Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ADMINISTRASI KEBIJAKAN RUMAH SAKIT

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)

DOSEN PENGAMPUH: ERA PRATIWI, SKM, MARS

KELOMPOK 1:
DEWI FEBRIANTI
KRISTINA MADESAN
IRMA SARI
RISMA
MEGANANDA REZKIEL
MUJAHIIDAH FEBRIANTI

UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR


FAKULTAS FATERSI
S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya
di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah ADMINISTRASI KEBIJAKAN
RUMAH SAKIT.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
kami yang telah membimbing kami dalam perkuliahan selama ini.Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 11 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….............

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………….....…………........................

1.1 Latar Belakang………………………………………………….................................

1.2 Rumusan Masalah………………...………………………………............................

1.3 Tujuan Penulisan……..……………………………………………..........................

BAB 2 ISI.....................……………………………………………….........................

A. Millenium Develompment Goals (MGDs)……………………………………………

B. Target . Millenium Develompment Goals (MGDs)……………………………………

C. Tujuan . Millenium Develompment Goals (MGDs)…………………………………..

D. Isu-isu . Millenium Develompment Goals (MGDs)…………………………………...

BAB 3 PENUTUP……………………………………………………….…....................

3.1 Kesimpulan………………………………………………………..….......................

3.2 Saran…………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium adalah


upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia untuk melaksanakan 8 (delapan)
tujuan pembangunan, yang salah satunya adalah menurunkan angka kematian anak (bayi).
Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian pembangunan suatu
negara adalah Human Development Index (HDI)/ Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
terdiri dari tiga domain yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Dari tahun ke tahun,
Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu bagian dari indikator IPM yang masih
menjadi masalah (Prasetyawati, 2012). Kesehatan anak menjadi bagian dari tujuan
Millennium Development Goals (MDGs) yang ke-4 dikarenakan masih tingginya angka
kematian bayi yang merupakan indikator kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Bayi lebih rentan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Millennium Development Goals (MDGs)


2. Apa saja target dari Millennium Development Goals (MDGs)
3. Apa saja tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs)
4. Jelaskan Isu-isu Millennium Development Goals (MDGs)

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian dari Millennium Development Goals (MDGs)


2. Dapat memahami target dari Millennium Development Goals (MDGs)
3. Mengetahui tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs)
4. Mengetahui isu-isu Millennium Development Goals (MDGs)

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Millenium Develompment Goals (MGDs)


1. Pengertian millennium development goals

Millennium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil


kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) yang telah dijalankan pada September 2k, berupa delapan butir manfaat untuk dicapai
pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat pada 2015.

B. Target Millenium Development Goals (MDGs)

Isi dari Millenium Development Goals meliputi 8 hal pokok tujuan pembangunan yang
ingin dicapai pada tahun 2015 antara lain:

a. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim

Pada 2008, angka kemiskinan nasional adalah 15,4 % atau terdapat hampir 35 juta
penduduk miskin. Diperlukan suatu usaha yang besar dalam mencapai target MDG’s dengan
target kemiskinan sebesar 7,5 %. Menurunkan angka kemiskinan menjadi target atau tujuan
utama dari MDG’s dengan alasan bahwa ketika seseorang memiliki uang yang cukup, maka
ia akan memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan baik makanan, pendidikan, kesehatan,
dan akses penting lain yang mampu menunjang kehidupan sehingga tercapai suatu
kesejahteraan. Menurut survey yang dilakukan BPS pada tahun 2008, ukuran seseorang
dikatakan berada dibawah garis kemiskinan jika pengeluaran seseorang kurang dari Rp
182.636 per bulan. Namun kemiskinan ini tidak hanya diukur berdasarkan pendapatan
(income poverty), melainkan memiliki banyak dimensi. Seseorang juga dapat merasa dirinya
miskin ketika ia hanya memiliki rumah yang kumuh, kekurangan air bersih, pendidikan, atau
informasi. Mengentaskan masalah kemiskinan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan
beberapa upaya yang kompleks misalnya memperbaiki akses pendidikan bagi warga yang
kurang mampu, menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan penghasilan yang cukup,
memberikan subsidi bidang kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat.

Target kedua MDG’s adalah mengurangi jumlah anak-anak yang kekurangan gizi
hingga separuhnya. Pada tahun 1990 angka kekurangan gizi pada anak-anak sekitar 35,5 %
jadi harus ditekan menjadi sekitar 17,8 %. Di Indonesia, masalah kurang gizi pada anak
bukan hanyak disebabkan oleh minimnya penghasilan. Lebih banyak anak kekurangan gizi
meski angka kemiskinan menurun dikarenakan banyak bayi yang tidak mendapatkan
makanan tepat dalam jumlah yang cukup. Selain itu juga disebabkan kurangnya perhatian
ibu, kurangnya informasi dan informasi dalam perawatan anak.

b. Pemerataan pendidikan dasar

Tujuan kedua MDG’s ini bukanlah sekedar semua anak bisa sekolah, tetapi memberikan
pendidikan dasar yang utuh. Karena meskipun angka partisipasi di sekolah cukup meningkat,
banyak yang tidak dapat belajar dengan lancar di sekolah. Ada yang tidak naik kelas atau
bahkan terpaksa berhenti. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua dapat dicapai dengan
beberapa aktivitas yang terkait antara lain pemerataan pertumbuhan ekonomi, pemerataan
jumlah tenaga pendidik berkualitas, serta memperbaiki aspek transportasi, makanan, buku,
sarana pensisikan, serta perlengkapan tambahan lainnya.

c. Mendukung adanya persamaan jender dan pemberdayaan perempuan

Kesetaraan gender yang menjadi tujuan ketiga dari MDG’s ini menyangkut tiga target
yaitu perbedaan dan diskriminasi gender dalam hal pendidikan, lapangan pekerjaan, dan
keterwakilan dalam parlemen.

d. Mengurangi tingkat kematian anak

Usia harapan hidup di negeri ini rata-rata meningkat sekitar 15 tahun. Anak-anak yang
lahir di Indonesia saat ini memiliki usia harapan hidup hingga 68 tahun. Namun ada satu
ukuran lainnya yang sangat penting yaitu jumlah anak-anak yang meninggal. Anak-anak
terutama bayi memiliki kerentanan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat.
Sehingga tujuan keempat dari MDG’s adalah mengurangi jumlah kematian anak. Salah satu
upaya untuk menurunkan angka kematian bayi sampai balita adalah dengan menurunkan
tingkat kemiskinan. Diperlukan dana yang banyak bukan hanya untuk penyembuhan tetapi
juga untuk pencegahan penyakit melalui berbagai upaya seperti vaksinasi atau peningkatan
nilai gizi yang dikonsumsi.

e. Meningkatkan kesehatan ibu

Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses
melahirkan. Pada dasarnya, penyebab terbesar kematian ibu adalah komplikasi ketika
persalinan. Sejumlah komplikasi sewaktu persalinan bisa dicegah misalnya komplikasi akibat
aborsi yang tidak aman. Cara untuk mencegah komplikasi juga melalui terpenuhinya akses
yang baik bagi perempuan dalam kontrasepsi yang efektif. Kemudian juga tingkat
perekonomian keluarga yang baik akan mendukung tingkat ketercukupan gizi pada ibu hamil,
serta diperlukan adanya ketersediaan dan pemerataan tenaga medis yang berkualitas dalam
menolong proses persalinan.

f. Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya

Tujuan keenam dalam MDG’s adalah menangani berbagai penyakit menular paling
berbahaya. Penyakit pertama yang menjadi prioritas penanganan dalam tujuan MDG’s adalah
HIV-AIDS yang dianggap tidak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat tetapi juga
kerugian di level Negara.

HIV-AIDS merupakan jenis penyakit yang memiliki kemu nan untuk ngki
menimbulkan generalized epidemy. Hal ini karena penyebarannya yang cepat diantara dua
kelompok beresiko tinggi yaitu para pengguna NAPZA dan pekerja seks. Selain itu HIV-
AIDS mungkin juga menular melalui ibu ke bayinya, atau dari suami kepada istrinya.
HIV-AIDS merupakan penyakit menular yang penanganannya sangat kompleks. Jumlah
penderita HIV-AIDS seringkali tidak terdeteksi secara pasti karena adanya stigma negatif di
masyarakat. HIV-AIDS adalah penyakit yang dapat menyerang semua kalangan masyarakat
dan dari berbagai kelompok umur. Penyakit ini penyebarannya diperparah dengan tingkat
pengetahuan akan definisi penyakit yang masih rendah baik dari masyarakat atau tenaga
kesehatan.

Penyakit menular lain yang menjadi tujuan penanganan dalam MDG’s adalah TBC
dan Malaria. Dua jenis penyakit ini menjadi prioritas diantara banyaknya penyakit menular
lain karena menyebabkan penderitanya rentan terhadap penyakit lain. Selain itu dua penyakit
ini memiliki karakteristik yang sama dengan kasus HIV-AIDS yaitu susah menemukan kasus
secara pasti. Banyak penderita HIV-AIDS yang malu untuk memeriksakan diri karena adanya
stigma di masyarakat, sedangkan untuk penyakit TBC dan malaria penyebab utama tidak
terdeteksinya kasus dikarenakan faktor pengetahuan yang kurang sehingga memperparah
dampak dan penyebaran penyakit secara meluas.

g. Memastikan kelestarian lingkungan

Kelestarian lingkungan menjadi tujuan ketujuh dalam MDG’s dengan alasan kelestarian
lingkungan yang terjaga merupakan aspek yang mendukung tercapainya derajat kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya seringkali
memanfaatkan sumber daya alam dengan maksimal tanpa memperhatikan dampak dari
penggunaan sumber daya tersebut. Salah satu dampak penggunaan sumber daya alam oleh
manusia adalah timbulnya polusi baik di udara, air, maupun tanah. Kelestarian alam yang
tidak terjaga tidak hanya akan menimbulkan kerugian di kawasan suatu Negara namun juga
dapat mengancam kelestarian lingkungan Negara lainnya. Kebanyakan orang tidak
menyadari arti penting dari kelestarian lingkungan. Kelestarian lingkungan tidak hanya
mendorong tercapainya derajat kesehatan tetapi juga kesejahteraan dan kestabilan ekonomi
suatu masyarakat. Suatu wilayah yang memiliki kelestarian lingkungan, akan dapat
menyediakan lingkungan yang sehat, ketersediaan sumber daya alam berkualitas dan
kontinyu serta terhindar dari beberapa bencana yang merugikan seperti banjir dan tanah
longsor. Selain itu alasan penting untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan adalah sulitnya
pemulihan kembali terhadap lingkungan yang kondisinya rusak.

h. Promote global partnership for development

Salah satu target yang menjadi bagian tujuan ke-8 MDGs adalah ”lebih jauh
mengembangkan sistem perdagangan dan keuangan yang terbuka, berbasis peraturan, mudah
diperkirakan, dan tidak diskriminatif.” Hal ini bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan
antarnegara di dunia saat diterapkannya sistem perekonomian terbuka atau pasar bebas.
Selain itu, tujuan MDG’s yang terakhir ini diharapkan dapat meningkatkan persatuan dan
sikap saling tolong antarnegara di dunia untuk dapat menyelesaikan setiap permasalahan di
negaranya baik dari masalah kesehatan, perekonomian, pendidikan, serta keamanan.

Hubungan tujuan MDGs keempat dengan gizi anak


Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian bayi sampai balita adalah dengan
menurunkan tingkat kemiskinan. Diperlukan dana yang banyak bukan hanya untuk
penyembuhan tetapi juga untuk pencegahan penyakit melalui berbagai upaya seperti
vaksinasi atau peningkatan nilai gizi yang dikonsumsi.

Status pelayanan kesehatan terdiri dari cakupan pengelolaan pelayanan program


kesehatan dan sarana-prasarana kesehatan. Salah satu pengelolaan program kesehatan adalah
pengelolaan program perbaikan gizi. Pada tingkat kecamatan atau Puskesmas program
perbaikan gizi merupakan salah program dasar puskesmas dari 7 (tujuh) program dasar yang
ada, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Program Perbaikan Gizi, Program
Kesehatan Lingkungan, Program Promosi Kesehatan, Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit (P2P), Program Pengobatan dan Program Spesifik Lokal. Berhasil
tidaknya pelaksanaan ke tujuh program ini, semua tergantung dari pengelolaan atau
penyelenggaraannya termasuk pengelolaan program perbaikan gizi.

Lima langkah pengelolaan program perbaikan gizi di Puskesmas pada dasarnya sama
dengan langkah-langkah pada pedoman pengelolaan gizi yang dilakukan di Tingkat
Kabupaten yang dikeluarkan Direktorat Bina Gizi Depkes RI, yaitu : Langkah pertama yaitu
Identifikasi Masalah, kemudian Langkah Kedua Analisis masalah. Langkah pertama dan
kedua biasa dikenal dengan perencanaan (planing).

Langkah Ketiga adalah Menentukan kegiatan perbaikan gizi, langkah ini biasa juga
dikenal atau disebut juga dengan pengorganisasian (organising). Langkah Keempat adalah
melaksanakan program perbaikan gizi, langkah ini disebut juga dengan Pelaksanaan
(actuating). Dan yang terakhir adalah Langkah Kelima yaitu pantauan dan evaluasi, langkah
ini disebut juga dengan (controlling anda evaluation).

1. Langkah Pertama Identifikasi Masalah

Dalam identifikasi masalah gizi langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah


mempelajari data berupa angka atau keterangan-keterangan yang berhubungan dengan
identifikasi masalah gizi. Kemudian melakukan validasi terhadap data yang tersedia,
maksudnya melihat kembali data, apakah sudah sesuai dengan data yang seharusnya
dikumpulkan dan dipelajari. Selanjutnya mempelajari besaran dan sebaran masalah gizi,
membandingkan dengan ambang batas dan atau target program gizi, setelah itu rumuskan
masalah gizi dengan menggunakan ukuran prevalensi dan atau cakupan.

2. Langkah Kedua : Analisis Masalah

Analisis masalah didasarkan pada penelaahan hasil identifikasi dengan menganalisis


faktor penyebab terjadinya masalah sebagaimana yang disebutkan diatas, tujuannya untuk
dapat memahami masalah secara jelas dan spesifik serta terukur, sehingga mempermudah
penentuan alternatif masalah. Caranya dapat dilakukan dengan analisis hubungan, analisis
perbandingan, analisis kecenderungan dan lain-lain.

3. Langkah Ketiga : Menentukan Kegiatan Perbaikan Gizi


Langkah ini didasarkan pada analisis masalah di kecamatan yang secara langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi masyarakat,
langkah ketiga pengelolaan program perbaikan gizi ini dimulai dengan penetapan tujuan yaitu
upaya-upaya penetapan kegiatan yang dapat mempercepat penanggulangan masalah gizi yang
ada. Dalam menyusun tujuan di kenal dengan istilah “ SMART” yang singkatan dari Spesific
(khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dicapai), Realistic (sesuai fakta real),
Timebound ( ada waktu untuk mencapaianya).

4. Langkah Keempat: Melaksanakan program perbaikan gizi

Setelah kegiatan perbaikan gizi tersusun, kemudian dilakukan langkah-langkah yang


terencana untuk setiap kegiatan. Jenis kegiatan yang akan dilakukan meliputi Advokasi,
Sosialiasi, Capacity Buiding, Pemberdayaan Masyarakat dan keluarga, Penyiapan sarana dan
prasarana, Penyuluhan Gizi dan Pelayanan Gizi di Puskesmas maupun di Posyandu.

5. Langkah Kelima : Pemantauan dan Evaluasi

Kegiatan pemantauan yang baik selalu dimulai sejak langkah awal perencanaan dibuat
sampai dengan suatu kegiatan telah selesai dilaksanakan, sedangkan evaluasi hanya melihat
bagian-bagian tertentu dari kegiatan yang dilaksanakan.

C. Tujuan Millennium Development Goals (MDGs)

Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2150 menyetujui agar
semua negeri :

1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

Pendapatan populasi dunia satu hari $10000. Menurunkan angka kemiskinan.

2) Mencapai pendidikan dasar bagi semua

Setiap penduduk negara mendapatkan pendidikan dasar.

3) Menarik kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Target 2005 serta 2015: Mengurangi perbedaan kemudian diskriminasi gender dalam
kemampuan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 lalu untuk semua tingkatan di
tahun 2015.

4) Menurunkan angka kematian putra

Target utk 2015 adalah mengurangi 2 per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5
tahun.

5) Meningkatkan Kesehatan Ibu


Target untuk 2015 adalah Mengurangi dua every tiga rasio kematian ibu dalam proses
melahirkan.

6) Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular sebagainya

Target bagi 2015 adalah menghentikan kemudian memulai pencegahan penyebaran


HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.

7) Memastikan kelestarian kawasan hidup

Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan


setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan. Pada tahun
2015 mendatang diharapkan memangkas setengah dari jumlah jamaah yang tidak memiliki
jaringan air minum yang sehat. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai
pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang
tinggal pada daerah kumuh.

8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Menciptakan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem moneter yang berdasarkan
aturan, meraih diterka dan tidak muncul diskriminasi. Termasuk komitmen kepada
pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional
dan internasional. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang
berkembang, dan kepentingan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan
kecil. Di sini. termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; menaikkan
pembebasan hutang untuk negeri miskin yang berhutang luas; pembatalan hutang bilateral
sah; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan

Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia

Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat


laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya kurang dari koordinasi Bappenas
dibantu dengan Kelompok Kerja PBB kemudian telah menyelesaikan laporan MDG
pertamanya yang ditulis pada bahasa Indonesia dan lalu diterjemahkan ke dalam kode Inggris
untuk menunjukkan dulk? kepemilikan pemerintah Indonesia arah laporan tersebut.

Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan cara awal pemerintah untuk


menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian manfaat
MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan cara menjadikan pencapaian-
pencapaian ini akhirnya menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi lalu meninjau kembali
kebijakan-kebijakan lalu program-program pemerintah yang diinginkan untuk memenuhi
tujuan-tujuan di sini.

Dengan tujuan utama memangkas jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah
minimum local antara tahun 1990 kemudian 2015, Laporan ini membuktikan bahwa
Indonesia berada di dalam jalur untuk mencapai manfaat tersebut. Namun, pencapaiannya
lintas provinsi tidak seimbang.
Sekarang MDGs telah menjadi kenalan penting pembangunan di Philippines, mulai
dari tahap perencanaan seperti yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Meskipun mengalamai kendala, namun
pemerintah memiliki komitmen untuk menggapai tujuan-tujuan ini dan diinginkan kerja keras
serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan
lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia tetao dijadikan dasar untuk perjanjian
kerjasama dan implementasinya di dalam masa depan. Hal indonesia termasuk kampanye
untuk perjanjian tukar guling hutang utk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta
mengenai MDGs di daerah Asia kemudian Pasifik.

D. Isu-isu Millenium Development Goals

1. Sustainable Development Goals (SDGs) telah diresmikan sebagai pengganti Millennium


Development Goals (MDGs) pada akhir September lalu, dan akan diberlakukan sebagai
panduan pembangunan global mulai 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2030. Tujuan
tersebut mulai dibangun menjelang Konferensi Rio+20 tahun 2012 lalu, dan akhirnya
mencapai bentuk matangnya seperti sekarang. Tulisan ringkas ini hendak memaparkan apa
saja yang penting untuk disadari oleh para pemangku kepentingan pembangunan di Indonesia
sehubungan dengan pemberlakuan SDGs ini.

Pertama, SDGs menganut model keberlanjutan mutakhir, bukan lagi pilar (yang
melihat ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpisah) atau triple bottom line (yang melihat
adanya peririsan di antara ketiganya), melainkan model nested (yang melihat hubungan
ketiganya secara komprehensif: ekonomi bagian dari sosial, dan sosial bagian dari
lingkungan). Ini berarti SDGs melihat bahwa tak ada tujuan yang terpisah apalagi
bertentangan di antara ketiganya. Secara tegas, ini juga berarti hanya bentuk-bentuk ekonomi
yang tunduk pada kepentingan sosial dan kelestarian lingkungan yang diperkenankan untuk
dibangun dalam periode 2016-2030.
Khusus terkait dengan lingkungan, ekonomi yang boleh dikembangkan adalah
ekonomi restoratif—yaitu yang memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak—serta ekonomi
konservatif—yaitu yang memelihara kondisi lingkungan yang masih baik—yang
diperkenankan untuk eksis. Inilah yang kerap dilabel sebagai ekonomi hijau. Di luar itu,
harus dianggap sektor ekonomi yang sunset atau transformasi.

Kedua, dalam bentuk konseptualnya yang formal, lingkungan dinyatakan sebagai


salah satu di antara 6 elemen esensial SDGs, yaitu: planet, people, dignity, prosperity, justice,
dan partnership. Apabila diperhatikan, elemen people dan dignity masuk ke dalam apa yang
disebut sebagai sosial, sementara prosperity dan justice masuk ke dalam ekonomi. Ini
memberikan penegasan bahwa daya dukung lingkungan dipergunakan untuk membangun
kondisi masyarakat yang bermartabat, juga bentuk ekonomi yang berkeadilan. Hal ini dapat
dibaca sebagai bentuk kritik atas logika pembangunan yang selama ini bukan saja merusak
lingkungan, namun juga menghasilkan peminggiran sosial, juga ketidakadilan ekonomi.
SDGs ingin memperbaiki itu semua lewat logikanya, ditambah dengan penekanan bahwa hal
tersebut ingin dicapai melalui kemitraan antar-negara dan antar-sektor.

Ketiga, bentuk konseptual tersebut diuraikan lebih lanjut ke dalam 17 Tujuan dan 169
Target. Lingkungan terutama diuraikan dalam Tujuan 12 (produksi dan konsumsi), Tujuan 13
(perubahan iklim), Tujuan 14 (lautan) dan Tujuan 15 (daratan). Namun juga sangat jelas
terkait dengan Tujuan 6 (air dan sanitasi, terutama bagian pengelolaan sumberdaya air),
Tujuan 7 (energi), Tujuan 9 (infrastruktur, industrialisasi dan inovasi) dan Tujuan 11 (kota
dan pemukiman). Lebih jauh, dengan logika nested, sebetulnya seluruh Tujuan itu terkait
dengan (daya dukung) lingkungan. Ambil contoh Tujuan 1 (kemiskinan) maupun Tujuan 2
(kelaparan) yang sangat terang memiliki kaitan erat dengan lingkungan. Kondisi lingkungan
yang buruk tentu saja sangat menyulitkan masyarakat untuk bisa keluar dari kemiskinan dan
kelaparan, terutama bila mereka menggantungkan diri pada sektor pertanian. Kondisi
lingkungan yang sehat adalah prasyarat pertanian yang produktif. Ketika lingkungan
memburuk, maka tak ada pertanian produktif yang bisa dibuat di atasnya. Itu juga
menegaskan logika bahwa bentuk ekonomi pertanian yang harus dibangun adalah pertanian
berkelanjutan, yang ramah lingkungan (dan sosial).

Keempat, masing-masing Tujuan dan Target tersebut telah ditelaah oleh sekelompok
ilmuwan dari International Council for Science (ICSU) dan International Social Science
Council (ISSC), dan hasilnya dituangkan ke dalam dokumen Review of Targets for the
Sustainable Goals: The Science Perspective yang bisa diunduh melalui www.icsu.org Hasil
telaah tersebut mengungkapkan bahwa baru 49 Target atau 29% yang bisa terukur dengan
jelas (indikatornya kuat), 91 Target atau 54% perlu dibuat lebih spesifik, dan 29 Target atau
17% membutuhkan kerja keras perbaikan. Secara lebih spesifik, bila dilihat yang terkait
langsung dengan lingkungan, Target 11 dinyatakan masih perlu dibuat lebih spesifik, karena
tak ada indikator yang dianggap telah memadai. Target 12 dianggap hanya punya 2 (dari 11)
indikator kuat. Target 13 punya 3 dari 5 indikator yang dianggap baik. Target 14 hanya 4 dari
10 indikator yang telah dianggap baik. Sementara Target 15 punya 3 dari 12 indikator yang
dianggap baik.

Kesimpulannya: Tujuan-tujuan yang terkait langsung dengan lingkungan masih


memerlukan kerja-kerja perbaikan. Hal ini sesungguhnya bertentangan dengan anggapan
banyak pihak, bahwa indikator-indikator lingkungan (dan ekonomi)—tidak seperti indikator-
indikator sosial—jauh lebih mudah dibuat karena bersifat eksak. Pada kenyataannya,
membuat indikator lingkungan yang baik juga tak mudah, apalagi indikator yang bersifat
relasional dengan yang aspek lainnya.

Kelima, dengan demikian dibutuhkan perbaikan-perbaikan untuk Target dan indikator


yang berhubungan dengan lingkungan. Perbaikan indikator itu merupakan kerja yang
bersifat transdiciplinary: meliputi beragam latar belakang keilmuan, beragam sektor, juga
meliputi kombinasi para teoretisi dan praktisi lingkungan. Dalam proses perbaikan indikator-
indikator itu, perlu ditegakkan prinsip-prinsip kesetaraan dan transparensi, juga yang bersifat
inklusif, material dan responsif. Untuk memastikan hal itu, pengembangan indikator SDGs di
Indonesia perlu disusun sebagai proses pemangku kepentingan yang formal, bukan sekadar
‘dengar pendapat’ atau ‘konsultasi dengan pemangku kepentingan’ yang selama ini
kebanyakan dilakukan tanpa penerapan prinsip-prinsip itu. Dalam proses tersebut, masing-
masing kelompok pemangku kepentingan perlu mengidentifikasikan siapa saja yang memiliki
hak untuk berperan serta, berdasarkan kriteria pemilihan dan penapisan yg disusun secara
baik—misalnya dengan menggunakan atribut pemangku kepentingan yang didasarkan
pada AA1000 Stakeholder Engagement Standard—termasuk dan terutama rekam jejak terkait
pembangunan berkelanjutan. Mereka yang tak memiliki rekam jejak yang baik dalam
keberlanjutan tak memiliki hak untuk memberikan kontribusi pemikiran, karena patut diduga
memiliki kepentingan yang tak sejalan dengan keberlanjutan.
Para pemangku kepentingan dari bidang tertentu sangat perlu melakukan kajian
komprehensif terhadap bagaimana isu tertentu itu terkait dengan keberhasilan atau kegagalan
pencapaian SDGs. Salah satu contoh terbaik telah ditunjukkan oleh aktivis pro-kesehatan di
Jerman yang telah menunjukkan bahwa bila isu-isu terkait produksi dan konsumsi rokok tak
bisa dikelola dengan benar, maka 11 dari 17 Tujuan serta 68 dari 169 Target SDGs akan sulit
tercapai. Dokumen bertajuk Tobacco: Antisocial, Unfair, Harmful to the Environment yang
ditulis oleh von Eichborn dan Tanzmann perlu dicontoh oleh berbagai sektor, agar kontribusi
masing-masing sektor bisa optimal. Analisis seperti ini juga akan menunjukkan kaitan-kaitan
logis antar-Tujuan dan antar-Target SDGs, sehingga bisa dimanfaatkan untuk formulasi
kebijakan pembangunan yang komprehensif.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru.
Foto: Tommy Apriando

Keenam, Tujuan 17 sebetulnya memberikan kerangka kemitraan antar-sektor.


Sayangnya tak cukup elaboratif dalam memandu bagaimana pemerintah-swasta-masyarakat
sipil bisa melakukan kemitraan itu. Lagi-lagi, hal ini penting dipandang sebagai pekerjaan
rumah bagi masing-masing sektor untuk memikirkan bagaimana bentuk kemitraannya, lalu
mengusulkan kepada sektor-sektor yang lain dalam sebuah forum bersama. Kesepakatan
kemitraan di dalam negara perlu memuat di antaranya bagaimana masing-masing Target
(yang telah dilihat kaitannya dengan Target-target lainnya di dalam beragam Tujuan)
diuraikan menjadi Indikator, peran masing-masing pihak, bentuk kerjasama yang diperlukan
termasuk kelembagaannya, serta sumberdaya yang dibutuhkan dan tersedia untuk mencapai
Target-target tersebut. Dengan tantangan yang sedemikian besarnya di Indonesia—yang
bahkan masih memiliki hutang pencapaian setidaknya separuh Tujuan dalam MDGs—
sangatlah mustahil untuk membayangkan SDGs dicapai tanpa kerjasama yang terokestrasi
dengan baik di antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Terakhir, dengan mengandaikan Pemerintah RI bersungguh-sungguh ingin mencapai
keberlanjutan melalui SDGs, jelas akan dibutuhkan berbagai penyesuaian dalam kebijakan
pembangunan. Sektor-sektor ekonomi akan ditentukan peta jalannya dengan pertimbangan
keberlanjutan/SDGs. Sektor-sektor yang menghambat atau bertentangan dengan SDGs—
misalnya energi fosil dan rokok—harus direncanakan untuk dihilangkan dari pembangunan
Indonesia melalui periode transisi tertentu. Transisinya sendiri perlu dibuat dengan mulus,
terutama agar seluruh dampak ekonomi-sosial-lingkungan bisa terkendali, terlebih lagi untuk
melindungi kepentingan kelompok masyarakat rentan. Tetapi, kapan sektor-sektor ekonomi
hitam itu hilang dari Indonesia haruslah dinyatakan dengan tegas. Oleh karena itu, oleh-oleh
dari kepulangan Presiden Jokowi dari Amerika Serikat yang masih sangat jauh dari bentuk
dan cita-cita ekonomi hijau haruslah diupayakan dengan sungguh-sungguh sebagai yang
terakhir. Setelah ini, kita tak boleh lagi menerima investasi yang tidak mendekatkan kita
pada ekonomi hijau.

2. Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih terlalu tinggi. Mengingat penyebabnya
yang kompleks, diperlukan upaya bersama untuk menekan angka ini.

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1990, ada 450
ibu meninggal pada setiap 100 ribu kelahiran di Indonesia. Angka tersebut turun perlahan
hingga 228 pada 2007, meningkat signifikan menjadi 359 pada 2012, dan kembali menurun
sampai 305 kematian pada 2015.

Laporan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, memberi


Indonesia rapor merah karena angka itu jauh dari target MDGs, menurunkan rasio hingga
sekitar 110 kematian ibu per 100 ribu kelahiran. Pun target PBB yang cuma 102 kematian.
Nyatanya, tiap tahun sekitar 20 ribu perempuan Indonesia meninggal akibat komplikasi
dalam persalinan. Ini menunjukkan tren yang tak beda jauh dari seabad lalu, saat perdarahan
dan hipertensi masih sering merenggut nyawa ibu. Malaysia telah menurunkan AKI hingga
45 persen dalam 20 tahun terakhir. Tak mengherankan laporan statistik MDGs Asean
2017 menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia masih di atas rata-rata angka kematian
ibu di negara-negara ASEAN sebesar 197 per 100 ribu kelahiran hidup, juga terbesar kedua
di kawasan Asia Tenggara setelah Laos. Berkurangnya kasus kematian ibu di kabupaten
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada 2018--dari 14 menjadi tiga kematian pada 2015, bisa
dijadikan pelajaran.

Menukil Kompas, Dinas Kesehatan di sana berinovasi menekan angka kematian. Dua
di antaranya yaitu program Madu Bulin (Masyarakat Peduli Ibu Hamil dan Bersalin), dan
kemitraan antara bidan dan dukun setempat. Dalam program Madu Bulin, Dinkes membentuk
tim rujukan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang mempermudah proses rujukan
dan administrasi pasien. Ada pula tim pendonor darah, dan keterlambatan pelayanan pasien
diminimalkan dengan meningkatkan kesiagaan tim rujukan di tingkat kabupaten.
Kemitraan bidan dan dukun adalah solusi Dinkes. Padahal, ada Perda yang melarang dukun
membantu persalinan. Namun, banyak ibu lebih memilih bersalin dengan bantuan dukun
ketimbang bidan. Sebab, dukun juga memijat dan membantu mencuci pakaian. "Jadi kalau
ada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan dengan dukun, mereka akan kasih tahu ke bidan
kita agar datang ke rumah dan melakukan pemeriksaan kehamilan," ujar Harisson, Kepala
Dinkes Kapuas Hulu. Kemitraan serupa juga telah digalakkan di Kabupaten
Bekasi setidaknya sejak 2004. Agar lebih aman Dinkes setempat kini telah melarang adanya
penambahan jumlah dukun beranak yang sampai saat ini berjumlah 208 orang. Harisson
menambahkan tantangan lain di Kapuas adalah adanya kepercayaan lokal bahwa perdarahan
seusai melahirkan itu baik. Masyarakat sengaja memanaskan uterus menggunakan batu panas
agar terjadi perdarahan. Meski begitu, Dinkes telah berhasil mengurangi hal ini lewat
sosialisasi melalui camat atau tokoh-tokoh masyarakat.

MDGs memang mencatat tingginya angka kematian ibu lantaran sekitar 60 persen
persalinan di Indonesia berlangsung di rumah. Bidan desa yang membantu pun kebanyakan
kurang terlatih, bukan kurang secara jumlah. Masalah lain, lebih banyak keluarga memilih
bantuan tenaga tradisional macam paraji atau dukun lantaran lebih nyaman karena sudah
dikenal atau percaya, dan lebih murah.
Ini cukup lazim mengingat kemiskinan masih terdapat di seluruh pulau Indonesia. Per
semester I 2018, penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan paling tinggi berada di
Maluku dan Papua, disusul Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatra, Jawa, dan
Kalimantan. Dari sisi jumlah, penduduk miskin tertinggi berada di Jawa (13,3 juta orang).
Sementara, berdasarkan studi Evidence Summit yang diinisiasi AIPI (Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia), ada setidaknya enam faktor pemicu kematian ibu. Yakni kualitas
pelayanan kesehatan, sistem rujukan kesehatan, implementasi Jaminan Kesehatan Nasional,
kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan, juga faktor budaya dan pernikahan dini yang
dinilai masih sarat ketimpangan gender. "Ini yang soal culture, satu
satunya evidence yang high (validitasnya). Faktor budaya ini banyak daerah yang
perempuannya enggak bisa memutuskan apakah dia mau ke rumah sakit rujukan atau tidak.
Kadang keputusan di suami. Kalau suami enggak bisa, lalu keluarga besar," jelas ketua tim
peneliti, Akmal Taher

Lalu, terkait implementasi jaminan kesehatan, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi
telah berupaya agar ibu melahirkan berisiko tinggi pemilik BPJS mendapatkan kemudahan
pelayanan dengan dirawat dulu tanpa perlu menghadapi regulasi dan administrasi.
Sayangnya, meski hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik
tahun 2015-2018 menunjukkan peningkatan persentase kepemilikan jaminan kesehatan pada
ibu, sebanyak 33,48 persen ibu tidak memiliki jaminan kesehatan apapun pada 2018.
Padahal, persalinan bagaimanapun harus dianggap sebagai kondisi darurat. Karena
kita tidak pernah tahu kapan kondisi normal bisa berubah fatal.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Millennium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil


kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) yang telah dijalankan pada September 2k, berupa delapan butir manfaat
untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada 2015
 Tujuan millennium development goals
 Menanggulangi Kemiskinan dan kelaparan
 Mencapai pendidikan dasar bagi semua
 Menarik kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
 Menurunkan angkah kematian putra
 Meningkatkan kesehatan ibu
 Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
 Memastikan kelestarian kawasan hidup
 Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
 Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan cara awal pemerintah untuk
menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian
manfaat MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan cara
menjadikan pencapaian-pencapaian ini akhirnya menjadi kenyataan, sekaligus
mengidenifikasi lalu meninjau kembali kebijakan-kebijakan lalu program-program
pemerintah yang diinginkan untuk memenuhi tujuan-tujuan di sini

B. Saran

Dengan adanya makalah tentang Millenium development goals ini, penulis berharap
supaya pembaca dapat mengambil hal-hal yang bermanfaat khususnya di dalam memahami
dan mengembangkan usaha kecil agar dapat bersaing secara sehat dengan usaha-usaha yang
lainnya. Sehingga mereka para pelaku usaha kecil dapat ikut serta mengembangkan
kesejhteraan masyarakat, khususnya mmereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/296/296

https://www.dosenpendidikan.co.id/mdgs-adalah/

https://www.ilmu-ekonomi-id.com/2017/04/pengertian-dan-tujuan-mdgs-millennium-
development-goals.html

https://koinworks.com/blog/millenium-development-goals/

Anda mungkin juga menyukai