Anda di halaman 1dari 93

KUMPULAN CATATAN DM FKUB TAHUN 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA


RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
DIBUAT OLEH PEND. DOKTER ANGKATAN 2013
EDISI 2
TIM PENYUSUN
PENULIS : Norman Alexander Tampubolon
EDITOR : Bisma Dewanto

Sebelum membaca buku ini, alangkah baiknya jika mengetahui bahwa tujuan buku ini di buat bukan
untuk sebagai acuan 100% untuk ilmiah atau ujian (apalagi kalau menyebutkan buku ini sebagai sumber
bacaan di depan papa CSW) tetapi untuk secara cepat buka “cerpekan/contekan” saat lupa tentang
terapi dan penanganan beberapa kasus. Jangan samakan buku ini dengan Textbook yang menjadi acuan
buku ini karena jelas lebih baik baca textbook, tetapi karena kapasitas otak koass kebanyakan sudah
penuh karena berbagai lika liku kehidupan koass jadi diharapkan buku ini membantu pembaca untuk
melewati dunia koass yang bagaikan roller coaster ini.Jika ada penyakit yang belum tecover, mohon
maafkan karena sumber daya manusia sangat terbatas sehingga kita mengerjakan buku ini seluang kami
dari kegiatan koass(karena kami penyusun juga butuh waktu untuk mengurus diri sendiri,mengurus
keluarga,mengurus pacar/calon istri/ calon suami (kalau Sudah ada ) dan juga tentunya mencari jodoh
(jika belum ada). Sekian pembuka dari tim penyusun, sebelum ditutup, Kami Mengucapkan Terima Kasih
kepada:

 Tuhan yang Maha Esa karena tanpa berkat dan rahmatnya penyusunan buku ini tidak akan
berjalan sebagaimana mestinya dan juga kita tidak akan berada di RSSA untuk menjalani
Pendidikan dokter muda tanpa penyertaan dari Tuhan yang Maha Esa.
 Para orang tua yang sudah berjuang untuk menyekolahkan anak anaknya di hutan rimba yang
bernama “Fakultas Kedokteran”. Terima kasih atas dedikasi dan perjuangan kalian, karena tanpa
kalian kita hanyalah angan angan semata dan tidak akan ada wujudnya di dunia ini.
 Teman baik para penyusun yang sudah menyemangati dan menopang kami pada saat dunia
perkoassan.
 Guru kami dosen/supervisor kami yang bekerja di FK maupun yang bekerja di RSSA. Karena
tanpa bimbingan SPV/dosen kita akan buta mengenai dunia kedokteran dan tentunya tim
penyusun tidak akan bisa berada di sini sebagai dokter muda.
 Presidium yang sudah berkerja keras untuk angkatan 2013 Andreas Jeffrey, Bisma Dewanto, dan
I Made Bhayu Mahendra yang telah memberikan gagasan dan ide untuk menulis buku resume
ini
 Teman Sejawat Dokter Muda FKUB RSSA angkatan 2013 yang sudah berbagi ilmu dan
pengalamannya selama ini
 Adik Kelas tercinta yang selanjutnya menggunakan dan memperbarui buku ini. Semoga bisa
memperbaiki apa yang kurang dari buku ini dan juga bisa membuat buku ini semakin berguna
untuk seterusnya. Jangan sampai berhenti di sini rek, di update yang bagus, di tambahin
kontennya supaya memudahkan kita di masa depan. Menulis buku ini juga sekaligus mencicil
buat rangkuman dan belajar.

Malang ,30 November 2018

TIM PENYUSUN
Kelainan HIPERKALSEMIA
Kalsium

Rumus calcium terkoreksi (mg/dL):


Calcium actual (hasil lab mg/dL) + (0.8 x {4 – Kadar Albumin Aktual (g/dL)}

Gejala Hiperkalsemia akan timbul pada kadar Ca > 11 mg/dL  gangguan fungsi
ginjal dan nefrokalsinosis akan terlihat pada kadar Ca> 13 mg/dL
Dikatakan Hiperkalsemia berat apabila kadar Ca > 15 mg/dL  gangguan pada
jantung  EMERGENSI !!!!!

Terapi:
1. Segera Hidrasi dengan normal saline (NaCl 0.9%) 200-500cc/jam dengan
target UOP 3-5 L/24 jam
2. INDIKASI HD CITO karena gangguan elektrolit  JIKA PASIEN CKD DAN
JIKA TERAPI LAIN TIDAK EFEKTIF
3. Dapat diberi furosemide 20-40 mg IV, setelah rehidrasi untuk mencegah fluid
overload dan dapat meningkatkan eksresi Ca melalui urin
4. Dapat diberi calcitonin 4-8 IU/kgBB SC atau IM
5. Pemberian Bifosfonat
a. Zoledronat 4 mg dalam 50 ml NS 0,9% atau D5%  Drip selama 15
menit
b. Pamidronat 60-90mg dalam 100-200cc NS 0.9%/D5%  Drip dengan
kecepatan 15 mg /jam
6. Replesi Fosfat Beri Fosfat peroral s.d kadar fosfat >3.0 mg/dL  HATI HATI
JIKA TERLALU BANYAK DAPAT TERJADI HIPOCALCEMIA
7. Jika penyebab karena intoksikasi vitamin D atau keganasan hematologi 
pertimbangkan pemberian glucocorticoid (hidrokortison) IV 200-300mg/hari
selama 3-5 hari

HIPOKALSEMIA

Tanda Klinis:
1. Kesemutan pada ujung jari dan sekitar mulut
2. Chvostek sign

3. Trosseau Sign Spasme pada karpal apabila dilakukan bendungan dengan


manset tensimeter pada tekanan 20 mmHg lebih tinggi dari tekanan darah
sistolik

Gambar 2. Trosseau Sign

4. Pada Pasien CKD  Pikirkan kemungkinan Renal Osteodystrophy(Penurunan


kadar vitamin D dan peningkatan kadar PTH) ; terjadi osteomalasia
(Penurunan mineral tulang dan kadar 1,25-(OH)2D dan dapat terjadi Osteitis
fibrosa cystica karena peningkatan PTH
a. Dengan Gejala Klinis seperti
i. Bone Pain
ii. Nyeri Sendi
iii. Deformitas tulang
iv. Fraktur Patologis

Terapi :
1. Beri Ca Glukonat 1-2 gram(1-2 ampul) dalam 500 ml D5%  Drip IV selama
30-60 menit(Sabatine : Dapat diberi lebih dari 20 menit) (Dosis 0.5
mg/kgBB/jam).Dapat diulang tiap 6 jam sampai kadar Ca total 7 mg/dL 
Pertahankan kadar Ca 8-8.5 mg/dL untuk mencegah hiperkalsiuria
2. Ergocalciferol 50.000-100.000 IU/hari PO atau Calcitriol 0.25-2 µg/hari 
Bekerja lama (dalam htungan jam)
3. Koreksi Hipomagnesia (terlampir dibawah)  dapat diberi Magnesium 50-100
mEq/hari
4. Koreksi hipoalbumin
5. Pada CKD  Beri Phospate Binder (YANG MURAH MERIAH YAITU
ANTASIDA DOEN !!!!)
Sumber :
1. Sabatine, M.S., 2016. Pocket medicine: the Massachusetts General Hospital
handbook of internal medicine 6Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
2. Papdi, E., 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).
Kelainan HIPERNATREMIA
Natrium
Definisi : Merupakan keadaan dimana Kadar Na >145 mEq/L
Manajemen:

Diagnosis Hypernatremia:
ALGORITMA MANAJEMEN HIPERNATREMIA

HIPONATREMA

Definisi: Keadaan dimana serum sodium < 135 mEq/L


Merupakan keadaan kelebihan cairan relative yang terjadi bila jumlah asupan cairan
melebihi kemampuan eksresi dan ketidakmampuan menekan sekresi ADH .Dibagi
menjad 3 keadaan:
a. Hipovolemik Hiponatremia  Penurunan kadar total Natrium dan kadar air
yang menurun juga
b. Hipervolemik Hipnatermia  Total Natrium meningkat dan Kadar air menurun
(Pada kasus HF,Sindroma Nefrotik, dan sirosis hepatis yang berkaitan dengan
gangguan eksresi air)
c. Euvolmeik Hiponatremia  Paling seing terjadi

Manajemen:

 Hiponatremia Akut  Kejadian < 48 jam


o Dikoreksi sebesar 2 mEq/jam sampai gejala klinis menghilang
o Beri cairan saline hipertonik dengan kecepatan 1-2 mEq/jam
o Jika terdapat gejala hyponatremia berat  Kejang dan koma  beri
cairan saline hipertonik dengan kecepatan 4-6 mEq/jam
o Monitoring tiap 2 jam
 Hiponatremia Kronis  Kejadian > 48 jam
o Koreksi ini dilakukan sesuai dengan penyebabnya karena gejala tidak
khas dan durasinya tidak diketahui. Terapi keadaan ini masih diper-
debatkan bagaimana besar kecepatan dan seberapa besar koreksi
hiponatremi harus dikoreksi untuk mencegah komplikasi neurologis.
 Prinsip Terapi
o Air pada jaringan otak akan meningkat hanya sekitar 10% pada
hyponatremia berat kronis  Targert koreksi yaitu 10 mEq/L
o JANGAN KOREKSI NATRIUM LEBIH DARI 1-1.5 mEq/L/jam
o Jangan meningkatkan kadar Na lebih dari 8-12 mEq/Hari
Sumber
1. Braunwald, E., Fauci, A.S., Kasper, D.L., Hauser, K., Longo, D.L. and
Jameson, J.L., 2015. Harrison's manual of medicine 19Ed. McGraw Hill
Professional.
2. Papdi, E., 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).
Kelainan HIPOKALEMIA
Kalium
Definisi : Keadaan diamana kadar kalium <3.5 mEq/L

Gejala Klinis:

Indikasi Koreksi Hipokalemia:


 Indikasi mutlak: pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis
diabetik, pasien dengan kelemahan otot pernapasan dan pasien dengan
hipokalemia berat (K < 2 meq/l).
 Indikasi kuat: kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada
keadaan insufisiensi coroner/iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik dan
pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstra ke intrasel.
 Indikasi sedang: pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada
hipokalemia ringan (K 3 - 3,5 meq/l).

Prinsip umum:
1. Hilangkan Penyebab

2. Koreksi Kalium perlahan melalui jalur oral lebih diutamakan


3. LAKUKAN PEMERIKSAAN EKG
4. Pada pasien gangguan ginjal  Hati hari terjadi hyperkalemia sekunder karena
adanya gangguan eksresi kalium
5. Suplemen Kalium oral harus dikonsumsi dengan banyak cairan, dengan atau
setelah makan
6. Rute IV digunakan pada pasien dengan mual parah,muntah, atau abdominal
distress
7. NaCL 0.9% merupakan cairan infus pilihan (dibanding Glukosa 5% atau D5%
yang dapat menyebabkan transcellular shift kedalam sel)
8. Cek kadar Magnesium  Repelesi cadangan Mg akan membuat koreksi
kalium lebih cepat
Yang Perlu Diperhatikan:
A. Pemberian kalium oral :
 Pemberian 40-60 meq dapat meningkatkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/l dan
pemberian 135-160 meq dapat meningkatkan kadar kalium 2,5-3,5 rneq/L.
B. Pemberian kalium intravena :
 Kecepatan pemberian KCI melalui vena perifer 10 mEq per jam, atau melalui vena
central 20 mEq per jam atau lebih pada keadaan tertentu.
 Konsentrasi cairan infus KCI bila melalui vena perifer, KCI maksimal 60 meq dilarutkan
dalam NaCl isotonic 1000 ml karena bila melebihi dapat menimbulkan rasa nyeri dan
menyebabkan sclerosis vena.
 Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena central, KCI maksimal 40 mEq
dilarutkan dalam NaCl isotonic 100 ml.
 Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernapasan, KCI
dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCI dilarutkan sebanyak 20 meq
dalam 100 ml NaCl isotonic
TATALAKSANA

HIPERKALEMIA

Definisi : Suatu keadaan dimana kadar Kalium Plasma >5.0 mEq/L

GEJALA KLINIS
MANAJEMEN

1. Stabilisasi membran jantung dengan kalsium:


a. Diberikan hanya untuk hiperkalemia dengan perubahan EKG yang bermakna atau
aritmia berat yang disebabkan hiperkalemia.
b. Berikan Kalsium Glukonas 1000 mg (10 ml solusi 10%) intravena secara perlahan
dalam 2-3 menit.
c. Terapi kalsium dapat diberikan berulang dalam 5 menit bila perubahan EKG menetap;
pasien sebaiknya dalam monitor kardiak
2. Memindahkan/memasukan kalium ke dalam sel:
a. Insulin dan Glukosa
 Berikan bolus regular insulin 8 unit dengan 50 ml dextrose 40%
 Onset 10-20 menit.
 Setelah terapi bolus insulin dan glukosa, diberikan infus dextrose dan gula darah
dimonitor.
b. Agonis Beta-2
Dapat diberikan albuterol 10-20mg dalam 4 ml saline untuk inhalasi selama 10 menit.
(Dapat digunakan metered dose inhaler)
c. Bicarbonat natricus
 Dapat diberikan 150 meq dalam 1 liter Dextrose 5% dengan kecepatan 250 ml per jam
 Jangan diberikan bersama dengan kalsium dalam satu IV line
3. Menurunkan kalium:
a. Kation exchange resin (sodium polystyrene sulfonate).
- Berikan 15 sampai 30 grams sodium polystyrene sulfonate per oral.
b. Loop atau thiazide diuretic  Dapat diberikan furosemide 20-40 mg IV.
c. Hemodialisis
- Dapat digunakan bila terapi konservatif diatas gagal, hiperkalemia berat (K ~ 6,5
mEq/L), pasien dengan gagal ginjal, atau pasien dengan kerusakan jaringan berat.

(Algoritma Tatalaksana terlampir di bawah dengan Judul ALGORITMA PENANGANAN


HIPERKALEMIA)

Sumber
1. Braunwald, E., Fauci, A.S., Kasper, D.L., Hauser, K., Longo, D.L. and Jameson, J.L.,
2015. Harrison's manual of medicine 19Ed. McGraw Hill Professional.
2. Papdi, E., 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal medicine).
Ulkus Peptikum Ulkus Peptikum dibagi menjadi :
1. Ulkus Gaster : Nyeri 30 menit – 2 jam setelah makan (onset lbh cpt), dan diperparah ketika
makan
2.Ulkus Duodenum : Nyeri 90 menit – 3 jam setelah makan. Biasanya terdapat nyeri epigastic
pada malam hari (Nocturnal pain), lebih membaik jika makan

Etiologi : Bakteri (Inf. H Pylori terutama) dan NSAID Induced


Gejala yang ditemui:
1. Nyeri Epigastrium
2. Mual/Muntah
3. Hematemesis Melena (Jika sudah parah)
4. Demam  Jika karena infeksi H.Pylori
PDX:
1. Endoskopi
2. Biopsi Lambing  Diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimal 4 sampel untuk 2
kuadran(2 sampel per kuadran). Kalau besar diambil dari 3 kuadran  di dasar ulkus, pinggir,
dan sekitar tukak sebanyak 2 sampel di tiap kuadran (6 sampel)
3. Urea Breath Test (ga ada di Indo)  Dilakukan pada kecurigaan Infeksi H.Pylori krn
bakterinya menghasilkan urea. Urea akan mencegah asam lambung untuk membunuh
bakteri H.Pylori

Terapi Ulkus Peptikum :


Terapi yang saat ini direkomendasikan yaitu PPI saja (boleh ditambahkan pelindung
mukosa seperti sucralfate). Antasida sudah jarang digunakan lagi.

Untuk terapi Non Farmakologis : KIE untuk makan tepat waktu dan kurangi makan
pedas,kopi, dan alcohol (meskipun belum pasti mencegah ulkus tetapi dilakukan untuk
mengurangi produksi asam lambung). Hindari juga pemberian NSAID

Jika terpaksa harus mengkonsumsi NSAID : Kalau bisa ganti dengan COX 2 Selective
(Celecoxib). Jika tidak memungkinkan untuk mengganti regimen pengobatan,bisa
memberikan Obat2 an golongan PPI untuk mencegah ulkus peptikum pada pasien
yang mengkonsumsi NSAID.

TERAPI INFEKSI H.Pylori


Lama Terapi Infeksi H. Pylori : Untuk pemberian antibiotik selama 1-2 minggu(Untuk eradikasi
H.Pylori). Tetapi untuk penyembuhan ulkus PPI dapat diberikan 3-4 minggu.
Sumber
1. Braunwald, E., Fauci, A.S., Kasper, D.L., Hauser, K., Longo, D.L. and Jameson, J.L.,
2018. Harrison's manual of medicine 20Ed. McGraw Hill Professional.
2. Buku Ajar PAPDI 2014 Edisi 6

Tatalaksana Septic Shock


Sepsis Sepis merupakan suatu sindrom inflamasi sistemik dengan bukti infeksi.
Tanda tanda SIRS jika ditemukan 2 dari kondisi :
- Demam >38oC atau Hipotermia <36oC
- Takipneu >24x/menit
- Takikardia >90x/menit
- Leukositosis (>12.000/L), Leukopenia (<4000/L) atau >10% Neutrofil
batang
Yang terbaru pada saat pasien datang jika curiga sepsis dapat dilihat dengan kriteria
qSOFA yaitu:
 RR > 22
 GCS <13 (Altered Mental Status)
 SBP < 100
Jika Memenuhi > 2 kriteria di atas maka tegak diagnosis sepsis  Setelah itu
dilanjutan dengan penilaian SOFA (Membutuhkan hasil lab  Dilakukan sejalan
dengan penanganan sepsis 3 jam)
Septic Shock adalah:
- Sepsis dengan Hipotensi (Tekanan darah systole <90 mmHg atau 40
mmHg menurun dari tekanan darah normal selama + 1 jam walaupun
sudah dilakukan terapi cairan yang adekuat, atau
- Membutuhkan vasopressor untuk menjaga tekanan darah sistolik > 90
mmHg atau tekanan darah arterial rata rata > 70 mmHg

Menurut SSC ,Dalam Sepsis ada target yang harus tercapai dalam 3 jam dan 6 jam
pertama

3 jam Pertama
1. Ukur kadar laktat
- Disebabkan karena kegagalan metabolic (kegagalan liver) diakrenakan
sepsis. Ada juga yang mengatakan karena hipoperfusi jaringan 
Metabolisme anaerob  Peningkatan kadar laktat
- Merupakan yang harus segera dicek  Karena jika kadar laktat >4 
Segera beri cairan dan masuk ke tahap terapi 6 jam pertama
2. Kultur darah segera untuk mencari agen penyebab dan tes sensitivitas
antibiotic
- Ambil 2 atau lebih sampel kultur darah
- Ambil kultur darah dari 2 tempat : Secara IV dan melalui akses vena.
Kecuali jika akses vena terpasang <48 jam, maka kedua sampel dapat
diambil dari akses vena
- Sebelum kultur darah, JANGAN DIBERI ANTIBIOTIK DULU. Karena dapat
mempengaruhi hasil kultur
3. Berikan Broad Spectrum Antibiotic
- Pilihan Antibiotik terlampir dibawah
- Diberikan maksimal 3-5 hari sambil menunggu tes sensitivitas antibiotic
4. Berikan Cairan Kritaloid 30 ml/kgBB (Fluid Challenge) pada saat pasien
Hipotensi atau kadar laktat > 4
- Pada Fluid Challenge perhatikan:
1. Tipe Cairan yang diberikan  Beri NaCl 0.9%/ Kristaloid
2. Jumlah Cairan yang Masuk  1-2 Liter dalam 30-60 menit (Kalau d
Guideline SSC,500-1000 mL dalam 30 menit), jika ada kelainan ginjal
harus hati hati  Kurangi jumlah cairan yang masuk atau siapkan
furosemide jika terjadi pulmonary edema  jangan beri lebih dari 2 L,
resiko Pulmonary Edema
3. Perhatikan HR(Target HR <110),Tensi (Lihat hipotensi atau tidak), dan
MAP(Target MAP >65) (Perhatikan End point)
4. Safety Limit  Jika ada penyakit penyerta harus diawasi ketat 
Resiko Pulmonary Edema dan edema perifer

6 Jam Pertama
1. Pemberian Vassopresor (Jika Hipotensi tidak membaik dengan terapi cairan)
untuk mempertahankan MAP >65 mmHg
- Pilihan pertama Norepinephrine, dapat ditambahkan Epinephrin jika tak
membaik
- Detailnya terlampir di bawah

2. Jika Terjadi persistent arterial hypotension meskipun telah resusitasi cairan


atau kadar laktat terakhir >4
- Ukur Central Venous Pressure  Target CVP > 8 mmHg
- Ukur Central Venous Oxygen Saturation  dengan target > 70%
- Pertimbangan Tranfusi darah jika ada hipotensi dan anemis  Didukung
dengan kadar hematocrit < 30% dan Jika Hb < 7  Dapat diberikan PRC (
1 labu PRC dapat meningkatkan kadar Hb 1-2 g/dL)
3. Ukur Laktat ulang

PERAWATAN
1. Posisikan pasien 30-450  Untuk mencegah aspirasi tapi bukti masih kurang
kuat
2. Atur asupan nutrisi  ada bagannya di bawah
3. MONITORING
a. TTV ( Terutama Suhu)
b. Saturasi O2 untuk menilai hemodinamik
c. Mottling score merupakan tanda klinis yang mudah dinilai dan
didefinisikan sebagai perubahan warna kulit yang biasanya dimulai
sekitar lutut. Ini disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah kecil
yang heterogen dikarenakan mikroperfusi.

d. Produksi Urin  Pasang kateter


e. CRT  Penilaian Hemodinamik
f. Ukur MAP setelah pemberian cairan 1 lt
g. Pantau GDS setiap 1 jam (jika sudah stabil setiap 4 jam)
i. Bila kadar gula darah < 50 mg/dl: harus berikan 50cc dextrose
(25 gr) kemudian periksa ulang kadar gula darah setelah 15
menit dan jika kadar gula darah meningkat lebih dari 100mg/dl
mulai insulin setelah 1 jam.
ii. Bila gula darah 50-75 mg/dl infus 50cc dextrose (25 gr ) jika
secara klinis ditemukan tanda tanda hipoglikemia. Jika
asimtomatik berikan setengah dosis diatas. Periksa kadar gula
darah setelah 15 menit dan mulai insulin 1 jam setelah kadar
gula darah > 100mg/dl.
iii. Pengendalian kadar gula darah pasien sepsis berat yang
dirawat di ICU dilakukan dengan pemberian insulin bila hasil 2
kali pemeriksaan kadar gula darah berturut turut >180 mg/dL.
Pemberian insulin harus mentargetkan batas atas kadar gula
darah > 180 mg/dL daripada target atas > 110 mg/dL(grade 1A).
iv.
h. Dapat diberikan PPI untuk mencegah terjadinya stress ulcer
i. Terapi Vasopresor
i. Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama.
Penambahan vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin
untuk mencapai target MAP dapat dilakukan. Penambahan
vasopressin lebih dini dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
dosis norepinefrin.
ii. Dopamin diberikan apabila terdapat sinus Bradikardia
iii. Dobutamin disarankan untuk diberikan pada pasien yang
menunjukkan hipoperfusi menetap meskipun sudah diberikan
cairan yang adekuat dan vasopresor.

UPDATE 2018 1 hour Bundle


Sumber :
1. Papdi, E., 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal medicine).
2. Rhodes, A., Evans, L.E., Alhazzani, W., Levy, M.M., Antonelli, M., Ferrer, R., Kumar,
A., Sevransky, J.E., Sprung, C.L., Nunnally, M.E. and Rochwerg, B., 2017. Surviving
sepsis campaign: international guidelines for management of sepsis and septic shock:
2016. Intensive care medicine, 43(3), pp.304-377.
3. Surviving Sepsis Campaign 3 Hour Bundle
4. Surviving Sepsis Campaign 6 Hour Bundle
5. Perhimpunan Dokter ICU Indonesia.2017.PENATALAKSANAAN SEPSIS DAN
SYOK SEPTIK OPTIMALISASI FASTHUGSBID
Rumus Tranfusi PRC:
Transfusi PRC  Transfusi pada saat < 8
pada  Target Hb : > 10 g/dL  agar perfusi jaringan tercukupi  untuk mencegah
Anak`(terutama keterlambatan tumbuh kembang anak
pada
Thalassemia) Rumus : BB anak x Δ x Koefisien
dan pada
kondisi dimana Δ = Hb Target – Hb saat ini
lien terganggu Koefisien = 3 atau 4 (dipakai untuk menentukan range tranfusi)
lebih baik
transfusi Jika Hb <5, maka tranfusi perlu dibagi 3 hari. Kalau Hb > 5 maka tranfusi hanya diberi
memakai selama 1 hari
rumus ini
Contoh Kasus 1: An. Thalassemia , 24 kg ,Hb saat ini = 6 mg/dL
Rumus : BB anak x Δ x Koefisien
24 x (10 -6) x 3
24 x 4 x 3 = 288 cc/jam dan 24 x 4 x 4 = 384 cc/jam
Jadi, tranfusi PRC yang dapat diberikan yaitu 288-384 cc/jam dalam 1 hari

Contoh Kasus 2 : An. Thalassemia, BB = 24 kg, Hb= 4

Rumus = BB anak x Δ x Koefisien


= 24 x (10 -4) x 3
= 24 x 6 x 3 = 432 cc/jam
dan
= 24 x 6 x 4 = 576 cc/jam
Jadi,Transfusi yang diperlukan yaitu 432 -576 cc/jam, tetapi apabila Hb < 5 g/dL, maka
ada kemampuan maksimal anak yang perlu dipertimbangan karena adanya
Inefesiensi Bone Marrow dan Spleenomegali pada penyakit thalassemia maka akan
membuat transfusi tidak efektif

Rumus Kemampuan transfusi = BB anak x 20 cc

Jadi, pada kasus ini  24 x 20 = 480 cc. Transfusi yang dibutuhkan melebihi batas
maksimal (288-384 cc/jam) maka ada rumus 3,4,5

Rumus 3:4:5 dibagi 3 hari

Hari 1 : x Hasil rumus transfusi

Hari 2 : x Hasil rumus transfusi

Hari 3 : x Hasil rumus transfusi

Jadi , memakai rumus diatas disarankan pakai koefisien kecil saja supaya leboh
efesien :

Hari 1 : x 432 cc/jam = 108 cc/jam

Hari 2 : x 432 cc/jam = 144 cc/jam

Hari 3 : x 432 cc/jam = 180 cc/jam

Total transfuse 3 hari  432 cc/Jam

Diabetes Keluhan Klasik : Poliuria,Polidipsi,Polifagia dan Penurunan BB yang tidak jelas


Mellitus dan sebabnya
Krisis
Hiperglikemia Kriteria Diagnosis DM
- Pemeriksaan Glukosa Plasma Puasa > 126 mg/dL (Puasa merupakan
kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam)
- Pemeriksaan Glukosa Plasma > mg/dL 2 jam setelah tes toleransi glukosa
oral dengan beban glukosa 75 gram
- Pemeriksaan Gluskosa plasma sewaktu > 200 mg/dL dengan keluhan
Klasik
- HbA1c > 6.5% dengan menggunakan metode terstandarisasi
(Pada kondisi seperti anemia,hemoglobinopati,riwayat tranfusi darah 2-3
bulan terakhir ,gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai
sebagai alat diagnosis karena HbA1c meliat kadar glukosa dalam RBC
dalam 2-3 bulan terakhir)
TERAPI ORAL DIABETES MELITUS
KRISIS HIPERGLIKEMIA
Merupakan Komplikasi akut dari kondisi hiperglikemia yang menyebabkan
gangguan pada metabolism tubuh. Terdiri dari Diabetes Ketoasidosis (DKA)
dan Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
(Algoritma penanganan terlampir di bagian algoritma)

Refrensi :
1. Guideline PERKENI DM 2015
2. Guideline PERKENI terapi insulin 2015
3. Sabatine, M.S., 2016. Pocket medicine: the Massachusetts General Hospital
handbook of internal medicine 6Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
4. Kitabchi, A.E., Umpierrez, G.E., Miles, J.M. and Fisher, J.N., 2009. Hyperglycemic crises in
adult patients with diabetes. Diabetes care, 32(7), pp.1335-1343.

DIABETES PENILAIAN PRABEDAH


MELLITUS Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
DALAM  GDA,GDP/GD2PP : 2-3 Minggu sebelum operasi
PEMBEDAHAN o Target GDA sebenarnya tidak ada batasan khusus tetapi jika ada
gangguan metabolic (DKA,HHS) ataupun GDA 400- 500 lebih baik
perbaikan kondisi terlebih dahulu
 HbA1c : 2-3 bulan sebelum operasi
 Jika ada abnormalitas operasi bisa di Tunda terlebih dahulu untuk control gula
darah
Perubahan pada Terapi:
 Obat OHO jangka panjang seperti Glibenclamid dan klorpropamid dihentikan
dan diganti dengan short acting tanpa metabolit yang menyebabkan seperti
Glipizid dan Glikazid atau ganti dengan rapid acting (sangat cepat) seperti
repaglinid

PENILAIAN INTRAOPERATIF
1. Penilaian GDA:
 Sebelum induksi Anestesia
 30 menit sesudah Induksi
 Setiap 45 menit selama tindakan
 Pada Akhir tindakan
 30 menit sesudah sadar
 Setiap 6 jam atau sampai pasien diperbolehkan makan
 Cek GDA lebih sering jika
o Setiap 30 mnt  Jika GDA >200 mg/dL selama anestesia
o Setiap 15 mnt  Jika GDA <80 mg/dL selama anestesia
2. Perubahan Tx:
 Target GDA : 150 – 200 mg/dL saat operasi. GDA > 200 memiliki resiko
mortalitas yang tinggi pada saat operasi.
 Perlu Insulin jika:
o Sernua pasien yang rnenggunakan insulin sebelum pembedahan perlu
meneruskan insulin selama tindakan.
o Pasien DM tipe 2 dengan diet dan OHO dan glukosa darah puasa >
180 mg/dl, HbAlC > 10%.
 Dapat dipertimbangkan perlu insulin, Jika :
o Pasien DM tipe 2 dengan diet dan OHO, glukosa darah puasa <180
mg/dl, HbAlC <10%
o Lama pernbedahan <2jam ruang tubuh tidak dibuka boleh rnakan
sesudah operasi
 Metformin harus dihentikan 2-3 hari sebelum pembedahan untuk mencegah
asidosis laktat dan dapat diganti dengan sulfonilurea sementara.
 Menurut Sudarkan dan Surani, Insulin Perioperatif diberikan 0.5-1 IU(
Campurkan Rapid Acting Insulin 100 IU ke dalam 100 cc NS) dan diberikan 2-3
IU atau lebih tinggi pada pasien DM tipe 2.
 Tabel 1 dibawah lampiran dari PAPDI:
PENILAIAN POST OPERATIF:
 Target GDA : American Diabetic Association maupun American Thoracic
Surgeon berpendapat jika target GDA terbaik post Op adalah 140- 180 mg/dL.
Jika diatas >180 mg/dL,harus berhati hati jika ada reaksi stress metabolic.
Target GDA menurut PAPDI 180-220 mg/dL
 Infus glukosa diberikan sampai pasien dapat makan
 Bila Insulin IV akan di stop, segera berikan insulin SC karena setelah 30 menit
insulin IV tidak akan bekerja lagi. Terapi Insulin yang optimal terlampir di
bawah (PAPDI)
o Hitung jumlah Insulin selama 24 jam (Dosis lama)
o Dosis baru adalah 80- 100 % dosis lama. DIberikan sebelum makan
pagi (25%) sebelum makan malam 25% dan 25% sisanya sebelum tidur
o Diteruskan untuk mendapat dosis insulin tepat atau dosis sebelum
pembedahan
DAFTAR PUSTAKA:
1. PAPDI edisi VI, 2014
2. Sudhakaran, S. and Surani, S.R., 2015. Guidelines for perioperative
management of the diabetic patient. Surgery research and practice, 2015.

VERTIGO DEFINISI
Vertigo merupakan ilusi terasa berputar yang disebabkan oleh ketidak seimbangan
aktivitas neural antara nuclei vestibular kanan dan kiri
ETIOLOGI

- Mekanik : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BBPV)--> adanya otolith yang


bergerak pada canalis semisirkularis posterior (tersering) dan lebih jarang pada
canalis semisirkularis horizonta
- Infeksi : Acute Vestibular Neuritis --> Berefek pada fungsi canalis semisirkularis
lateral
- Vaskular :
1. Infark pada teritori arteri vestibular anterior(merupakan cabang cari anterior inferior
cerebral artery (AICA). Manifestasi klinisnya mirilp vestibular neuritis SERING
TERJADI PADA ORANG TUA DENGAN FAKTOR RESIKO STROKE SEPERTI
DIABETES, HIPERTENSI DAN PENYAKIT JANTUNG
2. Stroke pada Brain stem disertai gejala sebagai berikut:
* Horner's Syndrome

*Disrartria
*Inkordinasi
*Diploplia
* Kebas pada wajah
3. Infark pada Inferior Cerebral Artery dapat terjadi dengan gejala
vertigo,nystagmus, dan ketidak seimbangan postural

- Multiple Sclerosis : Dapat menyebabkan gejala vestibular dengan plak pada Entry
one dari Saraf VIII dengan gejala vertigo yang tampak
-Herpes Zoster oticus
- Meniere Disesase  ada gangguan pendengaran

SIGN AND SYMPTOMS

1. Terdapat Ilusi dari gerakan seperti terasa berputar. Sensasi berputar tak selalu
diperlukan untuk menegakkan diagnosis vertigo, perasaan pasien terasa
seperti miring maupun bergoyang dapat diaktakan sebagai gejala vertigo.
Terkadang tidak semua pasien dapat mendeskripsikan gejala vertigo dengan
tepat, gejala seperti pusing yang tidak jelas, adanya gangguan keseimbangan
,ataupun disorientasi dapat muncul sebagai gejala vestibular. Terkadang gejala
dapat terasa seperti pasien presyncope yang dapat diartikan seperti perasaan
pusing dan terasa mau pingsan
2. Mual dan Muntah merupakan gejala tipikal
3. Gangguan postural dan instabilitas : Terjadi karena  Vestibular nuclei
mengirimkan sinyal ke vetibulospinal tract  Stimulasi otot untuk mnjaga
postur. Gejala ini lebih dominan pada vertigo central karena adanya gangguan
sinyal . Pasien vertigo perifer biasanya dapat berjala seimbang tanpa adanya
gangguan postur tetapi takut untuk bergerka
4. Tilt ilussion : Pasien merasa bahwa mereka dan lingkungan mereka
dimiringkan sehubungan dengan gravitasi, bahkan ke titik yang terbalik,
biasanya mencerminkan kerusakan organ otolitik (utricle dan saccule) atau
koneksi pusat . Disfungsi Otolith juga dapat menyebabkan lateropulsi atau
kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi (ipsilateral).
5. Drop Attack: Pasien merasakan sensai terasa didorong atau tertarik ke tanah.
Berbeda dengan gejala presyncope, tidak ada kehilangan kesadaran pada saat
drop attack
6. Disorientasi Spasial(gampangnya gangguan menilai jarak,posisi,lokasi, dan
gerakan) : Merupakan disorietasi spasial yang cepat berlalu ketiak kepala
menoleh ke satu arah, gejala sering menetap meskipun pasien telah pulih dari
serangan vertigo. Biasanya jika pasien mencermati, gejala memberat jika
menoleh ke sisi lesi
7. Oscillopsia: merupakan ilusi visual seperti gerakan konstan ke belakang dan ke
depan atau dari sisi ke sisi gerak lingkungan, dan penglihatan kabur setiap kali
kepala bergerak adalah manifestasi dari gangguan refleks vestibuloocular.
8. NICE TO KNOW SAJA !!! DARI UPTODATE. Jika ada gangguan
keseimbangan tanpa vertigo  Pikirkan kemungkan acute simultaneous
bilateral vestibular loss seperti pada kasus keracunan antibiotik golongan
aminoglikosida. Tidak ada gejala vertigo karena tidak ada gangguan asimeteris
vestibular. Gejala Oscillopsia dapat tejadi jika pasien menggerakan kepala
secara pasif seperti ketika berjalan ataupun mengemudikan kendaraan di jalan
yang bergelombang (rough terrain). Gangguan keseimbangan dapat terjadi jika
pasien berada di tempat gelap

(Lampiran Klasifikasi vertigo di bawah)

Tips dari tentiran Koass Neuro :


 Klo vertigo central coba di tes apakah ada defisit neuroloogis atau ga --> Klo
central biasanya ada deficit
 Lakukan selalu manuver Dix Hallpike --> Liat Nystagmus
o Klo + : Vertigo Perifer Karena di Canalis posterior --> Masalah arah
nystagmus biasanya ke segala arah (Gambar terlampir rek) dan
membaik dengan fiksasi visual. TAPI TIDAK MENUTUP
KEMUNGKINAN VERTIGO CENTRAL !!!!! YANG PENTING
DEFISITNYA DI CARI
o Klo - : Kemungkinan besar Central
- Klo Vertigo perifer pasti Nystagmus berkurang setiap manuver Dix Hallpike diulang (
Kejadian ini Namanya FATIGUE)
- Tiap Vertigo tidak ada salahnya cek cerebellar Sign, krn gangguan d
cerebellum mirip2 vertigo karena DDx vertigo bisa Tumor pada daerah
cerebellum atau batang otak, bisa juga karena stroke pada pembuluh darah
cerebellum

TERAPI CEPAT

MENURUT OXFORD HANDBOOK OF NEUROLOGY (2014)


1. Jika Curiga Vertigo Perifer--> Obati dengan sedatif vestibuler yaitu Betahistine 8-16
mg 3 kali sehari.
2. Jika Curiga Vertigo Sentral --> Kirim pasien untuk CT scan untuk menyingkirkan
kemungkinan infark/ pendarahan pada cerebellar. Pemeriksaan MRI lebih sensitif
untuk deteksi infark pada fossa posterior
3. Jika ada kecurigaan Emboli Cardiogenic EKG awal  diikuti EKG follow up 24
jam kemudai dan lakukan Transthoracic dan/atau transesofagal echo.
4. Kalau curiga kearah Meniere  Krn Cairan Endolimfe banyak  Kasih Diuretic
(Furosemid Tab 1x40mg)
5. Curiga Tumor/Massa MRI Kepala

Terapi rinci sebenernya tergantung etiologinya rek

(Lampiran penanganan faramakologis vertigo akut di bawah)

Sumber :
1. Catetan Kuliah dan Slide Kuliah
2. Oxford Handbook of Neurology tahun 2014
3. Uptodate
4. Buku Ajar neurologi FKUB
5. Buku Dasar Neurologi dr.Badrul
Dementia Dementia Alzheimer
Alzheimer
Definisi : Merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan kognitif, fungsi emosi,
dan emosi yang serius dan tidak berhubungan dengan retardasi mental. Menurut PPK
Dementia 2015, didefinisikan sebagai sindrom penurunan fungsi kognitif yang cukup
berat sehingga menggangu aktivitas sosial dan aktivitas sehari hari, dan dapat
ditemukan perubahan perilaku yang tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan
psikiatri mayor

[Gejala Klinis]

Defisit Kognitif
- Memory Loss : Susah mengingat,Agnosia (tidak mampu memproses informasi
sensori seperti tidak bisa mengenali obyek,orang,suara,bentuk maupun bau contoh:
Pasien visus baik, tapi tidak tahu benda yang tunjukan),Sering kehilangan barang,
sering tersesat. Pasien terkadang juga melupakan tentang pekerjaan,
Riw.Pendidikam,Tanggal lahir,Anggota keluarga,dan bahkan terhadap namanya
sendiri. Juga tidak mampu mempelajari hal baru

- Gangguan Orientasi : Tempat maupun waktu


- Apraxia/Dypraxia : Merupakan gangguan dimana pasien kesulitan menyelesaikan
tugas sehari hari yang mereka tahu. contoh lupa cara memakai baju (definisi apraxia
itu sendiri merupakan gangguan motork dimana pasien kesulitan merencanakan
kegiatan motoris pada saat di instruksikan maupun pada saat pasien ingin
melakukannya sendiri)
- Gangguan Fungsi Eksekutif : Ditandai dengan kesulitan menyelesaikan
masalah,reasoning,pembuatan keputusan dan penilaian. cnh : Pakai Jaket tebal di
udara panas
- Gangguan Berhitung

Non-Kognitif
- Depresi
- Gangguan Psikotik
- Gangguan psikotik yang merusak:
+ Agresif (fisik maupun verbal)
+ Hiperaktif dan tidak kooperatif
+ Suka Menentang
+ Melakukan kegiatan berulang ulang
Anamnesis :
- Riw. Penyakit dahulu : Tumor,stroke (Klo demensia vaskular sih pasti stroke dlu trs
demensia),penyakit metabolik
- Riw. perubahan perillaku pasien
- Riw.gangguan kognitif : Memori jangka panjang maupin pendek, orientasi orang,
tempat dan waktu, dan Nilai afasia atau tidak

6 Aspek Penilaian Afasia


- Fluency
- Comprehension
- Repetisi
- Naming
- Membaca
- Menulis
Klo pasien demensia nilai ke 6 hal tsb

Pemfis : Reflex Regresi


1. Palmomental reflex : gores pada otot thenar ke arah mendekati ibu jari. Positif bila
otot mentalis ipsilateral bergerak
2. Reflex Glabella : ketuk glabella dari samping kanan pasien (klo dari depan pasien
bisa melihat dan lsg berkedip). positif bila pasien berkedip
3. Snout Reflex
4. Sucking Reflex
5. Grasping Reflex
(Baca d buku neurologi pemeriksaan dasar pny dr. badrul. beda sm buku ajar y rek
hehe)

PDx :
1. MMSE dan Clock Drawing Test

(MMSE Interpretasi)
Normal : 24-30
Mild Cognitive Impairment/Mild Alzheimer : 20-23
Moderate Alzheimer: 10-19
0-9 : Severe Alzheimer
2. Imaging : MRI Kepala, CT scan kepala
3. Nilai Activity of Dialy Living (ADL) dan Instrumental Activity of Dialy Living (IADL)

Clock Drawing Test : Krn pasien dementia gangguan menghitung. dia salah
menempatkan angka pada saat menggambar jam

ADL : Aktivitas dasar seperti mandi, berjalan,makan, memakai baju, mandi


IADL : kemampuan berpikir kompleks seperti mengatur keuangan, mengatur
keperluan rumah tangga,merawat rumah

Clinical Dementia Rating


While the clinical course as measured by such scales is not necessarily linear, a
number of studies have found that patients decline 3 to 3.5 points on average on the
MMSE each year , with a minority (<10 percent) having a more rapidly progressive
decline of 5 to 6 points on annual MMSE
Catatan Urologi Diskusi Urologi BPH Dr.dr.Basuki B Purnomo, SpU(K)
Pemeriksaan
Fisik,BPH dan
Batu Ginjal

Diagnosis Kerja Keluhan BAK


-Kalau Sudah Terpasang Kateter  Retensi Urin, Jika Pernah sebelumnya Retensi
Urin Berulang
-Kalau Belum terpasang kateter  LUTS

Jadi, misal krn BPH dan terpasang kateter


Dx : Retensi Urin e.c BPH

Untuk menanyakan Sindroma LUTS dengan sistematis harus mengetahui kalau LUTS
ada 3 kategori besar,yaitu:
1. Storage  Berhubungan dengan perasaan/FEEL ingin kencing/kebelet maupun
nyeri, yaitu
- Urgensi : Rasa ingin BAK sampai terasa nyeri dan tak nyaman
- Frekuensi : Keinginan Ingin Miksi terus menerus (Menurut buku basuki >8x /hari dan
kencing setiap kurang dari 2 jam)
- Nocturia : Pasien terbangun pada malam hari karena ingin BAK (lebih dari sama
dengan 1x)
-Disuria : Nyeri pada saat BAK
2. Voiding  Keluhan yang dirasakan saat kencing
- Hesitancy : Pasien tidak bisa mengeluarkan BAK
- Intermitent : Karena Hesitancy pasien mengejan sehingga pancaran keluar tetapi
terkadang berhenti
3. Post Miksi  keluhan ketika miksi selesai
- Terminal Dribbling : Pasien tidak puas saat selesai miksi dan urin masih menetes

JEMBATAN KELEDAI: FUN WISE


Storage Symp: Frequency,Urgency,Nocturia
Voiding Symp : Weak Stream, Intermintency,Straining,Incomplete Emptying

Jadi untuk anamnesis LUTS,untk mempermudah kita bayangkan saat kita mau
kencing secara normal bagaimana. Jadi urutannya yaitu :
1. Tanya tentang perasaan kebelet urgensi (krn kita kencing krn ada keinginan untuk
BAK)
2.Tanyakan pancarannya apakah lemah/kuat. Dan apakah berhenti ketika kencing shg
perlu mengejan untuk BAK?
3. Apakah saat BAK terasa nyeri (disuria)
4. Apakah ketika selesai miksi menetes (bersisa) atau krn tetesan trsbt sehingga
Celana Dalam/Celana/Sarung menjadi basah karena Urin (Menanyakan Terminal
Dribbling)
5.Tanyakan apakah setelah miksi, apakah sudah lega/ masih ingin kencing dan tidak
puas post miksi? (menanyakan frekuensi)
6. Tanyakan Kepada pasien ketika malam bangun berapa kali untuk BAK?
(Menanyakan Nocturia

Pemeriksaan Penunjang BPH


1. UL  klo LUTS diperiksa, tp klo ada kateter kmngknan besar ada trauma dan
inflamasi  ada hematuria dan leukosituria krn inflamasi
2. PSA  jika usia 40-60 th diperiksa
3. USG transrectal untk menentukan Volume prostat dan IPP

[USG]
1. Bisa Transabdominal/TAUS
- Melihat Volume Postat
- IPP
- Kelainan Buli --> batu, atau clot darah
- Menghitung Residu Urin pasca miksi
- Melihat adakah Hidronefrosis
2. Transrectal/TRUS
- Mencari Fokus keganasan prostat
- Guiding untuk Biposi Prostat

IPP diukur dari protursi/tonjolan prostat ke buli hingga dasar sirkumferens buli (Jadi
buat garis imaginer prostat secara horizontal di bagian terlebar prostat,dan dari garis
tsb diukur ke atas. itu IPPnya)
* IPP grade 1 : 1.5 mm
* IPP grade 2 : 5-10 mm
* IPP grade 3 : 10 mm
IPP berhubungan derajat obstruksi pada leher Buli,Jumlah sisa urine sisa pasca miksi,
dan volume prostat
- IPP derajat ringan --> Tidak ada volume residu bermakna (<100 ml) dan tidak ada
kelainan yang lain --. Tidak perlu terapi
- IPP derajat tinggi : Menunjukan residu urin >100 ml --> Terapi Agresif

[Manajemen]

LUTS Ringan ( IPSS<7)


-Terapi Utama yaitu Watchful watching tanpa diberi obat. Di jelaskan mengenai
sesuatubyang dapat memperparah keluhab, yaitu sebagai berikut
1. Jangan mengkonsumsi kopi/alkohol setelah makan malam
2. Kurangi makanan/minuman yang dapat mengiritasi buli (kopi atau coklat)
3. Batasi obat Flu yang mengandung Fenilpropanolamine
4. Kurangi makanan pedas dan asin
5 Jangan menahan kencing terlalu lama
Setelah itu pasien diminta untuk kontrol berkala dan di tanya mengenai keluhannya

LUTS Sedang-Berat  Terapi obat dan operatif tergantung KLINIS

[Medikamentosa]
1. Alpha adrenergic Inhibitor --> menghambat kontraksi otot polos (diberikan pada saat
Volume prostat <40cc)

DOSIS Tamsulosin: Merk: Harnal 1 tablet 0.2 mg (Ada yang Oral Controlled
Absorbtion System/ACOS)  1x 0.4 mg. Klo non ACOS--> 1x 0.4 mg, jika dosis tidak
adekuat dalam 2-4 minggu, dapat dinaikan menjadi 1x0.8 mg
Dosis Terazosin : merk Hytroz ada yang 1mg ada yang 2 mg. Dosis 1x 1mg per haru

2. 5 Alpha Reductase --> Bekerja Mengecilkan massa Prostat --> HARUS MELIHAT
HASIL USG, JIKA TERLALU BESAR DAPAT DIBERIKAN OBAT INI(Menurut
Guideline IAUI >40cc)

Dosis Dutasteride : Merk Terod sof caps 0.5 mg >Dosis 1x 0.5 mg (1x1 tab)
Dosis Finasteride : Merk prostacom 5 mg. Dosis yaitu 1x 5mg (1x1 tab)

TERAPI PEMBEDAHAN
1. Open Prostatectomy  Indikasi jika Volume Prostat lebih dari 100 gram. Atau lebih
dari 80 cc
2. TURP  Jika pasien tidak bisa kencing setelah Trial Without Catheter dan
pembesaran Prostat sedang atau kecil. Max volume prostat untuk TURP 80 cc

KONTROL PASIEN PADA BPH


- Jika Terapi 5 Alpha reduktase --> kontrol pada minggu 12 dan bulan ke 6 untuk
menilai respon terapi, setelah itu tiap tahun
* Dicek IPSS,Uroflowmetri,dan Residu post miksi Minggu ke 6
* Jika keluhan tidak membaik dengan terapi ini Pikirkan pembedahan/Rujuk ke
Urologi
- Jika Terapi pembedahan  Kontrol 6 minggu pasca Operasi --> Kontrol tiap 6
minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan tiap tahun  Lakukan pemeriksaan IPSS dan Kultur
Urin
(DIATAS ADALAH SKOR IPSS UNTUK MENENTUKAN TERAPI PADA BPH)

Diskusi Kasus Nyeri Colic dan Batu Ginjal dengan Dr.dr. Basuki B
Purnomo,Sp.U(K)

Nyeri Colic : Disebabkan oleh gerakan peristaltik yang berlebihan (hiperperistaltik).


Intensitas nyeri sangat tinggi dibandingkan nyeri Non colic
Nyeri Non colic : Nyeri dikarenakan regangan pada kapsula ginjal, pelvis, maupun
calyx ginjal

PEMBENTUKAN BATU ada 3 prinsip utama:


1. Dehidrasi
2. pH
3. Karena pembentukan bantu yg berlebih (mis hyperuricemia kmngknan batu as. urat)

Ketika nyeri colic lsg ksh NSAID saja(ketorolac Supp aja). Trs baru di anamnesis

Jika Curiga batu cek USG sm UL dlu. Klo msu lbh tau lokasi batunya bs d lakukan
NCCT maupun IVU

Medical Expulsive Theraphy (MET): Beri tamsulosin untuk merelaksasikan otot polos
spy batu mudah lewat (Baca guideline EUA)

KIE pasien Batu:


1. Minum minimal 2.5-3 liter--> diuresis 2 liter urin
2. Aktivitas fisik 30 mnt --> menghindari stasis urin
3. Hindari pnyebab batu (Klo kalsium d sutuh hindari oksalat maupun fosfat)
TENTIRAN UROLOGI dr.HAM PPDS Pemfis uro

HAFALKAN 9 Regio Abdomen dan 4 Kuadran Abdomen --> Berhubungan dengan


organ yang sakit

Batas 4 Kuadran --> Batas tengah yaitu Proc.Xiphoideus dan Batas horizontal yaitu
sejajar umbilikus

Pada pemeriksaan urologis diperiksa 3 regio:


1. Regio Flank --> Ginjal
2. Regio Suprapubik --> Buli
3. Genitalia externa --> Penis, scrotum, OUE

[REGIO FLANK]

1. Inspeksi --> Periksa apakah ada pembesaran di regio flank (Ginjal di


retroperitoneum!)
2. Palpasi --> Periksa dengan teknik pemeriksaan palpasi bimanual (Sama kayak
IPD).Nama lainnya adalah BALLOTEMENT --> Teraba pada hydronefrosis atau tumor
ginjal
Jika teraba Massa --> Deskripsikan warna kulit, konisistensi saat perabaan
Klo warna merah --> Abses ginjal
Klo warna kuit masih tidak berubah --> Hydronefrosis

3. Costovertebral Angle/Nyeri ketok ginjal --> Ketok di bagian antara costae dengan
vertebrae (Positif pada Hydronefrosis dan batu ginjal)

[REGIO SUPRAPUBIK]
1. Inspeksi apakah ada penonjolan pada daerah suprapubik
2. Palpasi --> dan dideskripsikan apakah ada nyeri dan teraba buli samapai mana(Mis:
teraba 2 jari dari umbilikus). Biasanya terasa nyeri pada saat buli terisi penuh -->
Retensi urin pada kasus BPH contohnya
3. Perkusi --> Perkusi buli dan deskripsikan suara DULL sampai mana

[REGIO GENITALIA EXTERNA]


Inspeksi dan perhatikan OUE, Prepusium, Glans Penis dan Scrotum

- Apakah OUE terletak pada tempat seharusnya? --> Jika tidak apakah OUE ada di
ventral/dorsal penis. Kalau di dorsal Epispadia, kalau di ventral Hipospadia

TRIAS HIPOSPADIA :
*MUE di ventral
*Memberntuk Congential Curvature --> pada saat ereksi penis melengkung
*Krn penumpukan smegma dan debris di corona --> Terbentuk chordae --> Disebut
dorsal hood

- Apakah prepusium penis dapat diretraksi atau tidak bisa dikembalikan ? --> Fimosis
jika tidak bisa diretrasikan ke belakang, dan parafimosis jika tidak bisa dikembalikan
ke posisi semula.
(Grading Phimosis sesuai Grading dari kikiros. Gambar terlampir)

- Lihat apakah testis normal atau tidak, dilihat dari :


+ Dimensi : apakah testis dalam posisi horizontal--> Jika tidak bisa jadi torsio testis
+ Raba testis --> Apakah konsistensi kenyal --> Kalau keras pikirkan diagnosis Ca
Testis

Pemeriksaan lain
- Cek Reflex Cremaster  Positif jika normal , Klaau torsio biasanya tidak ada reflex
cremaster karena ada torsio sehingga otot cremaster tidak bisa mengangkat testis
- Cek Phren Test  Untuk membedakan Orchitis dengan Torsio Testis
(Kalau pada Orchitis Nyeri membaik pada Orchitis, kalau torsio nyeri tidak berkurang)

[Digital Rectal Examination/Rectal Touche/Colok Dubur]


1. KIE pasien tentang tujuan pemeriksaan
2. Siapkan Lubrikasi terlebih dahulu dan handschoen
3. Cuci tangan sebelumnya dan mempersiapkan pasien (melepaskan celana dan
celana dalam dan juga memposisikan pada posisi litotomi)
4.Colok menggunakan jari TELUNJUK/ JARI ke 2 yang sudah di lubrikasi
5. Amati Tonus Spicter anii Bisa tidak kuat jika terjadi Neurogenic Bladder (Biasanya
karena DM tipe 2  kerusakan syaraf pada VU) dan bisa juga karena Trauma Spine
6. Amati Bulbocavernosus Reflex  Jepit glans penis pada laki laki dan klitoris pada
perempuan  Positif jika ada jepitan
7. Raba mucosa rectum  Jika ada masa lihat apakah massa pada intra/extra lumen
 jika intra lumen kelainan pada rectum, kalau pada extra lumen bisa pada prostat
8. Amati apakah Ampulla Recti kolaps atau tidak  Jika kolaps bisa saja ileus  Gas
pada Rectum (-)  tidak ada ruang yang terisi gas  Lagsung teraba mucosa pada
saat DRE
9. Raba Prostat
- Cari Sulcus Medius  Normalnya teraba  Jika tidak bisa jadi BPh
- Rasakan konsistensi  Kalau keras bisa jadi Ca prostat,Kalau kenyal bisa normal
maupun BPH
- Raba ke kiri dan kanan  Rasakan Lobus kanan dan kiri/ polus lateralis prostat 
Lihat jarak pembesarannya berapa jari (Kalau lebih dari 1 jari berarti terjadi
pembesaran). Jika pembesaran simteris biasanya pada BPH, Jika asimetris biasanya
Ca Prostat

DDx BPH
1. BPH  Sulcus media mendatar, Konsistensi kenyal ,Pembesaran Polus lateralis
simteris, Nyeri (-)
2. Ca prostat  Konisisensi keras, Pembesaran Polus lateralis asimteris,
3. Prostatitis  Nyeri (++) pada saat DRE

BPH:
Grade 1 : Pendataran/pembesaran pada sulcus media saja
Grade 2 : Grade 1 + Pembesaran polus lateralis
Grade 3 : Grade 2+ Pembesaran pada Polus posterior
[Benign Prostate Hyperplasia/BPH]

Jika ada pasien BPH --> Coba Trial Without Cateter


-Pasang kateter pada pasien dalam 3x24 jam --> amati apakah kateter dapat masuk
atau tidak
- Dan lakukan DRE SETELAH TERPASANG KATETER --> Karena nyeri jika saat
dilakukan DRE dengan VU penuh

Komplikasi BPH :
1. ISK Berulang
2. HIL
3. Retensio Urin
4. ISK Bawah
5. Batu Buli
6. Batu Ginjal
7. Hidronefrosis

Indikasi Operasi BPH


1. Terjadi Komplikasi
2. Gagal Trial Without Catheter

Pada BPH, Pemeriksaan Lab yang diperlukan (SESUAI URUTAN, SPV terutama
dr.Besut suka kalau DM ngerti yang prioritas yang mana)
1. Urin Lengkap --> PALING UTAMA
- Cek Leukosituria --> ISK
- Cek Eritrosituria -->
menandakan adanya pendarahan --> Cnth misal ada batu ginjal yang menggesek
mucosa sehingga terjadi pendarahan
- Cek pH --> Kalau batu ginjal tipe non opaque/as.urat --> pH urin asam --> Bisa diberi
NaBic 3x600 mg
2. Ureum/Creatinin --> Cek fungsi ginjal dan persiapan pemeriksaan Rediologis
3. Radiologis --> USG Trans Rectal
- Pada USG Prostat amati 2 hal:
+ Prostat Volume --> >20 cc --> Peningkatan Volume Prostat
+ Intravesical Protrusion of the Prostat(IPP) --> Penonjolan Prostat ke VU

[BATU GINJAL]

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KASUS BATU GINJAL


I : BNO IVP --> Klo Ur/Cr Normal krn pake kontras
II: CT IVU
III: NCCT ( Non Contrast CT Scan) --> Klo Ur/Cr ga Normal
IV : USG

Cara mengukur ukuran batu


- Menggunakan Skala --> Lihat foto radiologi, dan lihat skala

Ukuran Batu = Skala Radiologi/100 x Ukuran Batu pada Foto (cm)


*Ukur menggunakan penggaris pada foto

(Pada Batu Ureter nyeri menandakan lokasi batu:)


- Pada ureter proximal --> Nyeri pada regio T10 (Umbilikus)
- Pada Ureter medial --> Nyeri pada titik McBurney jika sebelah kanan dan kontra
McBurney pada sisi kiri
- Pada Ureter Distal --> Nyeri pada Scrotum pada laki laki dan Nyeri pada Labia Mayor
pada perempuan

Sumber
1. EUROPEAN UROLOGY ASSOCIATION GUIDELINE 2016
2. Buku Dasar Urologi dr.Basuki edisi 3
3. Kuliah dan Tentiran Urologi FKUB
Luka Bakar
dan Terapi
Cairan pada
Luka Bakar

TOTAL BODY SURFACE AREA


Resusitasi Cairan pada luka bakar  Pakai Rumus Baxter/Parkland

Dewasa : RL 4cc x KgBB x % TBSA


50 % pertama diberi 8 jam pertama
50% kedua diberikan 16 jam selanjutnya
Anak : 2cc x KgBBx %TBSA + Kebutuhan Faal
Kebutuhan faal:
< 1 th :BB x 100cc
1-3 th : BBx 75 cc
3-5 th : BBx 50 cc

Pemilihan RL  Karena kandungan elektrolit dan laktat dapat mengurangi kejadian


hipechloremic acidosis yang dapat terjadi pada pemberian NS 0.9%
Sumber:
1. Gauglitz,Gerd G, Felicia N Williams. 2017 . Overview of Management of severely
burned patient.https://www.uptodate.com/contents/overview-of-the-management-
of-the-severely-burned-patient. Diakses pada tanggal 25 April 2018
TETANUS

Masa Inkubasi : 3 -21 hari

3 MACAM JENIS TETANUS

(I. General Tetanus)

- Sering ditemui
- Berhubungan dengan luka yang luas dan dalam
- Timbul kekakuan otot yang mendadak :
I. Trismus/Lockjaw : Karena eksitasi otot rahang terutama otot maseter
II. Kaku Leher sampai opisthotonus
III. Risus Sardonicus : alis tertarik ke atas, sudut muut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat
pada gigi
- Kejang Umum tonik secara spontan/dengan rangsangan
- Kesadaran baik
- Spasme otot laring dan pernapasan --> gangguan menelan (disfagia), asfiksia, dan sianosis
- Retensi Urin karena Spasme Spincter Interna (Bladder)
- Pada Kasus berat --> Overaktivitas simpatis sehingga ada takikardai, Hipertensi,Keringat yang
banyak,Panas tinggi, dan Aritmia jantung
** During generalized tetanic spasms, patients characteristically clench their fists, arch their back, and
flex and abduct their arms while extending their legs, often becoming apneic during these dramatic
postures
** Patients with tetanus may develop reflex spasms of their masseter muscles rather than a (normal)
gag response when their posterior pharynx is touched with a tongue blade or spatula (the spatula test).

(II. Lokal Tetanus)


Hanya mengenasi lokasi luka saja. Kaku,nyeri pada bagian proximal dari tempat luka

(III. Cephalic Tetanus)


- Terjadi gangguan saraf cranial : N. III,IV,VII,IX,X,XI
- Luka pada daerah mata,Scalp,muka, telinga,leher, otitis media kronis, dan komplikasi tonsilektomi
(jarang)
** The facial nerve is most commonly in cephalic tetanus , but involvement of cranial nerves VI, III, IV,
and XII may also occur either alone or in combination with others.

Derajat Menurut PAPDI edisi 6 2014


Dx Klinis
- Kejang
- Tanda Khas Tetanus
- Riwayat Luka yang sesuai masa inkubasi
- Kultur +

Dx topis
-Menyerang sel renshaw pada anterior horn medulla spinalis
Spasme skeletal Muscle --> Karena toxin menempel pada saraf perifer dan ditransport kedalam axon
sampai ke CNS --> menempel pada gangliosides pada Presinaptik inhibitor motor nerve endings -->
menghambat GABA dan glisin --> eksitasi terus menerus

Dx Etiologis : Tetanus
Dx Banding:
- Meningitis bacterial
- Trismus karena dental infection
- Malignant Neuroleptic Syndrome
- Rabies

PDx : GOLD STANDARD : Kultur dasar luka

TATALAKSANA

Prinsip
1. Menghancurkan organisme agar toxin tidak diproduksi lagi
2. Toxin yang belum sampai ke SSP dihentikan
3. Efek toxin yang terikat pada SSP dinetralisir

Non Farmakologis :
- Stabilisasi ABC
- Masuk ruang Isolasi untuk mencegah kejang
- Rawat Luka : Membersihkan, irigasi,dan debridement jaringan nekrotik. Kompres dengan H2O2 dan
sekitar luka suntik ATS

Farmakologis :

1.Antibiotik
- Metronidazole 500 mg Oral ataupun IV tiap 6 jam selama 7-14 hari (Lbh baik dari Penicilin krn
bioavaibilitas tinggi dan mengurangi kejadian spasme
- Penicillin G 1.2 jt unit/ hari selama 10 hari IM (Anak : 50.000 U/kgBB/12 jam selama 7-10 hari). Jika ada
sediaan IV : 200.00 U/kgBB/24 jam dibagi 6 dosis

** The first study to compare penicillin and metronidazole found a greater reduction in mortality in the
metronidazole group (7 versus 24 percent). However, in two subsequent studies, there was no
difference in mortality in patients treated with penicillin and those treated with metronidazole . In one
of the former studies, patients receiving metronidazole required fewer muscle relaxants and sedatives .
It is possible that the observed difference in outcomes may not be due to differences in the
antimicrobial activity of the two agents but rather may be explained by the GABA antagonist effect of
penicillins and third-generation cephalosporins, which may lead to central nervous system (CNS)
excitability.
** If a mixed infection is suspected, a first-, second-, or third-generation cephalosporin such as cefazolin
(1 to 2 g IV every 8 hours), cefuroxime (2 g IV every 6 hours), or ceftriaxone (1 to 2 g IV every 24 hours)
can be used.
**An alternative agent is doxycycline (100 mg every 12 hours); other agents with activity against C.
tetani are macrolides, clindamycin, vancomycin, and chloramphenicol [11,38]. The efficacy of these
agents has not been evaluated but, based upon in vitro susceptibility data, it is likely that they are
effective.

2.Antitoxin : Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) 3000- 6000 U 1x saja secara IM

3.Tetanus Toxoid : diberikan pada sisi yang berlawanan dari TIG

4.Terapi Anti kejang (ada d buku ajar Neuro UB edisi 1 halaman 292)

Jenis Obat Dosis Efek Samping


Diazepam 0,5-1mg/kgBB/4 Jam IM Depresi Nafas,Stupor Koma
Meorobamat 300-400 mg / 4 jam IM Tidak ada
Chlorpramazin 25-75 mg/ 4 jam IM Hipotensi
Fenobarbital 50-100 mg/4 jam IM Depresi Nafas

PTx SOAP dari PPDS IPD based on PAPDI edisi VI 2014


PTx:
Bedrest
O2 nasal canule 2-4 ppm
Pasang NGT, diet cair per NGT 6x200 cc
Intravena
- Metronidazole 3x500 mg
- MgSO4 loading 5 mg dilanjutkan 2-3 mg/jam sampai tekontrol  Stop Jika Refelx patella (-) ( Dosis
MgSo4 : 75 mg/kgBB). Untuk control gangguan otonom
- Diazepam 10 ampul dalam D5% 500 cc jalan 5 mg/jam
Intramuscular
- Tetagam 3000 IU
- TT 0.5 cc
Hindari pasien dari simulasi berlebihan

Pmo : Relex Patella jika memberikan MgSo4, TTV, Spasme

Sumber:
1. Buku Ajar Neurologi UB
2. UptoDate :
https://www.uptodate.com/contents/tetanus?search=tetanus&source=search_result&selectedTitle=1~
150&usage_type=default&display_rank=1#H1917381
TRIGERMINAL NEURALGIA

Definisi : Kondisi Nyeri hebat yang disebabkan karena demyelinisasi N.Trigerminal

Klinis:

- Serangan secara mendadak (paroxysmal) yang bertahan selama 1-2 menit yang mengenai
salah satu atau lebih cabang N.V

- Dengan karakteristik nyeri tajam seperti ditusuk

- Stereotype setiap individu

- Tidak ada defisit neurologis secara klinis

- Tidak berhubungan dengan kelainan lain

** TN is typically unilateral. Occasionally the pain is bilateral, though rarely on both sides
simultaneously. The distribution of pain most often involves the V2 and/or V3 subdivisions of the
trigeminal nerve. Autonomic symptoms, usually mild or moderate, can occur in association with
attacks of TN in the V1 trigeminal distribution, including lacrimation, conjunctival injection, and
rhinorrhea . However, isolated involvement of the V1 subdivision occurs in <5 percent of
patients with TN . The presence of autonomic features, particularly when prominent or severe, is
suggestive of the syndromes of short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks with
conjunctival injection and tearing (SUNCT) and short-lasting unilateral neuralgiform headache
attacks with autonomic symptoms (SUNA)

PDx : MRI Kepala (Jika curiga keganasan pakai kontras)

Ddx :

1. Post herpetic neuralgia


2. Kelainan TMJ

3. Kelainan Gigi

4. Migraine

5. Multiple sclerosis

6. Glossopharyngeal Neuralgia

Terapi :

-Beri Carbamazepine 400-1200 mg/hari dengan dosis terbagi

- Dengan starting dose 100-200 mg 2x sehari (200-400mg/hari)

- carbamazepin 400-600mg/d Atau phenytoin 300-400mg/d

(tambahan) Tentiran PPDS

Lini 2 :Baclofen 60-80mg/hari


BELLS PALSY

Etiologi : Bell's palsy is believed to be caused by inflammation of the facial nerve at the geniculate
ganglion, which leads to compression and possible ischemia and demyelination. This ganglion lies in the
facial canal at the junction of the labyrinthine and tympanic segments, where the nerve curves sharply
toward the stylomastoid foramen. Classically, Bell's palsy has been defined as idiopathic, and the cause
of the inflammatory process in the facial nerve remains uncertain. Recently, attention has focused on
infection with herpes simplex virus type 1 (HSV-1) as a possible cause because research has found
elevated HSV-1 titers in affected patients. However, studies have failed to isolate viral DNA in biopsy
specimens, leaving the causative role of HSV-1 in question

INGAT BELLS PALSY SELALU :

1. Idiopatic

2. Unilateral

3. Lesi LMN

Penjelasn : pada gambar A lesi pada LMN sehingga tidak ada persarafan yang mengkompensasi sehingga
akan timbul bels sign. Pada gambar B lesi pada UMN spt pada kasus CVA ada segmen saraf perifer yang
mengkompensasi sehingga bels sign (-)
3 LOKASI LESI BELLS PALSY

1. Lesi pada Proximal Ganglion Geniculata

Gejala : Terjadi gangguan produksi d air liur,Gangguan lakrimasi, gangguan 2/3 anterior lidah, dan tentu
gangguan LMN N.VII, Karena lokasinya d proximal ganglion jd jg bs ada keluhan gemrebeg (gg
hiperakusis krn gg.otot stapedius)
2. Lesi pada Ganglion Geniculata hingga Proximal Chorda Tympani : Akan terdapat gangguan produksi air
liur tetapi tidak ada gangguan lakrimasi. Mirip jika lesi nomeor 1 tapi tanpa gangguan lakrimasi

3. Lesi di Foramen Stylomastoid : Hanya gangguan motoris wajah tanpa keluhan lain

Terapi :

- Steroid (Prednison 1 mg/kgBB atau 60 mg/hari selama 6 hari-> diikuti Tapp off setelah 6 hari 10
mg/hari sampai total 10 hari terapi

- Antiviral : dengan acyclovir karena keterlibatan HSV-1 sebagai etiologi . Acyclovir 5x400mg selama 10
hari atau 5x800 mg jika curiga herpes zooster

*Terapi gabungan sebenarnya tidak ada signifikansi bermakna. Tetapi tetap diberikan saja

Sumber :

- Buku Ajar Neurologi FKUB

- Uptodate

- AAFP
COMMUNITY ACCUQIRED PNEUMONIA

KLASIFIKASI

 CAP : Community-acquired pneumonia (CAP) is that which occurs in the absence of immune
compromise or prior hospital admission within the previous 30 days.
Nosocomial pneumonia can occur in anyone resident in hospital for 48 h. It is especially
common in the intensive care unit 48 h after endotracheal intubation (ventilator-associated
pneumonia (VAP)) with risk being proportional to the duration of intubation
 HCAP
o - termasuk pasien yang dirawat di rumah sakit perawatan akut selama dua hari atau
lebih dalam waktu 90 hari dari infeksi
o -tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang atau menerima terapi antimikroba
intravena / kemoterapi / perawatan luka dalam waktu 30 hari sebelum infeksi saat ini
o - Berobat di rumah sakit atau klinik Hemodialisis
 Hospital Acuqired Pneumonia : Infeksi Pneumonia yang terjadi >48 jam setelah dirawat inap di
RS dan tidak terdapat infeksi pneumonia saat awal masuk RS
 Ventilator Acquired Pneumonia : Pneumonia yang terjadi 48-72 jam setelah pemasangan
intubasi endotrakeal

KRITERIA MASUK RUMAH SAKIT/RAWAT INAP

Memakai 2 scoring yaitu

1. CURB 65
2. PORT Score/ PSI Score
PORT SCORE/PSI : Untuk menilai probabilitas morbiditas dan mortalitas pasien Community Accquired
Pneumonia
Risk Class 1/2 ; Rawat Jalan dengan pemeberian Antibiotic Oral
Risk Class 3: Evaluasi lingkungan sekitar pasien dan
- Dapat rawat jalan dengna antibiotik oral
- Dapat rawat inap dengan pemberian antibiotik dan monitoring
Risk Class 4/5 Harus Rawat Inap untuk diterapi

Interpretasi PSI
<70 = Risk class II
71-90 = Risk class III
91-130 = Risk Class IV
>130 = Risk Class V

Pneumonia Empiric Therapy : Harrison


In Hospital not in HCU = Floroquinolone + cephalosporine
Ceftriaxone --> Untk gram +
Pneumonia pada RSSA --> Postpone ceftriaxone krn sdh mulai resisten --> Hrs kultur dulu

Hypovolemic Shock --> pada saat pemberihan cairan BP naik


Septic Shock --> Leukositosis

Precipitating Factor for Pneumonia :


1. Pasien Usia tua
2. Aktivitas kurang (bed ridden)--> Orthostatic Pneumonia
3. Low Intake

Tentiran Pneumonia dr. Andy PPDS Paru

Definisi : Pneumonia penyakit peradangan AKUT yang mengenai parenkim paru

Non mikroorganisme --> pneumonitis

Biasanya terapi ditentukan dr peta kuman, sbg panduan untk terapi empirik

Etiologi pneumonia hrs dr RS dari mikrobiologi

CAP (Komunitas) --> Baca di PDPI 2014

Nosokomial Pneumonia
1. Hospital Acquired Pneumonia (>48 Jam di RS)
2. VAP/ICU Pneumonia
3. Health Care Acquired Pneumonia ( 3 bln dirawat d RS, 3 bln terakhir antibiotik, dirawat d panti
jompo,terapi corticosteroid jangka panjang)

TB --> Dlu d anggep pneumonia, ttp g.exclude krn kronis

Pengambilan sampel dahak


1. FOB --> Bronchoalveolar lavage
2. Batuk lsg
3. Mucous extractor --> anak
4. Mucolytic --> N-Acethylcystein

Spesien dahak g akurat jika:


Lbh dr 24 jam, spesimen saliva, spesimen lbh dr 2 jam tanpa coolbox

Ciri Khas CXR (diagnosis pasti) --> Infiltrat yang membentuk air bronchogram

Trias Pneumonia = batuk, demam, sesak

Kriteria leukosit pneumonia


Leukositosis > 10000, atau leukipenia <4500

Bronchovesicular di dengar pada medial. Klo pneumonia suara ini khas


Ronki pneumonia ronki halus
Klo Tb it ronki kasar

PDx : Sputum gram negatif sesitivity test --> 3-5 hari


Kultur darah --> jika sepsis, dan 5 hari baru jadi.
*Smntara pake antibiotik empiris dlu, klo efektif g perlu ganti terapi sesuai tes sensitifitas. Klo
memburuk lsg ganti yang sensitif

PMo liat leukosit dan neutrofil

PTx :
Poli : tanpa antibiotik slbmnya macrolid (azitromicin 1x500 3x 5 hari) dan Beta Lactam antibiotic

Klo ada riwayat terapi antibiotik levofloxacin 1x 750mg

Klo rawat ruangan levofloxacin 1x750mg

Levofloxacin pd azotemia --> dipengaruhi ginjal --> klo ada azotemia hrs adjusting dose. Klo CrCl 10-19
beri levo 1x 500/48 jam. Klo CrCl 20-40 1x750mg /48 jam

Faktor resiko infeksi pseudomonas (pseudomonas bnyk resisten antibiotik)


1. Bronchiectasis (honeycomb appearance --> krn alveoli melebar dan g bs balik/kolaps)
2. Gizi Kurang
3. Terapi steroid>10ml/hari
4. Terapi antibiotik broad spectrum jangka panjang

Diberi antipseudomonas beta lactam (levofloxacin+, meropenem)

Lama pengobatan Pneumonia minim 5 hari

Prognosis : Baik
Klo bs mnyebabkan prognosis jelek yaitu klo ada komplikasi :
1. Respiratory failure
2. Pneumothorax

Radiologi
Komponen Hilus :Ada A. pulmonum,V.pulmonalis, Kelenjar getah bening, Cabang bronkus utama
Hilus sering tidak terlihat krn masa mediastinal

Foto Thorax AP ideal untk cardio (CTR AP 50%x klo PA 60%)


klo PA lbh enak untk paru krn scr anatomis paru di anterior

Liat hemidiafragma
Scalopping --> ga khas
Klo tenting --> khas Tb
flattening --> COPD

Pengamatan costae normal


Costae depan kebaca 6 costae
Costae blkg kebaca 10 costae

Liat K/V --> Normalnya kebaca verebrae T5 lbh dr it KV kuat ,klo kurang berarti KV Kurang

HAP --> dilakuakn kohorting --> ada jarak antar pasien

TABEL TERAPI CAP

TABEL KRITERIA PULANG PASIEN PNEUMONIA


FOLLOW UP PASIEN PNEUMONIA CAP

Demam dan leukositosis biasanya membaik dalam 2-4 hari tetapi temuan pemeriksaan fisik
bertahan lebih lama

Abnormalitas radiologi thorax paling lama untuj selesai( 4-12 minggu ) tergantung pada usia
pasien dan penyakit paru yang mendasarinya  Follow up ulang CXR 4-6 minggu setelah KRS

Pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit setelah kondisi klinisnya stabil, tanpa masalah medis
aktif yang memerlukan perawatan di rumah sakit.

Jika terjadi kekambuhan, khususnya di segmen paru yang sama  Pikirkan kemungkinan
neoplasma pada paru (jika curiga Ca Paru  CT scan Thorax)

Daftar Pustaka

1. Tentiran MR dr.Rully Sp.PD dan dr. Andy PPDS Paru


2. Infectious Diseases Society of America Thoracic Society Consensus Guidelines on the Community
Pneumonia
3. Loscalzo, J., 2013. Harrison's Pulmonary and Critical Care Medicine, 2e. McGraw-Hill Education.
4. Konsensus Pneumonia Komunitas PDPI 2014
5. ERS Handbook of Respiratory Medicine-European Respiratory Society ,3rd Edition(2019)
LAMPIRAN

PEDEKATAN DIAGNOSIS PADA HIPOKALEMIA


PENDEKATAN DIAGNOSIS PADA HIPERKALEMIA
ALGORITMA HIPERKALEMIA
LAMPIRAN BAB DEMENSIA
LAMPIRAN BAB VERTIGO
LAMPIRAN PENANGAN BPH OLEH DOKTER UMUM OLEH DR.BASUKI,SP.U(K)
KRISIS HIPERGLIKEMIA (KITABCHI,2009)
MANAJEMEN TERAPI DM
TERAPI INSULIN BASAL (PERKENI,2015)
SEPSIS MENURUT SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN 2017

Anda mungkin juga menyukai