Anda di halaman 1dari 34

“MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGS)”

Mata Kuliah: Asuhan Kebidanan Komunitas


Dosen Pengampu: Serilaila, M. PH

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Amalia Rahmah P07124118164
Aulia Azrahana Kartini P07124118171
Cantika Fatimatuzzahra P07124118177
Ditta Shafira P07124118183
Erlinawati P07124118189
Firda Mawaddah P07124118195
Helda P07124118201
Maria Ulfah P07124118207
Mitha Dayanti P07124118213
Nor Kholifah P07124118218
Nur Raudhathul Jannah P07124118224
Renita Eka Silviyanti P07124118230
Rizky Amelia P07124118236
Siti Munawaroh P07124118242
Tiara Salsabilla P07124118252

TINGKAT IIB SEMESTER IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN
DIPLOMA III JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Millenium Development Goals (MDGs)” sebagai salah
satu tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas pada Semester IV D3
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
izinkan penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membimbing untuk menyumbangkan ide dan pikiran mereka
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna di masa yang
akan datang serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada kita semua.

Banjarbaru, 30 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A. Pengertian Millenium Development Goals (MDGs)............................ 4
B. Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Komitmen
atau Kesepakatan.................................................................................. 4
C. Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Kesehatan..... 6
D. Sejarah Millenium Development Goals (MDGs)................................. 13
E. Keberhasilan Millenium Development Goals (MDGs)........................ 15
F. Kendala Indonesia dalam Pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs)................................................................................................. 17
G. Upaya Indonesia dalam Mencapai Millenium Development Goals
(MDGs)................................................................................................. 24

BAB III PENUTUP........................................................................................... 30


A. Kesimpulan........................................................................................... 30
B. Saran..................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di penghujung abad lalu, Indonesia mengalami perubahan besar yaitu
proses reformasi ekonomi dan demokratisasi dalam bidang politik. Tidak
begitu lama kemudian, tepatnya pada tahun 2000, para pimpinan dunia bertemu
di New York dan menandatangani “Deklarasi Milennium” yang berisi
komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan
kemiskinan. Komitmen tersebut, diterjemahkan menjadi beberapa tujuan dan
target yang dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs).
Pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa
Indonesia. Pencapaian tujuan dan target tersebut bukanlah semata-mata tugas
pemerintah tetapi merupakan tugas seluruh komponen bangsa. Sehingga
pencapaian tujuan dan target MDGs harus menjadi pembahasan seluruh
masyarakat. Untuk membantu terlaksananya proses ini, laporan pencapaian
MDG dalam versi pendek ini, ditulis dengan gaya bahasa informal yang dapat
dipahami secara lebih mudah. Meskipun pendek dan hanya menyentuh secara
singkat tujuan dan target MDGs, diharapkan pembaca akan mendapatkan
gambaran mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam sasaran MDGs.
Di negara yang sangat luas dan beragam seperti Indonesia, pengumpulan data
merupakan pekerjaan yang sulit dilakukan. Meskipun data-data yang
ditampilkan dalam laporan ini dapat menggambarkan pencapaian di tingkat
nasional, dan dalam beberapa aspek mencapai juga di tingkat provinsi, namun
belum menggambarkan capaian pada tingkat kabupaten. Padahal, banyak dari
keputusan terpenting yang dapat mempengaruhi kemajuan pencapaian MDGs
diambil pada tingkat kabupaten. Karena itu, laporan ini diharapkan bisa
membantu memperkenalkan latar belakang MDGs kepada pembaca yang lebih
luas, terutama para pengambil keputusan di tingkat daerah. Untuk beberapa
tujuan, diantaranya kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan perlindungan
terhadap lingkungan, Indonesia bersama negara-negara lainnya, menetapkan
target-target yang ambisius namun sangat mungkin untuk dicapai.

1
Kebanyakan dari target tersebut mesti dicapai pada 2015. Oleh karena
itu, tahun 2008 menjadi penting, karena tahun ini adalah pertengahan dari
target 2015. Melihat pencapaian sampai saat ini, Indonesia sepatutnya
berbangga hati. Kita telah secara nyata mengurangi kemiskinan, dan hampir
semua anak laki-laki dan perempuan dapat masuk ke sekolah dasar. Tetapi
masih menuntut kerja keras dalam bidang yang lain. Tingginya angka kematian
ibu melahirkan dan belum cukup usaha kita untuk melindungi lingkungan
merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh.
Walaupun kita sudah mencapai banyak kemajuan, tetapi masih diperlukan
kerja keras untuk mencapai semua sasaran MDGs.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Millenium Development Goals (MDGs)?
2. Apa saja tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) dalam
komitmen atau kesepakatan?
3. Apa saja tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) dalam
kesehatan?
4. Bagaimana sejarah Millenium Development Goals (MDGs)?
5. Bagaimana keberhasilan Millenium Development Goals (MDGs)?
6. Apa saja kendala Indonesia dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs)?
7. Apa saja upaya Indonesia dalam mencapai Millenium Development Goals
(MDGs)?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Millenium Development Goals (MDGs).
2. Mengetahui tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam
komitmen atau kesepakatan.
3. Mengetahui tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam
kesehatan.
4. Mengetahui sejarah Millenium Development Goals (MDGs).

2
5. Mengetahui keberhasilan Millenium Development Goals (MDGs).
6. Mengetahui kendala Indonesia dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs)
7. Mengetahui upaya Indonesia dalam mencapai Millenium Development
Goals (MDGs).

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Millenium Development Goals (MDGs)


Millenium Development Goals (MGDs) atau tujuan pembangunan
milenuim merupakan paradigma pembangunan global yang dideklarasikan
dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York 18 September 2000.
Komitmen dari MGDs diambil untuk menangani isu mendasar tentang
pemenuhan hak asasi manusia, kebebasan manusia, perdamaian, keamanan,
dan pembangunan. Komitmen atau kesepakatan tersebut dirumuskan dalam
delapan tujuan.

B. Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Komitmen atau


Kesepakatan
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
a. Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di
bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-
2015
b. Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan
menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
a. Target 3: Menjamin pada tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki- laki
maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
a. Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan menengah pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan
tidak lebih dari tahun 2015.
4. Menurunkan angka kematian anak.
a. Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua-per tiganya
dalam kurun waktu 1990-2015.

4
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
a. Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya
dalam kurun waktu 1990-2015.
6. Memerangi HIV-AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya.
a. Target 7: Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai
menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015.
b. Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya
jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015.
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.
a. Target 9: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber
daya lingkungan yang hilang.
b. Target 10: Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber
air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar
sebesar separuhnya pada tahun 2015.
c. Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk
miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020.
8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
a. Target 12: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang
terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
b. Target 13: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara
kurang berkembang (NKB).
c. Target 14: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara
tanpa perairan dan negara-negara kepulauan. (melalui Programme of
Action for the Sustainable Development of Small Island Developing
States dan hasil dari Special Session of the General Assembly ke 22.
d. Target 15: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional
maupun internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam
jangka panjang.
e. Target 16: Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkan dan
menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang baik dan

5
produktif bagi usia muda.
f. Target 17: Bekerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses
terhadap obat-obat utama yang terjangkau bagi negara-negara
berkembang.
g. Target 18: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi
baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing
sejumlah indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya
pada tenggang waktu hingga tahun 2015. Secara umum ditetapkan 18 target
dan 48 indikator tersebut bersifat fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan, dan ketersediaan data yang ada pada setiap negara yang
digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya.

C. Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Kesehatan


1. Tujuan 4 : Mengurangi Angka Kematian Anak
Target 5 : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara
1990-2015
INDIKATOR :
a. Indikator 17 : Angka Kematian Balita (Akaba)
1) Konsep dan Definisi
Akaba adalah jumlah anak yang di lahirkan pada tahun tertentu
dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, yang di nyatakan
sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba >140
sangat tinggi, antara 71-140 sedang, dan <20 rendah.
2) Manfaat
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan
anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatanya.
Akaba kerap di gunakan untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi
penduduk. Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia
belum sempurna sumber data ini belum dapat di pakai untuk

6
menghitung Akaba. Sebagai gantinya, Akaba di hitung berdasarkan
estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang di gunakan adalah sebagai berikut.
banyaknya penduduk yang
meninggal pada usia<5 tahun
Akaba: x 100
Banyaknya balita
Sumber data: BPS (SP,SDKI, Kor Susen) dan Departemen
Kesehatan.
b. Indikator 18 : Angka Kematian Bayi (AKB).
1) Konsep dan Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kururang dari 40 sangat
sulit di upayakan penurunanya (hard rock), antara 40-70tergolong
sedabg tetapi sulit untuk diturunkan, dan l lebih besar dari 70
tergolong mudah untuk diturunkan.
2) Manfaat
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan
amak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatanya.
AKB lebih cenderung menggambarkan kesehatan reproduksi dari
pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian
balita,AKB relevan di pakai untuk memonitor pencapaian target
program karena mewakili komponen penting pada kematian balita
3) Metode Perhitungan
Rumusnya yang digunakan adalah sebagai berikut.
Banyaknya kematian bayi ( ¿ 1tahun )
selama tahun tertentu
AKB : x 100
Banyak Kelahiran Hidup
Sumber data: BPS (SP, SDKI, Kor Susenas) dan Departemen
Kesehatan

7
c. Indikator 19 : Proposi Imunisasi Campak (PIC) pada Anak yang Berusia
1 Tahun (12-23 Bulan).
1) Konsep Dan Definisi
Proposi imunisasi campak (PIC) adalah perbandingan antara
banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima paling sedikit
satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun,
yang di nyatakan dalam persentase.
2) Manfaat
Indikator ini satu ukuran cakupan dan kualitas sistem
pemeliharaan kesehatan anak di suatu wilayah, imunisasi adalah unsur
pentinguntuk mengurangi kematian balita.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan :
Banyaknya anak usia12−23 bulan yang
telah diimunisasi campak minimal 1 kali
PIC : x 100
Jumlah anak yang berumur 12−23
Sumber data: BPS (SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan

2. Tujuan 5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu


Target 6 : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara
tahun 1990-2015.
INDIKATOR :
a. Indikator 20 : Angka Kematian Ibu (AKI).
1) Konsep dan Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidental) selama kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas (42
hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup. AKI diperhitungkan pula pada jangka waktu
enam minggu hingga setahun setelah melahirkan.

8
2) Manfaat
Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor
kematian terkait dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk status kesehatan secara umum, yaitu pendidikan serta
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Banyaknya kematian ibu yang berkaitan
dengan kehamilan , persalinan dan nifas pada tahun tertentu
AKI : x 10
Jumlah kelahiran hidup pada suatu periode yang sama
Metode alternatif adalah meninjau semua kematian wanita pada usia
reproduksi (Reproductive Age Mortality Survey - RAMOS).
Sumber data : BPS (SDKI, Supas, Kor Susenas) dan Departemen
Kesehatan
b. Indikator 21 : Proporsi Pertolongan Kelahiran (PPK) oleh Tenaga
Kesehatan Terlatih (TKT)
1) Konsep dan Definisi
PPK oleh TKT adalah perbandingan antara persalian yang
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter, bidan, perawat
dan tenaga medis lainnya dengan jumlah persalinan seluruhnya, yang
dinyatakan dalam presentase.
2) Manfaat
Mengukur kematian ibu secara akurat adalah sulit, kecuali
tersedia data registrasi yang sempurna tentang kematian dan penyebab
kematian. Oleh karena itu, sebagai proksi indikator digunakan
proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.:
Banyaknya kelahiran yang ditolong oleh
tenaga kesehatanterlatih
PPK – TKT : x 100
Jumlah persalinan seluruhnya pada
suatu periode yang sama
Sumber data : BPS (SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan

9
c. Indikator 22 : Angka Pemakaian Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur
15-49 Tahun (PUS).
1) Konsep dan Definisi
KB pada pasangan usia subur (PUS) adalah perbandingan antara
PUS yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi dengan jumlah
PUS biasanya, yang dinyatakan dalam persentase.
2) Manfaat
Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu
melalui pengaturan kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai
proksi untuk mengukur akses terhadap pelayanan reproduksi
kesehatan yang sangat esensial.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan :
Banyaknya PUS yang memakai salah satu kontrasepsi
KB : x 100
Jumlah PUS
Sumber data : BPS (SDKI, Supas, Kor Susenas) dan BKKBN.

3. Tujuan 6 : Memerangi HIV/AIDS, Malaria, Penyakit Menular Lainnya


Target 7 : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya
jumlah kasus baru pada 2015
INDIKATOR:
a. Indikator 23: Prevalensi HIV/AIDS ibu hamil yang berusia 15-24 tahun
1) Konsep dan Definisi
HIV-Bumil yang berusia 15-24 adalah perbandingan antara ibu
hamil berusia 15-24 tahun yang hasil tes darahnya positif mengidap
HIV/AIDS terhadap semua ibu hamil pada kelompok usia yang sama
yang dites sempel darahnya, yang dinyatakan dalam presentase.
2) Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur penyebaran epidemik
HIV/AIDS. Akses terhadap pengobatan masih sangat jarang dan
belum ada vaksin yang tersedia. Prevalensi HIV dimonitor pada

10
kelompok dengan perilaku beresiko tinggi sangat sulit sehingga
digunakan proksi indikator HIV-bumil.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Banyak ibuhamil berusia 15−24 tahun yang dites
sampel darahnya positif mengidap HIV / AIDS
HIV −Bumil : x 100
Semua ibu hamil pada umur yang sama dites

b. Indikator 24 : Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi


1) Konsep dan Definisi
Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi adalah
perbandingan penduduk usia 15-24 tahun yang melakukan hubungan
seks paling akhir dengan pasangan tidak tetap menggunakan kondom
pada 12 bulan terakhir terhadap banyaknya penduduk pada usia 15-24
tahun yang melakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap,
yang dinyatakan dalam presentase.
2) Manfaat
Penggunaan kondom yang konsisten dengan pasangan tidak
tetap akan mengurangi penularan HIV/AIDS saat berhubungan seks.
Penggunaan kondom merupakan suatu ukuran untuk proteksi terkena
HIV/AIDS.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Banyak penduduk usia15−24 tahun yang memakai
kondomsaat berhubungan seks paling akhir dengan
pasangan tidak tedak tetap selama 1 2 bulanterakhir
PK −HSBT : x 100
Banyak penduduk usia15−24 tahun yg melakukan
hubungan seks pada pasangan tidak tetap
pada 12 bulan terakhir
c. Indikator 25 : Angka Penggunaan Kondom
1) Konsep dan Definisi

11
Perbandingan antara PUS yang memakai kondom pada saat
berhubungan seks terhadap semua PUS, yang dinyatakan dalam
presentase.

2) Manfaat
Angka penggunaan kondom digunakan untuk memonitor
kemajuan penghambatan dan pembalikan penyebaran HIV/AIDS
sebab pemakaian kondom adalam metode kontrasepsi yang efektif
mengurangi penyebaran HIV/AIDS. Oleh karena angka penggunaan
kondom diukur hanya pada wanita, maka pendekatan ini perlu di
sublemen dengan indikator penggunaan kondom dalam hubungan seks
dengan pasangan yang beresiko tinggi.
3) Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Banyaknya PUS yang memakai kondom
Angka Penggunaan Kondom: x 100
Jumlah PUS
d. Indikator 26 : Presentasi Penduduk Berumur 15-24 yang Mempunyai
Pengetahuan Komprehensif tentang HIV/AIDS ( PPK-HIV/AIDS )
1) Konsep dan Definisi
PPK-HIV/AIDS perbandingan penduduk usia 15-24 tahun yang
mempunyai pengetahuan komprehensif tetang bahaya penyakit
HIV/AIDS terhadap kelompok penduduk usia yang sama, yang
dinyatakan dalam presentase. Pengetahuan yang komprehensif tentang
HIV/AIDS, yang meliputi bahaya penyakit yang merusak kekebalan
tubuh dan cara pencegahan penularannya.
2) Manfaat
Indikator ini dapat digunakan untuk mengukur efektifitas
keberhasilan penyebarluasan informasi, pendidikan, program
komunikasi, dan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan
tetang cara pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS
3) Metode Perhitungan

12
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Banyaknya penduduk berusia 15−24 tahun
yang mempunyai pengetahuan komprehensif
HIV tetang bahaya penyakit HIV / AIDS
PPK − : x 100
AIDS Jumlah penduduk berusia 15−24 tahun

e. Indikator 27 : Rasio Kehadiran Sekolah Anak Yatim Piatu karena


HIV/AIDS (RKS-YP) terhadap Kehadiran di Sekolah Yatim Piatu
Berusia 10-14 Tahun
1) Konsep dan Definisi
Rasio kehadiran sekolah anak yatim piatu karena HIV/AIDS
(RKS-YP) terhadap kehadiran disekolah yatim piatu berusia 10-14
tahun adalah perbandingan anak sekolah yatim piatu yang kehilangan
ibu atau bapak atau keduanya karena HIV/AIDS sebelum berusia 15
tahun terhadap anak sekolah pada kelompok umur yang sama yang
tidak yatim piatu, yang dinyatakan dalam presentase.
2) Manfaat
Indikator kehadiran sekolah anak yatim piatu dapat digunakan
untuk memonitor program bantuan pendidikan untuk anak-anak yatim
piatu karena orangtuanya menjadi korban HIV/AIDS.
3) Metode perhitungan
Rumus yang digukan adalah sebagai beikut
Angka kehadiran sekolah anak usia10−14 tahun
yatim piatu karena HIV / AIDS
RKS−YP : x 100
Angka kehadiran sekolah anak usia10−14 tahun
bukan yatim piatu karena HIV / AIDS

D. Sejarah Millenium Development Goals (MDGs)


Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang
sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi
Deklarasi Milenium. Deklarasi itu berdasarkan pendekatan yang inklusif, dan
berpijak pada perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia. Dalam

13
konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan
Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Setiap
tujuan (goal) memiliki satu atau beberapa target. Target yang tercakup dalam
MDGs sangat beragam, mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan,
menuntaskan tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender,
mengurangi kematian anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai
penyakit lainnya,serta memastikan kelestarian lingkungan hidup dan
membentuk kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan.
Ada beberapa tujuan pembangunan yang lain ditetapkan pada dekade
1960-an hingga 1980an. Sebagian terlahir dari konferensi global yang
diselenggarakan PBB pada 1990-an, termasuk KTT Dunia untuk Anak,
Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua 1990 di Jomtien,
Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan 1992 di Rio de
Janeiro, dan KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial 1995 di Copenhagen.
MDGs tidak bertentangan dengan komitmen global yang sebelumnya karena
sebagian dari MDGs itu telah dicanangkan dalam Tujuan Pembangunan
Internasional (IDG), oleh negara-negara maju yang tergabung dalam OECD
pada 1996 hingga selanjutnya diadopsi oleh PBB, Bank Dunia dan IMF.1
Sekalipun MDGs merupakan sebuah komitmen global tetapi diupayakan untuk
lebih mengakomodasikan nilai-nilai lokal sesuai dengan karakteristik masing-
masing negara sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan. Beberapa hal
penting yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan MDGs adalah sebagai
berikut: Pertama, MDGs bukan tujuan PBB, sekalipun PBB merupakan
lembaga yang aktif terlibat dalam promosi global untuk merealisasikannya.
MDGs adalah tujuan dan tanggung jawab dari semua negara yang
berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik pada rakyatnya maupun secara
bersama antar pemerintahan. Kedua, tujuh dari delapan tujuan telah
dikuantitatifkan sebagai target dengan waktu pencapaian yang jelas, hingga
memungkinkan pengukuran dan pelaporan kemajuan secara obyektif dengan
indikator yang sebagian besar secara internasional dapat diperbandingkan.
Ketiga, tujuan-tujuan dalam MDGs saling terkait satu dengan yang lain.

14
Misalnya, Tujuan 1—menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang parah—
adalah kondisi yang perlu tapi belum cukup bagi pencapaian Tujuan 2 hingga
Tujuan 7.
Demikian juga, tanpa kemitraan dan kerja sama antara negara miskin dan
negara maju, seperti yang disebut pada Tujuan 8, negara-negara miskin akan
sulit mewujudkan ketujuh tujuan lainnya. Keempat, dengan dukungan PBB,
terjadi upaya global untuk memantau kemajuan, meningkatkan perhatian,
mendorong tindakan dan penelitian yang akan menjadi landasan intelektual
bagi reformasi kebijakan, pembangunan kapasitas dan memobilisasi sumber
daya yang dibutuhkan untuk mencapai semua target. Kelima, 18 belas target
dan lebih dari 40 indikator terkait ditetapkan untuk dapat dicapai dalam jangka
waktu 25 tahun antara 1990 dan 2015. Masing-masing indikator digunakan
untuk memonitor perkembangan pencapaian setiap tujuan dan target.

E. Keberhasilan Millenium Development Goals (MDGs)


Banyak negara berkembang telah mendapatkan perubahan-perubahan
positif sejak Millenium Development Goals (MDG) diberlakukan, sebagaimana
yang terlihat dalam laporan MDG tahun 2012. Di dalam laporan yang ditulis
oleh Departemen Masalah-masalah Ekonomi dan Sosial Sekretariat PBB (The
Department of Economic and Sosial Affairs of the United Nations Secretariat)
ini disebutkan bahwa tujuan pertama dari MDG telah berhasil dicapai, di mana
jumlah penduduk miskin di setiap negara berkembang serta negara miskin telah
mengalami penurunan. Pada tahun 1990, jumlah penduduk yang hidup dengan
pendapatan perkapita kurang dari 1.25 dollar Amerika Serikat (AS) sebanyak
47 persen, namun pada tahun 2008 turun menjadi 24 persen. Jumlah penduduk
miskin juga berkurang dari sekitar 2 miliar menjadi 1.4 miliar.
Adapun pencapaian lainnya berdasarkan Laporan MDG tahun 2012
terdapat pada tujuan ke-7, di mana peningkatan pada jumlah penduduk yang
mendapatkan air bersih dari 76 persen pada tahun 1990 menjadi 89 persen pada
tahun 2010. Bahkan, sebanyak lebih dari 2 miliar penduduk kini telah
mendapatkan akses air minum, baik dari pipa maupun dari sumur. Selain itu,

15
jumlah anak-anak yang mendapatkan pendidikan dasar pun telah meningkat
yakni dari 58 persen pada tahun 1990 menjadi 76 persen pada tahun 2010.
Kematian balita pun mengalami penurunan dari 12 juta pada tahun 1990
menjadi 7.6 juta pada tahun 2010 walaupun terdapat peningkatan jumlah
penduduk.
Adapun salah satu contoh negara berkembang yang berhasil dalam
pencapaian MDG, adalah Botswana. Negara yang terletak di Afrika ini tercatat
berhasil mencapai tujuan ke-6 MDG yaitu dalam hal mengendalikan
perpindahan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya melalui
program pembangunan nasional. Pada September 2009, lebih dari 90 persen
wanita hamil yang terinfeksi HIV telah menerima program pemerintah untuk
pencegahan HIV terhadap bayi yang dikandungnya. Melalui program ini
perpindahan virus HIV dari ibu kepada bayinya dapat berkurang dari 20-40
persen pada tahun 2001 menjadi sebanyak 4 persen pada tahun 2008/2009.
Oleh karena itu, pemerintah Botswana berencana untuk memastikan
berjalannya akses terhadap program highly active antiretroviral therapy
(HAART). Adapun salah satu contoh negara berkembang yang berhasil dalam
pencapaian MDG, adalah Botswana. Negara yang terletak di Afrika ini tercatat
berhasil mencapai tujuan ke-6 MDG yaitu dalam hal mengendalikan
perpindahan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya melalui
program pembangunan nasional. Pada September 2009, lebih dari 90 persen
wanita hamil yang terinfeksi HIV telah menerima program pemerintah untuk
pencegahan HIV terhadap bayi yang dikandungnya. Melalui program ini
perpindahan virus HIV dari ibu kepada bayinya dapat berkurang dari 20-40
persen pada tahun 2001 menjadi sebanyak 4 persen pada tahun 2008/2009.
Oleh karena itu, pemerintah Botswana berencana untuk memastikan
berjalannya akses terhadap program highly active antiretroviral therapy
(HAART) kepada seluruh wanita hamil yang terinfeksi HIV sehingga nantinya
dapat mencapai target dibawah 1 persen.
Pencapaian MDG pun banyak terjadi di negara-negara daratan Afrika
Sub Sahara. Negara-negara pada daratan ini memiliki angka tertinggi dalam

16
kemiskinan. Akan tetapi, kemiskinan di daerah ini sudah mulai dapat diatasi.
Seiring dengan mulai berkembangnya pembangunan di wilayah Afrika ini,
jumlah penduduk miskin pun sudah semakin berkurang. Jumlah penduduk
yang hidup dibawah 1 dollar AS sudah menurun dari 47 persen pada tahun
1990 menjadi 24 persen pada tahun 2008 sehingga terdapat pengurangan
sebanyak kurang lebih 2 milliar penduduk miskin. Tidak hanya kemiskinan,
wilayah Afrika bagian Sub Sahara juga mengalami peningkatan pada jumlah
anak-anak yang telah mencapai pendidikan dasar dari 58 persen pada tahun
1999 menjadi 76 persen pada tahun 2010. Negara-negara di wilayah ini pun
telah dapat mengurangi jumlah anak yang putus sekolah. Keberhasilan lainnya
bagi negara-negara di wilayah ini terdapat dalam menurunkan angka kematian
anak. Awalnya, wilayah Afrika bagian Sub Sahara merupakan wilayah yang
memiliki tingkat angka kematian anak tertinggi. Namun, wilayah ini sudah
berhasil mengurangi angka kematian anak dari 1,2 persen pada periode tahun
1990-2000 menjadi 2,4 persen pada tahun 2000-2010.

F. Kendala Indonesia dalam Pencapaian Millenium Development Goals


(MDGs)
Para kepala negara dan pemerintahan telah sepakat bahwa tujuan-tujuan
di dalam MDG telah berhasil membuat banyak negara keluar dari kemiskinan.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak pula negara-
negara terutama negara berkembang yang masih mengalami kesulitan dalam
mencapai tujuan-tujuan yang terdapat dalam MDG. Sebanyak 1,5 miliar
penduduk dunia masih berada dibawah standar garis kemiskinan yang
ditetapkan oleh PBB yakni 1 dollar AS per hari. Sementara di beberapa negara
di Asia sebanyak 824 juta penduduk mengalami kelangkaan pangan serta 500
juta penduduk terancam kelaparan dan kurang gizi dan 170 juta diantaranya
adalah anak balita. Angka kematian balita pun telah mencapai 26.000 anak
setiap harinya, sedangkan kematian ibu melahirkan telah mencapai 500.000
orang per tahun. Sementara 100 juta anak lainnya tidak menikmati pendidikan
dasar.

17
Kondisi seperti inilah yang perlu diatasi oleh semua negara. Sebab,
meskipun MDG merupakan hasil kesepakatan dari semua kepala negara
maupun pemerintahan di seluruh dunia, namun pada waktu
pengimplementasiannya MDG lebih diarahkan kepada pencapaian di masing-
masing negara. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan Resolusi PBB nomor 55/2
yang mencantumkan bahwa MDG menempatkan pembangunan manusia
sebagai fokus, terutama pada masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan
serta terhadap anak-anak, selaku generasi mendatang.
Sama halnya dengan negara berkembang lainnya, Indonesia pun masih
memiliki beberapa target lainnya yang masih memerlukan usaha keras dalam
pencapaiannya. Sekalipun belum mampu mencapai tujuan MDG secara
keseluruhan, ini tidak berarti Indonesia tidak sungguh-sungguh dalam
memenuhi komitmennya untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai
seluruh tujuantujuan yang terdapat di dalam MDG. Ketidakmampuan ini lebih
dilatarbelakangi oleh kendala-kendala yang dihadapi Indonesia dalam
memenuhi komitmennya sekalipun pemerintah telah berupaya untuk
mencapainya. Beberapa tujuan MDGs yang belum dicapai Indonesia adalah:
1. Tujuan ke-1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan.
Indonesia telah melakukan segala upaya untuk menanggulangi
kemiskinan dan kelaparan penduduknya. Upaya-upaya ini pun telah
membuahkan hasil karena Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat
kemiskinan ekstrem, yaitu proporsi penduduk yang hidup dengan
pendapatan per kapita kurang dari 1 dolar AS per hari, yakni dari 20,6
persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008. Pada periode
1999-2004, jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan
yang signifikan yakni sebanyak 11,9 juta penduduk, dari 48 juta penduduk
menjadi 36,1 juta penduduk. Penurunan pun kembali terjadi pada periode
2004-2009 meskipun jumlahnya tidak sebesar periode sebelumnya, yakni
sebanyak 3,6 juta penduduk. Pada periode 2009-2011, jumlah penduduk
miskin di Indonesia pun kembali mengalami penurunan walaupun
jumlahnya semakin lama semakin sedikit yaitu sebanyak 2,6 juta penduduk.

18
Pada September 2012 Jumlah penduduk miskin di Indonesia pun mengalami
penurunan sebanyak 0,54 juta penduduk (0,3 persen) dari Maret 2012 yang
jumlahnya telah mencapai 29,13 juta penduduk (11,96 persen) menjadi
28,59 juta penduduk (11,66 persen). Selain itu, Indonesia juga telah
menaikkan ukuran untuk target pengurangan kemiskinan dan akan
memberikan perhatian khusus untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang
diukur terhadap garis kemiskinan nasional dari 13,33 persen pada tahun
2010 menjadi 8-10 persen pada tahun 2014. Dengan penjelasan tersebut,
sebelum tahun 1996 Indonesia dapat dikatakan telah berhasil memenuhi
target tujuan ke-1 yakni menurunkan tingkat kemiskinan sampai ke 10,30
persen pada tahun 2015. Oleh karena itu adalah hal yang wajar jika
pemerintah Indonesia menetapkan tujuan ini ke dalam kategori tujuan yang
sudah dicapai.
Meskipun demikian, penulis juga memiliki penjelasan lain mengapa
tujuan ini masih dimasukkan ke dalam kategori tujuan yang belum dapat
dicapai oleh Indonesia. Pada akhir tahun 2012, Indonesia masih belum
berhasil mencapai target yang dicanangkan oleh pemerintah yakni
menurunkan jumlah orang miskin sebanyak 10,50-11,55 persen. Menurut
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani, pada tahun 2012
setidaknya terdapat 29 juta penduduk Indonesia yang hidup di garis
kemiskinan. Sedangkan terdapat 70 juta penduduknya masih berada di garis
rentan.
Selain itu Indonesia pun dikatakan tidak berhasil dalam pengentasan
kemiskinan dan kelaparan karena Indonesia masih mengalami peningkatan
pada indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan
(P2). Pada Maret 2012, Indeks kedalaman kemiskinan meningkat dari 1,88
menjadi 1,90 pada September 2012. Sementara indeks keparahan
kemiskinan juga meningkat dari 0,47 menjadi 0,48 pada September
2012.Hal ini menandakan bahwa jumlah penduduk yang pada awalnya
sudah miskin, justru menjadi semakin miskin karena rata-rata pengeluaran

19
penduduk telah kian menjauh dari garis kemiskinan dan semakin
memperluas ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Adapun kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia di dalam
mencapai tujuan ini adalah kurang meratanya fokus wilayah pembangunan.
Pembangunan selama ini terfokus di wilayah kota sehingga masyarakat desa
menjadi kaum yang termarjinalkan. Tidak hanya itu saja, masyarakat desa
juga memiliki akses terbatas terhadap pemanfaatan program pembangunan
yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah terlebih lagi
dengan buruknya infrastruktur, sarana dan prasarana yang ada di desa.
Akses pemanfaatan program pembangunan ini justru lebih banyak dinikmati
oleh masyarakat kota yang notabene lebih siap menerima pembangunan.
Dengan demikian, masyarakat desa kurang dapat merasakan manfaat dari
informasi teknologi, sumber modal dan informasi pasar.
Meskipun sudah terdapat program pembangunan oleh pemerintah
namun program ini dirasakan kurang efektif. Program yang dibuat oleh
pemerintah tidak memacu terutama masyarakat desa untuk mandiri.
Masyarakat desa dibuat menjadi tergantung terhadap program pemerintah
tersebut. Padahal, seharusnya masyarakat justru termotivasi dalam setiap
program yang bersifat produktif dengan lebih menggalakkan kelompok
usaha yang terdapat di desa tersebut serta pengadaan konsultasi ataupun
bimbingan secara berkesinambungan oleh tenaga profesional sampai
nantinya para kelompok usaha binaan tersebut dapat meneruskan usaha
secara mandiri. Dengan cara tersebut, masyarakat pun langsung dapat
merasakan manfaat positif dari program pemberdayaan pemerintah.
2. Tujuan ke-5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
Selain pengentasan kemiskinan, Indonesia juga belum berhasil
mencapai tujuan MDG yang ke-5, yakni meningkatkan kesehatan ibu. Pada
tahun 1991, jumlah angka kematian ibu mencapai 390 per 1.000 kelahiran
hidup. Jumlah ini mengalami penurunan menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007. Namun masih diperlukan upaya keras untuk
mencapai target sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

20
Untuk mengatasinya, pemerintah (dalam hal ini Kementerian
Kesehatan) telah mengupayakan program jaminan persalinan (jampersal)
kepada masyarakat. Akan tetapi angka kematian ibu melahirkan masih saja
tinggi. Pemerintah Indonesia kesulitan di dalam pencapaian tujuan ini
karena tiap daerah memiliki persepsi sendiri di dalam menerapkan program
jampersal sehingga menyulitkan masyarakat daerah tersebut.
Selain itu, pemerintah juga kesulitan dalam pencapaian tujuan ini
karena kurang meratanya pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil. Di
Indonesia, setiap tahunnya terdapat hampir 20,000 ibu meninggal dunia
akibat komplikasi pada waktu hamil maupun melahirkan. Angka ini
termasuk yang tertinggi di Asia. Meskipun sudah lebih dari 70 persen
kelahiran di Indonesia yang telah didampingi oleh tenaga medis, akan tetapi
masih terdapat ketimpangan pelayanan kesehatan di antara propinsi-propinsi
terutama di daerah tertinggal. Sebagai contoh, jika di Jakarta, pelayanan
kesehatan oleh tenaga medis pada saat melahirkan sudah sampai 97 persen,
namun di kepulauan Maluku, hanya 33 persen saja. Hal ini pun dipersulit
dengan adanya dukun beranak.
3. Tujuan ke-6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular
Lainnya.
Sama halnya dengan tujuan pertama dan ke-5, pada tujuan ke-6
Indonesia pun belum sejalan dengan target MDG. Prevelansi tuberkolosis
memang mengalami penurunan pada tahun 1990, dari 443 kasus per
100.000 penduduk menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun
2009. Namun angka tersebut masih saja tinggi.
Bahkan, berdasarkan perkiraan data nasional pada tahun 2009,
terdapat 186.257 orang yang telah terinfkesi HIV di Indonesia. Apabila
tidak dilakukan percepatan dalam upaya pencegahan, maka pada tahun 2014
diprediksikan sekitar 541.700 orang Indonesia akan terkena HIV positif.
Selain itu, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pun meningkat,
khususnya diantara kelompok risiko tinggi yang menggunakan narkoba

21
suntik dan pekerja seks. Tingkat kenaikan juga sangat tinggi di beberapa
daerah di mana kesadaran tentang penyakit ini rendah.
Kendala yang dihadapi pemerintah dalam pencapaian tujuan ini
adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya
HIV/AIDS serta besarnya ketakutan masyarakat jika benar-benar dinyatakan
positif mengidap HIV-AIDS. Bahkan, masih banyak terdapat masyarakat
berisiko tinggi terhadap HIV/AIDS yang belum memeriksakan dirinya ke
dokter untuk memastikan apakah dirinya positif terinfeksi atau tidak.
Kondisi ini pun semakin dipersulit dengan minimnya obat anti retroviral.
4. Tujuan ke-7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Pada tujuan pelestarian lingkungan hidup, Indonesia tetap
berkomitmen untuk meningkatkan luas tutupan hutan, pemberantasan
pembalakan liar, dan melaksanakan kebijakan penurunan emisi karbon
dioksida paling sedikit 26 persen selama 20 tahun ke depan. Kendati
demikian, tingkat emisi gas rumah kaca di Indonesia masih termasuk tinggi.
Jumlah emisi karbon di Indonesia telah mengalami peningkatan dari
1,416,074 GgCO2e pada tahun 2000 menjadi 1,711,626 GgCO2e pada tahun
2008. Peningkatan ini memerlukan perhatian khusus dari pemerintah apabila
pemerintah menginginkan tercapainya target sebesar 26 persen pada tahun
2020. Terlebih lagi dengan adanya peningkatan jumlah konsumsi energi
primer (per kapita) yakni sebesar 2.64 SBM pada tahun 1991 menjadi 4.3
SBM pada tahun 2008. Apabila jumlah konsumsi energi ini meningkat
secara terus menerus maka Indonesia tidak akan dapat mencapai
pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu, Indonesia memerlukan
pengembangan teknologi yang ramah lingkungan.
Pengembangan teknologi yang ramah lingkungan ini, membutuhkan
dana besar ketimbang pembangkit energi dengan menggunakan bahan bakar
dari fosil. Sampai saat ini, pengembangan teknologi yang ramah lingkungan
masih dikuasai oleh negara-negara maju. Sementara Indonesia sendiri pun
masih tergantung pada bahan bakar fosil karena biayanya yang masih lebih
murah. Selain itu, Indonesia masih belum mempunyai dana khusus untuk

22
pengembangan teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana yang
dimiliki oleh negara maju untuk dapat mencapai pembangunan yang
berkelanjutan. Jadi, adalah wajar apabila Indonesia masih membutuhkan
bantuan dari negara maju untuk dana pengembangan teknologi ramah
lingkungan.
Upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia pun memiliki
kendala dalam mengakses air bersih. Indonesia khususnya di bagian timur
juga masih mengalami kesulitan akses terhadap air bersih. Hanya 47,73
persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses berkelanjutan
terhadap air bersih. Padahal Indonesia memiliki sekitar 6 persen persediaan
air di dunia yakni sebesar 16.800 m3/kapita/tahun (Indeks Ketersediaan
Air/IKA). Bahkan diperkirakan terdapat 119 juta penduduk belum memiliki
akses terhadap air bersih.
Potensi ketersediaan air bersih kian lama kian berkurang karena
pemerintah (pusat dan daerah) lebih mengutamakan lahan resapan air untuk
pembangunan ekonomi ketimbang pelestarian lingkungan. Hal ini pun
semakin diperparah dengan maraknya pencemaran lingkungan. Sekitar 80
persen pencemaran lingkungan ke sungai terutama yang melalui wilayah
perkotaan berasal dari air limbah domestik. Limbah ini pula yang
mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Sementara sisanya berasal
dari usaha skala kecil (peternakan dan pertanian) serta kegiatan industri. Di
samping itu, banyaknya jumlah sampah yang dibuang masyarakat ke sungai
juga menambah penurunan kualitas air sungai.
Selain terkendala dengan ketersediaan air bersih, Indonesia juga
mengalami kendala terhadap sanitasi. Kepala Sub Direktorat Air Minum
dan Air Limbah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nugroho Tri
Utomo menyatakan bahwa sebanyak 70 juta penduduk Indonesia masih
membuang air sembarangan karena tidak bisa mengakses fasilitas sanitasi
yang memadai. Menurutnya, kondisi sanitasi di Indonesia sebenarnya bisa
diperbaiki selama lima tahun dengan dana Rp56 triliun saja. Namun
pemerintah pusat hanya mampu menganggarkan Rp14,7 triliun dalam lima

23
tahun mendatang. Indonesia pun membutuhkan kenaikan akses sebesar 11
persen dalam lima tahun karena pertumbuhan akses layanan sanitasi hanya
0,5 persen per tahun, harus dipacu lagi menjadi 2 persen per tahun.
Sementara target MDG menetapkan bahwa sebanyak 62 persen keluarga
Indonesia harus memiliki akses sanitasi pada tahun 2015.

5. Tujuan ke-8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan


Kendati sudah terdapat kerjasama internasional antara Indonesia
dengan negara-negara lain untuk mencapai tujuan-tujuan MDG namun
kerjasama internasional ini dirasakan masih belum optimal. Tanggung
jawab yang semestinya juga diemban oleh negara maju sebagaimana yang
ditargetkan dalam tujuan ke-8 masih sulit tercapai. Padahal apabila
Indonesia tidak dapat mencapai target-target tersebut maka suatu saat target-
target tersebut akan menjadi bom waktu bagi pemerintah.
Kendala Indonesia dalam mencapai tujuan ini adalah Indonesia lebih
memprioritaskan kerjasama internasional dengan negara maju yang
notabene masih belum secara optimal mengalokasikan bantuan
internasionalnya kepada negara-negara berkembang guna pencapaian
tujuan-tujuan MDG sebagaimana yang menjadi kesepakatan bersama ketika
pembentukan MDG. Indonesia lebih mengarah kepada pemenuhan target
pengalokasian sebesar 0,7 persen Gross National Product (GNP) yang
masih belum tercapai sampai sekarang.
Seluruh negara-negara anggota yang tergabung dalam G-8 serta
mayoritas negara anggota Development Assistance Committee of The
Organisation for Economic Co-operation and Development’s (DAC OECD)
yang dianggap sebagai representasi dari negara-negara maju pun belum
memberikan bantuan yang memadai. Hanya negara-negara Skandinavia saja
yang telah mematuhi komitmen sebagaimana tercantum dalam tujuan ke-8.

24
G. Upaya Indonesia dalam Mencapai Millenium Development Goals (MDGs)
Pada bagian sebelumnya, penulis telah membahas mengenai keberhasilan
negara-negara berkembang dalam mencapai target-target Millenium
Development Goals (MDG) serta kendala-kendala yang dihadapi Indonesia
dalam mencapai target-target MDG. Pada bagian ini, penulis akan membahas
upaya yang telah maupun akan dilakukan Indonesia dalam mencapai target-
target MDG. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam bagian ini hanya
dikhususkan pada upaya terhadap target-target yang belum dapat dicapai oleh
Indonesia.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penulis
mengkategorikan tujuan ke-1 dalam MDG sebagai tujuan yang belum berhasil
dicapai oleh Indonesia. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, Indonesia perlu
mengadakan upaya kerjasama internasional. Kerjasama internasional dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti kerjasama di antara dua negara
(bilateral) maupun multilateral. Kerjasama internasional ini penting karena
Indonesia belum dapat mengatasi persoalan kemiskinan di dalam negerinya
sendiri. Indonesia membutuhkan bantuan dari negara lain terutama dalam hal
dana. Salah satu contoh kerjasama secara bilateral dalam rangka pengentasan
kemiskinan adalah antara Indonesia dan Australia. Indonesia dan Australia
telah mengadakan program Australia Indonesia Partnership (AIP).
Kerjasama bilateral Indonesia dan Australia ini dimulai pada tanggal 4
April 2005 dengan ditandatanganinya Comprehensive Partnership between
Australia and the Republic of Indonesia. Tujuan AIP adalah untuk memastikan
strategi kerjasama pembangunan kedua negara ini dapat membantu mencapai
pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan sesuai dengan pencapaian
targettarget pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Indonesia. Yang hasilnya diharapkan dapat sejalan
dengan tujuan pertama dalam target Millennium Development Goals (MDG).
Akan lebih baik jika kerjasama internasional dalam rangka pengentasan
kemiskinan, tidak hanya ditujukan diantara negara berkembang atau negara
maju saja namun juga dapat dilakukan diantara negara berkembang yang satu

25
dengan negara berkembang lainnya. Misalnya saja, Indonesia telah
mengadakan kerjasama dengan India dalam rangka mengentaskan kemiskinan
di negaranya masing-masing. Kerjasama ini dinilai penting bagi kedua negara
karena kedua negara menginginkan adanya perbaikan kualitas hidup
masyarakatnya. India merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki
jumlah penduduk miskin sebanyak 354 juta jiwa pada tahun 2009-2010.
Pada awal tahun 2013, pemerintah India telah mengundang utusan
khusus Presiden RI bidang penanggulangan kemiskinan, HS Dillon untuk
meninjau langsung program skema jaminan pedesaan (rural employment
guarantess scheme). Program ini merupakan pelatihan yang diberikan kepada
perempuan desa di bidang teknik.
Program ini pertama kali diluncurkan oleh pemerintah India pada tahun
2005. Tujuan dari program ini adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan
bagi orang-orang miskin di daerah pedesaan melalui berbagai macam proyek
infrastruktur di daerahnya masing-masing seperti jalan, jembatan, pusat
pelayanan kesehatan dan sekolah, sehingga program ini dinilai sangat
bermanfaat bagi seluruh masyarakat setempat. Program ini pun menawarkan
jaminan hukum selama seratus hari kerja setiap tahun fiskal, bagi orang dewasa
yang mau melakukan pekerjaan kasar. Sayangnya, program ini sarat dengan
korupsi di berbagai tingkat programnya sehingga diperlukan revisi dan audit
sosial. Meski demikian, Indonesia tetap merasa perlu untuk belajar mengenai
program ini dari pemerintah India. Kerjasama ini merupakan salah satu contoh
dari kerjasama internasional yang dilakukan Indonesia bersama dengan negara-
negara lainnya dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Pada tujuan ke-5 dan 6 MDG, Indonesia telah mengupayakan kerjasama
internasional dengan International Global Fund. International Global Fund
telah menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan data kesehatan bagi
suatu negara (dalam hal ini adalah Indonesia). Bantuan itu nantinya akan
diperuntukkan dalam kegiatan preventif HIV/AIDS serta kegiatan peningkatan
kesehatan ibu dan penurunan angka kematian anak. Bantuan itu sangat

26
diperlukan Indonesia mengingat Indonesia masih memiliki kesulitan dana
dalam membiayai kegiatan-kegiatan terkait dengan tujuan-tujuan tersebut.
Untuk mendapatkan dana bantuan itu, International Global Fund
memberikan syarat bahwa Indonesia harus membuat program kerja nasional.
Apabila program kerja nasional Indonesia dinilai layak, maka bantuan itu akan
segera dicairkan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Pemerintah serta masyarakat dan swasta
untuk dapat memasukkan program kerja nasional itu ke dalam APBN agar
Indonesia mendapatkan bantuan tersebut.
Lembaga internasional lain yang juga turut membantu Indonesia dalam
pencapaian tujuan ke-5 adalah The United Nations Children’s Fund (UNICEF).
UNICEF telah membuat suatu program kerjasama antara dukun beranak dan
bidan sehingga dukun beranak tidak dapat menangani persalinan secara
langsung. Bahkan dukun beranak harus merujuk pasiennya untuk melahirkan
dengan bantuan bidan atau dokter.
Untuk memerangi HIV/AIDS, pemerintah pusat (Kementerian
Kesehatan) perlu mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah (Dinas
Kesehatan).
Dinas kesehatan di daerah dapat memberikan pelatihan terhadap tenaga
medis di rumah sakit lain, puskesmas, dan bahkan klinik kesehatan agar
mampu mengidentifikasi HIV/AIDS kemudian merujuk pasien tersebut ke
rumah sakit pusat untuk mendapatkan diagnosa yang lebih akurat. Melalui
kerjasama berbagai instansi kesehatan ini dapat mempermudah langkah
pemerintah dalam mengentaskan kasus HIV/AIDS dan mewujudkan misi untuk
membebaskan Indonesia dari kasus baru HIV/AIDS.
Indonesia juga telah menjalin kerjasama bilateral dengan Australia dalam
memerangi HIV/AIDS. Pada periode 2008-2016, Pemerintah Australia telah
memberikan bantuan dana sebesar 25 juta dollar Australia (atau sekitar Rp247
miliar). Dana bantuan ini merupakan bagian dari Kemitraan HIV senilai 100
juta dollar Australia di antara Australia dan Indonesia. Kerjasama ini pun
diwujudkan melalui penyediaan infrastruktur yang menangani para penderita

27
HIV/AIDS. Sebagai contoh, pemerintah telah berkordinasi dengan pemerintah
daerah Papua dalam penyediaan infrastruktur dan pelatihan khusus terhadap 90
puskesmas dan 50 rumah sakit sebagai upaya pencegahan dan penanganan
penderita HIV/AIDS.
Terkait dengan tujuan ke-7 yakni memastikan kelestarian lingkungan
hidup, Indonesia telah mengadakan upaya kerjasama bilateral dengan Australia
melalui penandatanganan Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership dan
pengembangan Roadmap for Access to International Carbon Markets.
Kerjasama ini akan dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan
pengurangan emisi karbon dari gas rumah kaca, penebangan hutan, serta untuk
mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity
conservation). Sementara dengan adanya akses ke pasar karbon internasional,
diharapkan dapat menyediakan investasi yang dibutuhkan untuk mengurangi
emisi karbon dalam jangka panjang.
Sementara upaya yang perlu dilakukan pemerintah dalam ketersediaan
air bersih adalah melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku industri yang
masih membuang air limbahnya ke sungai, terutama limbah kosmetik. Selain
itu perlu juga dilakukan upaya penertiban terhadap warga yang bermukim di
wilayah bantaran kali agar wilayah tersebut dapat steril dari pemukiman
penduduk serta perubahan pola perilaku penduduk agar tidak membuang
sampah ke kali.
Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi
masalah sanitasi adalah Gerakan Indonesia Bersih. Gerakan ini akan
melibatkan 15 Kementerian dan Lembaga. Keterlibatan kementerian dan
lembaga ini diperlukan karena untuk menanggulangi persoalan sanitasi
diperlukan adanya pendekatan yang terintegrasi. Pendekatan ini tidak hanya
terkait pada penyediaan prasarana dan sarana fisik, namun juga terhadap
dukungan tata aturan (hukum), beroperasinya kelembagaan pengelola, adanya
ketersediaan dana yang memadai terutama pada dukungan sosio-kultural,
seperti perhatian dan kepedulian (awareness) masyarakat serta pimpinan
pemerintah, provinsi maupun kabupaten/kota.

28
Sementara untuk dapat memenuhi target dalam tujuan ke-8, Indonesia
memerlukan kerjasama internasional dalam lingkup yang lebih kecil.
Kerjasama internasional dapat lebih ditingkatkan dalam lingkup antar dua
negara (bilateral) sehingga manfaat langsung dari kerjasama tersebut dapat
langsung dirasakan. Selain itu, Indonesia juga akan lebih baik mulai
meningkatkan kerjasama dengan negara-negara berkembang ketimbang
negara-negara maju. Meskipun negara maju masih lebih memiliki keunggulan
dari segi dana dan teknologi, namun dengan negara berkembang lainnya,
Indonesia dapat sharing pengetahuan ataupun program terhadap
keberhasilannya dalam pencapaian tujuan MDG.
Indonesia juga sudah mulai membangun kerjasama internasional baik
melalui antara pemerintah (Government to Government) secara hubungan
bilateral maupun antara Government dengan Non-Governmental Organization
pada setiap tujuan-tujuan MDG yang belum berhasil dicapai. Langkah ini perlu
dijaga bahkan ditingkatkan kembali sehingga pada konteks kerjasama
internasional, Indonesia tidak hanya akan terfokus pada tujuan ke-8 MDG
yakni membangun kemitraan global untuk pembangunan.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Millenium Development Goals (MGDs) merupakan paradigma
pembangunan global yang dideklarasikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi
Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New
York 18 September 2000. Dengan merumuskan delapan komitmen atau
kesepakatan delapan , yaitu sebagai berikut:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
4. Menurunkan angka kematian anak.
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
6. Memerangi HIV-AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya.
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.
8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Sehingga dapat menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing
sejumlah indikator yang akan diukur dari tingkat pencapaiannya atau
kemajuannya.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca untuk mewujudkan pembangunan milenial. Dalam
penyusunan makalah ini, kami menyadari masih terdapat kesalahan-kesalahan.
Oleh karena itu, kami senantiasa menerima saran dan kritikan yang sifatnya
membangun.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aditama Yudhoyono, Susilo Bambang. 2009. Indonesia Unggul. Jakarta: PT.


Bhuana Ilmu.

[Anonim]. 2010. Delapan Sasaran MDGs. Edisi Desember. Tabloid Diplomasi.

[Anonim]. 2010. MDGs Pengentasan Kemiskinan. Edisi Desember. Tabloid


Diplomasi.

Michael Edwards. 2004. “Future Positive, International Cooperation in the 21st


Century”. London: Earthscan.

Soelaeman, M. Munandar. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika.

Yulifah, Rita. 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai