PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan yang dapat berlangsung primer maupun rekuren. Infeksi oleh kedua
tipe HSV ini bersifat seumur hidup, virus berdiam di jaringan saraf, yaitu di
ganglia dorsalis (Handoko, 2013).
2.2 Epidemiologi
Penyakit tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi pada
decade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual
(Handoko, 2013).
Insidensi infeksi primer HSV I yang menyebabkan herpes labialis paling
banyak terjadi pada masa kanak-kanak, di mana 30-60% biasanya terkespos oleh
virus ini. Jumlah kejadian infeksi HSV I meningkat seiring bertambahnya usia dan
mayoritas ditemukan pada orang dewasa berusia 30 tahun atau lebih dengan HSV
II seropositive. Infeksi HSV II berhubungan dengan perilaku seksual. Antibodi
terhadap HSV II sangat jarang ditemukan sebelum terjadi aktivitas seksual dan
meningkat secara terus-menerus setelahnya (Cohen, 2019).
Pada tahun 2005-2008, prevalensi infeksi HSV II pada populasi usia 14-49
tahun di Amerika Serikat sebesar 16%, dengan prevalensi wanita 21% dan pria
12%. Pada tahun 2010, insidensi infeksi HSV II pada warga Amerika Serikat
masih tinggi, di mana 1 dari 6 warga Amerika terinfeksi HSV II dan
prevalensinya tinggi pada perempyan dan ras Afrika-Amerika (16,2%) antara usia
14-49 tahun. Di Eropa Barat, prevalensi HSV II secara umum lebih rendah
daripada di Amerika Serikat, yaitu berkisar antara 10-15% pada hampir semua
negara (CDC, 2013).
2.3 Etiologi
HSV tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus
DNA. Virus herpes simplex hanya menginfeksi manusia. Terdapat 2 tipe, yaitu
HSV I dan HSV II. HSV I biasanya menyebabkan infeksi herpes non genital
(orofacial), HSV II biasanta menyebabkan infeksi herpes genital laki-laki dan
perempuan, akan tetapi kedua tipe virus tersebut dapat menginfeksi baik pada area
orofacial maupun genital dan dapat menyebabkan infeksi akut dan rekuren.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). Infeksi HSV genital 6 kali
lebih sering daripada orolabial (Handoko, 2013; Cohen, 2019).
Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan
atau secret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital
didapatkan dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara
seksual dan sama-sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama
lain. Penularan perinatal kepada bayi baru lahir dapat terjadi, terutama jika infeksi
baru terjadi pada kehamilan trimester akhir (Cohen, 2019).
2.6 Diagnosis
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
b) Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan Tzanck smears, pewarnaan Papani
colaou atau Romanovsky, dan imunofluoresens. Tzanck smears dengan
pewarnaan giemsa menggunakan bahan dari kerokan lesi kulit atau mukosa.
Dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuclear
(Handoko, 2013). Pewarnaan Papanicolaou atau Romanovsky menggunakan
bahan dari hasil biopsy, sedangkan deteksi sel yang terinfeksi dengan
imunofluoresens menggunakan hasil kerokan dasar vesikel.
2.8 Penatalaksanaan
a) Non Medikamentosa
Pada dasarnya semua tatalaksana non medikamentosa adalah sama untuk
seluruh perjalanan infeksi yaitu:
Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular
terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang, perlu abstinens, perlu
dijelaskan pasangan tetapnya.
Proteksi individual, anjurkan penggunaan kondom dan busa spermisidal
Sedapat mungkin hindari faktor pencetus
Bila pasien sudah merasa terganggu dengan infeksi yang berulang dan ada
kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi konsul psikiatri.
b) Medikamentosa
Obat-obat simtomatik
- Pemberian analgetika, antipiretik, dan antipruritus
- Penggunaan antiseptic sebagai bahan kompres lesi atau dilanjutkan dalam
air dan dipakai sebagai sit bath missal povidone iodine yang bersifat
mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder, dan mempercepat waktu
penyembuhan.
Herpes Genitalis Episode Pertama Lesi Primer
- Asiklovir 5x200mg/hari selama 7-10 hari atau Asiklovir 3x400mg/hari
selama 7-10 hari
- Valasiklovir 2x500-1000mg/hari selama 7-10 hari
- Famsiklovir 3x250mg/hari selama 7-10 hari
- Kasus berat perlu rawat inap : Asiklovir intravena 5mg/kgbb tiap 8 jam
selama 7-10 hari.
Herpes Genitalis Rekuren
Lesi ringan : terapi asimtomatik
Lesi Berat :
- Asiklovir 5x200mg/hari, per oral selama 5 hari atau Asiklovir
3x400mg/hari selama 5 hari atau Asiklovir 3x800mg/hari selama 2 hari
- Valasiklovir 2x500mg/hari selama 5 hari
- Famsiklovir 2x125mg/hari selama 5 hari
Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih diberi terapi supresif
- Asiklovir 2x400mg/hari
- Valasiklovir 1x500mg/hari
- Famsiklovir 2x250mg/hari
Herpes Genitalis Pasien Imunocompromised
- Asiklovir oral 5x400mg/hari selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul
lesi baru
- Valasiklovir 2x1000mg/hari
- Famsiklovir 2x500mg/hari
- Untuk pasien HIV simtomatik/AIDS digunakan Asiklovir oral
4x500mg/hari hingga lesi sembuh dilanjutkan terapi supresif dengan dosis
Asiklovir 2x400mg/hari atau Valasiklovir 2x500mg/hari
Herpes Genitalis pada Wanita Hamil
- Penderita herpes genitalis primer dalam 6 minggu menjelang persalinan,
dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam
sesudah pecahnya ketuban.
- Asiklovir dosis supresi 3x400mg/hari mulai dari usia kehamilan 36
minggu dapat mencegah lesi HSV pada aterm.
- Seksio sesarea tidak dilakukan secara rutin pada wanita dengan Herpes
genitalis rekurens, hanya yang dengan viral shedding atau memiliki lesi
genital.
(PERDOSKI, 2017)
2.9 Komplikasi
Pada neonates dapat terjadi herpes simpleks ensefalitis, pada dewasa dapat
terjadi meningitis aseptic akut dan rekuren, meningoensefalitis HSV II,
radikulopati, nekrosis retina akut (Handoko, 2013).
2.10 Edukasi
Memberikan pengobatan antivirus supresif akan menurunkan rekurensi dan
menurunkan ansietas serta memperbaiki kualitas hidup.
Perjalanan penyakit.
Penggunaan antivirus untuk mengatasi keluhan.
Risiko transmisi melalui kontak seksual.
Transmisi melalui pemakaian barang bersama (handuk, toilet).
Abstinens ketika terjadi rekurensi atau prodromal.
Transmisi juga dapat terjadi saat asymptomatic viral shedding.
Penggunaan kondom dapat mengurangi transmisi
(PERDOSKI, 2017)
2.11 Prognosis
Selama pencegahan rekurens masih merupakan masalah, hal tersebut
secara psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat
memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih
singkat dan rekurens lebih panjang. Pada orang dengan gangguan imunitas
menyebabkan infeksi dapat menyebar dan bisa fatal. Prognosis akan lebih baik
seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Secara umum:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
(PERDOSKI, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2013. Press Release: CDC Study Finds U.S. Herpes Rates Remain High.
Handoko, R. P. 2013. Herpes Simpleks dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Legoff, J., H. Pere, L. Belec. 2014. Diagnosis of Genital Herpes Simplex Virus
Infection in the Clinical Laboratory. Virology Journal. 11: 1-17.