Anda di halaman 1dari 55

MANAJEMEN ANESTESI

PADA
KETIDAKSEIMBANGAN
ELEKTROLIT
Oleh :
dr. Okky Tirta Harsono

Pembimbing :
Ruli Herman Sitanggang, dr. SpAn, KAP,KIC
PENDAHULUAN
Komposisinya dalam tubuh
sudah diatur sedemikian
Cairan dan elektrolit rupa sehingga tercapainya
merupakan satu kesatuan keseimbangan yang alami
yang tidak dapat dipisahkan sehingga tercapai pula
keseimbangan fungsi organ
vital tubuh

Gangguan besar dalam


Gangguan cairan dan elektrolit dapat dengan
elektrolit sangatlah umum cepat mengubah fungsi
pada periode perioperative kardiovaskular, saraf, fungsi
neuromuscular
FISIOLOGI NATRIUM

kation terbanyak dalam cairan ekstrasel

Perbedaan kadar natrium cairan ekstrasel dan intrasel


disebabkan oleh ompa Na, K

Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal

Pengaturan eksresi untuk mempertahankan homeostasis


natrium untuk mempertahankan volume cairan tubuh
Fisiologi Kalium

kation paling umum kedua dalam tubuh dan


kation utama intraseluler.

kontrol tekanan osmotik dan merupakan


katalis dari banyak reaksi enzimatik.

terlibat dalam fungsi membran sel (saraf, otot


rangka, otot jantung) dan fungsi ginjal
Ginjal adalah organ utama yang terlibat dalam homeostasis
kalium tubuh, terutama melalui kontrol sekresi kalium aktif
dalam urine

Aldosteron bekerja pada duktus kolektivus ginjal untuk


meningkatkan reabsorpsi ion natrium dan sekresi kalium.

Glukokortikoid memengaruhi sekresi kalium melalui ginjal


dengan bekerja langsung pada parenkim ginjal

Katekolamin menurunkan sekresi kalium melalui ginjal di


sistem kolektivus distal.

Berlawanan dengan asidosis, alkalosis mendukung sekresi


kalium.
Fisiologi Kalsium
Konsentrasi plasma kalsium dipertahankan antara 4,5 dan 5,5 mEq/L (8,5
sampai 10,5 mg/dL) oleh sistem kontrol endokrin

melibatkan vitamin D, hormon paratiroid, dan kalsitonin, yang mengatur


penyerapan usus, reabsorpsi ginjal dan pergantian tulang.

Konsentrasi kalsium terionisasi tergantung pada pH arteri, meningkat pada


keadaan asidosis dan turun pada keadaan alkalosis.

Mayoritas kalsium tubuh total berada pada tulang yang berfungsi untuk
memberikan kekuatan skeletal dan reservoir untuk menjaga konsentrasi
kalsium intraseluler dan ekstraseluler.

Kalsium penting untuk transmisi neuromuskuler, kontraksi otot rangka,


kontraktilitas otot jantung, pembekuan darah dan pemberian sinyal
intraseluler dalam fungsinya sebagai second messenger.
Fisiologi Fosfat

Fosfat plasma ada Fosfat organik terdapat


Fosfat adalah anion
dalamdua bentuk, yaitu pada tubuh dalam bentuk
intraselular utama.
organik dan anorganik fosfolipid.

penting dalam metabolisme energi,


intracelluler signaling (adenosin
monofosfat siklik dan guanosin Konsentrasi fosfat plasma
monofosfat siklik), struktur sel normal dewasa sebesar 80% fosfat anorganik
(fosfolipid), delivery oksigen (2,3-
disfosfogliserat), regulasi jalur 2,5-4,5 mg/dL (0,8-1,45 diserap ginjal dan 20%
glikolisis, sistem kekebalan tubuh, mmol/L) dan lebih dari 6 berikatan dengan protein.
kaskade koagulasi, dan penyangga mg/dL pada anak-anak.
untuk menjaga keseimbangan asam-
basa normal.
Fisiologi Magnesium
kation intraseluler yang
penting, berfungsi sebagai
kofaktor berbagai jalur
enzim.

1-2% dari total magnesium


tubuh disimpan di cairan
ekstraseluler, 67% terdapat
di tulang

Kadar magnesium normal


dalam serum adalah1,7-
2,1mEq/L (0,7-1 mmol/L
atau 1,7-2,4 mg/dL)

Ekskresi terjadi melalui


ginjal. Lebih 95%
magnesium hasil filtrasi akan
diserap dalam tubulus ginjal.

Tulang sebagai tempat


penyimpanan utama
magnesium tubuh,
Fisiologi Klorida

Hal ini penting dalam Regulasi klorida secara


mempertahankan keadaan pasif berhubungan dengan
asam-basa normal, fungsi natrium dan berbanding
anion utama dalam CES tubulus ginjal normal dan terbalik dengan bikarbonat
dalam pembentukan asam plasma.
lambung

Pada gangguan
pernafasan (asidosis Penting untuk mengenali
atau alkalosis), 30% dari implikasi klinis dari Kehilangan klorida terutama
beban asam dapat penggunaan klorida (salin dari lambung, empedu,
normal) yang berlebihan pankreas dan sekresi usus.
disangga oleh dalam resusitasi cairan.
pergeseran antara ICF
dan CES.
Gangguan Keseimbangan Natrium

Hipernatremia
Total Natrium
Tubuh Rendah
Total Natrium
Tubuh Normal
Total Natrium
Tubuh Tinggi
Hipernatremia & Kadar Total Natrium Tubuh yang
Rendah

 Pasien-pasien ini mengalami kehilangan natrium dan air, tetapi kehilangan air
relatif lebih banyak dibandingkan dengan kehilangan natrium.
 Kehilangan hipotonik dapat berupa renal (diuresis osmotik) atau ekstrarenal
(diare atau keringat).
 Pasien biasanya menunjukkan tanda-tanda hipovolemia
 Konsentrasi natrium urin umumnya lebih besar dari 20 mEq/L pada kehilangan
renal dan kurang dari 10 mEq/L pada kehilangan ekstrarenal.
Hipernatremia & Kadar Total Natrium Tubuh yang
Normal

 menunjukkan tanda-tanda kehilangan air tanpa hipovolemia yang nyata


kecuali air hilang dalam jumlah yang sangat besar.
 Kadar total natrium tubuh umumnya normal
 Penyebab paling umum dari hipernatremia pada pasien yang sadar
dengan kandungan natrium total tubuh normal adalah diabetes
insipidus.
 Diabetes insipidus ditandai dengan penurunan yang nyata dalam
kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan baik karena penurunan
sekresi ADH (DI sentral) atau kegagalan tubulus ginjal untuk merespon
ADH yang bersirkulasi secara normal (DI nefrogenik).
Diabetes Diabetes
Insipidus Insipidus
Sentral Nefrogenik
penyakit kongenital tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat sekunder dari
gangguan lain, seperti penyakit ginjal
Diagnosis : olidipsia, poliuria (seringkali >6 kronis, hipokalemia, hiperkalsemia,
L/hari), dan tidak adanya hiperglikemia penyakit sel darah merah sabit, dan
hiperproteinemia.

Sekresi ADH normal, namun ginjal


gagal untuk merespon ADH dan
Perioperatif : poliuria yang nyata tanpa disertai kemampuan konsentrasi dari urin pun
glikosuria dan osmolalitas urin yang lebih terganggu.
rendah daripada osmolalitas plasma

Diagnosis terkonfirmasi: adanya


Diagnosis DI sentral terkonfirmasi oleh adanya kegagalan ginjal untuk menghasilkan
peningkatan osmolalitas urin setelah pemberian urin hipertonik setelah pemberian
ADH eksogen. ADH eksogen.

Terapi : penyakit yang mendasari dan


Larutan vasopressin (5–10 unit secara subkutan memastikan asupan cairan yang
atau intramuskular setiap 4-6 jam) merupakan adekuat, diuretik tiazid, restriksi natrium
terapi pilihan untuk DI sentral akut. dan protein
Hipernatremia & Peningkatan Kadar Total Natrium
Tubuh

 paling sering terjadi sebagai akibat dari pemberian larutan garam hipertonik
dalam jumlah besar (NaCl 3% atau NaHCO3 7,5%)
 Manifestasi Klinis : dominasi manifestasi neurologis pada pasien dengan
hipernatremia simptomatik , kegelisahan, lesu, dan hiperrefleksia dapat
berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian
 Penurunan cepat volume otak dapat menimbulkan ruptur pada vena serebral
dan menyebabkan pendarahan intraserebral atau fokal subaraknoid.
 Kejang dan kerusakan saraf yang serius umum terjadi, terutama pada anak-
anak dengan hipernatremia akut ketika [Na +] plasma melebihi 158 mEq/L
 Terapi hipernatremia
 ditujukan untuk mengembalikan osmolalitas plasma ke kondisi normal dan
memperbaiki penyebab yang mendasari terjadinya hipernatremia.
 Defisit air umumnya harus dikoreksi dalam 48 jam, karena koreksi cepat (atau
overkoreksi)  edema serebral
 Pemberian air bebas enteral, larutan hipotonik intravena seperti dekstrosa 5%
juga dapat digunakan
 Pasien hipernatremia dengan penurunan total natrium tubuh harus diberikan
cairan isotonik  mengembalikan volume plasma ke titik normal sebelum
pemberian terapi menggunakan larutan hipotonik.
 Pasien hipernatremia dengan natrium tubuh total yang meningkat harus
diterapi menggunakan diuretik loop bersamaan dengan dekstrosa 5%
intravena dalam air.
 Koreksi hipernatremia yang cepat dapat menyebabkan kejang, edema otak,
kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian
 Secara umum, kecepatan penurunan konsentrasi natrium plasma tidak boleh
melebihi 0,5 mEq/L/jam.
Pertimbangan Anestesi
Hipernatremia telah dibuktikan menyebabkan peningkatan konsentrasi
minimum anestesi inhalasi di alveoli pada penelitian hewan, tetapi
signifikansi klinisnya lebih terkait dengan defisit cairan

Hipovolemia menekankan adanya vasodilatasi atau depresi jantung dari


agen anestesi  hipotensi dan hipoperfusi jaringan

Penurunan volume distribusi obat memerlukan reduksi dosis obat pada


sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan curah jantung
meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi

Peningkatan ringan natrium pada serum  peningkatan morbiditas


perioperatif, mortalitas, dan lama rawat di rumah sakit,

Anestesi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang


signifikan (>150 mEq/L) sampai penyebab hipernatremia ditemukan dan
dikoreksi.
Total
Natrium
Normal
Total Total
Natrium Natrium
Rendah Tinggi

HIPONATREMIA
Hiponatremia & Total Natrium Tubuh yang Rendah

 Mekanisme patofisiologi yang terlibat adalah pelepasan ADH nonosmotik


dan penurunan penghantaran cairan ke segmen dilusi distal nefron.
 Gangguan edema ditandai dengan peningkatan pada total natrium tubuh
dan TBW.
 Ketika peningkatan TBW relatif lebih besar daripada peningkatan total
natrium tubuh, hiponatremia pun terjadi
 Yang termasuk ke dalam gangguan edema : gagal jantung kongestif,
sirosis, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik
Hiponatremia Dengan Total Natrium Normal
 Hiponatremia tanpa disertai dengan adanya edema atau hipovolemia
 terlihat pada kondisi insufisiensi glukokortikoid, hipotiroidisme, terapi obat, dan
syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH)
 Cerebral salt wasting (CSW) adalah sindrom dari pembuangan natrium melalui renal
yang tidak tepat dan hiponatremia dengan poliuria dan pada penyakit intrakranial,
termasuk tumor otak, pendarahan subaraknoid, hematoma subdural, meningitis, dan
trauma kepala.
 SIADH dan CSW  peningkatan konsentrasi natrium pada urin, osmolalitas serum yang
rendah, dan osmolalitas urin yang tinggi.
 SIADH  euvolemik/hipervolemik ringan, sedangkan pasien dengan CSW 
hipovolemik
 Terapi SIADH: restriksi air bebas, dan terapi CSW: penggantian volume dan natrium
dengan larutan garam normal/hipertonik.
Manifestasi Klinis Hiponatremia
 utamanya neurologikal dan akibat dari peningkatan air intraseluler.
 Pasien dengan hiponatremia ringan hingga sedang ([Na+] >125 mEq/L)
seringkali asimptomatik
 Gejala awal: tidak spesifik (anoreksia, mual, dan kelemahan)
 Namun edema otak progresif menyebabkan kelesuan, kebingungan, kejang,
koma, dan pada akhirnya kematian
 Manifestasi serius dari hiponatremia : Na < 120 mEq/L.
 Pasien dengan hiponatremia yang berkembang lambat atau kronis umumnya
lebih tidak simptomatik, mungkin karena hilangnya zat terlarut intraseluler
kompensasi secara gradual
 Terapi Hiponatremia:
Mengoreksi gangguan yang mendasari terjadinya hiponatremia serta [Na+] plasma
Larutan garam isotonik  terapi pilihan untuk pasien hiponatremia dengan kadar total natrium tubuh rendah
Restriksi air adalah terapi utama untuk pasien hiponatremia dengan total natrium tubuh normal atau meningkat.
Koreksi hiponatremia yang terlalu cepat  lesi demielinasi pada pons (mielinolisis pons sentral), terjadi pada
pontin dan ekstrapontin
 untuk gejala ringan, 0,5 mEq/L/jam atau kurang;
 untuk gejala sedang, 1 mEq/L/jam atau kurang; dan
 untuk gejala berat, 1,5 mEq/L/jam atau kurang
Koreksi yang lebih cepat bahkan dapat dicapai dengan pemberian larutan garam hipertonik intravena (NaCl 3%)
NaCl 3% harus diberikan dengan hati-hati,  edema paru, hipokalemia, asidosis metabolik hiperkloremik, dan
hipotensi transien, pendarahan yang terkait dengan pemanjangan PT dan aPTT.
 Pertimbangan anestesia pada pasien hiponatremia
Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang paling umum terjadi, dan SIADH adalah
penyebab hiponatremia yang paling umum
Konsentrasi natrium plasma yang lebih besar dari 130 mEq/L biasanya dianggap aman
untuk pasien yang menjalani anestesi umum
Konsentrasi yang lebih rendah  edema otak yang signifikan  penurunan konsentrasi
alveoli minimum atau postoperasi sebagai agitasi, kebingungan, atau somnolen.
Pasien yang menjalani reseksi TURP dapat menyerap sejumlah besar air dari cairan irigasi
(sebanyak 20 mL/ menit) dan beresiko tinggi  intoksikasi air akut mendalam yang cepat
HIPERKALEMIA
 Kalium plasma melebihi 5,5 mEq/L.
 Hiperkalemia berat (>6,5 mEq/L) atau kadar kalium berapa pun dengan perubahan EKG
 Hiperkalemia Akibat Penurunan Ekskresi Kalium Oleh Ginjal
 penurunan nyata filtrasi glomerulus (< 5 mL/menit)
 penurunan aktivitas aldostreron, insufisiensi adrenal primer (penyakit Addison)
 defek sekresi kalium pada nefron distal
 Hiperkalemia Akibat Peningkatan Asupan Kalium
 pada pasien yang menerima β-blocker atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
 Sumber kalium yang tidak dikenali : kalium penisilin, pengganti natrium (utamanya
garam kalium), dan transfusi whole blood (K+ meningkat sd 30 mEq/L)
 Terapi Hiperkalemia
 hiperkalemia yang melebihi 6 mEq/L harus selalu dikoreksi
 Hiperkalemia terkait dengan hiperaldosteronisme dapat diterapi dengan
penggantian mineralokortikoid
 Obat yang berkontribusi terhadap terjadinya hiperkalemia harus dihentikan
 Kalsium (5-10 mL kalsium glukonas 10% atau 3-5 mL kalsium klorida 10%) 
secara parsial menjadi antagonis terhadap efek jantung akibat hiperkalemia.
Perhatian pada penggunaan digoksin  kalsium mempotensiasi toksisitas digoksin
 Infus glukosa dan insulin intravena (30-50 g glukosa dengan 10 unit insulin) juga
efektif dalam memicu ambilan seluler kalium dan menurunkan [K +] plasma
 Loop diuretic  hiperkalemia akut
 Hemodialisis
 Pertimbangan anestesi pada pasien hiperkalemia
 Pembedahan elektif tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia
signifikan
 Monitor EKG secara hati – hati
 Pemberian suksinilkolin dikontraindikasikan, sedemikian juga penggunaan larutan
intravena yang mengandung kalium.
 Hindari terjadinya asidosis metabolik atau respiratorik
 Ventilasi harus dikontrol di bawah anestesi umum,  hiperventilasi
 Fungsineuromuskular harus dimonitor secara dekat, karena hiperkalemia dapat
menonjolkan efek NMB
HIPOKALEMIA
 Kadar kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/L

 Hipokalemia Akibat Pergerakkan Intraseluler Kalium


Terjadi pada alkalosis, terapi insulin, pemberian agonis adrenergik-β2, dan hipotermia dan selama
serangan paralisis hipokalemik periodik.

 Hipokalemia Akibat Peningkatan Hilangnya Kalium


biasanya berasal dari ginjal yaitu hipomagnesemia, asidosis tubulus ginjal, ketoasidosis, salt-wasting
nephropathies, dan beberapa terapi obat (amfoterisin B) atau gastrointestinal yaitu suctioning
nasogastric, muntah atau diare persisten.

 Hipokalemia Akibat Penurunan Asupan Kalium


 Manifestasi klinis hipokalemia: (gejala pada kadar [K+] plasma turun di bawah 3
mEq/L)

Kardiovaskular
 Perubahan elektrokardiografik
 pendataran dan inversi gelombang-T,
 peningkatan gelombang U yang prominen,
 depresi segmen ST,
 peningkatan amplitudo gelombang-P, dan
 perpanjangan interval P-R
 Aritmia
 Disfungsi autonom pada arteri
 Penurunan kontraktilitas jantung

Neuromuskular
 Kelemahan otot rangka
 Tetanus
 Rhabdomiolisis
 Ileus
Renal
 Poliuria (diabetes insipidus nefrogenik) Peningkatan produksi ammonia
 Peningkatan reabsorpsi bikarbonat
Hormonal
 Penurunan sekresi insulin
 Penurunan sekresi aldosteron
Metabolik
 Keseimbangan nitrogen negatif
 Ensefalopati pada pasien dengan penyakit hati
 Terapi Hipokalemia

 Penggantian melalui oral selama beberapa hari (60-80 mEq/hari)


 Penggantian kalium secara intravena perifer tidak boleh melebihi 8 mEq/jam, tidak
boleh melebihi 240 mEq/hari
 Penggantian kalium secara iv yang lebih cepat (10-20 mEq/jam) melalui vena sentral
 Larutan yang mengandung dekstrosa  harus dihindari karena hiperglikemia dan
sekresi insulin sekunder dapat memperburuk kadar [K+] plasma yang rendah
 Kalium klorida  ketika alkalosis metabolik juga terjadi karena kalium klorida juga
mengkoreksi defisit klorida.
 Kalium bikarbonat atau ekuivalennya (K+ asetat atau K+ sitrat) untuk pasien dengan
asidosis metabolik
 Pertimbangan anestesi pada pasien hipokalemia

 Hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq/L) tanpa perubahan EKG tidak


meningkatkan risiko anestesi.
 Perkecualian adalah pada pasien yang menerima digoksin, yang berada dalam risiko
mengalami toksisitas digoksin dari hipokalemia  minimal nilai [K+] plasma di
atas 4 mEq/L.
 Monitor EKG ketat
 Kalium intravena harus diberikan apabila terjadi aritmia atrium atau ventrikel.
 Larutan intravena bebas glukosa harus digunakan dan hiperventilasi dihindari untuk
mencegah terjadinya penurunan [K+] plasma yang lebih jauh.
 Peningkatan sensitivitas terhadap neuromuscular blocker (NMB) dapat terjadi.
HIPERKALSEMIA
 Manifestasi klinis Hiperkalsemia:

 Hiperkalsemia seringkali menyebabkan anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dan


polyuria, ataksia, iritabilitas, letargi, atau kebingungan dapat berkembang secara
cepat menjadi koma.
 TandaEKG yang timbul adalah pemendekan segmen ST dan
pemendekan interval QT
 Meningkatkan sensitivitas jantung terhadap digitalis
 Memicu terjadinya pankreatitis, penyakit ulkus lambung, dan gagal
ginjal
 Terapi Hiperkalsemia

 Rehidrasi diikuti oleh diuresis cepat (output urin 200–300 mL/jam) infus larutan
garam intravena dan diuretik loop  mempercepat ekskresi kalsium
 Hemodialisis sangat efektif dalam mengkoreksi hiperkalsemia berat dan mungkin
diperlukan pada kondisi adanya gagal ginjal atau jantung
 Hiperkalsemia berat (> 15 mg/dL) membutuhkan terapi tambahan setelah hidrasi
dengan larutan garam dan kalsiuresis furosemid.
 Bifosfonat atau kalsitonin adalah agen yang dipilih.
 Pemberian pamidronat (Aredia) atau etidronat (Didronel) secara intravena sering digunakan pada kondisi ini.
 Cari etiologi dasar penyakit dan terapi yang tepat diarahkan pada kausa
hiperkalsemia (90% dari seluruh hiperkalsemia disebabkan oleh malignant
hiperparatirodisme)
 Pertimbangan anestesi pada pasien hiperkalsemia:

 Hiperkalsemia yang signifikan merupakan kegawatdaruratan medis dan harus


dikoreksi sebelum pemberian anestesi elektif apapun
 Jika pembedahan akan dilakukan, diuresis larutan garam harus dilanjutkan
selama intraoperatif dengan perawatan untuk menghindari terjadinya hipovolemia
 Pengukuran [K+] dan [Mg2+] serial dilakukan sebagai antisipasi terhadap
terjadinya hipokalemia dan hipomagnesemia terkait diuresis
 Respons terhadap agen anestesi dan NMB tidak dapat diprediksi.
 Ventilasi harus dikontrol di bawah anestesi umum.
 Asidosis harus dihindari agar tidak memperburuk peningkatan [Ca2+] plasma
HIPOKALSEMIA

 Manifestasi klinis:
 Parestesia,kebingungan, stridor laringeal (spasme laring), spasme karpopedal
(Trousseau sign), spasme masseter (Chvostek sign), dan kejang.
 EKG dapat menunjukkan adanya iritabilitas jantung atau pemanjangan
interval QT
 Penurunan respon terhadap digoksin dan agonis adrenergik-β juga dapat
terjadi
 Terapi hipokalsemia:

 Kalsium klorida intravena (3-5 mL dari larutan 10%) atau kalsium glukonas (10-
20 mL dari larutan 10%)
 10mL CaCl2 10% mengandung 272 mg Ca2+, sedangkan 10 mL Ca glukonas
10% mengandung 93 mg Ca2+.
 Kalsium intravena tidak boleh diberikan dengan larutan yang mengandung
bikarbonat atau fosfat
 Pemberian bolus atau infus intravena secara kontinyu (Ca2+ 1-2 mg/kg/jam)
mungkin diperlukan
 Kronis : CaCo3 oral dan penggantian vit D biasanya adekuat
 Pertimbangan anestesi pada pasien dengan hipokalsemia

 Hipokalsemia yang signifikan harus dikoreksi preoperative


 Pengukuran serial kadar kalsium yang terionisasi harus dimonitor intraoperatif
pada pasien dengan riwayat hipokalsemia
 Alkalosis harus dicegah untuk mencegah penurunan [Ca2+] yang lebih jauh
 Respon terhadap NMB adalah inkonsisten dan membutuhkan pemantauan
stimulator saraf
HIPERFOSFATEMIA
 Hiperfosfatemia mungkin terlihat pada meningkatnya asupan fosfor
(penyalahgunaan laksatif fosfat atau kelebihan pemberian kalium fosfat),
penurunan ekskresi fosfat (penyakit ginjal kronis), atau sindrom lisis tumor
 Manifestasi klinis: hiperfosfatemia signifikan dapat menghasilkan hipokalsemia
melalui kelasi fosfat dengan [Ca2+] plasma dan juga dapat menyebabkan gagal
ginjal akut via deposit garam kalsium-fosfat parenkimal dan tubular
 Terapi hiperfosfatemia: diterapi dengan antacid pengikat fosfat seperti
aluminium atau aluminium karbonat.
 Pertimbangan anestesi: walaupun interaksi spesifik antara hiperfosfatemia dan
anestesi belum pernah dideskripsikan, fungsi ginjal harus diperiksa dan
hipokalsemia harus dieksklusi
HIPOFOSFATEMIA

 Hipofosfatemia biasanya merupakan hasil dari keseimbangan fosfor negatif


atau ambilan kembali seluler fosfor ekstraseluler
 Antasid yang mengandung aluminium atau magnesium dalam dosis besar, luka
bakar berat, suplementasi fosfor yang tidak adekuat selama nutrisi parenteral
total, ketoasidosis diabetik, penghentian konsumsi alkohol, dan alkalosis
respiratorik yang berkepanjangan masing-masing dapat menghasilkan
keseimbangan fosfor negatif dan menyebabkan hipofosfatemia berat (<0,3
mmol/dL atau <1,0 mg/dL)
 Manfestasi klinis:
 Hipofosfatemia ringan sampai sedang (1,5-2,5 mg/dL) umumnya asimptomatik
 hipofosfatemia berat (<1,0 mg/dL) dikaitkan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas pada pasien sakit kritis
 Kardiomiopati, gangguan penghantaran oksigen (penurunan kadar 2,3-
difosfogliserat), hemolisis, gangguan fungsi leukosit, disfungsi trombosit,
ensefalopati, aritmia, miopati skeletal, gagal napas, rhabdomiolisis,
demineralisasi skeletal, asidosis metabolik, dan disfungsi hati dikaitkan dengan
hipofosfatemia berat
 Terapi hipofosfatemia
 Terapi penggantian intravena biasanya disediakan untuk kondisi
hipofosfatemia simptomatik dan kadar fosfat yang sangat rendah (<0,32
mmol/L). Dalam situasi di mana digunakan pengganti fosfat oral, vitamin D
diperlukan untuk absorpsi fosfat di usus
 Pertimbangan anestesi
 Hiperglikemia dan alkalosis respiratorik harus dihindari untuk mencegah
penurunan konsentrasi fosfor plasma yang lebih lanjut
 Beberapa pasien dengan hipofosfatemia berat mungkin memerlukan ventilasi
mekanik postoperasi karena kelemahan otot
HIPERMAGNESEMIA
 Peningkatan [Mg2+] plasma > 2.5 mEq/L, hampir selalu diakibatkan oleh asupan
berlebih (antasida atau laksatif yang mengandung magnesium: magnesium
hidroksida, Susu Magnesia), gangguan ginjal (GFR <30 mL/menit), atau keduanya
 Penyebab yang lebih jarang adalah insufisiensi adrenal, hipotiroidisme,
rhabdomiolisis, dan pemberian lithium
 Manifestasi klinis
 (pada > 4-5 mEq/L): lethargy, mual muntah, facial flushing
 Kehilangan refleks deep tendon dan hipotensi (> 6 mEq/L)
 Paralysis, apnea, blok jantung, dan henti jantung (> 10 mEq/L)
 Tanda EKG yang timbul adalah pemanjangan interval P-R dan pelebaran kompleks
QRS
 Hipermagnesemia berat dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan serangan
jantung
 Terapi hypermagnesemia
 Kasus ringan, biasanya hanya dibutuhkan penghentian asupan sumber-sumber
yang mengandung magnesium (seringkali antasida atau laksatif).
 Kasus relatif tinggi, dan khususnya pada adanya tanda klinis keracunan
magnesium, kalsium intravena dapat secara temporer mengantagonis
kebanyakan efek klinis toksisitas.
 Diuresis dengan loop diuretic dan penggantian cairan secara intravena
meningkatkan ekskresi magnesium pada pasien dengan fungsi ginjal yang
adekuat.

 Pertimbangan anestesi:
 Hipermagnesemia membutuhkan pengamatan EKG, tekanan darah, dan fungsi
neuromuskular yang ketat, terutama pada gagal ginjal.
HIPOMAGNESEMIA
 Manifestasi klinis:
 Kebanyakan pasien hipomagnesemia asimptomatik, namun dapat dijumpai adanya kelemahan,
fasikulasi, parestesi, kebingungan, ataksia, dan kejang
 Hipomagnesema dikaitkan dengan peningkatan insidensi disritmia

 Terapi hipomagnesemia
 Magnesium sulfat intravena, 1 - 2 g (8-16 mEq atau 4-8 mmol) yang diberikan selama 10-60
menit
 Mudah terjadi hipermagnesemia  pantau facial flushing, hipotensi, hilangnya refleks dari
tendon dalam

 Pertimbangan anestesi:
 Hipomagnesemia terisolasi harus dikoreksi sebelum prosedur elektif karena berpotensi
menyebabkan aritmia
 Loading cairan dan diuretik dihindari  ekskresi Mg,yang dikuti dengan ekskresi Na
Hipokloremia

 Hipokloremia juga dapat disebabkan oleh salah satu kondisi berikut

 Gagal jantung kongestif

 Diare atau muntah berkepanjangan

 Penyakit paru-paru kronis, seperti emfisema

 Alkalosis metabolik, ketika pH darah Anda lebih tinggi dari biasanya

 Jenis obat tertentu, seperti pencahar, diuretik, kortikosteroid, dan


bikarbonat, juga dapat menyebabkan hipokloremia
Hiperkloremia
> 107 mEq/L
 Penyebab :
 Kehilangan cairan tubuh dari muntah yang berkepanjangan, diare,
keringat berlebihan, dan demam tinggi
 Kadar Natrium darah yang tinggi
 Gagal ginjal akut atau kronis
 Alkalosis respiratorik
 Diabetes insipidus atau koma diabetikum
 Obat : androgen, kortikosteroid, estrogen, dan diuretic, carbonic
anhydrase inhibitor, obat laksatif
 Gejala :
 Biasanya asimptomatis, gejala sesuai dengan causa
 Asidosis hiperkloremik/metabolik : takipneu excessive fatigue resp arrest,
aritmia(impair myocardial contraction, increased risk of VF and HF), haus yang
berlebihan, membrane mukosa kering, tekanan darah arterial tinggi,

Terapi :
Perbaiki dehidrasi
Stop pemberian cairan saline
Pemberian sodium bicarbonate
Kontrol ventilasi
Hemodialisis
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai