Anda di halaman 1dari 19

Hipokalemia, Neuropati

Disusun Oleh:
Novita Dewy (11.2013.093)

Pembimbing :
dr. Hardhi Pranata, Sp.S, MARS

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha
Periode 27 April 30 Mei 2015

Pendahuluan

Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam tubuh dan
terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi

saraf, pengeluaran hormon, transpor cairan, perkembangan janin. Keseimbangan kalium


sangat penting untuk fungsi sel normal, terutama untuk sel saraf dan sel otot. Untuk menjaga
kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan elektrokimia yaitu keseimbangan
antara kemampuan muatan negatif dalam sel untuk mengikat kalium dan kemampuan
kekuatan kimiawi yang mendorong kalium keluar dari sel. Keseimbangan ini menghasilkan
suatu kadar kalium yang kaku dalam plasma antara 3.5-5 mEq/L.1,2
Hipokalemia merupakan suatu keadaan rendahnya kadar kalium di dalam darah, yaitu
kurang dari 3.5 mEq/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam
klinik.1,2
Neuropati merupakan proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa
proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Susunan saraf perifer
mencakup saraf otak, saraf spinal dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan
bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom.3
Neuropati perifer adalah terminologi umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan kerusakan pada saraf perifer. Neuropati perifer sering dihubungkan dengan
kekurangan nutrisi, beberapa penyakit, akibat penekanan, dan akibat trauma. Banyak orang
menderita penyakit ini tanpa pernah mencari tahu penyebabnya.4
Hipokalemia dan neuropati merupakan lesi tipe LMN yang bermanifestasi sebagai
kelemahan atau paralisis otot, hipotonia (flaksid), atrofi otot, fasikulasi, hilangnya refleks
tendon, dan tidak adanya refleks patologis.5

Pembahasan

1. Hipokalemia

Hipokalemia merupakan suatu keadaan rendahnya kadar kalium di dalam darah, yaitu
kurang dari 3.5 mEq/L (3.5 mmol/L). Hipokalemia sedang berkisar antara 2.5-3 mEq/L, dan
hipokalemia berat kurang dari 2.5 mEq/L.2

1.1 Etiologi
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut: 1. Asupan kalium yang kurang, 2.
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat, 3.
Kalium masuk ke dalam sel.1
Penyebab hipokalemia:6
1. Berkurangnya asupan:
a. Berkurangnya kalium dalam diet
b. Kurangnya absorpsi kalium
2. Meningkatnya pengeluaran:
a. Ginjal:
i. Hiperaldosteronisme (hiperplasia adrenal, CHF, sirosis, dehidrasi)
ii. Glycyrrhizic acid (licorice, mengunyah tembakau)
iii. Berlebihnya kortikosteroid adrenal (sindroma Cushing)
iv. Defek tubular ginjal (RTA)
v. Obat-obatan (diuretik, aminoglikosida, manitol, amfoterisin, cisplatin)
b. Gastrointestinal:
i. Muntah
ii. Nasogastric suction
iii. Diare
iv. Malabsorpsi
v. Ileostomy
c. Peningkatan pengeluaran melalui keringat (berkeringat, luka bakar)
3. Perpindahan transeluler
a. Alkalosis
b. Insulin
c. Agonis beta-2 (albuterol, terbutalin, epinefrin)
d. Hypokalemia periodic paralysis (familial, tirotoksikosis)
4. Lain-lain

1.2 Gejala Klinis


Gejala klinis hipokalemia tidak spesifik, dan berkaitan dengan fungsi otot dan jantung.
Kelemahan dan kelelahan merupakan keluhan yang paling umum. Kelemahan otot yang
berkaitan dengan hipokalemia dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, seperti dispnoe,

konstipasi atau distensi abdomen, intoleransi kegiatan, dll. Terkadang, kelemahan otot dapat
progresif menjadi paralisis dan rabdomyolisis. Refleks fisiologis dapat menurun atau bahkan
menghilang.1,2
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardia ventrikular merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel pada
keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan arus re-entry. Pasien mengeluh palpitasi,
pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan takiaritmia atrium atau ventrikel.1,2
Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang
tak jelas. Selain itu dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan
metabolisme protein, dapat juga terjadi psikosis, delirium, halusinasi dan depresi.1,2
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal
dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan
polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di
tubulus proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolik. Meningkatnya NH4 dapat
mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.1

Gambar 1. Gambaran EKG Normal dan Hipokalemia

1.3 Diagnostik pada Hipokalemia

Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal
turun hingga kurang dari 25 mEq per hari, sedang ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40
mEq per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.1
Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik
merupakan pertanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti
diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar.1
Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik
merupakan pertanda adanya ketoasidosis diabetik atau adanya RTA (Renal Tubular Acidosis)
baik yang distal atau proksimal.1
Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, petanda dari muntah
kronik atau pemberian diuretik lama.1
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah yang
rendah, petanda dari sindrom Bartter.1
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah
tinggi, petanda dari hiperaldostreonisme primer.1

Gambar 2. Evaluasi diagnostik hipokalemia

1.4 Pengobatan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:1
Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan, yaitu pada keadaan; 1) pasien
sedang dalam pengobatan digitalis, 2) pasien dengan ketoasidosis diabetik, 3) pasien dengan
kelemahan otot pernapasan, 4) pasien dengan hipokalemia berat.
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, yaitu pada keadaan; 1)
insufisiensi koroner/iskemia otot jantung, 2) ensefalopati hepatikum, 3) pasien memakai obat
yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel.
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia ringan.

Koreksi hipokalemia: defisit (mEq) = 4.0 [K+] 100


Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian
40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.1
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau
kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer, KCl
maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat
menimbulkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.1

2. Neuropati Perifer (Peripheral Neuropathy/PN)


Neuropati adalah suatu gangguan fungsi atau perubahan patologis pada suatu saraf.
Kondisi ini umumnya disebut sebagai neuropati perifer, dan yang paling umum disebabkan
oleh kerusakan akson (sumbu serabut saraf), yang mengirimkan perasaan pada otak.
Kadangkala, PN diakibatkan kerusakan pada selubung saraf (mielin). Ini mempengaruhi
isyarat nyeri yang dikirim ke otak.7
PN dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang melumpuhkan. PN biasanya
dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati rasa, atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari
kaki, tetapi dapat juga dialami pada tangan dan jari. Dapat dirasakan seperti dikelitik, nyeri
tanpa alasan, atau rasa yang tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala PN dapat bersifat
sementara, kadang sangat sakit, lalu tiba-tiba menghilang. PN berat dapat mengganggu waktu
berjalan kaki atau berdiri. 8

2.1 Insidensi
Neuropati perifer menyerang lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat. Sekitar 60%
dari penderita diabetes melitus menderita neuropati perifer. Insidensi yang pasti tidak dapat
ditentukan jumlahnya secara pasti.4

2.2 Klasifikasi
PN dapat diklasifikasi mengikuti jumlah saraf yang terkena atau jenis sel saraf yang
terkena (motorik, sensorik, otonom) atau proses yang memberi afek pada saraf (peradangan
misalnya dalam neuritis) atau berdasarkan penyebab (neuropati diabetik, neuropati
nutrisional, idiopatik neuropati).4
Mononeuropati adalah jenis neuropati yang hanya mempengaruhi saraf tunggal.
Penyebab paling umum mononeuropati adalah melalui trauma dan kompresi fisikal pada saraf
yang dikenal sebagai neuropati kompresi. Salah satu contoh dari neuropati kompresi adalah
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Cedera langsung ke saraf, gangguan suplai darah (iskemia),
atau peradangan juga dapat menyebabkan mononeuropati.
Mononeuropati multipleks adalah keterlibatan simultan atau berurutan individu
batang saraf tidak infektif, baik sebagian atau seluruhnya, berkembang dari harian ke tahun
dan biasanya bersifat kehilangan akut atau subakut dari sensorik dan fungsi motorik saraf tepi
individu. Mononeuropati multipleks biasanya disebabkan oleh penyakit yang generalisata
seperti diabetes mellitus atau vaskulitis. Pola keterlibatan adalah asimetris, walau
bagaimanapun, apabila penyakit ini berkembang, defisit menjadi lebih terhimpit dan simetris,
sehingga sulit untuk membedakan dari polineuropati. Oleh karena itu, perhatian terhadap pola
dari gejala awal adalah penting.
Penyebab mononeuropati multipleks meliputi:9

Infiltrasi keganasan (karsinoma atau limfoma)


Vaskulitis atau penyakit jaringan ikat:
o Artritis reumatoid
o Lupus eritematosa sistemik
o Poliarteritis nodosa
o Granulomatosis Wagener
Sarkoidosis
Diabetes melitus
Infeksi:
o Lepra
o Herpes zoster
o HIV
o Penyakit Lyme
Neuropati herediter dengan kerentanan terhadap palsi akibat tekanan

Mononeuropati multipleks juga dapat menyebabkan rasa sakit, yang dicirikan sebagai
nyeri yang sangat dalam, nyeri yang lebih buruk di malam hari, sering di punggung bawah,
pinggul, atau kaki. Pada pasien dengan diabetes melitus, multipleks mononeuritis biasanya
ditemui sebagai akut, nyeri unilateral, nyeri paha berat diikuti oleh kelemahan otot anterior
dan kehilangan refleks lutut. Lesi saraf perifer tunggal umumnya berakusi bertahap secara
akut atau subakut, dan menunjukkan gambaran klinis yang berbentuk bercak dan simetris.9
Polineuropati merupakan kelainan neuropati difus dan bilateral, sering diakibatkan
oleh proses peradangan, metabolik atau toksik yang menyebabkan kerusakan dengan pola
difus, distal, dan simetris yang biasanya mengenai ekstremitas bawah sebelum ekstremitas
atas. Dalam polineuropati, sel-sel saraf di beberapa bagian tubuh yang terafek, tanpa
memperhatikan saraf mana yang dilalui. Tidak semua sel yang terkena dalam kasus tertentu.
Polineuropati dapat disubklasifikasikan menurut ada tidaknya keterlibatan sensorik
atau motorik atau keduanya. Secara patofisiologis, dapat dibagi menjadi subdivisi lagi,
tergantung apakah lokasi penyakit pada selubung mielin atau sarafnya sendiri (neuropati
demielinasi dan neuropati aksonal, yang dapat dibedakan dari pemeriksaan konduksi saraf).9
Penyebab polineuropati:9

Infeksi
o Lepra
o Difteri
o Penyakit Lyme
o HIV
Inflamasi
o GBS
o Polineuropati demielinasi inflamasi kronik
o Sarkoidosis
o Sindrom Sjorgen
o Vaskulitis-lupus, poliarteritis
Neoplastik
o Paraneoplastik
o Paraproteinemik
Metabolik
o Diabetes melitus
o Uremia
o Miksedema
o Amiloidosis
Nutrisi
o Defisiensi vitamin, terutama tiamin, niasin, dan B12

Toksik (alkohol, timbal, arsen, emas, merkuri, talium, insektisida, heksana)


Obat-obatan (INH, vinkristin, cisplatin, metronidazol, nitrofurantoin, fenitoin,

amiodaron)
Herediter
Efek dari ini menyebabkan gejala di lebih dari satu bagian tubuh, sering secara

simetris pada sisi kiri dan kanan. Adapun neuropati apapun, gejala utama termasuk kelemahan
atau kejanggalan gerakan (motor), sensasi yang tidak biasa atau tidak menyenangkan seperti
kesemutan atau terbakar, pengurangan kemampuan untuk merasakan tekstur, suhu, dan
gangguan keseimbangan ketika berdiri atau berjalan (sensorik). Pada kebanyakan
polineuropati, gejala-gejala ini dirasakan dahulu dan paling parah pada kaki. Neuropati jangka
panjang dapat menyebabkan deformitas pada kaki dan tangan (pes cavus, tangan cakar) dan
gangguan sensorik berat dapat menyebabkan ulserasi neuropati dan deformitas sendi.
Hilangnya sensasi posisi distal dapat menyebabkan ataksia sensorik. Dapat terjadi hilangnya
sensasi nyeri, suhu, dan raba dengan distribusi glove and stocking. Dapat terjadi penebalan
saraf perifer. Gejala otonom juga dapat terjadi, seperti pusing ketika berdiri, disfungsi ereksi,
dan kesulitan mengendalikan buang air kecil.9
Neuropati otonom. Neuropati otonom merupakan bentuk polineuropati yang
mempengaruhi sistem involunter, sistem saraf non-sensorik (sistem saraf otonom) yang
mempengaruhi sebagian besar organ internal seperti otot-otot kandung kemih, sistem
kardiovaskuler, saluran pencernaan, dan organ kelamin. Saraf-saraf ini tidak berada di bawah
kendali kesadaran seseorang dan berfungsi secara otomatis. Serabut saraf otonom membentuk
koleksi besar di toraks, abdomen, dan panggul di luar medula spinalis, namun mereka
memiliki hubungan baik dengan medula spinalis dan otak. Umumnya neuropati otonom
terlihat pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dalam jangka panjang. Dalam sebagian besar tapi
tidak semua kasus, neuropati otonom terjadi bersama bentuk-bentuk neuropati yang lain,
seperti neuropati sensorik.
Neuritis. Neuritis adalah istilah umum untuk peradangan saraf atau peradangan umum
pada sistem saraf perifer, biasanya disebabkan oleh infeksi atau autoimunitas. Gejala
tergantung pada saraf yang terlibat, tetapi mungkin termasuk rasa sakit, paresthesia, paresis,
hipoestesia (mati rasa), anestesi, lumpuh, dan hilangnya refleks.
Jenis-jenis neuritis meliputi polineuritis atau neuritis multipel, neuritis brakial, neuritis
optik, neuritis vestibuler, neuritis kranial (sering mewakili sebagai Bells palsy).7,9,10

2.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab PN, di antaranya cedera mendadak, tekanan berkepanjangan
pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau keracunan. Penyebab tersering PN adalah
diabetes melitus, defisiensi vitamin, alkoholisme yang bersamaan dengan gizi buruk dan
kelainan bawaan. Tekanan pada saraf dapat akibat tumor, pertumbuhan tulang abnormal,
penggunaan kast atau kruk, atau postur paksa karena kekakuan untuk jangka yang lama.
Artritis rematoid, vibrasi berlebihan dari peralatan berat, perdarahan pada saraf, herniasi
diskus, terpapar dingin atau radiasi, dan berbagai jenis kanker juga dapat menekan saraf.
Neuropati perifer yang umum, parestetika meralgia, khas dengan sensasi terbakar, baal, dan
sensitivitas bagian depan paha. Mikroorganisme dapat menyerang saraf secara langsung
dengan akibat kerusakan saraf tepi. Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk logam berat
(timbal, air raksa, arsen), karbon monoksida, dan pelarut. 8, 10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Autoimunitas (poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori);


vaskulitis (kelainan jaringan ikat);
kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, miksedema, akromegali);
kanker (neuropati paraneoplastik);
infeksi (leprosi, Lyme disease, AIDS, herpes zoster);
disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia);
defisiensi nutrisional serta alkoholisme;
kompresi dan trauma;
bahan industri toksik serta obat-obatan;
neuropati keturunan.

2.3.1 Metabolik3

Neuropati diabetik
o Polineuropati: komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi. Gejala
dan tanda: gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan;
gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri
dan suhu, vibrasi serta posisi.
o Otonom neuropati: keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensia alvi, konstipasi, inkontinensi dan retensio urin, gastroparesis dan
impotensi.
o Mononeuropati: terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk

pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri.
Polineuropati uremikum:

Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis). Gejala dan tanda: gangguan
sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan; rasa gatal, geli dan rasa merayap pada
tungkai dan paha memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless
leg syndrome).
2.3.2 Nutrisional 3

Polineuropati defisiensi:
o Piridoksin: penggunaan Isoniazid (INH). Gejala dan tanda: neuropati
sensorimotor dan neuropati optika.
o Asam folat: sering pada penggunaan fenitoin dan intake asam folat yang

kurang.
o Niasin: pada pasien defisiensi multipel.
Polineuropati alkoholik: neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin.
Gejala dan tanda: gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan.

2.3.3 Toksik3

Arsenik: keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik). Gejala dan tanda:
gangguan sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang berkembang lambat;

gangguan GIT mendahului gangguan neuropati karena intake arsen.


Merkuri: gejala dan tanda menyerupai keracunan arsen.

2.3.4 Drug Induced3

Obat antineoplasma (cisplatin, carboplastin, vincristin): banyak sebagai gangguan


sensorik polineuropati setelah beberapa minggu terapi seperti parestesia; gangguan
propioseptif, vibrasi sering terganggu sampai mengenai kolum posterior; gangguan

motorik terutama tungkai bawah.


Antimikrobial:
o INH: simetrikal polineuropati.
o Kloramfenikol dan metronidazol: gangguan sensoris ringan/akral parestesia,
kadang optik neuropati.

2.3.5 Keganasan atau Paraneoplastic Polyneuropathy3


Gejala dan tanda: banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati
akibat remote effect keganasan seperti: mieloma multipel, limfoma; gejala motorik
seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.

2.3.6 Trauma: neuropati jebakan.3

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinis neuropati bergantung pada keparahan, distribusi, dan fungsi yang
terpengaruh. Gejala neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau positif. Gejala
positif mencerminkan aktivitas spontan serabut saraf yang tidak adekuat, sedangkan gejala
negatif menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi
kelemahan, fatigue, dan wasting, sementara gejala positif mencakup kram, kedutan otot, dan
myokimia.8
Gejala klinis bagi pasien-pasien dengan disfungsi nervus perifer adalah masalah pada
fungsi normal saraf perifer tersebut. Seperti pada fungsi sensorik, biasanya terdapat gejala
hilang fungsi (simtom negatif), yang disertai dengan kekebasan, tremor, dan abnormalitas cara
berjalan. Gejala lain yang juga sering adalah kesulitan membedakan rasa panas atau dingin
dan keseimbangan yang semakin memburuk, terutama saat gelap dimana input visual tidak
cukup mengkompensasi gangguan proprioseptif.
Gejala pertambahan fungsi (simtom positif) termasuk kesemutan, rasa terbakar, geli,
nyeri, gatal, dan merangkak. Nyeri dapat menjadi cukup kuat sehingga perlu penggunaan
opioid, misalnya morfin dan oksikodon. Kulit dapat menjadi hiper sensitif sehingga pasien
tidak dapat menyentuh kulit tubuh sendiri, terutama kaki. Orang dengan tingkat sensitivitas
ini tidak dapat memakai kaus kaki atau sepatu, sehingga tidak dapat keluar dari rumah.
Gejala motorik termasuk kehilangan fungsi (negatif), gejala kelemahan, terasa berat,
dan kelainan gaya berjalan, dan mendapatkan gejala kram, tremor, dan muscle twitch.
Gejala yang mungkin melibatkan sistem saraf otonom mencakup rasa haus, kembung,
konstipasi, diare, impotensi, inkontinensia urin, abnormalitas keringat, dan rasa melayang
yang berkaitan dengan orthostatis. Pasien dengan gangguan vasomotor mungkin melaporkan
keempat anggota gerak terasa dingin sejalan dengan perubahan warna kulit dan trofi otot.8,10

2.5 Diagnosis

Sasaran pemeriksaan neuropati perifer adalah menetapkan diagnosis neuropati


periferal, menentukan apakah ini proses aksonal atau demielinatif, serta mencari
penyebabnya.
Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, fasikulasi,
hilangnya sensasi atau perubahan sensasi (nyeri, parestesia, penurunan rasa raba, vibrasi dan
posisi), dan kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan konduksi saraf dapat
membedakan neuropati demielinatif (perlambatan kecepatan konduksi atau blok konduksi)
pada neuropati aksonal (amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi (EMG) dapat
membedakan atrofi denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS membantu terutama
pada neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian protein CSS.
Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleiositosis CSS. Pengambilan riwayat teliti dengan
penekanan pada riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta penyakit sistemik, dikombinasi
dengan pemeriksaan neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada
kebanyakan informasi definitif lebih banyak.3
Saraf sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah
ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural meninggalkan
bercak hipertesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditoleransi dengan baik.
Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang
tidak bermielin yang mengantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada neuropati serabut
kecil ini, mengenai serabut saraf bagian yang paling distal dijumpai pada berbagai organ dan
jaringan (serabut somatik) dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf
serta EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa sulit
diinterpretasikan.10

Gambar 1. Pendekatan Klinis pada Pasien dengan Neuropati

2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan potensial. Obat-obat baru seperti pregabalin yang digunakan untuk
pengobatan nyeri pada neuropati perifer menunjukkan hasil yang menjanjikan, namun tidak
memberikan banyak harapan bagi mereka lebih memilih disembuhkan daripada hanya merasa
lebih baik. Ultracet (asetaminofen dan tramadol) dan milnacitran menunjukkan hasil yang
menjanjikan untuk menghilangkan peradangan dan bengkak. Obat-obat di atas hanya
mengatasi gejala yang ada.
Mengobati penyebab. Mengobati penyebab yang mendasari neuropati dapat
mencegah kerusakan lebih jauh dan dapat membantu penyembuhan lebih baik. Pada kasus
infeksi bakteri contohnya pada lepra dan penyakit Lyme, dapat diberikan antibiotik untuk
menghancurkan bakteri penyebab infeksi. Infeksi virus lebih sulit diobati karena antibiotik

tidak efektif membunuh virus. Neuropati yang berkaitan dengan obat-obatan, bahan kimia,
dan racun diobati dengan menghentikan pajanan terhadap agen yang merusak. Bahan kimia
seperti EDTA digunakan tubuh untuk mengkonsentrasikan dan membuang beberapa racun.
Neuropati diabetika dapat diobati dengan memperbaiki kadar gula darah, namun gagal ginjal
kronik mungkin memerlukan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal untuk mencegah atau
mengalami kerusakan saraf. Pada beberapa kasus seperti trauma kompresi atau tumor,
mungkin diperlukan pembedahan untuk menghilangkan tekanan pada saraf.
Perawatan suportif dan terapi jangka panjang. Beberapa neuropati perifer tidak
dapat disembuhkan atau membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Pada kasus-kasus
tersebut, monitoring jangka panjang dan perawatan suportif dilakukan. Pemeriksaanpemeriksaan dapat diulang untuk mengetahui perkembangan neuropatinya. Jika ada
keterlibatan saraf otonom, monitoring secara berkala dari sistem kardiovaskular perlu
dilakukan.
Karena nyeri dikaitkan dengan banyak neuropati, perencanaan penatalaksanaan nyeri
mungkin perlu dilakukan terutama jika nyeri menjadi kronik. Sebagaimana dengan penyakit
kronik lainnya, paling baik tidak memakai opiat. Obat-obat yang digunakan pada nyeri
neuropatik termasuk diantaranya amitriptiline, karbamazepin, dan krim capcaisin. Fisioterapi
dapat menolong mempertahankan atau meningkatkan fungsi. Pada kasus dengan saraf motoris
yang terkena bisa digunakan alat-alat untuk membantu pasien bergerak.11

2.5 Prognosis dan Pencegahan


Hasil akhir dari neuropati perifer sangat bergantung pada penyebabnya. Neuropati
perifer sangat bervariasi mulai dari gangguan yang reversibel sampai komplikasi yang dapat
berakibat fatal. Pada kasus yang baik, saraf yang rusak akan beregenerasi. Sel saraf tidak bisa
digantikan jika mati, namun mempunyai kemampuan untuk pulih dari kerusakan.
Kemampuan pemulihan bergantung pada kerusakan dan umur seseorang dan keadaan
kesehatan orang tersebut. Pemulihan bisa berlangsung dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun karena pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya mungkin
tidak bisa terjadi dan mungkin juga tidak bisa ditentukan prognosis hasil akhirnya.
Jika neuropati disebabkan oleh keadaan degeneratif, kondisi seseorang akan dapat
bertambah buruk. Mungkin terdapat periode dimana penyakit tersebut mencapai kondisi statis

namun belum ada pengobatan yang telah ditemukan untuk penyakit-penyakit degeneratif ini,
misalnya Charcot-Marie-Tooth. Sehingga gejala-gejala akan terus berlangsung dan
kemungkinan untuk memburuk semakin besar.
Beberapa neuropati perifer dapat berakibat fatal. Keadaan yang fatal ini telah
dikaitkan dengan kasus difteri, keracunan botulisme, dll. Beberapa penyakit dengan neuropati
juga bisa berakibat fatal namun penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati,
seperti halnya pada kanker.
Neuropati perifer dapat dicegah hanya pada bentuk-bentuk dimana penyakit yang
mendasarinya dapat dicegah. Hal-hal yang dilakukan seseorang untuk pencegahan
diantaranya adalah vaksinasi terhadap penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan neuropati,
seperti difteri atau polio. Pengobatan pada cedera fisik sesegera mungkin dapat menolong
mencegah kerusakan saraf yang permanen atau memburuk. Kehati-hatian dalam
menggunakan obat-obatan dan bahan-bahan kimia tertentu sangat disarankan untuk mencegah
terpajan terhadap bahan-bahan neurotoksik. Pengendalian penyakit-penyakit kronis seperti
diabetes dapat juga mengurangi kemungkinan terjadinya neuropati.
Meskipun bukan merupakan tindakan pencegahan, skrining genetik dapat digunakan
sebagai deteksi dini. Pada beberapa kasus, adanya gen tertentu tidak selalu berarti bahwa
orang tersebut pasti akan terkena penyakit tersebut, karena masih dipengaruhi oleh
lingkungan dan faktor-faktor lain yang terlibat.11

Penutup

Gangguan pada Lower Motor Neuron (LMN) merupakan gangguan yang terjadi mulai
dari keluarnya saraf melalui kornu anterior medula spinalis hinggalah ke otot-otot. Lesi pada

LMN memiliki ciri antara lain kelemahan atau paralisis otot, hipotonia (flaksid), atrofi otot,
fasikulasi, hilangnya refleks tendon, dan tidak adanya refleks patologis.
Hipokalemia merupakan suatu keadaan rendahnya kadar kalium di dalam darah, yaitu
kurang dari 3.5 mEq/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam
klinik. Hipokalemia dapat menimbulkan kelemahan otot tipe LMN karena kalium berfungsi
dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpor cairan,
perkembangan janin. Keseimbangan kalium sangat penting untuk fungsi sel normal, terutama
untuk sel saraf dan sel otot. Penyebab hipokalemia bermacam-macam, dan gejala klinis
hipokalemia tidak spesifik, dan berkaitan dengan fungsi otot dan jantung. Untuk memastikan
penyebab hipokalemia dibutuhkan anamnesis yang terarah, dan pemeriksaan elektrolit serum
serta urin. Pengobatan bersifat kausatif dan bertujuan untuk mengembalikan kadar kalium
normal di dalam darah.
Sementara gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada usia lanjut.
Berbagai kondisi pada usia tua seperti diabetes, alkoholisme, defisiensi nutrisi, infeksi,
keganasan, maupun kelainan autoimun, dapat mempengaruhi kualitas fungsional saraf yang
mengakibatkan neuropati. Untuk mendiagnosis neuropati perifer secara komprehensif dan
efisien, diperlukan pendekatan yang sistematis dan logis, terutama pada neuropati perifer yang
dapat diobati. Aplikasi elektrodiagnostik yang non invasif cukup memuaskan untuk
menegakkan diagnosis, walaupun dalam kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
elektrodiagnostik invasif. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan terapi kausal,
simtomatik, vitamin neurotropik, dan fisioterapi.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h.137-8.

2. Lederer E, Batuman V. Hypokalemia. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/242008-overview. Diakses pada tanggal 14 Mei 2015.
3. Misbach J, Hamid AB, Maya A, et all. Buku pedoman standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional Neurologi. Jakarta: PERDOSSI, 2006.h.161-4.
4. Aggarwal SK, Swierzewski SJ. Peripheral neuropathy. Available at:
http://www.healthcommunities.com/neuropathy/overview-of-neuropathy.shtml. Diakses pada
tanggal 16 Mei 2015.
5. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical neurology. 7th ed. USA: McGrawHill,2009.p.160.
6. Ferri FF. Ferris clinical advisor. USA: Elsevier, 2012.p.1380-1.
7. Suryamiharja A, Purwata TE, Suharjanti I, Yudiyanta. Konsensus nasional 1 diagnostik dan
penatalaksanaan nyeri neuropatik. Jakarta: Perdossi, 2011.h.1.
8. Rowland. Peripheral neuropathies in Meritts neurology. 11th edition. New York: Lippincot
Williams & Wilkins; 2005. p. 736-7.
9. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2007.h.151-6.
10. Makalah Neuropati. http://www.scribd.com/mobile/doc/94404156/45642568-makalahneuropati. Diakses pada 16 Mei 2015.
11. Nyeri Neuropati. https://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/nyeri-neuropati/. Diakses
pada 16 Mei 2015.

Anda mungkin juga menyukai