30: 1, bikarbonat serum > 17, 4 meq/l.

15. Jelaskan interpretasi kadar glukosa darah?


16. Jelaskan tanda kelainan neurologis?
17. Jelaskan kadar normal kalium?
18. Jelaskan interpretasi kadar natrium?
19. Jelaskan rentang normal nilai BUN dan faktor yang mempengaruhi perubahan nilai
BUN?
20. Jelaskan kadar normal osmolaritas serum! Apa penyebab kadar osmolaritas serum
meningkat dan menurun?
21. Jelaskan kadar normal bikarbonat serum! Apa penyebab kadar bikarbonat serum
menurun dan meningkat?
22. Jelaskan penanganan dari dehidrasi?
23. Jelaskan tingkat kesadaran?

Tn. S (63 th) merintih karena mengalami pusing yang sangat hebat setelah beraktifitas
ringan dan memegangi kepalanya.

24. Jelaskan penyebab pusing pada lansia?

Beberapa tahun sebelum sekarang Tn.S mengeluh stress dan merasa kesulitan beradaptasi
dengan kondisi masa pensiunnya, dia merasa kesulitan untuk menggantikan aktifitasnya
seperti waktu dia bekerja jadi PNS.

25. Jelaskan peran perawat dalam mengatasi stress pada pasien?


26. Jelaskan tugas perkembangan pada Tn.S?
27. Bagaimana peran perawat dalam meningkatkan koping individu terhadapenyakitnya?
28. Jelaskan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus?
29. Jelaskan definisi dan etiologi Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
30. Jelaskan manifestasi klinis Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
31. Jelaskan prognosis Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
32. Jelaskan komplikasiHiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
33. Jelaskan patofisiologi Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
34. Jelaskan faktor pencetus Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
35. Jelaskan pemeriksaan penunjang Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
36. Jelaskan diagnosa banding dari Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
37. Jelaskan penatalaksanaan Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
38. Jelaskan pengkajian keperawatan dari kasus diatas?
39. Jelaskan analisa data dan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas?
40. Jelaskan intervensi (NIC NOC) dari diagnosa kasus diatas?
BAB I
PEMBAHASAN

E. Jawaban Analisis Permasalahan


1. Jelaskan hubungan hipertensi dengan diabetes mellitus?
Jawab:
Menurut Lingga, 2012 hubungan peningkatan glukosa darah (DM) dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah (hipertensi) adalah sebagai berikut:
a. Radikal bebas yang terbentuk saat gula teroksidasi menyebabkan berbagai macam
kekacauan termasuk sistem yang mengatur tekanan darah. Penumpukan radikal
bebas menyebabkan arteri rusak dan akhirnya tekanan darah meningkat
b. Radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi gula memicu penuaan sel. Sel rapuh
menyebabkan fleksibilitas pembuluh darah menurun sehingga tekanan darah
meningkat. Sangat tepat jika hipertensi dikelompokkan sebagai penyakit
degeneratif atau penyakit akibat penuaan sel.
c. Gula darah yang terlalu tinggi menyebabkan darah cenderung menggumpal
sehingga menurunkan pasokan oksigen.
d. Peningkatan level glukosa menyebabkan rasio LDL dan HDL meningkat sehingga
kesehatan arteri menurun.
e. Gula menambah subur pertumbuhan candida (candidiasis) dan menyababkan darah
menjadi asam. Peningkatan keasaman darah mengganggu keseimbangan elektrolit
yang pada gilirannya memicu kenaikan tekanan darah.
Diabetes dan Hipertensi merupakan dua penyakit yang memiliki hubungan
linier. Level gula darah dan insulin yang tinggi dapat dipastikan memicu hipertensi.
Namun, faktor resiko paling menentukan hipertensi adalah kadar hemoglobin A1C
(Hb A1C). Kadar gula darah rata-rata yang terukur selama 120 hari ini menentukan
tingginya risiko hipertensi. Jika tes Hb A1C di atas 7% bersiko terhadap hipertensi.
Sumber:
Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi tanpa Obat. Jakarta: AgroMedia.
2. Jelaskan penyebab poliuri?
Jawab:
Poliuri dapat disebabkan oleh:
1) Intake cairan berlebihan, misalnya pada polidipsi primer. Keadaan ini sering
berhubungan dengan gangguan psikologis yang menyebabkan pasien minum air
secara kompulsif. Walaupun sangat jarang, adanya lesi hipotalamus struktural bisa
menyebabkan polidipsi primer.
2) Peningkatan muatan cairan tubulur, misalnya ureum pada gagal ginjal kronis atau
glukosa akibat hiperglikemia pada diabetes mellitus.
3) Gradien konsentrasi medula yang terganggu akibat penyakit medula ginjal seperti
nefrokalsinosis, nefrotik analgesik, nekrosis papiler ginjal atau penyakit kistik
medula.
4) Menurunnya produksi hormon antidiuretik (ADH) yang bisa terjadi setelah trauma
kepala, atau tumor atau infeksi hipotalamus atau hipofisis. Keadaan tersebut akan
menginduksi diabetes insipidus kranial.
5) Keadaan di mana respon tubulur terhadap ADH terganggu.
6) Setelah sembuh dari obstruksi saluran kemih.
Sumber:
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

3. Jelaskan gejala poliuri?


Jawab:
Poliuria adalah volume urin yang berlebihan, biasanya di atas 3 L/hari.
Meningkatnya volume urin bisa disertai gejala sering buang air kecil, nokturia, haus,
dan polidipsia. Keluhan utama poliuria harus ditindaklanjuti dengan hati-hati karena
bisa disebabkan oleh penyakit serius.
Sumber:
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

4. Jelaskan pemeriksaan penunjang poliuri?


Jawab:
Pada pasien poliuria, diagnosis bisa ditegakkan dari anamnesis. Jika glukosa
darah tidak meningkat, kreatinin, kalsium, dan kalium harus diperiksa. Tes
pengurangan cairan (water deprivation test) bisa dilakukan, tapi harus di bawah
pengawasan ketat agar pasien tidak mengalami dehidrasi berlebihan. Tes ini dilakukan
dengan restriksi intake cairan sampai terjadi penurunan 3-5% berat badan.
Pengukuran osmolalitas urin dan perubahan osmolalitas urin sebagai respon terhadap
vasopressin eksogen akan membantu menegakkan diagnosis.
Sumber:
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

5. Jelaskan penatalaksanaan poliuri?


Jawab:
Yang penting adalah mengoreksi deficit air utama dan kemudian mengobati
penyakit yang mendasari. Diabetes insipidus cranial bisa diterapi dengan
memasukkan desmopresin analog vasopresin intranasal.
Sumber:
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

6. Jelaskan penyebab polipagi?


Jawab:
Polipagi (banyak makan) merupakan tanda khas dari penyakit diabetes
mellitus. Dimana pada penderita diabetes mellitus terjadi ketidakmampuan sari-sari
makanan dan zat gizi (berupa glukosa) dari darah masuk ke dalam sel-sel untuk
dimetabolisme. Pada orang yang tidak menderita diabetes mellitus, seharusnya sari-
sari makanan dan zat gizi yang berupa glukosa dapat masuk kedalam sel dengan
bantuan hormon insulin. Tetapi pada orang dengan diabetes mellitus, glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel karena adanya gangguan pada fungsi insulin baik itu terjadi
resistensi insulin, kekurangan produksi insulin, ataupun karena produksi insulin
banyak tapi tidak berfungsi. Sehingga sel-sel yang seharusnya mendapat suplai
makanan berupa glukosa dari darah menjadi tidak mendapatkan makanan dan
mengakibatkan terganggunya metabolisme tubuh, dan mengakibatkan sel dalam tubuh
merasa “kelaparan”. Pasien yang menderita DM merasakan kelaparan terus-menerus
karena sari makanan berupa glukosa yang seharusnya masuk kedalam sel untuk
dimetabolisme dan diubah menjadi energi tidak dapat masuk kedalam sel karena
terganggunya fungsi insulin. Glukosapun menumpuk di dalam darah dan dibuang
melalui urin dan terjadilah glukosuria.
Sumber:
Sutedjo, A. Y. (2010). 5 Strategi Pasien Diabetes Mellitus Berusia Panjang.
Yogyakarta: Kanisius.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

7. Jelaskan penyebab polidipsi?


Jawab:
Seseorang mengalami polidipsi atau sering merasa haus disebabkan karena
terlalu banyak urin yang dikeluarkan (poliuri) sehingga elektrolit dalam sel menjadi
hilang yang menyebabkan dehidrasi. Dengan timbulnya dehidrasi memberikan efek
kepada sel yaitu sel menjadi kelaparan atau kekurangan beban untuk metabolisme
sehingga memberikan rangsangan hipotalamus khususnya di pusat rasa haus yang
menimbulkan respon untuk minum.
Sumber:
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

8. Jelaskan hubungan diabetes mellitus dengan penurunan berat badan?


Jawab:
Diabetes melitus terjadi karena ada kerusakan pada sel beta pankreas atau
karena terdapat resistensi insulin yang berfungsi untuk membuat glukosa masuk ke
dalam sel. Karena terjadi ketidakseimbangan produksi maupun fungsi insulin maka
glukosa yang terdapat dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel-sel untuk
dimetabolisme dan dibuang melalui urin. Keadaan ini menyebabkan sel dalam
keadaan “kelaparan” dan mengambil energi dari metabolisme protein dan cadangan
lemak. Sehingga kebanyakan pasien diabetes mellitus mengalami penurunan berat
badan.
Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda NIC NOC. Yogyakarta:
Medication Publishing.

9. Jelaskan pengaruh susah untuk mendapatkan tidur terhadap kejadian diabetes


mellitus?
Jawab:
Berdasarkan penelitian (Tentero, 2016) di RSU Pancaran Kasih Manado
bahwa Diabetes mellitus memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas tidur.
Tidur yang cukup merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap
individu, terutama pasien yang menderita Diabetes mellitus, dimana gangguan tidur
atau tidur yang kurang secara fisiologi dapat mempengaruhi peningkatan kadar
glukosa darah serta berdampak terhadap kemampuan pasien dalam melakukan
kegiatan sehari-hari, juga dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Gangguan tidur adalah kelainan yang bisa menyebabkan masalah pada pola
tidur baik karena tidak bisa tertidur, sering terbangun pada malam hari, atau
ketidakmampuan untuk kembali tidur setelah terbangun. Pada penelitian ini hasil
menunjukkan bahwa responden yang memiliki gangguan tidur lebih banyak
dibandingkan responden yang tidak memiliki gangguan tidur.
Sumber:
Tentero, dkk. (2016). Hubungan Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur. Jurnal e-
Biomedik (eBm), 4(2).

10. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi susah tidur pada lansia?


Jawab:
Insomnia merupakan gangguan tidur paling sering pada usia lanjut, yang
ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur,
bangun terlalu dini atau tidur yang tidak menyegarkan.Insomnia pada lansia
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu dari faktor status kesehatan, penggunaan obat-
obatan, kondisi lingkungan, stres psikologis, diet/nutrisi, gaya hidup menyumbangkan
insomnia pada usia lanjut dihubungkan dengan penurunan memori, konsentrasi
terganggu dan perubahan kinerja fungsional.
Sumber:
Tentero, dkk. (2016). Hubungan Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur. Jurnal e-
Biomedik (eBm), 4(2).

11. Jelaskan pengaruh Diabetes mellitus terhadap pola tidur?


Jawab:
Penderita Diabetes mellitus umumnya mengeluh sering berkemih, merasa
haus, merasa lapar, gatal-gatal pada kulit, dan keluhan fisik lainnya seperti mual,
pusing, dll. Gejala klinis tersebut, pada malam hari juga dialami oleh penderita
penyakit Diabetes mellitus, hal ini tentu dapat menggangu tidurnya. Terjadinya
gangguan tidur akan berdampak pada meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tidur
kembali, ketidakpuasan tidur yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur.
Sumber:
Semarawima. G. (2017). Status hiperosmolar hiperglikemik. Medicina, 48 (1).
12. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi dari haloperidol?
Jawab:
1) Indikasi
Porsi obat ini dalam penatalaksanaan pasien agresif dan gembira sudah baku,
bukan saja pada mania tetapi juga pada skizofrenia. Dapat juga digunakan untuk
terapi pemeliharaan dalam keadaan ini.
2) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit
Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau hati
berat, koma, dan ibu menyusui.
Sumber:
Ingram, I. M. (1993). Psikiatri: Catatan Kuliah. Jakarta: EGC.

13. Jelaskan dosis dan cara pemberian dari haloperidol?


Jawab:
Haloperidol dapat diberikan secara oral, intrvena, dan intramuskuler. Puncak
haloperidol tingkat plasma terjadi dalam waktu 2 sampai 6 jam pemberian dosis oral
dan sekitar 20 menit setelah im administrasi. Mean plasma (terminal tereliminasi)
paruh telah ditetapkan sebagai 20,7 ± 4.6 (SD) jam, dan meskipun ekskresi dimulai
dengan cepat, hanya 24 sampai 60% dari obat radioaktif tertelan diekskresikan
(terutama sebagai metabolit dalam urin, beberapa di tinja) pada akhir minggu
pertama, dan sangat kecil tetapi tingkat radioaktivitas dideteksi terus berada di dalam
darah dan dikeluarkan selama beberapa minggu setelah pemberian dosis. Sekitar 1%
dari dosis yang tertelan kembali berubah dalam urin.
Dosis awal harus individual melalui pertimbangan keparahan gejala, umur,
berat badan, kesehatan sebelumnya, neuroleptic dan tanggapan terhadap obat-obatan.
Dosis pemeliharaan biasanya berkisar antara 2 mg TID (ter in die) atau IQI (quater in
die) dan berikut contoh dosis haloperidol pada pasien dengan skizoprenia.
1) Anak-anak 3-12 tahun
Oral:
Awal: 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5 mg/hari dibagi dalam 2-3 dosis; peningkatan
0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari maksimum 0,15 mg/kg/hari.
Dosis lazim pemeliharaan:
Agitasi/hiperkinesi: 0,01-0,003 mg/kg/hari, sehari satu kali.;
Gangguan nonpsikosis: 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis;
Gangguan psikosis: 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Anak-anak 6-12 tahun:
Gangguan psikosis/sedasi: i.im. sebagai laktat: 1-3 mg/dosis setiap 4-8 jam
ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari; ubah ke terapi oral sesegera
mungkin.
2) Dewasa
Psikosis:
Oral: 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum lazimnya 30 mg/hari.
I.m. sebagai laktat: 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan;
Sebagai dekanoat: awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4
minggu.
Dosis pemeliharaan: 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk menstabilkan
gejala psikiatri.
Delirium di unit perawatan intensif: IV: 2-10 mg; dapat diulang secara bolus
setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang, kemudian berikan 25% dosis
maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval QT.
IV intermiten: 0,03-0,15 mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam.
Oral:
Agitasi : 5-10 mg; infus iv. 100mg/100 ml D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25
mg/jam.
Agitasi berat : setiap 30-60 menit 5-10 mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan
total 10-20 mg.
3) Orang Tua
Awal 0,25-0,5 mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap
interval 4-7 hari. Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3 kali dan
seterusnya bila diperlukan untuk mengontrol efek samping.
4) Pasien Lanjut Usia atau Lemah
Lower dosis yang direkomendasikan pada pasien tersebut karena mereka mungkin
lebih sensitif terhadap obat tersebut. Awalnya, dosis harian berkisar 0,5-1,5 mg
(0,25-0,5 mg, 2 atau 3 kali sehari) harus digunakan. Atas penyesuaian dosis ini
harus dilakukan secara bertahap; maksimum dan pemeliharaan harus dosis
individual dan biasanya lebih rendah dalam jenis pasien.
Sumber:
Residen Bagian Psikiarti UCLA. (1997). Buku saku Psikiatri. Jakarta: EGC.

14. Jelaskan efek samping dari haloperidol?


Jawab:
Efek samping dari pemberian obat haloperidol yaitu:
1) Sedasi 7) Retensi urin
2) EPS 8) Reaksi ekstrapiramidal
3) Fotosensitifitas 9) Akatisia
4) Ruam kulit 10) Distonia akut
5) Mulut kering 11) Hipotensi
6) Penglihatan kabur
Sumber:
Kee, J. L. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
Theodorus. (2004). Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta:EGC.

15. Jelaskan interpretasi kadar glukosa darah?


Jawab:
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Test Sampel mg/d mmol/ mg/d mmol/
mg/dL mmol/L
L L L L
GDS
Plasma
(Glukosa <110 < 6,1 110–199 6,1–11,0 > 200 > 11,1
vena Darah
darah <90 < 5,0 90–199 5,0– 11,0 > 200 > 11,1
kapiler
Sewaktu)
GDP
Plasma
(Glukosa <110 < 6,1 110–125 6,1–7,0 > 126 > 7,0
vena Darah
Darah <90 < 5,0 90–109 5,0–6,1 > 110 > 6,1
kapiler
Puasa)
GD2PP
(Glukosa Plasma
<140 < 7,8 140–200 7,8–11,1 > 200 > 11,1
Darah 2 vena Darah
<120 < 6,7 120–200 6,7–11,1 > 200 > 11,1
jam Post kapiler
Prandial)
Sumber:
Bagian Patologi Klinik. (2017). Buku Panduan Kerja Keterampilan Pemeriksaan
Glukosa Darah dan Glukosa Urin. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

16. Jelaskan tanda kelainan neurologis?


Jawab:
Tanda kelainan neurologis seperti hemiparesis. Hemiparesis adalah kehilangan
fungsi motorik dan sensorik yang mengenai satu sisi tubuh (Kamus Dorland).
Hemiparesis adalah kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat
mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer
serebri kontralateral (Ginsberg, 2007). Tanda kelainan neurologis lainnya seperti
kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan gagal nafas (Semarawima,
2017).
Sumber:
Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes Neurologi. Jakarta: EMS
Kumala, P. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Semarawima. G. (2017). Status hiperosmolar hiperglikemik. Medicina, 48 (1).

17. Jelaskan kadar normal kalium?


Jawab:

Kategori Urin Serum

Anak-anak 10-60 mEq/L 3.4-4.7 mEq/L


Dewasa 25-125 mEq/L 3.5-5.1 mEq/L

Sumber:
Tulungnen, R. S, dkk. (2016). Hubungan Kadar Kalium dengan Tekanan Darah Pada
Remaja di Kecamatan Bolangitan Barat Kabupaten Bolaang Mongondaw
Utara.Jurnal kedokteran, 1(2); 39.

18. Jelaskan interpretasi kadar natrium?


Jawab:
Kadar natrium normal serum adalah 135-145 mEq/liter.
Jika kadar natrium serum meningkat, diatas 146 mEq/L maka perlu dilakukan
pembatasan natrium. Tanda-tanda dan gejala hipernatremia adalah kulit yang terasa
panas, tempratur tubuh dan tekanan darah meningkat, serta lidah yang kering dan
kasar. Peningkatan natrium serum dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan
tertentu seperti preparat kortison, bat batuk, dan antibiotic tertentu.
Hal yang harus diwaspadai
Nilai kritis untuk Natrium:
1) <120 mEq/L = lemah, dehidrasi
2) 90-105 mEq/L = gejala neurologi parah, penyebab vascular
3) > 155 mEq/L= gejala kardiovaskular dan ginjal
4) > 160 mEg/L= gagal jantung
Sumber:
Kee, J.L., &Hayes, A.R. (1996). Farmakologi: Pendekatan Hasil Keperawatan.
Jakarta: EGC.

19. Jelaskan rentang normal nilai BUN dan faktor yang mempengaruhi perubahan
nilai BUN?
Jawab:
BUN (Blood Urea Nitrogen) atau nitrogen urea darah memiliki kadar normal 6-20
mg/dL dan >17 mg/100mL pada wanita hamil.
Urea dihasilkan oleh tubuh sebagai produk metabolisme protein hepatik. Cara
utama pembuangannya dari tubuh adalah sekresi oleh ginjal. Produksi urea terjadi
pada kecepatan ang cukup mantap sehingga peningkatan BUN biasanya menunjukkan
reduksi pada fungsi ginjal. Sintesis urea dan ekskresi dapat dipengaruhi, namun,
dengan faktor-faktor tambahan seperti hidrasi, masukan protein, dan katabolisme
jaringan, sehingga membatasi kegunaan BUN sebagai indikator fungsi ginjal.
1) Faktor-faktor yang dapat Meningkatkan BUN
a. Penurunan fungsi ginjal: bila peningkatan BUN semata-mata akibat penurunan
fungsi ginjal, kadar kreatinin serum akan meningkat dengan kecepatan hampir
sama (rasio kreatinin terhadap BUN akan menjadi 1:10-20)
b. Masukan protein berlebihan
c. Perdarah GI: karena pencernaan darah pada usus
d. Peningkatan katabolisme jaringan (pemecahan): sebagai contoh, pada demam,
sepsis, penggunaan steroid antianabolik.
e. Dehidrasi: ekskresi urea bervariasi terhadap kelebihan air. Pada dehidrasi,
penurunan ekskresi air menyebabkan penurunan ekskresi urea.
2) Faktor-faktor yang dapat menurunkan BUN:
a. Diet rendah protein
b. Penyakit hepar berat: karena penurunan sintesis hepatik
c. Ekspansi volume: sebagai contoh, kelebihan hidrasi pada cairan IV dan
kehamilan.
Sumber:
Horne, M. M., & Swearingen, P. L. (1995). Seri Pedoman Praktis: Keseimbangan
Cairan, Elektrolit & Asam Basa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Taber, B. Z. (1994). Kapita Selekta Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

20. Jelaskan kadar normal osmolaritas serum? Apa penyebab kadar osmolaritas
serum meningkat dan menurun?
Jawab:
Kadar normal osmolalitas serum adalah 280-300 mOsm/kg.
Osmolaritas serum mengukur konsentrasi zat terlarut dari darah. Ini dapat diukur
secara langsung atau diperkirakan dengan menggandakan natrium serum sebagai
natrium dan anion yang menyertai adalah determinan utama dari osmolaritas serum.
Penyebab kadar osmolaritas serum meningkat dan menurun adalah sebagai berikut:
1) Osmolaritas Serum Meningkat:
a. Kehilangan air bebas
b. Diabetes insipidus
c. Kelebihan beban natrium: sebagai contoh, kelebihan pemberian natrium
bikarbonat (NaHCO3).
d. Hiperglikemia
2) Osmolalitas Serum Menurun:
a. Sindrom hormon antidiuretik tak tepat (SAIDH)
b. Diuretik
c. Insufisiensi adrenal
d. Gagal ginjal: disebabkan oleh retensi kelebihan air.
e. Kehilangan cairan isotonik: yaitu perpindahan air atau cairan hipotonik; sebagai
contoh, muntah atau isi gastrik isotonik dengan penggantian air.
Sumber:
Horne, M. M. (2000). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta:
EGC.
21. Jelaskan kadar normal bikarbonat serum?Apa penyebab kadar bikarbonat
serum menurun dan meningkat?
Jawab:
Kadar normal bikarbonat serum adalah 24-32 mEq/dL. Bikarbonat serum menurun
biasa disebut dengan asidosis dan bikarbonat serum meningkat biasa disebut alkalosis.
Penyebab asidosis dan alkalosis yaitu:
1) Asidosis
a. Diare
b. Gagal ginjal
c. Alkalosis respiratorik
d. Sepsis
2) Alkalosis
a. Pengisapan nasogastrik
Sumber:
Hartono, A. (2006). Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

22. Jelaskan penanganan dari dehidrasi?


Jawab:
Prinsip utama mengatasi dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian cairan
dapat berupa banyak minum, bila tidak dapat dilakukan permasukan cairan melalui
oral (minum) maka dilakukan pemasukan cairan melalui infus. Tapi yang utama
adalah penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman. Keputusan memberikan
cairan melalui infus bergantung dari kondisi pasien dan pemeriksaan dokter.
Keberhasilan penanganan dehidrasi dapat dilihat dari warna urin. Penggunaan obat-
obatan hanya diperlukan untuk mengobati penyakit menjadi penyebab dari dehidrasi
itu sendiri.
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang
hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan
hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan
juga ditujukan untuk mengoreksi statusosmolaritas pasien.
Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapatdiatasi dengan efektif melalui


pemberiancairan ORS (oral rehydration solution) untukmengembalikan volume
intravaskulerdan mengoreksi asidosis. Selama terjadigastroenteritis, mukosa usus
tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya.Kandungan natrium dan sodium
dalam proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus
ke dalam sirkulasi. Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan
kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30mEq/L, kalium 20-25
mEq/L, dan osmolalitas200-310 mOsm/L.
Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus
apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu tinggi
dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan menciptakan diare
osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi dehidrasinya.
Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS, kecuali jika
ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara
intravena menjadi alternatif pilihan. Defisit cairan harus segera dikoreksi dalam 4
jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk
meminimalkan distensi lambung dan refleks muntah. Secara umum, pemberian ORS
sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi,
ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2
jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat
minum atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.

Dehidrasi Derajat Berat


Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi
intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik.
Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:
Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitusyok
hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan
cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20
mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi,
denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum
terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka
etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafilaksis, sepsis, syok kardiogenik).
Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.
Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan
pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan
cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah
IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat
meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan
berdasarkan berat badan adalah:
1) Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
2) Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan
diatas 10 kg
3) Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan
diatas 20 kg
Sumber:
Indriasari, D. (2009). 100% Sembuh Tanpa Dokter. Yogyakarta: Pustaka Grhatama.
Leksana, E. (2015). Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi.CDK-224, 42(1).
23. Jelaskan tingkat kesadaran?
Jawab:
Tingkat Kesadaran Penjelasan

Compos mentis (conscious) Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya

Apatis Keadaan kesadaran yang segan untuk


berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.

Delirium Keadaan gelisah, disorientasi (orang, tempat,


waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berkhayal.

Somnolen (obtundasi, letargi) Kesadaran menurun, respon psikomotor yang


lambat, mudah tertidur, namun kesadaran
dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.

Stupor (Soporo) Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada


respon terhadap nyeri.

Coma (comatose) Tidak ada respon terhadpa rangsangan


apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya).

Sumber:
Latifin, K., & Kusuma, S. Y. (2014). Panduan Dasar Klinik Keperawatan. Malang:
Gunung Samudera.

24. Jelaskan penyebab pusing pada lansia?


Jawab:
1) Keadaan Medis Umum
a. Kardiovaskuler (hipotensi postural, disritmia)
b. Metabolic (hipoglikemia, hiperventilasi)
c. Anemia, polistemia
2) Neurologis
a. Sinkop
b. Penyakit vascular
c. Tumor, terutama neuroma akustik
d. Gangguan serebelar/batang otak
e. Migren
f. Epilepsy
3) Otologis (Keseimbangan)
a. Obat-obatan
b. Pascatrauma
c. Gangguan telinga dalam lainnya
d. Akibat penyakit telinga tengah
Pada pasien lanjut usia, penyebab pusing dapat lebih dari satu patologi.
Disfungsi minor dari dua atau lebih input sensorik yang berperan dalam
keseimbangan normal (vestibular, visual, proprioseptif). Obat-obat sedatif juga dapat
menyebabkan pusing (antidepresan, antikonvulsan, benzodiazepine, alcohol).
Sumber:
Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga.

25. Jelaskan peran perawat dalam mengatasi stress pada pasien?


Jawab:
1) Memfasilitasi strategi koping :
a. Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respons penerimaan
sesuai tahapan dari Kubler-Ross.
b. Teknik kognitif, penyelesaian masalah; harapan yang realistis; dan pandai
mengambil hikmah.
c. Teknik perilaku, mengajarkan perilaku yang mendukung kesembuhan; kontrol
dan minum obat teratur; konsumsi nutrisi seimbang; istirahat dan aktifitas
teratur; dan menghindari konsumsi atau tindakan yang menambah parah
sakitnya.

2) Dukungan sosial:
a. Dukungan emosional, pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai; dan
diperhatikan.
b. Dukungan informasi, meningkatnya pengetahuan dan penerimaan pasien
terhadap sakitnya.
c. Dukungan material, bantuan / kemudahan akses dalam pelayanan kesehatan
pasien.

Sumber:
Nursalam, dkk. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV. Jakarta:
Salemba Medika.

26. Jelaskan tugas perkembangan pada Tn.S?


Jawab:
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring
penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi.
Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal.
Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya
terhadap kehidupan sehari-hari. Adapun tugas perkembangan pada lansia yaitu :
1) Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik
2) Beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
3) Beradaptasi terhadap kematian pasangan
4) Menerima diri sebagai individu yang menua
5) Mempertahankan kehidupan yang memuaskan
6) Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa
7) Menemukan cara mempertahankan kualitas hidup
Sumber:
Potter, P. A. &Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

27. Bagaimana peran perawat dalam meningkatkan koping individu terhadap


penyakitnya?
Jawab:
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi
perubahan yang diterima. Mekanisme koping terbentuk memalui proses belajar dan
mnegingat. Coping strategy merupakan koping yang digunakan individu secara sadar
dan terarah dalam mengatasi sakit atau stresor yang dihadapinya. Terbentukya
mekanisme koping bisa diperoleh melalui proses belajar dalam pengertian yang luas
dan relaksasi. Apabila individu mempunyai mekanisme koping yang efektif dalam
menghadapi stresor, makan stresor tidak akan menimbulkan stres yang berakibat
kesakitan (disease), tetapi stresor justru menjadi stimulan yang mendatangkan
wellness dan prestasi.
Terdapat tiga teknik koping dalam menagtasi stress menurut Kurniawati & Nursalam,
(2007) yaitu:
1) Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi Diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya mengahdapi stress yang disebabkan situasi dan lingkungan
(Pearlin dan Schooler, 1978:5 dikutip oleh Kurniawati & Nursalam, 2007).
karakteristik diabawah ini merupakan sumber daya psikologis yang penting.
a. Pikiran yang Positif tentang Dirinya (Harga Diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari
Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi.
b. Mengontrol Diri Sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi
(internal control) dan eksternal control (bahwa kehidupannya diekndalikan
oleh keberuntungannya dikendalikan oleh keberuntungan dan nasib dari luar)
sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for
silver lining). Kemapuan mengontrol diri akan dapat memperkuat koping
pasien, perawat harus menguatkan kontrol diri pasien dengan melakukan
tindakan untuk:
a) Membantu pasien mengidentifikasi msalah dan seberapa jauh dia dapat
mengontrol diri
b) Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah
c) Memabantu meningkatkan rasa percaya diri, bahwa pasien akan
mendapatkan hasil yang lebih baik
d) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terhadap
dirinya
e) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan kontrol diri: keyakinan, agama.
2) Rasionalisasi (Teknik kognitif)
Upaya memaahami dan mengintrepretasikan secaar spesifik terhadap stres dalam
mencari arti dan makna stres (neutralize its stressful). Dalam menghadapi situasi
stres, rspon individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus
terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa maslah
tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya berakhir
denagn sendirinya.
3) Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi
situasi stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam
menunjang kesembuhannya.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit memiliki perananpenting
dalam memberikan asuhankeperawatan dalam mengatasi kecemasan.Menurut
Doenges, Townsend danMoorhouse (2007) yang dikutip oleh, intervensi
keperawatanyang dapat dilakukan adalah bantu pasienmengenali kecemasannya
sendiri, bantumeningkatkan pengetahuan tentangkecemasan dan faktor yang
berkaitan, berikesempatan untuk belajar koping adaptif,libatkan pasien dan keluarga
dalam aktivitas,pendidikan kesehatan dan dukungan.
Sumber:
Kurniawati, N.D., & Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta:Salemba Medika.
Taluta, Y., P., Mulyadi., & Hamel, R., S. (2014). Hubungan Tingkat Kecemasan
dengan Mekanisme Koping pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di
Poliklinik Pneyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo Kabupaten
Halmahera Utara. Ejournal Keperawatan, 2(1).

28. Jelaskan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus?


Jawab:
Komplikasi diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 2 yaitu akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah:
1) Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis
atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik:
lapar, mual, tekanan darah turun.
2) Diabetes Ketoasidosis (DKA)
DKA adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan).
3) Hyperglycemic Hyperosmolar Nonketotic Coma (HHNC).
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%
tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm.

Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari:
1) Retinopati Diabetic
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum
dalam jumlah besar.
2) Neuropati Diabetik Perifer
Merupakan penyakit neuropati yang paling sering terjadi. Gejala dapat berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih
terasa sakit di malam hari.
3) Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria
akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus.
Komplikasi makrovaskular yang sering terjadi biasanya merupakan
makroangiopati. Penyakit yang termasuk dalam komplikasi makrovaskular adalah:
a. Penyakit pembuluh darah jantung atau otak
b. Penyakit pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
Sumber:
Baradero, M., Dayrit, M.W., &Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Endokrin.
Jakarta: EGC.
29. Jelaskan definisi dan etiologi Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
Jawab:
Definisi
Status hipersomolar hiperglikemik merupakan gangguan metabolik akut yang
dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Istilah SHH merupakan
istilah yang sekarang digunakan untuk menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik) karena koma
dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan pada
pasien dengan SHH.

Etiologi
Menurut Tandra, 2008 mengatakan bahwa HONK lebih banyak didapati pada
penderita Diabetes mellitus tipe 2, terutama yang tidak terkontrol dengan baik, atau
yang tidak tahu bahwa dirinya adalah penderita diabetes. Terkadang didapati pula
pada pemakai obat hormon steroid, ada infeksi, stress atau minum alkohol. Diabetes
yang terjadi pada usia lanjut dimana mereka hidup sendirian atau tinggal di panti
jompo, kemungkinan tidak terkontrol dan tidak teratur, terlebih bila muncu diare yang
cukup lama.
Menurut Semarawima, 2017 penyebab HONK yaitu krisis hiperglikemia pada
Diabetes mellitus tipe 2 karena adanya keadaan yang mencetuskannya seperti:
1) Infeksi (pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis)
2) Penyakit vaskular akut (penyakit serebrovaskular, infark miokard akut, emboli
paru)
3) Trauma
4) Luka bakar
5) Hematom subdural
6) Kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi intestinal)
7) Obat-obatan (diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon, interferon,
agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin).

Sumber:
Semarawima, G. (2017). Status hiperosmolar hiperglikemik.Medicina 48 (1), 49-53.
Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
30. Jelaskan manifestasi klinis Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
Jawab:
Hiperosmolar Non Ketotik (HONK) sering diderita oleh usia> 60 tahun yang ditandai
dengan hiperglikemia, dehidrasi berat, osmolalitas serum > 300 mOsm/kg, tidak ada
bau aseton yang tercium dari pernafasan, tidak ada pernafasan kussmaul (cepat dan
dalam).
Tanda dan gejala lainnya seperti:
1) Sering kencing (poliuri) 5) Bingung
2) Sering merasa haus (polidipsi) 6) Denyut nadi cepat
3) Lemah lesu 7) Kejang
4) Kaki dan tungkai kram 8) Koma
Sumber:
Tandra, H. (2007). Segala Sesuatu yang harus Anda Ketahui tentang: Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Waluyo, S. (2009). 100 Question & Answer Diabetes. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

31. Jelaskan prognosis Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?


Jawab:
Angka kematian dari HONK sangat tinggi mencapai 20-40%. Setelah episode
akut terselesaikan, diabetes seringkali dapat ditangani dengan diet atau agen
hipoglikemik oral. Prognosis HONK tidak sebagus KAD yang membawa angka
kematian kurang dari 1%. Alasan angka kematian yang lebih tinggi yaitu karena
faktor usia, keterlambatan dalam memulai terapi dan kondisi komorbiditas terkait.
Prognosis biasanya buruk, sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan oleh
sindrom hyperosmolar sendiri, tetapi oleh penyakit yang mendasari atau
menyertainya. Angka kematian berkisar 30-50%. Di Negara maju dapat dikatakan
penyebab kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang terlalu
tinggi. Di Negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Sumber:
Davey, P. (2010). Medicine at A Glance Third Edition. Singapore: Wiley-Blackwill.
Kumthekar, A. B. (2010). Practical Management of Diabetes.Jaypee: JP Medical.
Soewondo, P. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
32. Jelaskan komplikasi Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)!
Jawab:
Komplikasi HONK menurut Semarawima, 2017 seperti berikut ini:
1) Hipoglikemi
Hipoglikemia terjadi akibat pemberian insulin yang berlebihan.
2) Hipokalemia
Hipokalemia terjadi akibat pemberian insulin dan terapi asidosis dengan
bikarbonat.
3) Edema Serebral
Edema serebral adalahsuatu kejadian yang jarang tetapi merupakan komplikasi
KAD yang fatal, dan terjadi 0,7-1,0% padaanak-anak dengan KAD. Umumnya
terjadi padaanak-anak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapijuga dilaporkan
pada anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur dua
puluhan.Kasus yang fatal dari edema serebral ini telah pula dilaporkan pada
HONK. Secara klinis, edema serebralditandai oleh perubahan tingkat kesadaran,
denganletargi, dan sakit kepala.

Komplikasi HONK yang lainnya menurut Mansjoer, 2000 yaitu:


1) Koma
Koma adalah keadaan tidak sadarkan diri yang amat sangat, dimana penderita tidak
dapat dibangunkan, bahkan dengan rangsangan yang sangat kuat (Kamus Dorland).
2) Gagal Jantung
Gagal jantung adalah ketidakmampuan viskus otot jantung untuk mempertahankan
sirkulasi darah (Kamus Dorland).
3) Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah ketidakmampuan dua buah organ di daerah lumbal untuk
menyaring darah, mengekskresi hasil akhir metabolisme tubuh dalam bentuk urin
dan mengatur kadar ion hidrogen, natrium, kalium, fosfat, dan ion-ion dalam cairan
ekstraseluler (Kamus Dorland).
4) Gangguan Hati
Gangguan hati adalah abnormalitas fungsi kelenjar besar dan berwarna gelap
terletak dibagian atas perut pada sisi sebelah kanan untuk penyimpanan dan filtrasi
darah, sekresi empedu, konversi gula menjadi glikogen, dan banyak aktivitas
metabolik lainnya (Kamus Dorland).
Sumber:
Kumala, P. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Semarawima. G. (2017). Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina, 48 (1).

33. Jelaskan patofisiologi Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?


Jawab:

HONK merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus. Resistensi insulin


menjadipenyebab utama. Glukosa tidak bisa dimasukan ke dalam sel karena terjadi
resistensi insulin,sehinggaa terjadi hiperglikemi. Analoginya sel selalu dalam keadaan
lapar sehingga akanterjadi proses glukoneogenesis. Jumlah insulin yang normal cukup
untuk mencegah terjadinyaproses ketogenesis dalam hati sehingga tidak didapatkan
badan keton namun tidak dapatmencegah hiperglikemia. Badan keton bersifat asam,
hal ini yang membedakan HONKdengan KAD. Pada KAD ditemukan badan keton
sehingga pH darah pada umumnya asam(<7,3) sedangkan pada HONK tidak
ditemukan badan keton sehingga pH darah padaumumnya basa(>7,3). Hasil dari
pemecahan protein didapatkan banyak nitrogen karenarumus senyawa dari protein
sendiri adalah CHON, dari pemecahan lemak didapatkan bahanbuangan urea, jadi
akan didapatka BUN (Blood Urea Nitrogen) yang tinggi. Keadaanhiperglikemi
membuat tekanan osmolar darah meningkat (hiperosmolar) (Soewondo, 2009).
Keadaan hiperosmolar ini membuat aliran darah menjadi lambat sehingga
suplaioksigen ke jaringan menjadi terhambat dan berkurang. Tubuh melakukan
kompensasi dengancara takikardi. Selain itu keadaaan hiperosmolar juga merangsang
pengeluaran hormon ADHdengan tujuan untuk meretensi urin dan Na agar tidak
banyak cairan yang keluar Namun padapasien HONK terjadi diuresis osmotik
(peningkatan tekanan osmotik urin) sehingga darahsemakin hiperosmolar, hal ini
diikuti dengan kehilangan banyak elektrolit seperti K+, Na+, clorida, khususnya K+.
Ion K+ dibutuhkan untuk menetralkan asam lambung yang asamagar tidak kelebihan
asam lambung. Namun K+ banyak dikeluarkan sehingga tidak ada yangmenetralkan
asam lambung, pasien menjadi mual bahkan bisa sampai muntah. Keadaan initidak
diimbangi dengan masukan cairan oral. Sehingga pasien menjadi hipovolemia
(volumecairan darah semakin menurun) yang akhirnya menjadi hipotensi dan
akhirnya bisamenimbulkan koma (Soewondo, 2009).
Sumber :
Soewondo, Pradana. (2009). Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam:
Aru W.Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
34. Jelaskan faktor pencetus Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?
Jawab:
Adapun faktor pencetus dari hiperosmolar non ketotik (HONK) adalah sebagai
berikut:
1) Infeksi 5) Aritma
2) Penghentian insulin atau terapi 6) Gangguan keseimbangan
insulin yang tidak adekuat 7) Pancreatitis
3) Infark miokard akut 8) Koma hepatic
4) Pemakaian obat steroid 9) Operasi
Sumber:
Tjokroprawiro, A. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: AirlanggaUniversity
Press.

35. Jelaskan pemeriksaan penunjang Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?


Jawab:
1) Pemeriksaan fisik
Turgor kurang, bibir dan kulit kering.
Hipotensi
Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
2) Pemeriksaan laboratorium didapatkan:
a. Kadar glukosa dalam darah (bisa mencapai > 600 mg/dL)
b. Kadar ureum
c. Kadar kreatinin
d. Hipertermia
e. Hiperkalemia
Sumber:
Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes:
Tanya Jawab dengan Ahlinya. Jakarta: Gramedia Pustaka.

36. Jelaskan diagnosa banding dari Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?


Jawab:
Diagnosa banding dari Hiperosmolar Non Katotik yaitu:
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Ensefalopati uremikum
3. Enselalopati karena infeksi
Sumber:
Bakta, M.,dkk. (1999). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

37. Jelaskan penatalaksanaan Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)?


Jawab:
Tujuan dari terapi SHH adalah penggantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan,
penurunan secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring dan
melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan
susunan saraf pusat.
1) Terapi Cairan
Pasien dengan SHH memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang diperlukan
100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular dan
restorasi perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500
sampai dengan 1000 ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum
tidak boleh lebih dari 3 mOsm/ jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovo-
lemik, maka cairan isotonik ketiga atau keempat dapat digunakan untuk
memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi jaringan yang baik.
2) Terapi Insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk meningkatkan
penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa oleh hati
sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah. Selain itu, insulin juga
berguna untuk menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan
mengurangi ketogenesis.Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin
reguler diberikan secara kontinyu intravena. Bolus insulin reguler intravena
diberikan dengan dosis 0,15 U/kgBB, diikuti dengan infus insulen regular dengan
dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa
darah dengan kecepatan 65-125 mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250
mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada SHH, kecepatan pemberian insu-lin
dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/ jam) dan ditambahkan dengan
pemberian dextrose5-10% secara intravena. Pemberian insulin tetap diberikan
untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan
ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.Ketika protokol KAD atau SHH berjalan,
evaluasi terhadap glukosa darah kapiler dijalankan setiap 1-2 jam dan darah
diambil untuk evaluasi elektrolit serum, glukosa, BUN, kreatinin, magnesium,
fosfos, dan pH darah setiap 2-4 jam.
3) Terapi Kalium
Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5 mEq/kg BB.
Namun kadar kalium juga bisa terdapat pada kisaran yang normal atau bahkan
meningkat. Peningkatan kadar kalium ini bisa dikarenakan kondisi asidosis,
defisiensi insulin dan hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan koreksi keadaan
asidosis, kadar kalium yang meningkat ini dapat terkoreksi karena kalium akan
masuk ke intraseluler. Untuk mencegah terjadinya hipokalemia, pemberian kalium
secara intravena dapat diberikan. Pemberian kalium intravena (2/3 dalam KCl dan
1/3 dalam KPO4) bisa diberikan jika kadar kalium darah kurang dari 5 mEq/L.Pada
pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian insulin dapat
memicu terjadinya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia atau kelemahan otot
pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium kurang dari 3,3 mEq/L, maka
pemberian kalium intravena harus segera diberikan dan terapi insulin ditunda
sampai kadarnya lebih atau sama dengan 3,3 mEq/L.
Sumber:
Semarawima, G. (2017). Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina, 48(1); 49-53.

38. Jelaskan pengkajian keperawatan dari kasus diatas?


Jawab:
Tanggal Masuk : ……...........
Jam : ……...........
No. RM : ……...........
Tanggal Pengkajian : 31 Oktober 2017
Jam : ……….......
Diagnosa Medis : ……….......

1) Identitas Pasien dan Penanggung Jawab


Identitas Pasien Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S Nama :
Umur : 63 tahun Umur :
Agama : Agama :
Jenis kelamin : laki-laki Jenis kelamin :
Alamat : Alamat :
Suku / bangsa : Suku / bangsa :
Pekerjaan : pensiunan PNS Pekerjaan :
Pendidikan : Pendidikan :
Status : Status :
Hubungan dengan pasien: keluarga

2) Keluhan Utama
Tn.S saat ini mengalami pusing yang sangat hebat, setelah beraktifitas ringan dan
merintih mengatakan pusing sambil memegangi kepalanya.

3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn.S saat ini mengalami pusing yang sangat hebat setelah beraktifitas ringan,
merintih mengatakan pusing dan memegangi kepalanya, mengalami poliuri,
polidipsi, polipagi, dan terjadi penurunan berat badan.Keluarga Tn.S juga
mengatakan kadang malah susah untuk mendapatkan tidur.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga Tn.S mengatakan bahwa Tn.S mempunyai riwayat hipertensi tapi
tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Riwayat Psikososial
Beberapa tahun sebelum sekarang Tn.S mengeluh stress dan merasa kesulitan
beradaptasi dengan kondisi masa pensiunnya, dia merasa kesulitan untuk
menggantikan aktifitasnya seperti waktu dia bekerja jadi PNS.
e. Riwayat Pemakaian Obat
Harus minum obat haloperidol karena tidak bisa tidur
4) Pengkajian Menurut Doenges (1999)
a. Data Subjektif
Tn.S hanya merintih mengatakan pusing, Keluarga Tn.S mengatakan bahwa
Tn.S mempunyai riwayat hipertensi tapi tidak mempunyai riwayat diabetes
mellitus walaupun Tn.S mengalami poliuri, polidipsi, polipagi, dan terjadi
penurunan berat badan.Keluarga Tn.S juga mengatakan Tn.S kadang malah
susah untuk mendapatkan tidur, bisa tidur tapi harus minum obat haloperidol.
b. Data Objektif
Tn. S tampak memegangi kepalanya karena pusing. Pada pengkajian fisik
didapatkan tensi 210/110 mmHg, RR 24 x/menit, nadi, 88x/menit, dan
dilakukan pemeriksaan lanjutan diperoleh keadaan hiperglikemia,
hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis.Tn. S memiliki kesadaran
apatis, turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural,
bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernafasan, tidak
ada pernafasan kussmaul pemeriksaan penunjang diperoleh kadar glukosa darah
639mg%, osmolaritas serum 350 mosm/kg dan positif lemah, pemeriksaan
aseton negative, hypernatremia, hyperkalemia, azotemia, BUN: kreatinin rasio
30: 1, bikarbonat serum > 17, 4 meq/l.

5) Pengkajian Pola Fungsional


a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Keluarga merasa panik dan Tn.S langsung dilarikan ke rumah sakit.
b. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Tn. S banyak makan atau polipagi
c. Pola Eliminasi
Tn.S banyak BAK atau Poliuri
d. Pola Aktivitas/Olahraga
Pusing yang sangat hebat, setelah beraktifitas ringan
e. Pola Istirahat/Tidur
Tn.S kadang malah susah untuk mendapatkan tidur, bisa tidur, tapi harus minum
obat haloperidol.
f. Pola Kognitif/Persepsi
Pusing yang sangat hebat
Tanda kelainan neurologis
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Merasa kesulitan beradaptasi dengan kondisi masa pensiunnya, dia merasa
kesulitan untuk menggantikan aktifitasnya seperti waktu dia bekerja jadi PNS.
h. Pola Peran Hubungan
Seorang pensiunan PNS
i. Pola Seksualitas/Reproduksi
j. Pola Koping Toleransi Stress
Beberapa tahun sebelum sekarang Tn.S mengeluh stress dan merasa kesulitan
beradaptasi dengan kondisi masa pensiunnya.
k. Pola Keyakinan Nilai

6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
a) Kesadaran : Apatis
b) Tanda-Tanda vital:
1) Tekanan Darah : 210/110 mmHg
2) Nadi : 88x/m
3) Suhu : ...0C
4) Pernapasan : 24x/m
c) Tinggi Badan : .................... Cm Berat Badan : ................ Kg

7) Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah 639mg%
b. Osmolaritas serum 350 mosm/kg dan positif lemah
c. Pemeriksaan aseton negative
d. Hypernatremia
e. Hyperkalemia
f. Azotemia
g. BUN: kreatinin rasio 30: 1
h. Bikarbonat serum > 17, 4 meq/l.

Sumber:
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
39. Jelaskan analisa data dan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas?
Jawab:

Analisa Data
No. Data Kemungkinan Penyebab Masalah
1. DS: Defisiensi insulin Kekurangan Volume
- Tn. S mengatakan Cairan
mengalami pusing Penurunan pemakaian glukosa
yang sangat hebat oleh sel
- Keluarga Tn.S .
mengatakan Tn.S
mengalami poliuri dan Hiperglikemia
polidipsi

Glycosuria
DO:
- Dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis
Osmotik diuresis
- Turgor menurun
- Bibir dan lidah kering
- Kesadaran apatis
Poliuria

Dehidrasi

Kekurangan volume cairan


2. DS: Penyakit Hiperosmolaritas Gangguan Pola Tidur
- Tn. S mengatakan Non Ketotik (HONK)
kadang malah susah
untuk mendapatkan Hiperglikemia
tidur, bisa tidur tapi
harus minum obat Glycosuria
haloperidol
- Keluarga pasien Osmotik diuresis
mengatakan Tn.S
mengalami poliuri, Poliuria, polidipsi
polidipsi.
Tidur menurun
DO:
- Usia Tn. S 63 tahun Gangguan pola tidur
3. DS: Defisiensi insulin Intoleransi Aktivitas
- Tn. S mengatakan
pusing yang sangat Penurunan kemampuan
hebat setelah memperoleh energi
beraktivitas ringan
Penurunan berat badan

DO:
Kelemahan
- Kesadaran apatis
- Penurunan berat badan
Intoleransi aktivitas
- Hipotensi postural

4. DS: Tidak tercukupi kebutuhan Resiko


- insulin Ketidakseimbangan
Elektrolit
DO: Hiperglikemia
- Hiperglikemia
- Hiperosmolar Diuresis osmotik
- Kadar glukosa darah
639 mg% Menurunnya cairan tubuh total
- Osmolaritas serum
350 mosm/kg Peningkatan konsentrasi
- Hipernatremia protein plasma
- Hiperkalemia
- Bikarbonat serum > Hilangnya cairan intravaskuler
17,4 meq/L.
Hiperosmolar, hypernatremia,
hiperkalemia

Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
poliuri
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan poliuri, polidipsi, faktor usia
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipotensi postural, tingkat kesadaran
apatis
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan hiperglikemia,
hiperosmosis, hipernatremia, hiperkalemia.

40. Jelaskan intervensi (NIC NOC) dari diagnosa kasus diatas?


Jawab:

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kekurangan Volume NOC NIC


Cairan 1) Keseimbangan Cairan Monitor Cairan
1) Monitor tekanan darah,
2) Hidrasi
denyut jantung dan status
pernapasan
Kriteria Hasil:
2) Monitor membran mukosa,
1) Tekanan darah, nadi, dan
turgor kulit, dan respon
berat jenis urin dalam batas
haus
normal
3) Monitor warna, kuantitas,
2) Turgor kulit dan membran
dan berat jenis urin
mukosa lembab tidak
terganggu 4) Tentukan jumlah dan jenis
intake/asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi

Manajemen Cairan
1) Timbang berat badan setiap
hari dan monitor status
pasien

2) Monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan
hitung asupan kalori harian

3) Jaga intake/asupan yang


akurat dan catat output
(pasien)

4) Distribusikan asupan cairan


selama 24 jam

Gangguan Pola Tidur NOC: NIC:


1) Tingkat kenyamanan Peningkatan Tidur
2) Tidur: luas dan pola 1) Ciptakan lingkungan yang
nyaman
Kriteria Hasil: 2) Kolaborasi pemberian obat
1) Jumlah tidur dalam batas tidur
normal 6-8 jam/hari 3) Diskusikan dengan pasien
2) Pola tidur, kualitas dalam dan keluarga tentang teknik
batas normal tidur pasien
3) Perasaan segar sesudah tidur 4) Intruksikan untuk
atau istirahat memonitor tidur pasien

Intoleransi Aktivitas NOC: NIC:


1) Konservasi energi Terapi Aktivitas
2) Toleransi aktivitas 1) Bantu untuk memilih
3) Perawatan diri: ADLs aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
Kriteria hasil: fisik, psikologi, social
1) Berpartisipasi dalam 2) Bantu untuk
aktivitas fisik tanpa disertai mengidentifikasi dan
peningkatan tekanan darah, mendapatkan sumber yang
nadi dan RR diperlukan untuk aktivitas
2) Mampu melakukan aktivitas yang diinnginkan
sehari-hari 3) Bantu pasien untuk
3) Tanda-tanda vital normal mengembangkan motivasi
4) Energy psikomotor diri dan penguatan
4) Monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual
Resiko NOC: NIC:
Ketidakseimbangan 1) Keseimbangan cairan Manajemen Cairan:
Elektrolit 2) Hidrasi 1) Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
Kriteria hasil: 2) Pertahankan intake dan
1) Mempertahankan urin output yang akurat
output sesuai dengan usia 3) Monitor status hidrasi
dan BB, BJ urine normal, 4) Monitor masukkan
HT normal makanan/cairaan dan
2) Tekanan darah, nadi, suhu hitung intake kalori harian
tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi

Sumber:
Bulechek, G. M., dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6
Bahasa Indonesia. Jakarta: Mocomedia.

Moorhead, S., dkk. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC), Edisi 5 Bahasa
Indonesia. Jakarta: Mocomedia.

F. Hipotesis
Tn. S (63 th) mengalami pusing yang sangat hebat setelah beraktifitas fisik, didapatkan
tensi 210/110 mmHg, keadaan hiperglikemia, hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis, kesadaran apatis, turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis,
hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada pernafasan kussmaul pemeriksaan
penunjang diperoleh kadar glukosa darah 639mg%, osmolaritas serum 350 mosm/kg dan
positif lemah, pemeriksaan aseton negative, hypernatremia, hyperkalemia, azotemia,
BUN: kreatinin rasio 30: 1, bikarbonat serum > 17, 4 meq/l.Tn.S mempunyai riwayat
hipertensi tapi tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus namun mengalami poliuri,
polidipsi, polipagi, dan terjadi penurunan berat badan, susah untuk mendapatkan tidur,
bisa tidur, tapi harus minum obat haloperidol. Berdasarkan tanda gejala dan pemeriksaan
penunjang Tn.S mengalami Hiperosmolar Non Ketotik (HONK).

G. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issue


What I What I What I
No. Analisis Masalah
Know Have To dont
Prove Know

1. Jelaskan hubungan hipertensi dengan


diabetes mellitus? √

2. Jelaskan penyebab poliuri? √

3. Jelaskan gejala poliuri? √

4. Jelaskan pemeriksaan penunjang poliuri? √

5. Jelaskan penatalaksanaan poliuri? √

6. Jelaskan penyebab polipagi? √

7. Jelaskan penyebab polidipsi? √

8. Jelaskan hubungan diabetes mellitus dengan


penurunan berat badan? √

9. Jelaskan pengaruh susah untuk mendapatkan


tidur terhadap kejadian diabetes mellitus? √

10. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi


susah tidur pada lansia? √

11. Jelaskan pengaruh diabetes mellitus


terhadap pola tidur? √

12. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi dari


haloperidol? √

13. Jelaskan dosis dan cara pemberian dari


haloperidol? √

14. Jelaskan efek samping dari haloperidol? √

15. Jelaskan interpretasi kadar glukosa darah? √

16. Jelaskan tanda kelainan neurologis? √


17. Jelaskan interpretasi kadar kalium? √

18. Jelaskan interpretasi kadar natrium? √

19. Jelaskan rentang normal nilai BUN dan


faktor yang mempengaruhi perubahan nilai √
BUN?

20. Jelaskan kadar normal osmolalitas serum!


Apa penyebab kadar osmolalitas serum √
meningkat dan menurun?

21. Jelaskan kadar normal bikarbonat serum!


Apa penyebab kadar bikarbonat serum √
menurun dan meningkat?
22. Jelaskan penanganan dari dehidrasi? √

23. Jelaskan tingkat kesadaran? √

24. Jelaskan penyebab pusing pada lansia? √

25. Jelaskan peran perawat dalam mengatasi


stress pada pasien? √

26. Jelaskan tugas perkembangan pada Tn.S? √

27. Bagaimana peran perawat dalam


meningkatkan koping individu terhadap √
penyakitnya?

28. Jelaskan komplikasi dari penyakit diabetes


mellitus? √

29. Jelaskan definisi dan etiologi Hiperosmolar


Non Ketotik (HONK)? √

30. Jelaskan manifestasi klinis Hiperosmolar


Non Ketotik (HONK)? √

31. Jelaskan prognosis Hiperosmolar Non √


Ketotik (HONK)?

32. Jelaskan komplikasi Hiperosmolar Non



Ketotik (HONK)!
33. Jelaskan patofisiologi Hiperosmolar Non
Ketotik (HONK)? √

34. Jelaskan faktor pencetus Hiperosmolar Non


Ketotik (HONK)? √

35. Jelaskan pemeriksaan penunjang


Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)? √

36. Jelaskan diagnosa banding dari


Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)? √

37. Jelaskan penatalaksaan Hiperosmolar Non


Ketotik (HONK)? √

38. Jelaskan pengkajian keperawatan dari kasus


diatas? √

39. Jelaskan analisa data dan diagnosa


keperawatan berdasarkan prioritas? √

40. Jelaskan intervensi (NIC NOC) dari


diagnosa kasus diatas? √
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Patologi Klinik. (2017). Buku Panduan Kerja Keterampilan Pemeriksaan Glukosa
Darah dan Glukosa Urin. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Baradero, M., Dayrit, M.W., & Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6 Bahasa
Indonesia. Jakarta: Mocomedia.

Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Davey, P. (2010). Medicine at A Glance Third Edition. Singapore: Wiley-Blackwill.

Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC.

Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga.

Hartono, A. (2006). Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Horne, M. M. (2000). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta: EGC.

Horne, M. M., & Swearingen, P. L. (1995). Seri Pedoman Praktis: Keseimbangan Cairan,
Elektrolit & Asam Basa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Ingram, I. M. (1993). Psikiatri: Catatan Kuliah. Jakarta: EGC.

Indriasari, D. (2009). 100% Sembuh Tanpa Dokter. Yogyakarta: Pustaka Grhatama.

Kee, J. L. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kumala, P. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Kumthekar, A. B. (2010). Practical Management of Diabetes.Jaypee: JP Medical.

Kurniawati, N.D., & Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta:Salemba Medika.

Leksana, E. (2015). Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. CDK-224, 42(1).

Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi tanpa Obat. Jakarta: AgroMedia.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Moorhead, S., dkk. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC), Edisi 5 Bahasa
Indonesia. Jakarta: Mocomedia.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Residen Bagian Psikiarti UCLA. (1997). Buku saku Psikiatri. Jakarta: EGC.

Semarawima, G. (2017). Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina, 48(1); 49-53.

Soewondo, P. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.

Soewondo, Pradana. (2009). Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam : Aru
W.Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

Sutedjo, A. Y. (2010). 5 Strategi Pasien Diabetes Mellitus Berusia Panjang. Yogyakarta:


Kanisius.

Taber, B. Z. (1994). Kapita Selekta Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Taluta, Y., P., Mulyadi., & Hamel, R., S. (2014). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Mekanisme Koping pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Pneyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Ejournal
Keperawatan, 2(1).

Tandra, H. (2007). Segala Sesuatu yang harus Anda Ketahui tentang: Diabetes. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes: Tanya Jawab
dengan Ahlinya. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Tentero, dkk. (2016). Hubungan Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur. Jurnal e-Biomedik
(eBm), 4(2).

Theodorus. (2004). Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta:EGC.

Tjokroprawiro, A. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.

Tulungnen, R. S, dkk. (2016). Hubungan Kadar Kalium dengan Tekanan Darah Pada Remaja
di Kecamatan Bolangitan Barat Kabupaten Bolaang Mongondaw Utara.Jurnal
kedokteran, 1(2); 39.

Waluyo, S. (2009). 100 Question & Answer Diabetes. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai