Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Kebijakan Kesehatan Nasional
Dosen Pengampu : yuliati amperaningsih., SKM.,M. Kes

DISUSUN OLEH:

Auliya Ayu Kusuma 2014301007


Sefti Octa Rina 2014301033
Agustiana Rahmawati 2014301040

TINGKAT 3 REGULER 1
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2023
KATA PENGATAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Kebijakan Kesehatan
Nasional Dengan Judul Makalah MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) .
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada yang
telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Bandar lampung,11 Januari 2023

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

COVER............................................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................
1.2 TUJUAN ............................................................................................................
1.3 MANFAAT .........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
2.1 SEJARAH MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs).........................
2.2 DEFINISI MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)........................
2.3 TUJUAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)..........................
2.4 PERKEMBENGAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)
DI INDONESIA ..................................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
1.1 KESIMPULAN..................................................................................................
1.2 SARAN .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
MDGs dideklarasikan pada bulan september tahun 2000, disepakati oleh 189 negara
dan ditandatangi oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara dalam Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.
Dalam KTT tersebut seluruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menurunkan
proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi setengahnya
antara periode 1990-2015, menemukan solusi untuk: mengatasi kelaparan, masalah gizi buruk
dan penyakit, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menjamin
pendidikan dasar bagi setiap orang dan mendukung prinsip-prinsip Agenda 21 mengenai
pembangunan berkelanjutan serta dukungan langsung dari negara-negara maju kepada
negara-negara berkembang dalam bentuk bantuan, perdagangan, pembebasan utang dan
investasi.
Fokus utama dalam MDGs adalah pembangunan manusia, dengan meletakkan dasar
pada konsensus dan kemitraan global untuk pembangunan. Diharapkan, negara-negara yang
lebih kaya dapat mendukung negara-negara miskin dan berkembang dalam melaksanakan
tugas pembangunan mereka.
Sekretariat dan beberapa agen pembangunan PBB bersama perwakilan berbagai
lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia dan OECD serta ahli pembangunan
internasional lainnya menetapkan delapan tujuan pembangunan milenium dengan satu atau
beberapa target untuk setiap tujuan (seluruhnya ada 18 target), serta 48 indikator untuk
memonitor dan mengukur kemajuan target-target dan tujuan-tujuan yang ditetapkan, antara
periode 1990 – 2015.
Dengan menetapkan berbagai target serta indikator, diharapkan setiap negara yang
berkomitmen untuk mencapai MDGs dapat lebih mudah memberikan gambaran pencapaian
pembangunan manusia di negaranya. Meskipun merupakan kesepakatan global, MDGs tetap
diarahkan untuk mengakomodasi nilai-nilai lokal sesuai dengan karakteristik masing-masing
negara, agar setiap negara lebih mudah melaksanakan usaha-usaha pembangunan dalam
mencapai MDGs.
Untuk beberapa tujuan, diantaranya kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan
perlindungan terhadap lingkungan, Indonesia bersama negara-negara lainnya, menetapkan
target-target yang ambisius namun sangat mungkin untuk dicapai. Kebanyakan dari target
tersebut mesti dicapai pada 2015. Oleh karena itu, tahun 2008 menjadi penting, karena tahun
ini adalah pertengahan dari target 2015. Melihat pencapaian sampai saat ini, Indonesia
sepatutnya berbangga hati.
Kita telah secara nyata mengurangi kemiskinan, dan hampir semua anak laki-laki dan
perempuan dapat masuk ke sekolah dasar. Tetapi masih menuntut kerja keras dalam bidang
yang lan. Tingginya angka kematian ibu melahirkan dan belum cukup usaha kita untuk
melindungi lingkungan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara sungguh-
sungguh. Walaupun kita sudah mencapai banyak kemajuan, tetapi masih diperlukan kerja
keras untuk mencapai semua sasaran MDGs.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Millenium Development Goals (MDGs)?

2. Bagaimana sejarah Millenium Development Goals (MDGs)?

3. Apakah tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs)?

4. Bagaimana perkembangan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia?

5. Mengetahui Tekad Indonesia dalam Mencapai MDGs?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu Millenium Development Goals (MDGs)

2. Untuk mengetahui sejarah Millenium Development Goals (MDGs)

3. Untuk mengetahui tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs)

4. Untuk mengetahui perkembangan Millenium Development Goals (MDGs) di


Indonesia

5. Untuk mengetahui tekad Indonesia dalam mencapai MDGs


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Millenium Development Goals (MDGs)


Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian
besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi
Milenium (Millenium Declaration).
Deklarasi itu berdasarkan pendekatan yang inklusif, dan berpijak pada
perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia (basic human need). Dalam
konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan
Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDG). Setiap
tujuan (goal) memiliki satu atau beberapa target. Target yang tercakup dalam
MDG sangat beragam, mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan,
menuntaskan tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender,
mengurangi kematian anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit
lainnya, serta memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membentuk
kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan. Bab selanjutnya akan membahas
setiap tujuan itu secara terinci.
Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan MDG
adalah sebagai berikut: Pertama, MDG bukan tujuan PBB, sekalipun PBB
merupakan lembaga yang aktif terlibat dalam promosi global untuk
merealisasikannya. MDG adalah tujuan dan tanggung jawab dari semua negara
yang berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik pada rakyatnya maupun secara
bersama antar pemerintahan. Kedua, tujuh dari delapan tujuan telah
dikuantitatifkan sebagai target dengan waktu pencapaian yang jelas, hingga
memungkinkan pengukuran dan pelaporan kemajuan secara obyektif dengan
indikator yang sebagian besar secara internasional dapat diperbandingkan. Ketiga,
tujuan-tujuan dalam MDG saling terkait satu dengan yang lain
2.2 Definisi Millenium Development Goals (MDGs)
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs)
adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada
September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat
pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh
dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York ada bulan September
2000 tersebut.

2.3 Tujuan Millenium Development Goals (MDGs)

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan

2. Mencapai pendidikan dasar yang universal

3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan

4. Mengurangi jumlah kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit

7. Menjamin kelestarian lingkungan

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

2.4 Perkembangan ( target dan indicator )Millenium Development Goals (MDGs) di


Indonesia
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan

Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan


menjadi setengahnya antara 1990-2015

Menggunakan garis kemiskinan nasional, angka kemiskinan Indonesia pada


1990 adalah 15,1%. Dasar penghitungan berubah pada 1996, sehingga sebenarnya
data setelah itu tidak bisa begitu saja dibandingkan dengan data-data dari tahun-
tahun sebelumnya. Seandainya kita menggunakan dasar penghitungan saat ini,
angka pada 1990 akan sedikit lebih tinggi dari 15,1%. Namun, karena belum ada
perhitungan ulang, laporan ini menggunakan angka 15,1%. Pada 2006, terjadi
peningkatan kemiskinan yang kemudian sedikit menurun pada 2007 menjadi
16,6%. Mencermati berbagai kecenderungan akhir-akhir ini, seharusnya masih
mungkin untuk mengurangi kemiskinan menjadi 7,5% pada 2015. Sementara,
menggunakan garis kemiskinan 1 dollar per hari, situasi sepenuhnya berbeda.
Berbasiskan ukuran tersebut, Indonesia telah mencapai target karena berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan dari 21% (1990) menjadi7,5% pada 2006.
Dua indikator lain memberikan informasi pelengkap. Indikator yang lebih
rumit adalah ”rasio kesenjangan kemiskinan (poverty gap ratio)” yang mengukur
perbedaan antara penghasilan rata-rata penduduk miskin dengan garis kemiskinan.
Pada 1990 rasio-nya adalah 2,7% dan 2,9% pada 2007, menunjukkan bahwa
situasi penduduk miskin belum banyak mengalami perubahan. Indikator yang
lebih sederhana adalah indicator penyebaran penghasilan: total jumlah konsumsi
penduduk termiskin secara nasional adalah 20%. Ini pun belum banyak berubah.
Antara tahun 1990 dan 2006, angkanya berada pada sekitar 9%.
Untuk mengetahuinya, BPS melakukan survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) terhadap sampel rumah tangga. Pada 2007, sekitar 37,2 juta penduduk
Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Namun itu merupakan jumlah
nasional. Situasinya berbedabeda, dari satu daerah ke daerah lain. Hidup di
perkotaan, misalnya, umumnya membutuhkan biaya yang lebih tinggi
dibandingkan di perdesaan.
Pada 2007, angka kemiskinan nasional adalah 16,6%, atau terdapat sekitar
37,2 juta penduduk miskin. Berdasarkan angka tersebut, artinya pencapaian
MDGs kita tidak mengalami kemajuan berarti. Untuk kemiskinan, target yang
dipatok adalah 7,5% berdasarkan separuh angka kemiskinan tahun 1990 yang
berjumlah 15,1%. Sebenarnya, kondisi saat ini bahkan lebih parah.

Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi


setengahnya antara tahun 1990 dan 2015

Indikator pertama adalah prevalensi anak usia di bawah lima tahun (balita)
dengan berat badan kurang. Angka saat ini adalah 28% dan nampaknya akan
meningkat. Dengan angka ini, jelas kita tidak (akan) mencapai target. Indikator
kedua adalah proporsi penduduk yang mengkonsumsi kebutuhan minimum per-
harinya. Dengan menggunakan perhitungan FAO, tampaknya Indonesia masih
berada di jalur yang benar untuk mencapai target MDGs ini.
Tindak Lanjut

Pencapaian tujuan MDG yang pertama tahun 2015 hanya akan dapat
dilakukan dengan keikutsertaan dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di
setiap kabupaten dan kota. Masyarakat miskin di Indonesia memerkukan akses
yang lebih baik untuk mendapatkan makanan, air bersih, pelayanan kesehatan
dasar dan pendidikan. Masyarakat miskin juga membutuhkan jalan dan
infrastruktur lain untuk mendukung aktivitas ekonomi, dan membuka akses pasar
untuk menjual produksi mereka. Tingkat pendapatan masyarakat miskin di
Indonesia akan meningkat dengan peningkatan kesempatan kerja dan
pengembangan usaha. Perubahan mendasar perlu dilakukan pada tingkat
pembuatan kebijakan. Kebijakan yang pro-kemiskinan harus mulai
dikembangkan. Dalam era desentralisasi, tanggungjawab pembuatan kebijakan
dan penganggaran dibuat di tingkat lokal oleh pemerintahan daerah. Masyarakat
sipil dan kalangan swasta, media dan akademisi dapat pula membantu pemerintah
dengan menyampaikan kebutuhan kaum miskin melalui advokasi dan keterlibatan
langsung dengan pembuat kebijakan.
Keluarga dan kelompok masyarakat di seluruh Indonesia juga harus
diberdayakan untuk lebih berperan aktif dalam menentukan dan meraih yang
mereka perlukan. Pembangunan berkelanjutan harus dimulai dari akar rumput,
dan kemudian bergerak ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk membantu kaum
miskin agar lebih sejahtera, mereka harus diberi sumber daya yang cukup untuk
membantu mereka tumbuh dan menjadi sejahtera.

2. Mencapai pendidikan dasar yang universal

Target 3: Memastikan bahwa pada 2015 semua anak di manapun, laki-laki


maupun perempuan, akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh

Terdapat dua indikator yang relevan. Pertama, untuk tingkat partisipasi di


sekolah dasar, Indonesia telah mencapai angka 94,7%. Berdasarkan kondisi ini,
kita dapat mencapai target 100% pada 2015. Indikator kedua berkaitan dengan
kelulusan, yaitu proporsi anak yang memulai kelas 1 dan berhasil mencapai kelas
5 sekolah dasar. Untuk Indonesia, proporsi tahun 2004/2005 adalah 82%. Namun,
sekolah dasar berjenjang hingga kelas enam. Karena itu, untuk Indonesia lebih pas
melihat pencapaian hingga kelas enam. Jumlahnya adalah 77% dengan
kecenderungan terus meningkat. Artinya, kita bisa mencapai target yang
ditetapkan. Data kelulusan yang digunakan dalam laporan ini berasal dari
Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan data pendaftaran sekolah. Berbeda
dengan Susenas (2004), yang menghitung angka yang jauh lebih besar, yaitu
Indikator ketiga untuk tujuan ini adalah angka melek huruf penduduk usia 15-24
tahun. Dalam hal ini, nampaknya kita cukup berhasil dengan pencapaian 99,4%.
Meskipun demikian, kualitas melek huruf yang sesungguhnya mungkin tidak
setinggi itu karena tes baca tulis yang diterapkan oleh Susenas terbilang
sederhana.

3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan

Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam mengatasi persoalan


kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Program Wajib belajar 9 tahun telah
membawa dampak positif dalam pengurangan kesenjagan dalam dunia
pendidikan. Rasio antara partisipasi murid laki-laki dan perempuan, baik
partisipasi bersih amupun kotor, sudah hampir mencapai 100% di seluruh tingkat
pendidikan. Akan tetapi, keberhasilan ini masi perlu ditingkatkan, terutama untuk
kelompok usia yang lebih tua. Masih terdapat cukup banyak kesenjangan dan
anggapan yang salah dalam konteks peranan dan gender di masyarakat. Persepsi
yang salah ini hampir terjadi di semua aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan
(kesempatan dan kesetaraan imbalan) hingga keterwakilan di bidang politik.
Proporsi perempuan dalam pekerjaan non-pertanian relative stagnan, begitu
pula debngan keterwakilan perempuan di parlemen, yang masing-masing masih
berkisar pada 33% dan 11%.

Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan


lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat
tahun 2015
Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak
laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya
sudah mencapai target, dengan rasio 99,4% di sekolah dasar, 99,9% di sekolah
lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan
tinggi. Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki
untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan
rasio 99,9%. Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah
di sektor non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saat ini
hanya 33%. Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen,
dimana proporsinya saat ini hanya 11,3%.
Dalam banyak hal, perempuan di Indonesia telah mencapai kemajuan pesat,
meskipun, masih cukup jauh dari pencapaian kesetaraan gender. Data tujuan
ketiga MDGs menunjukkan hal tersebut dengan cukup jelas. Tujuan ini memiliki
tiga target. Pertama, menyangkut pendidikan. Untuk hal ini, nampaknya kita
cukup berhasil. Namun, terkait target kedua dan ketiga, yaitu lapangan pekerjaan
dan keterwakilan dalam parlemen, kesempatan yang dimiliki perempuan
Indonesia masih kurang.
Tindak Lanjut

Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakuan banyak strategi untuk


mendukung pencapaian tujaun ketiga MDGs. Selain program gender di bidang
pendidikan, upaya juga dilakukan untuk meningkatkan kesempatan bagi
perempuan untuk bekerja di sektor non-pertanian dan kesetaraan imbalan. Aspek
pemberdayaan perempuan merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan
ketiga MDGs, termasuk juga peningkatan keterwakilan perempuan dalam aspek
politik.
Mekipun Pasal 27 UUD 45 menjamin kesetaraan hak bagi seluruh penduduk
Indonesia – laki- laki maupun perempuan, cukup banyak ditemukan praktek-
praktek yang justru mendiskriminiskian dan memicu terjadinya kesenjangan,
terutama di tingkat daerah. Hal ini mencakup implementasi peraturan daerah yang
mengandung unsur dualisme yang tidak sesuai dengan UUD 45. Seluruh
pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk Pemerintah, masyarakat sipil,
sektor swasta, akademisi dan media dapat berperan dalam mencegah dampak
negatif dari praktek semacam ini, dengan cara berpedoman secara teguh terhadap
hak konstitusional setiap warga negara.

4. Mengurangi jumlah kematian anak

Di Indonesia, dari setiap 1.000 kelahiran, 40 diantaranya akan mennggal


sebelum mereka berusia 5 tahun. Statistik ini dikenal dengan Angka kematian
Balita (AKB). AKB Indonesia saat ini adalah yang tertinggi diantara Negara
ASEAN lain. Meskipuns demikian, Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan
keempat MDG. Hal yang menjadi pekerjaan kita sekarang adalah memastikan
bahwa anak-anak Indonesia mendapatkan hak konstitusional mereka. UU no 23
tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik,
psikis dan sosial mereka.
Sepertiga kematian bayi di Indonesia terjadi pada bulan pertama setelah
kelahiran, 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama. Penyebab utama
kematian adalah infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain
penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak
(meningitis), typhus dan encephalitis juga cukup sering menjadi penyebab
kematian bayi.

Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990
dan 2015

Karena itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak di bawah lima
tahun (balita). Target MDGs adalah untuk mengurangi dua pertiga angka tahun
1990. Saat itu, jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Target saat ini
adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian, Indonesia cukup
berhasil. Indikator kedua adalah proporsi anak usia satu tahun yang mendapat
imunisasi campak. Angka ini telah meningkat,menjadi 71,6% untuk bayi dan
82,2% untuk anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan
lagi.
Bayi adalah anak berusia di bawah satu tahun. Ketika melihat pada angka
kematian anak, kita biasanya merujuk pada anak di bawah usia lima tahun (balita).
Ini merupakan pembedaan yang bermanfaat, seperti yang bisa dilihat pada
Gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan proporsi anak yang meninggal, baik
ketika masih bayi ataupun sebelum mencapai usia lima tahun. Jelas bahwa kita
mencapai kemajuan karena proporsi balita yang meninggal kurang dari separuh
angka tahun 1990. Pada 2005, angkanya sekitar 40 per 1.000 kelahiran hidup.
MDGs menargetkan pengurangan angka tahun 1990 menjadi duapertiganya.
Artinya, kita harus menurunkannya dari 97 kematian menjadi 32.

Tindak Lanjut

Program Nasional Anak Indonesia menjadikan issu kematian bayi dan balita
sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi
Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen
masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan
masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas
kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat
untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang
komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan
proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi
perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan,
terutama untuk anak dan balita.

5. Meningkatkan kesehatan ibu

Resiko kematian ibu karena propses melahirkan di Indonesia adalah 1


kematian dalam setiap 65 kelahiran. Setiap tahun diperkirakan terjadi 20.000
kematian ibu karena komplikasi sewaktu melahirkan dan selama kehamilan.
Tingkat Kematian Ibu dihitung berdasarkan jumlah kematian setiap 100.000
kelahiran. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah haemorrhage,
eclampsia yang menyebabkan tekanan darah tinggi sewaktu kehamilan,
komplikasi karena aborsi, infeksi dan komplikasi sewaktu melahirkan. Meskipun
Indonesia belum memiliki sistem pendataan yang baik untuk mendapatkan
infromasi mengenai AKI, para ahli memperkirakan bahwa AKI pada tahun 1992
di Indonesia adalah 425 Lebih dari satu dekade kemudian, angkanya berubah
menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan laju ini, diperlukan usaha
yang jauh lebih besar untuk mecapai Target MDG ke 5. Selain itu, perhatian
khusus harus diberikan kepada daerah miskin, terutama di bagian timur Indonesia,
dimana banyak daerah masih memiliki tingkat kematian ibu tertinggi di Indonesia,
dan juga karena daerah tersebut memiliki infrastruktur yang sangat terbatas.

Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990
dan 2015.

Data tersedia yang terdekat dengan tahun 1990 berasal dari tahun 1995.
Berdasarkan data-data tersebut, target yang harus dicapai adalah 110. Melihat
kecenderungan saat ini, Indonesia tidak akan mencapai target. Indikator kedua
yaitu proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, saat ini
menunjukkan angka 72,4%.

Setiap tahun sekitar 18.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat


komplikasi dalam persalinan. Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa bahagia
tetapi seringkali berubah menjadi tragedi. Sebenarnya, hampir semua kematian
tersebut dapat dicegah. Karena itu tujuan kelima MDGs difokuskan pada
kesehatan ibu, untuk mengurangi “kematian ibu”. Meski semua sepakat bahwa
angka kematian ibu terlalu tinggi, seringkali muncul keraguan tentang angka yang
tepat.

Tindak Lanjut

Yang sangat diperlukan oleh Ibu adalah peningkatan akses terhadap pelayana
kesehatan berualitas untuk ibu dan anak, terutama selama dan segera setelah
kelahiran. Selain peningkatan pelayanan kesehatan, perlu juga diadakan
perubahan perilaku masyarakat yang paling rentan terhadap kematian ibu. Hal ini
termasuk peningkatan pengetahuan keluarga mengenai status kesehatan dan
nurtisi, serta pemberitahuan mengenai jangkauan dan macam pelayanan yang
dapat mereka pergunakan. Pemerintah juga perlu untuk meningkatkan sistem
pemantauan untuk mencapai tujuan MDG ke 5. Peningkatan sistem pendataan
terutama aspek manajemen dan aliran informasi terutama data dasar infrastruktur
kesehatan, serta koordinasi antara instansi terkait dengan masyarakat donor juga
perlu ditingkatkan untuk untuk menghindari overlap dan kegiatan yang tidak tepat
sasaran, sehingga peningkatan kesehatan ibu dapat dicapai secara lebih efektif dan
efisien.

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain

Tujuan keenam dalam MDGs menangani berbagai penyakit menular paling


berbahaya. Pada urutan teratas adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV),
yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) – terutama
karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya
terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan.
Indonesia beruntung bahwa HIV belum mencapai kondisi seperti yang terjadi di
Afrika dan beberapa negara Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang
hidup dengan virus HIV diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian besar
adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1% dari jumlah penduduk. Menurut
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 sampai Maret 2007,
tercatat 8.988 kasus AIDS – 1.994 di antaranya telah meninggal.

Target 7: Menghentikan dan mulai membalikkan tren penyebaran HIV dan


aIDS pada 2015 Prevalensi saat ini adalah 0,1% di tingkat nasional namun pada
saat ini tidak ada indikasi bahwa kita telah menghentikan laju penyebaran HIV
dan AIDS. Meskipun demikian, kita semestinya bisa melakukannya. Hampir
semua data yang ada berikut ini, terkait dengan kelompok- kelompok berisiko
tinggi. Prevalensi HIV– Para pengguna napza jarum suntik 2003: Jawa Barat,
43%. PSK perempuan 2003: Jakarta, 6%; Tanah Papua 17%. PSK laki-laki 2004:
Jakarta, 4%. Narapidana 2003: Jakarta, 20%. Tes – Melakukan tes selama 12
bulan terakhir dan mengetahui hasilnya, 2004-2005: PSK perempuan, 15%;
pelanggan pekerja seks, 3%; pengguna napza jarum suntik 18%; laki-laki yang
berhubungan seks dengan lakilaki, 15%. Pengetahuan– Proporsi kelompok yang
tahu bagaimana mencegah infeksi dan menolak kesalahpengertian utama 2004:
PSK, 24%; pelanggan pekerja seks, 24%; laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki, 43%; pengguna napza jarum suntik,7%.
Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran
serta membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat
mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di
Indonesia keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini,
namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan
baik di tingkat nasional. Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran
tentang isu-isu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes
dan pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman kita untuk menanganinya dan
anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok risiko tinggi ataupun mereka
yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV hanya akan
menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan untuk
mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu dihadapi
bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan dengan respon
terhadap penyakitpenyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC), dimana
lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi
terhadap penyakitpenyakit tersebut.
Target 8: Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran
malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015

Malaria – Tingkat kejadian hingga 18.6 juta kasus per tahun. Jumlah ini
mungkin sudah turun. Tuberkulosis (TBC) – Prevalensi: 262 per 100.000 atau
setara dengan 582.000 kasus setiap tahunnya. Deteksi kasus: 68%. Angka
keberhasilan pengobatan DOTS: lebih dari 91%.

Tindak Lanjut

Upaya pemerintah untuk memerangi HIV/AIDS dilaksanakan oleh Komisi


Nasional Pemnanggulangan AIDS (KPA), sebuah badan nasional yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan kampanye danpemberian informasi yang benar
mengenai HIV/AIDS, penyebarannya dan apa saja yang dapat dilakukan oleh
setiap orang untuk menghindari dan melindungi diri mereka dari tertular penyakit
tersebut. KPA juga membentuk masyarakat untuk mengerti bagaimana hidup
bersama ODHA dan untuk tetap hidup secara produktif. Upaya peningkatan
pemantauan dan peningkatan fasilitas kesehatan dan perawatan untuk ODHA juga
perlu dilakukan. Setiap warga negara dapat membantu menghentikan penyebaran
HIV dengan mengurangi resiko penularan dengan melakukan praktek seksual
yang aman dan menggunakan kondom secara teratur. Kampanye mengenai Roll
Back Malaria dan DOTS juga termasuk usaha yang secara periodik dilakukan
untuk memerangi Malaria dan TBC.

7. Menjamin kelestarian lingkungan

Pembangunan di Indonesia telah banyak mengorbankan lingkungan alam. Kita


menebang pohon, merusak lahan, membanjiri sungai-sungai dan jalur air serta
atmosfer dengan lebih banyak polutan. Tujuan MDGs ketujuh adalah untuk
menghalangi kerusakan ini. Pertama, tujuan ini menelaah seberapa besar wilayah
kita yang tertutup oleh pohon. Ini penting bagi Indonesia karena kita memiliki
sejumlah hutan yang paling kaya dan paling beragam di dunia. Namun tidak
untuk jangka waktu yang terlalu lama lagi. Selama periode 1997 hingga 2000,
kita kehilangan 3,5 juta hektar hutan per tahun25, atau seluas propinsi
Kalimantan Selatan.
Antara tahun 1985 dan 1997, laju deforestasi di Kalimantan, Maluku, Papua,
ulawesi dan Sumatra adalah 1.8 juta hektar per tahun. Ancaman utama tehadap
hutan hujan Indonesia adalah pembalakan liar di kawasan hutan lindung. Di era
desentralisasi dan otonomi daerah, lebih banyak hutan yang dikeploitasi,
pembalakan liar semakin menjadi-jadi dan batas kawasan lindung sudah tidak
diperdulikan lagi. Panyebab utamanya adalah lemahnya supresmasi hukum dan
kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai ptujuan pembangunan jangka
panjang dan perlindungna biosphere.
Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh PDAM
ternyata tidak memenuhi persyarat air minum aman yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan. Hal ini utamanya disebabkan oleh kualitas jaringan
disribusi dan perawatan yang kemudian menyebabkan terjadinya kontaminasi.
Berdasarkan data terahir yang tersedia, akses masyrakat secara umum terhadap
fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampaknya sanitasi tidak menjadi
prioritas utama pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, badan
legislative maupun sektor swasta. Hal ini tampat dari relatif kecilnya anggaran
yang disediakan untuk sanitasi.
Target 9: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam
kebijakan dan program negaraserta mengakhiri kerusakan sumberdaya alam

Indikator pertama adalah proporsi lahan berupa tutupan hutan. Berdasar citra
satelit, jumlahnya sekitar 49,9%, atau bahkan mungkin sudah lebih rendah dari
angka tersebut. Namun citra Landsat merupakan citra satelit dengan resolusi
rendah dan mungkin tidak terlalu sesuai untuk melacak perubahan. Indikator lain
adalah rasio kawasan lindung untuk mempertahankan keragaman hayati. Pada
2006 rasio tersebut adalah 29,5% meskipun sebagian dari jumlah tersebut telah
dirambah.
Sejauh ini, angka terkini tentang emisi karbon dioksida per kapita adalah 1,34
sedangkan konsumsi bahanbahan perusak lapisan ozon masih pada tingkat 6.544
metrik-ton. Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar padat pada
2004 adalah 47,5%.
Target 10: Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses
yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar pada 2015
Pada tahun 2006, 52,1% penduduk memiliki akses terhadap air minum yang
aman dan kita hampir berhasil untuk mencapai target 67%. Untuk sanitasi kita
nampaknya telah melampaui target 65%, karena telah mencapai cakupan sebesar
69.3%, meskipun banyak dari pencapaian ini berkualitas rendah.
Target 11: Pada 2020 telah mencapai perbaikan signifikan dalam kehidupan
(setidaknya) 100 juta penghuni kawasan kumuh
Meskipun 84% rumah tangga telah memiliki hak penguasaan yang aman, baik
dengan memiliki ataupun menyewa, namun jumlah komunitas kumuh yang
memiliki akses terbatas pada layanan dan keamanan semakin meningkat.

Tindak Lanjut

Akses dan ketersediaan informasi mengenai sumberdaya alam dan lingkungan


merpakan aspek yang perlu ditingkatkan. Program yang seperti ini dapat
membantu memperkaya pengetahuan dan wawasan kelompok masyarakat yang
hidup di daerah perdesaan dan daerah terpencil mengenai pentingnya
perlindungan terhadap lingkungan. Hal ini juga perlu disandingkan dengan
promosi mengenai kesehatan dan kebersihan, sehingga masyarakat akan lebih
mengerti petingnya air bersih dan dapat berpartisipasi aktif menjaga dan merawat
fasilitas air bersih yang ada. Kampanye mengenai pentingnya sanitasi juga perlu
dilakukan kepada pemerintah, pembuat kebijakan, dan badan legislatif, termasuk
juga kapada masyarakat. Diperlukan investasi dan prioritisasi yang lebih besar
untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi untuk
masyarakat di seluruh Indonesia.

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global


partnership for development)

Tujuan MDGs terakhir ini, terkait dengan kerjasama internasional, yaitu


menelaah isu-isu seperti perdagangan, bantuan dan utang internasional. Namun,
dalam kenyataan, sebagian besar target dan indikator ditujukan untuk negara-
negara maju agar membantu negara-negara termiskin dalam mencapai tujuan-
tujuan MDGs lainnya..
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Lampung tahun 2022 mencapai 70,45 persen.
Dilansir lampung.bps.go.id, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi
Lampung tumbuh 0,79 persen (meningkat 0,55 poin) dibandingkan capaian tahun
2021.
Membangun kemitraan global untuk pembangunan Melihat keadaan pada saat
ini khusus nya kota Bandar Lampung , sudah banyak fly over di berbagai
tempat,salah satu nya di sekitar mall boeki kedaton. Pembangunan fly over ini
sangat menguntungkan bagi masyarakat sekitar, salah satu nya yaitu mencegah
kemacetan. selain itu, dengan ada nya fly over kita dapat melihat keindahan
kendaraan serta jalanan dari atas fly over.
BAB 111
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh
kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium (Millenium
Declaration).
Dalam konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan
Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDG).
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan.

2. Mencapai pendidikan dasar yang universal

3. Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan

4. Mengurangi jumlah kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain

7. Menjamin kelestarian lingkungan

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

B. Saran

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi
kesempurnaan makalah yang penulis susun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dyah Ratih Sulistyastuti. 2007. Pembangunan Pendidikan Dan MDGS Di
Indonesia.Yogyakarta
Peter Stalker. 2007. Kita Suarakan Millenium Development Goals (MDGs)Demi
Pencapaiannya di Indonesia. Jakarta; BAPPENAS dan UNDP
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/mediakom/20110624/431226/mdgs-dan-
kesehatan/

Anda mungkin juga menyukai