Anda di halaman 1dari 10

Penurunan Kesadaran Akibat Kekurangan Natrium

Lisa Lina Pakel

102012307

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat. Email: lisa.pakel@gmail.com

Pendahuluan

Larutan elektrolit sangat penting untuk proses kehidupan dalam tubuh manusia.
Gangguan sistem elektrolit dapat menyebabkan tidak berfungsinya sistem metabolisme
termasuk gangguan sistem enzim dan gangguan potensial listrik dalam tubuh. Elektrolit
dalam tubuh manusia terletak di dalam dan di luar.
Ion Na merupakan ion yang utama di luar sel. Kadar ion Na di luar sel adalah 145
meq/L dan di dalam sel adalah 10 meq/L. Keadaan keseimbangan ini dipertahankan oleh
sistem pompa Na-K-ATP-ase. Karena merupakan partikel dengan jumlah yang terbesar maka
kadar ion Na sangat menentukan pengaruhnya dalam hal osmolitas cairan ekstra sel.
Osmolitas darah juga ditentukan oleh kadar ureum dan glukosa darah. Ureum sifatnya tidak
dapat mengikat cairan ekstra sel, sehingga osmolitas yang efektif hanya dipengaruhi oleh ion
Na dan glukosa. Dalam keadaan normal osmolitas cairan glukosa dan urea adalah kurang dari
10 mosmol/kg sehingga osmolitas darah yang efektif dapat dikatakan hanya ditentukan oleh
kadar ion Na dalam plasma.1
Garam sangat penting bagi manusia. Garam dibutuhkan oleh tubuh diantaranya untuk
proses metabolisme dan untuk mengatur cairan tubuh, fungsi saraf dan otak. Karena garam
diperlukan oleh tubuh, maka tubuh kita jangan sampai kekurangan garam, atau istilahnya
hiponatremia. Hiponatremia merupakan gangguan pada garam darah dimana kandungan
natriumnya lebih rendah dari normal ( di bawah 135 meq/L ). Hiponatremia umumnya terjadi
pada manusia dewasa dan dapat mengakibatkan gangguan hormonal. Walaupun tidak
memiliki efek secara langsung, hiponatremia dapat menyebabkan pembengkakan otak dan
kematiaan.2

1
Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis).3
Hal-hal yang perlu ditanyakan (alloanamnesis) adalah :
1. Identitas pasien meliputi nama pasien, usia (60 tahun), jenis kelamin (laki-laki)
2. Keluhan utama pasien : Mengalami penurunan kesadaran sejak 6 jam yang lalu
3. Riwayat penyakit sekarang yaitu menanyakan yang berhubugan dengan keluhan utama
seperti: 3 hari SMRS pasien diare 5-7x/hari, kuning cair, mual, anoreksia. 6 jam SMRS
pasien malaise, waktu tidur memanjang & sulit dibangunkan. Diare membaik, BAB padat
1x/hari saat di bawa ke RS
4. Riwayat penyakit dahulu :
 apakah sebelumnya pasien sudah mengalami seperti yang dikeluhan dan kapan
tepatnya? apakah ada riwayat penyakit hipertensi? kasus: hipertensi sejak 10 tahun
yang lalu
5. Riwayat pribadi: apakah pasien merokok? merokok 1 bungkus/hari selama 20 tahun.
6. Riwayat obat: Rutin mengkonsumsi HCT 25mg 1x1
7. Riwayat penyakit keluarga : Apakah di keluarga ada yang mengalami hal serupal. Dan
ditanyakan apakah terdapat anggota keluarga yang lain mengalami hipertensi, DM, gagal
ginjal dll.

Pemerikasaan Fisik

Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang menuju
ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-
tanda vital (TTV), pemeriksaan pupil.3

Pemeriksaan Penunjang

Penentuan hiponatremia secara sistematik diperlukan untuk menentukan penyebab dan


terapi yang akan diberikan. Dapat dilakukan pengukuran osmolalitas plasma, status volume,
konsentrasi natrium urin dan osmolalitas.4

2
Osmolalitas plasma, pertama dilakukan untuk menyingkirkan hiponatremia hipertonik
>295 mOsm/kg dan pseudohiponatremia, hiponatremia isotonik, 280–295 mOsm/kg.
Sedangkan pada penurunan osmolalitas plasma, hiponatremia hipotonik < 280 mOsm/kg
diperlukan penentuan volume status yang akurat. Meskipun begitu, pengukuran osmolalitas
plasma seringkali kurang akurat dan tidak dapat digunakan sebagai penentuan terapi.4
Pengukuran konsentrasi natrium urin merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dan paling dapat digunakan untuk menentukan diagnosis banding. Status volume
diklasifikasikan secara klinis sebagai hipervolemik, euvolemik, atau hipovolemik, dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang baik dilakukan untuk diagnosis akurat dan terapi
yang adekuat.4

Differential Diagnosis

Encephalopathy Hipernatremia
Hipernatremia adalah defisit cairan relatif. Hipernatremia jarang terjadi namun
umumnya disebabkan karena resusitasi cairan dalam jumlah besar dengan larutan NaCl 0.9%
([Na+]154mEq/l). ). Hipernatremia akan mengakibatkan kondisi tubuh terganggu seperti
kejang akibat dari gangguan listrik di saraf dan otot tubuh. Natrium yang juga berfungsi
mengikat air juga mengakibatkan meningkatnya tekanan darah yang akan berbahaya bagi
penderita yang sudah menderita tekanan darah tinggi. Gambaran klinis hipernatremia non
spesifik seperti anoreksia, mual, muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium
meningkat akan ada perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium
telah meningkat pesat dan tingkat tinggi.5

Encephalopathy Uremia
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun subakut yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar
Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic
encephalopathy sendiri memiliki arti gejala neurologis non spesifik pada uremia.
Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar darah otak melalui
sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan satu-satunya penyebab dalam
terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat
penurunan kesadaran ataupun adanya asterixis dan myoclonus.6
Gejala klinis dapat berupa Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya,
terjadi konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat

3
berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien, terutama
pada pasien anuria, gejala ini dapat berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain,
halusinasi visual ringan dan gangguan konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu.6

Encephalopathy Hypoglycaemia
Ensefalopati hipoglikemik adalah kerusakan otak sementara atau
permanen yang disebabkan oleh kekurangan glukosa (kadar glukosa darah < 60 mg/
dl). Glukosa yang masuk ke sel otak akan mengalami glikolisis atau
disimpan sebagai glikogen. Dalam keadaan oksigenasi yang baik (metabolisme aerob),
glukosa diubah menjadi piruvat, yang kemudian memasuki siklus Krebs, sementara pada
metabolisme anaerob terbentuk laktat. Oksidasi dari 1 mol glukosa memerlukan 6 mol O2.
Dari glukosa yang diperoleh otak, 85 – 90 % dioksidasi, sisanya digunakan untuk membentuk
protein dan substansi lain, yaitu neurotransmiter terutama gamma-aminobutyric acid
(GABA). Otak yang normal memiliki cadangan glukosa 1 – 2 gram (30 mmol/ 100 gram
jaringan otak), terutama dalam bentuk glikogen. Glukosa digunakan oleh otak dengan laju 60
– 80 mg/ menit, sehingga cadangan glukosa di otak hanya akan mampu menjaga aktifitas
serebral selama 30 menit tanpa tersedianya glukosa dalam darah.
Sel-sel otak berbeda dari kebanyakan sel-sel yang lain di tubuh, dimana secara normal hanya
menggunakan glukosa sebagai sumber energi, sementara sumber energi lain seperti lemak
hanya digunakan pada keadaan darurat.5
Ketika glukosa darah turun, otak menggunakan substrat non glukosa untuk kebutuhan
metabolisme, terutama asam keto dan hasil intermediet metabolisme glukosa seperti laktat,
piruvat, fruktosa dan heksosa yang lain. Namun demikian, dalam hal hipoglikemia yang berat
dan berkepanjangan, substrat non glukosa tersebut tidak cukup untuk menjaga integritas sel-
sel saraf, dan akhirnya adenosine triphosphate (ATP) juga berkurang. Kejang terjadi
dihubungkan dengan gangguan integritas membran sel saraf dan kurangnya GABA.5

Working Diagnosis

Diagnosis kerja yang diambil dalam kasus ini adalah Encephalopathy Hiponatremia.
Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam dalam darah) dimana
konsentrasi natrium dalam plasma lebih rendah dari normal, khususnya di bawah 135 meq/L.7
Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh terlalu
banyaknya air dalam tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang minum air

4
dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada kelainan psikis tertentu)
dan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, yang menerima sejumlah besar cairan
intravena. Jumlah cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang
kelebihannya. Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit bisa menyebabkan
hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan baik, misalnya pada
gagal ginjal. Hiponatremia disebabkan oleh kelebihan cairan maupun deplesi natrium.
Deplesi natrium mungkin terjadi akibat asupan yang tidak adekuat atau kehilangan yang
berlebihan.7

Etiologi

Tingkat sodium yang rendah dalam darah mengakibatkan kelebihan air atau cairan
dalam tubuh, mengencerkan jumlah yang normal dari sodium sehingga konsentrasinya
nampak rendah. Tipe hiponatremia ini dapat menjadi hasil dari kondisi- kondisi
kronis seperti gagal ginjal (ketika kelebihan cairan tidak dapat diekskresikan secara
efisien) dan gagal jantung, dimana kelebihan cairan terakumulasi dalam tubuh.
SIADH (sindrom of inappropriate anti-diuretik hormon) adalah penyakit dimana tubuh
menghasilkan terlalu banyak hormon anti-diuretik, berakibat pada penahanan air dalam
tubuh. Mengkonsumsi air yang berlebihan, contohnya selama latihan yang berat, tanpa
penggantian sodium yang cukup, dapat juga berakibat pada hiponatremia.8
Hiponatremia juga terjadi ketika sodium hilang dari tubuh atau ketika sodium dan
cairan hilang dari tubuh, contohnya selama berkeringat yang berkepanjangan dan muntah
atau diare yang parah. Kondisi- kondisi medis adakalanya dihubungkan dengan hiponatremia
adalah kekurangan adrenal, hypothyroidism dan sirosis hati. Sejumlah obat- obatan
juga dapat menurunkan tingkat sodium dalam darah contohnya adalah obat-obatan diuretik,
vasopresin, dan sulfonylurea.8

Epidemiologi

Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang paling sering ditemui dalam praktek
klinis, dengan kejadian dilaporkan 15-30 %. Kondisi ini memiliki etiologi multifaktorial, dan
beberapa penyebab hiponatremia dapat diidentifikasi pada pasien individu (3). 75-80 % dari
kasus hiponatremia adalah ( yaitu natrium serum ringan dan kronis 130-134 mMol / L, terjadi
lebih dari 0-24 jam ) dan biasanya tanpa gejala neurologis yang jelas (4). Hiponatremi dan

5
hipernatremi paling sering pada usia lanjut, karena terjadi penurunan kemampuan
homeostatik dengan bertambahnya usia.8

Patofisiologi

Hiponatremi adalah konsentrasi Na serum kurang dari 135 mEq/L. Na plasma


mempunyai peranan penting dalam mengatur osmolalitas plasma dan tonisitas (osmolaritas
serum = 2Na + Glu/18 + BUN/2.8). Perubahan dalam osmolalitas plasma bertanggung jawab
untuk tanda dan gejala hiponatremia dan juga komplikasi yang terjadi selama pengobatan
dengan adanya faktor risiko tinggi. Bila hipernatremia selalu menunjukkan hipertonisitas,
hiponatremia dapat dikaitkan dengan tonisitas rendah, normal, atau tinggi. Hiponatremia
adalah gangguan elektrolit yang paling umum ditemui pada pasien rawat inap.7
Penyebab hiponatremi antara lain:8
1. Cairan bebas yang berlebihan (banyak padapasien rawatan yang sering menerima cairan
hipotonik.
2. Kehilangan Na pada renal danekstra renal yang berlebihan, atau retensi cairan bebas ginjal.
3. Kurangnya intake Na(jarang).
Pada keadaan sehat tubuh manusia dapat mempertahankan serum Na pada level normal
( 135-145 mEq/L) walaupun sering terjadi fluktuasi cairan. Mekanisme tubuh dalam
mempertahankan kadar normal hiponatremi adalah kemampuan ginjal dalam menghasilkan
urin yang encer dan mengeluarkan air bebas sebagai responterhadap perubahan pada
osmolalitas serum dan volume intravaskuler. ADH juga disekresikan sebagai respon terhadap
nyeri, mual,muntah, dan penggunaan obat obat tertentu seperti morphine. Penggunaan cairan
hipotonik saat ADH dalam sirkulasi dapat menyebabkan retensi cairan bebas sehingga
menyebabkan hiponatremi. Dalam kondisi tertentu, sekresi ADH terjadi bahkan saat
osmolaritas serum rendah atau normal, yang kita kenal dengan istilah Syndrom of in
Appropriate ADHSecretion (SIADH).8

Manifestasi Klinik

Gejala hiponatremia adalah mual dan muntah, sakit kepala, kebingungan, kelesuan,
kelelahan, kehilangan nafsu makan, gelisah dan iritabilitas, kelemahan otot, kejang, kram,
penurunan kesadaran atau koma. Kehadiran dan keparahan gejala yang berhubungan dengan
tingkat natrium serum, dengan tingkat terendah natrium serum berhubungan dengan gejala
lebih menonjol dan serius. Namun, data yang muncul menunjukkan bahwa hiponatremia
ringan ( kadar natrium serum pada 131 meq/L atau di atas ) terkait dengan berbagai

6
komplikasi dan gejala tidak terdiagnosis. Banyak penyakit medis seperti gagal jantung, gagal
hati, gagal ginjal atau pneumonia dapat berhubungan dengan hiponatremia. Pasien- pasien ini
sering hadir karena simtomalogi penyakit utama dan didiagnosis setelah presentasi karena
manifestasi masalah medis yang lainnya.9
Gejala neurologis sering menunjukkan untuk tingkat yang sangat rendah natrium.
Ketika natrium dalam darah menjadi terlalu rendah, kelebihan air masuk sel dan
menyebabkan sel-sel membengkak. Pembengkakan di otak sangat berbahaya karena otak
dibatasi oleh tengkorak dan tidak mampu berkembang. Gejala neurologis yang paling sering
adalah karena sangat rendah kadar natrium serum ( biasanya kurang dari 115 meq/L ),
mengakibatkan pergeseran cairan osmotik intrasebel dan edema otak. Kompleks gejala
neurologis dapat menyebabkan herniasi batang otak tentorial dengan komperasi berikutnya
dan pernapasan, mengakibatkan kematian pada kasus yang paling parah. Tingkat keparahan
gejala- gejala neurologis berhubungan dengan kecepatan dan tingkat keparahan penurunan
serum sodium. Penurunan bertahap, bahkan untuk tingkat yang sangat rendah, dapat
ditoleransi dengan baik jika terjadi selama selama beberapa hari atau minggu, karena adaptasi
saraf.9

Komplikasi

Central Pontine Myelinolysis (CPM)


Central Pontine Myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi demielinasi fokus di
daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak serius dan ireversibel gejala sisa
neurologis yang cenderung dilihat satu sampai tiga hari setelah natrium telah diperbaiki.10

Osmotic Demyelination Syndrome


Sindrom ini ditandai dengan pola bipasik, dimana pada awalnya pasien akan
mengalami perbaikan neurologis dengan koreksi hiponatremi, namun satu atau beberapa hari
setelahnya pasien akan mengalami deficit neurologi yang proresif. Hal ini terjadi akibat
pengeluaran air dari jaringan otak yang terlalu cepat, padahal sebelumnya otak telah
melakukan adaptasi. Review pada beberapa literature menunjukkan bahwa peningkatan [Na+]
serum sebesar 4-6 mmol/L cukup untuk mengatasi manifestasi serius akibat hyponatremia.10
Pada pasien dengan Hiponatremia Kronis, gejala sequel neurologis lebih disebabkan
karena koreksi yang cepat. Semua peneliti sepakat koreksi cepat hiponatremia akan berisiko
kerusakan otak iatrogenic. Telah lebih dari 25 tahun disepakati bahwa koreksi natrium >25
mmol/L dalam 48 jam adalah berlebihan. Koreksi 12 mmol/L per hari disepakati pada

7
berbagai penelitian. Pada kondisi hiponatremi kronis, dimana koreksi natrium normal baru
bisa tercapai dalam beberapa hari, maka dsepakati koreksi pada hari pertama diberikan
dengan proporsi yang lebih besar. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa peningkatan
kadar.Dengan demikian sebagian besar peneliti menganjurkan koreksi Na sebesar 6-8
mmol/L per hari. Namun tentu saja target ini tidak bisa tercapai pada semua fasilitas. Jika
terjadi koreksi yang berlebih pada hari pertama, maka koreksi untuk hari kedua dapat
dihentikan untuk mencegah koreksi yang berlebihan Komplikasi terapi sering terjadi pada
pasien dengan auto koreksi selama terapi. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan
hipovolumia, defisiensi kortisol, atau terapi thiazide. Pada pasien dengan gejala yang berat
target terapi harus tercapai dalam 6 jam.10

Penatalaksanaan

Penentuan osmolalitas plasma memberikan dasar terapi inisial hiponatremia. Pada


hiponatremia hipertonik, tata laksana diberikan langsung pada penyebabnya. Tidak ada terapi
spesifik pada hiponatremia isotonik selain memberikan terapi pada gangguan metabolisme
lipid dan protein yang mendasari. Untuk hiponatremia hipotonik diberikan secara
simptomatis,dan berdasarkan status volume.11
Pada hiponatremia hipotonik, gejala biasanya semakin terlihat saat konsentrasi plasma
natrium <120 mEq/L. Tergantung pada status volume, terapi hiponatremia hipotonik
diberikan bertahap, dari pemberian salin hipertonik pada kasus berat sampai pemberian salin
isotonik pada kasus ringan dan sedang, dan restriksi H2O bebas pada kasus asimtomatik. Pada
kasus berat pemberian salin hipertonik atau isotonik harus diberikan secara agresif untuk
pencegahan komplikasi neurologis yang mengancam nyawa. Salin hipertonik hanya diberikan
pada kasus berat dengan konsultasi ahli dan hanya dalam waktu singkat.11
Diuretik dapat diberikan untuk mengobati kemungkinan adanya potensial volume
overload. Saat gejala sudah berkurang, terapi harus dikurangi dan terfokus pada koreksi
penyebab dari ketidakseimbangan air dan natrium. Reevaluasi serial dan tappering down
harus dilakukan secara hati-hati sampai tercapai kondisi normonatremia euvolemik.11
Hiponatremia hipotonik akut, memiliki onset < 48 jam, dan dapat terkoreksi secara
cepat. Meskipun begitu, koreksi dari hiponatremia kronik asimptomatik terkadang tidak
diberikan, seperti pada pasien sirosis atau reset osmostat syndrome. Terlebih lagi, tata laksana
yang berlebihan dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Kerusakan batang otak yang
permanen dapat muncul akibat osmotic myelinolysis syndrome, yang terlihat dari adanya
central pontine myelinolysis akibat osmotically-induced demyelination.11

8
Secara umum, pada satu setengah dari total defisit dapat digantikan dalam 12 jam
pertama, dengan 0.5 mEq/L/jam (12 mEq/L/hari). Rumus dibawah dapat digunakan dalam
mengestimasi efek 1 L infus natrium dalam konsentrasi plasma natrium.11
Perubahan dalam natrium plasma = (Natrium pada infus – Natrium plasma)

(Total body water + 1)

Total body water dikalkulasi dengan mengkalikan berat badan (kg) dengan 0.5 pada
perempuan, 0,6 pada laki-laki, 0,45 pada lansia wanita, dan 0,5 pada lansia pria.11

Prognosis

Prognosis Hiponatremia bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Hiponatremia


Akut, yang terjadi sangat cepat, adalah bentuk yang paling berbahaya daripada Hiponatremia
yang berkembang secara bertahap dan seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan, ketika
kadar natrium mulai turun secara bertahap sel otak sempat menyesuaikan diri dan
pembengkakan sel yang sangat minim.7

Kesimpulan

Laki-laki 60 tahun mengalami penurunan kesadaran sejak 6 jam yang lalu menderita
hiponatrium karena pasien mengalami diare dan menggunakan obat hidroklorotiazid atau
diuretik yang merangsang pelepasan vasopresin

Daftar Pusttaka

1. Darwis D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk.


Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2010
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2006 : 529-37
3. Brenner B, Singer G. Fluid and electrolyte disturbances. In: Kasper DL, Braunwald E,
Fauci A, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill; 2005:251–63.
4. The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008
5. Supanc V, Demarin V, et all. Metabolic Encephalopathies. University Department of
Neurology. Croatia: 2003 July 7.

9
6. Seifter JL, Samuels MA. Uremic encephalopathy and other brain disorders associated with
renal failure. Seminars in neurology/volume 31, number 2 2011. Pg 139-141.
7. Horacio J.Adrogue, Nicolaos E.Madias. The Challenge of Hyponatremia.JASN.2012
8. Stelfox TH, Ahmed BS, Khandwala F, Zygun D, Shahpory R, Laupland K. The
Epidemiology of Intensive Care Unit-acquired hyponatremia and Hyperatremia in
Medical-surgical Intensive Care Units. Critical Care. 2008; 12 (6): 1-8
9. Craig,Sandy. Hyponatremia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/767624-
overview pada 30 Maret 2010.
10. Agrawal V, Shashank R Joshi. Hyponatremia and Hypernatremia : Disorder of Water
Balance. JAPI. December 2008
11. Thompson JC. Hyponatremia : New Association and New Treatment. European Journal
of Endocrinology. 2010; 162 : 161-3

10

Anda mungkin juga menyukai