Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mutiara Lintang

Nim : 2014301021
Prodi Str Keperawatan Reg 1 Tk 1
Mk: Kewarganegaraan
Dosen : Purwati,SPd,MAP.

A. MACAM-MACAM BENTUK NEGARA


Dalam perjalanannya ada beberapa macam bentuk Negara yang digunakan oleh setiap Negara
untuk dapat menjalankan Negaranya dengan baik sesuai dengan bentuk negaranya. Berikut
beberapa macam bentuk Negara yang ada saat ini :
1. Negara Kesatuan
Negara yang menganut bentuk Negara kesatuan salah satunya adalah Negara kita tercinta
Indonesia, maka dari itu Indonesia juga sering disebut dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau NKRI.
Negara kesatuan adalah Negara yang pemerintahan tertingginya dilakukan oleh pemerintah
pusat yang memberlakukan aturan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Pemerintah
pusat juga diberi hak untuk dapat melimpahkan kekuasaannya kepada daerah-daerah yang
tingkatannya lebih kecil di dalamnya seperti provinsi dan kabupaten.
Pemerintah bisa memberikan hak otonomi daerah kepada daerah di bawahnya untuk dapat
menjalankan aturannya sendiri namun tentunya tetap berdasarkan aturan dan keputusan dari
pusat.
Ciri-Ciri Negara Kesatuan
Pada Negara kesatuan peraturan dasarnya didasarkan pada satu Undang-Undang Negara.
Selain itu Negara kesatuan juga memiliki hanya satu kepala Negara, dewan perwakilan rakyat
dan juga dewan Negara.Pada Negara kesatuan maka semuanya terpusat dan berdasarkan dari
satu undang-undang tersebut, pemerintahannya pun terorganisir pada pusat. Hal ini memiliki
manfaat yang baik dimana peraturan dan roda pemerintahan pun selalu seragam namun ada
kalanya mengundang kesulitan ketika ada hal-hal yang harus diselesaikan di daerah namun
harus menunggu keputusan dari pusat terlebih dulu.
Semua hal yang berkaitan dengan kedaulatan Negara baik itu kedaulatan untuk urusan dalam
negeri maupun urusan luar negeri semuanya diserahkan kepada pusat untuk disetujui dan
ditandatangani.
Berbagai macam masalah seperti budaya, ekonomi, politik, keamanan, sosial dan pertahanan
hanya memiliki satu buah kebijakan saja.
2. Negara Federasi
Bentuk Negara federasi ini sangat cocok digunakan oleh Negara yang memiliki kawasan
yang sangat luas sehingga untuk dapat melaksanakan semua pemerintahannya secara
menyeluruh dengan baik maka dibutuhkan adanya pembagian pusat dari pemerintah pusat
kepada unsur-unsur daerah dibawahnya seperti Negara bagian, wilayah, republic, provinsi
dan lainnya.
Kedaulatan Negara tersebut tetap dimiliki oleh pemerintah federal yang berada di pusat
namun Negara-negara bagian lain di dalamnya juga memiliki kekuasaan yang besar untuk
mengatur rakyatnya sendiri.
Hal ini tentunya merupakan kekuasaan yang lebih besar daripada daerah-daerah yang ada di
Negara kesatuan. Akibatnay Negara federasi lebih mudah dalam mengatur pemerintahannya
karena kekuasaan dan kewajiban langsung dibagikan kepada Negara bagian di dalamnya.
Negara federasi ini dikenal dengan nama bentuk Negara Serikat. Salah satu contoh bentuk
Negara federasi adalah Amerika Serikat.
Ciri-Ciri Negara Federasi
Kepala Negara yang berada di pusat dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum
dan memiliki tanggungjawab yang besar kepada rakyat.
Setiap Negara bagian di dalamnya memiliki kekuasaan asli terhadap daerahnya sendiri
namun tidak memiliki kedaulatan sebab kedaulatan Negara tetap dipegang oleh kepala
Negara.
Setiap Negara bagian itu berhak mengatur undang-undangnya namun tetap harus selaras
dengan undang-undang yang ada pada pemerintah pusat.
Pemerintah pusat juga memiliki kedautan bagi Negara bagian terutama untuk urusan yang
berkaitan dengan bagian luar, sedangkan pada urusan dalam Negara bagian pemerintah pusat
memiliki sebagian kedaulatan.
3. Negara Konfederasi
Bentuk Negara ini adalah bentuk Negara yang dibuat tidak permanen karena adanya
perjanjian antara Negara yang berkonfederasi untuk tujuan bersama yaitu mempertahankan
kedaulatan. Urusan di dalam Negara masing-masing tetap menjadi urusan masing-masing
pihak, namun untuk urusan bersama dilakukan karena adanya perjanjian.
Masalah yang ada dalam negeri yang bergabung dalam sebuah konfederasi tidak boleh
dicampur dengan kepentingan bersama dalam Negara-negara yang melakukan konfederasi.
Dulu Malaysia dan Singapura pernah menjalin kerjasama dan bergabung menjadi Negara
konfederasi karena adanya politik luar negeri yang terjadi di Indonesia masa pemerintahan
Presiden Soekarno.
Meski sifatnya sementara namun dengan adanya kerjasama maka masalah yang dialami oleh
Negara-negara yang berkonfederasi itu bisa dicari solusinya dan cepat terselesaikan.
Bentuk Negara Lainnya
Selain bentuk Negara yang sudah dijabarkan di atas maka ada beberapa bentuk Negara
lainnya yang dibagi menjadi 3 bentuk yaitu :
4. Negara Monarki
Negara monarki adalah bentuk Negara yang pemerintahannya hanya dilakukan oleh satu
orang saja. Hak dalam memerintah Negara dalam hal ini hanya dijalankan oleh satu orang
yang ditunjuk tersebut tanpa ada hal lain yang bisa mengganggu gugat.
5. Negara Oligarki
Biasanya dalam Negara oligarki yang memerintah berasal dari kelompok yang disebut
sebagai kelompok feudal.
6. Negara Demokrasi
Dibanding dengan dua bentuk Negara sebelumnya maka Negara demokrasi ini adalah Negara
yang lebih sering kita dengar, karena Indonesia setidaknya jug menganut sistem demokrasi.
Negara demokrasi adalah Negara dimana kekuasaan pemerintahannya sepenuhnya berada di
tangan rakyat, Artinya rakyat bebas mengendalikan pemerintahan sesuai dengan keinginan
mayoritas rakyat.
Apapun bentuk Negara yang dianut dalam suatu Negara tentunya semua memiliki tujuan
yang kurang lebih sama. Karena Negara merupakan suatu organisasi tertinggi yang terdiri
dari rakyat yang banyak maka tentunya ada bentuk Negara yang digunakan itu bertujuan
untuk memberikan kesejahteraan pada seluruh rakyatnya.
Pemerintah yang ada dalam Negara juga dibentuk agar kesejahteraan rakyat yang ada di
dalamnya bisa lebih terjamin dan lebib terarah, karena dengan adanya pemerintah yang ada di
dalamnya itu tentunya bisa sangat membantu untuk menyelesaikan berbagai macam masalah
yang terjadi di dalam sebuah Negara terlepas dari apapun bentuk Negara yang digunakannya.

B. POLITIK NASIONAL DEMOKRASI INDINESIA DAN ARAH


PERKEMBANGANNYA DI MASA PENDEMI  
Di tengah pandemi COVID-19 ini secara substansi demokrasi memang tidak banyak
perubahan. Kita pada dasarnya masih akan menghadapi problematika demokrasi yang sama.
Beberapa fenomena terakhir cenderung mengkonfirmasi hal ini. 
1. Masih terus lemahnya checks and balances dari DPR. Kondisi semacam ini tampak
telah menjadi natur DPR era Jokowi yang pada umumnya kurang kritis dan sekadar
menjadi pendukung penguasa.
Ini terkonfirmasi dari bagaimana sikap DPR yang tampak tidak terlalu terusik dengan
kelambanan respon pemerintah pusat sejak virus mulai merebak. Begitupula saat
munculnya beberapa kali inkonsistensi kebijakan yang membingungkan masyarakat.
Bahkan hingga ketika tidak lancarnya pemberian bantuan sosial dan munculnya
pencitraan bagi-bagi sembako, DPR tampak tak bergeming. Meski mulai ada suara-
suara kritis, secara umum nuansa over-protective parlemen kepada pemerintah masih
terasa.
2. Konsolidasi civil society yang tetap masih belum maksimal. Secara umum kalangan
ini masih terus bergulat dengan lingkungan yang tidak kondusif. Termasuk adanya
gangguan “perang proxy” yang melibatkan para buzzer untuk saling serang dan juga
membungkam kritik dan mencanangkan satu versi kebenaran. Akibatnya,
kalangan civil society tetap memainkan peran pinggiran dan terabaikan. 
3. Sinergi dan koordinasi internal pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik.
Kondisi ini telah menimbulkan saling silang di jajaran pemerintahan sendiri.
Pemusatan kekuasaan dan birokrasi penentuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) menjadi efek dari situasi yang tidak terkoordinasi dan tidak sinergis itu.
Sentralisasi kebijakan ini kerap dipertanyakan, mengingat PSBB harus dilakukan
segera oleh kepala daerah tanpa harus menunggu keputusan administratif yang
memperpanjang rantai birokrasi. Apalagi kenyataannya, kita sudah terlanjur lambat
dalam merespon pandemi ini.
4. Munculnya fenomena oportunisme. Pada bulan April 2020, Staf Khusus Milenial
Presiden, yakni Andi Taufan, Adamas Belva, dan Gracia “Billy” Joshapat menjadi
sorotan. Ketiganya secara umum ditengarai telah memanfaatkan posisinya untuk
meraih keuntungan pribadi, yaitu upaya mendapatkan proyek pemerintah terkait
pandemi, baik langsung maupun tidak langsung. Meski ketiganya menolak disebut
demikian, namun aroma “kolusi gaya baru” sulit untuk dinafikan.
Fenomena ini tampaknya sejalan dengan dugaan Hank tentang munculnya kalangan
oportunis di era pandemi. Desakan publik yang demikian kuat, mendorong Andi
Taufan dan Adamas Belva untuk mengundurkan diri. Presiden sendiri tidak
menganjurkan itu dan tetap mempertahankan keberadaan stafsus milenial meski
muncul suara-suara untuk membubarkannya.
5. Beberapa hal lain yang turut mewarnai kehidupan politik ini adalah perlindungan
terhadap citra pemerintah. Pemerintah tampak melihat kewibawaan di saat krisis
harus dijaga, sayangnya itu dimaknai dengan melakukan pengawasan kepada
masyarakat. Tidak mengherankan jika kepolisian diminta untuk lebih intens dan
proaktif dalam melindungi simbol-simbol negara termasuk presiden.
Begitu pula fenomena tuntutan permintaan minta maaf kepada kalangan kritis, yang
sedikit banyak menunjukkan ketidakarifan penguasa dalam membedakan kritik
kebijakan dengan pencemaran nama baik. Hal ini turut memperlambat pemulihan
pelaksanaan dan penghormatan atas kebebasan berpikir dan upaya membangun opini
kritis di tengah masyarakat.
6. Munculnya kebijakan bertendensi oligarki, yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Beberapa kalangan mengkritik kebijakan ini terutama karena memberikan peluang
terjadinya sebuah mal-adminsitrasi yang tidak bisa diawasi dan bahkan dituntut baik
oleh lembaga negara sendiri, apalagi oleh masyarakat. Selain itu, kebijakan ini
memberikan peluang bagi siapa saja untuk melakukan pemanfaatan keuangan negara
hanya atas dasar itikad baik, yang secara riil bepotensi menyuburkan
praktik kongkalikong. Kedua hal itu sudah cukup untuk menjadi alasan penolakan
kebijakan ini karena berpotensi dimanfaatkan oleh para oligarki.
Dengan berbagai situasi politik dan pemerintahan di atas (dan tentu saja ditambah
ekosistem politik pada masa pandemi), tentu mudah terlihat bahwa esensi politik kita
belum mengarah pada penguatan demokrasi, melainkan lebih pada sebuah sikap anti-
kritik, birokratisasi, sentralisasi, restriksi, dan peluang oligarchy reinforcement.

Masa depan demokrasi kita tampaknya belum akan pulih dalam waktu dekat. Model post-
democracy akan tetap bercokol dalam kehidupan politik kita. Memang kita tidak akan
mengarah pada model pemerintahan otoriter, namun juga belum akan mengarah pada bentuk
pemerintahan demokrasi tulen. Berbagai indikasi menjelang dan saat terjadinya pandemi
COVID-19, tidak menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada dukungan bagi perbaikan
demokrasi.
Jika tidak ada sebuah terobosan politik yang berarti, bisa jadi kualitas demokrasi kita semakin
melorot pasca-pandemi ini. Munculnya berbagai regulasi yang bernuansa sentralisasi
kekuasaan, selain juga karakter demokrasi kita yang mengarah pada post-democracy, dan
situasi politik yang tengah berjalan saat pandemi, menjadi persoalan-persoalan pokok
demokrasi kita hari ini. Belum lagi kondisi kehidupan ekonomi yang makin melemah dan
potensi renggangnya kohesi sosial yang dapat memperburuk situasi.
Di satu sisi kita harus mulai waspada agar resesi dan konflik seperti yang terjadi di Lebanon
ketika rakyat semakin lapar dan frustasi, tidak terjadi di tanah air. Namun pemulihan
stabilitas sosial-politik yang tidak tepat dapat berujung pada restriksi berkepanjangan yang
tidak menguntungkan bagi perkembangan demokrasi. Sebuah situasi yang menyebabkan
pegiat demokrasi harus melupakan tidur nyenyaknya lebih panjang lagi.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi kalangan civil society untuk bangkit kembali
memainkan peran asasinya dalam melindungi dan menyuburkan kehidupan demokrasi kita,
baik pada masa pandemi COVID-19 maupun sesudahnya. Kerja kolektif para pihak yang
peduli terhadap kualitas kehidupan demokrasi harus makin digiatkan, sebagai bentuk
tanggung jawab moral dan konstitusional anak bangsa. (Prof. Dr. Firman Noor) 
  
Referensi
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1394-demokrasi-indonesia-dan-arah-
perkembangannya-di-masa-pandemi-covid-19

Anda mungkin juga menyukai