Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

KEBIJAKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGS) DESA


DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN DI GAMPONG LAMPULO,
KECAMATAN KUTA ALAM, KOTA BANDA ACEH

Diajukan oleh:

Muhammad Khalil

NIM. 180801062

PRODI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN AR-RANIRY
2021
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat, dan

karunianya salawat kepada pahlawan dan kasih yang telah mengasihi kita sebagai

umatnya jauh sebelum kita diciptakan yaitu Muhammad SAW. Sehingga saya dapat

merasakan nikmatnya ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penyususnan proposal ini

dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana

Terimakasih kepada keluarga dan sahabat yang selalu mendoakan untuk

kesuksesan saya dalam segala hal, dan tentu terimakasih kepada para dosen yang

selalu membimbing dan membantu. Harapan saya semoga proposal skripsi ini

membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan Adapun

judul yang saya tuliskan yakni Kebijakan Sustainable Development Goals (SDGs)

Desa Dalam Menanggulangi Kemiskinan. Dan semoga dengan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi saya pribadi dan seluruh pembaca, saya menyadari bahwa masih

banyak kekuangan dalam penulisan dan tentu mengharapkan masukan dan saran dari

pembaca. Dengan itu saya ucapkan terimakasih dan semoga bermanfaat

Banda Aceh, Januari 2022

Muhammad Khalil

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10
2.1 Penelitian Terdahulu.................................................................................10
2.2 Landasan Teori..........................................................................................12
2.2.1 Teori Kebijakan Publik....................................................................12
2.2.2 Tahapan Kebijakan Publik...............................................................15
2.2.3 Sustainable Development Goals (SDGs) Desa................................16
2.2.4 Kemiskinan......................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................25
3.1 Pendekatan Penelitian...............................................................................25
3.2 Fokus Penelitian........................................................................................26
3.3 Lokasi Penelitian.......................................................................................26
3.4 Jenis Dan Sumber Data.............................................................................27
3.5 Jenis Pengumpulan Data...........................................................................27
3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.......................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan setiap tahunnya menjadi masalah yang selalu muncul di semua

negara. Pada bulan September 2000, 189 Negara menyepakati suatu pertemuan untuk

melahirkan suatu program yang dinamakan dengan The Millenium Development

Goals (MDGs). dimana target dari MGDs adalah mengurangi jumlah penduduk

miskin hingga 50% pada tahun 2015. Deklarasi tersebut membuktikan bahwa

permasalahan kemiskinan masih menjadi suatu masalah terbesar yang harus di

selesaikan oleh semua negara.

Dengan berakhirnya program The Milenium Development Goals yang berhasil

mengatasi kemiskinan hingga setengah dari penduduk dunia. Pada tanggal 25-27

september 2015 lahirlah Sustainable Development Goals (SDGs) di markas besar

PBB (Peserikatan Bangsa-Bangsa) tepatnya di New York, Amerika Serikat. Yang

merupakan lanjutan dari MGDs, Acara tersebut di hadiri perwakilan dari 193 Negara

termasuk indonesia. Pada saat itu sebanyak 193 negara anggota PBB mengumumkan

dokumen berjudul “Transforming Our World: the 2030 agenda for Sustainable

Development” atau “Mengalihrupakan Dunia Kita: agenda tahun 2030 untuk

pembangunan berkelanjutan.” dokumen SDGs lahir yang bertujuan untuk

melanjutkan dan memastikan agar capaian-capaian MDGs sebelumnya bisa berlanjut

hingga seterusnya.1
1
Ishartono Dan Santoso Tri Raharjo. 2016. Sustainable Development Goals (SDGs) Dalam
Pengantasan Kemiskinan. Universitas Padjajaran

1
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan inisiatif dari 193 negara

yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kehidupan manusia menjadi lebih baik

dalam aspek ekonomi, sosial dan juga bisa bersinergi dengan lingkungan. SDGs

memiliki 17 tujuan, yaitu tanpa adanya kemiskinan, tidak ada kelaparan, kualitas

Pendidikan yang baik, Kesehatan dan kesejahteraan, air bersih dan sanitasi,

kesetaraan gender, pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi infrastruktur,

industry dan inovasi, akses ke energi yang terjangkau, mengurangi ketimpangan,

konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, kota dan komunitas yang

berkelanjutan, penanganan perubahan iklim, menjaga ekosistem darat, menjaga

ekosistem laut, perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat, kemitraan untuk

mencapai tujuan. Dari beberapa tujuan SDGs tersebut membantu permasalahn

tentang pembangunan secara lebih menyeluruh, Sustainable development goals yang

bersifat global berperan penting bagi keseimbang seluruh negara, yaitu bagi negara

berkembang dan negara maju, supaya memiliki peran yang maksimal dalam

pembangunan negara, setiap negara telah memiliki peran dan tanggung jawab yang

sama untuk mencapai SDGs.2

SDGs masih mempunyai banyak tantangan yang merupakan lanjutan dari

program MDGs. Dari beberapa data yang ada, Indonesia merupakan negara dengan

garis kemiskinan yang masih tinggi mencapai angka 11% dan sudah mengalami

penurunan dari angka sekitar 15% di 20-30 tahun lalu dan menjadi 11,7% dengan

memiliki rekam jejak yang bagus dalam pelaksanaan MDGs, dengan adanya

2
Panuluh, S., dan Fitri, M. R. (2016). Perkembangan Pelaksaan Sustainable Development
Goals (SDGs) Di Indoneisa.

2
pendanaan yang baik dan fokus pada SDGs di bidang Pendidikan dan kesehatan,

maka Indonesia dapat membangun kerjasaama dengan mitra-mitra yang bagus dan

memberikan hasil yang baik di wilayah Indonesia pada tahun 2030 mendatang.3

Tujuan utama yang ingin dicapai oleh SDGs adalah “menghilangkan

kemiskinan” karena Kemiskinan merupakan permasalahan yang lebih dari satu, dari

permasalahn kemiskinan mampu menimbulkan persoalan-persoalan sosial yang baru.

Oleh karena itu kajian kemiskinan sering disebut sebagai “kajian abadi” yang selalu

dicari solusinya.4 Bagi negara Indonesia, kemiskinan masih menjadi permaslahan

yang beban berat bagi pemerintahan, lebih-lebih jika dihubungkan dengan disparitas

yang semakin melebar antara si miskin dan si kaya. Sebagai bagian dari PBB,

tentunya Indonesia telah berkomitmen dalam mengatasi permasalahan kemiskinan

yang terjadi di Indonesia (Ishartono and Raharjo 2015)

Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana terdapat beberapa penduduk

yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) dan masyarakat

tersebut berada di bawah kebutuhan minimum. Dan BPS dalam melihat kemiskinan

juga berdasarkan pada kebutuhan dasar (basic needs approach). Yaitu nilai

kebutuhan dasar minimum tersebut di gambarkan dengan garis kemiskinan.

3
Ahmad, Dodi Kurtubi. 2018. “Sustanaible Goals (SDGs) dan Pembangunan Kesejahteraan
Sosial” https://www.riau.go.id/home/skpd/1970/01/01/3740-sustainabledevelopment-goals-sdgs-dan-
pembangunan-kesejahteraan-sosial-olehdodi, di akses tanggal 27 january 2022
4
Islam Faruk Zaini. 2021. Kebijakan Sustainable Development Goals (SDGs) Dalam
Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Desa. Universitas Hasanuddin Makasar.

3
Untuk meminimalisir tingkat kemiskinan, pada tahun 2020 pemerintah

Indonesia mengeluarkan Program Subtainable Development Goals (SDGs) Desa,

yang tujuan dari program tersebut adalah untuk memprioritas penggunaan dana desa

lebih maksimal pada tahun 2021. Yang fokus pada pencapaian SDGs. Sehingga dana

desa yang di salurkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dapat dirasakan

oleh semua elemen masyarakat desa, hingga golongan terbawah untuk mengurangi

angka kemiskinan di desa.

Dalam Subtainable Development Goals (SDGs) Desa terdapat delapan pilar

sebagai acuan pembangunan desa yang setiap desanya memiliki kebutuhan masing-

masing. Adapun depalan tipe desa adalah sebagai berikut (siswanto 2021): Desa yang

bebas dari kemiskinan dan kelaparan, desa ekonomi tumbuh merata, desa yang peduli

dengan lingkungan, desa ramah perempuan, desa peduli Kesehatan, desa peduli

Pendidikan, desa tanggap budaya, dan desa berjejaring.

Di Indonesia memiliki beberapa daerah yang tingkat kemiskinan berbeda dari

sisi presentase ataupun jumlahnya. Jumlah penduduk, Keadaan demografis, hingga

kebijakan daerah yang berbeda-beda dapat menjadi permasalahan yang mendorong

hal tersebut. Provinsi Aceh salah satu provinsi dengan angka kemiskinan sangat

tinggi di pulau sumatera, bahkan menjadi provinsi termiskin di Sumatra, hal ini di

sebabkan oleh populasi penduduk yang bertambah, Pendidikan dan kurangnya

lapangan pekerjaan.

Tabel 1.1 Persentase Penduduk Miskin

4
Tahun 2018 2019 2020 2021

Provinsi Aceh 15,97% 15,32% 14,99% 15,33%

(Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh)

Dilihat tabel 1.1 bahwa penduduk miskin di provinsi Aceh cukup tinggi,

mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2019 mengalami penurunan sebanyak

15,32% dan pada tahun 2020 mengalami penurunan lagi sebesar 14,99% ini cukup

baik, tetapi pada tahun 2021 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 15,33%.

jika dilihat secara keseluruhan setiap tahunnya mengalami perubahan jumlah

penduduk miskin di provinsi Aceh. Dengan melihat persentase penduduk miskin dan

juga tingkat penduduk miskin yang sangat tinggi setiap tahunnya, dapat di nilai

bahwa pengetasan kemiskinan di Provinsi Aceh masih kurang baik dibandingkan

beberapa wilayah lain. Sementara itu dana desa yang di alokasikan kesetiap desa oleh

pemerintah desa sangatlah cukup untuk mengurangi angka kemiskinan.

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa rincian

penggunaan belanja desa yang telah di tetapkan dalam APBDesa digunakan sebesar

30% untuk pemerintah desa untuk biaya perjalanan dinas, operasional, penghasilan

tetap, dan tunjangan. Sedangkan 70% untuk mendanai pembangunan desa,

pemberdayaan pemerintah desa, dan pembinaan kemasyarakatan desa.

Pada tahun 2021 kementrian desa telah mengalokasikan dana desa sebanyak

72 triliun yang disalurkan ke 74.961 desa di Indonesia. Aceh salah satu daerah yang

mendapatkan dana desa yang cukup tinggi dari pemerintah pusat. Pada tahun 2021

5
dana desa yang di terima oleh Provinsi Aceh sebesar 4,9 triliun rupiah yang dibagikan

ke 6.497 desa. Pemerintah memintak supaya dana desa yang digunakan oleh

masyarakat untuk mengerjakan proyek desa harus menggunakan skema padat karya

tunai desa.

Padat karya tunai merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin desa

dalam pembangunan, dengan mengutamakan tenaga kerja, sumber daya, dan

teknologi lokal, untuk memberi upah/penghasilan, meningkatkan kesejahteraan dan

mengurangi kemiskinan didesa. Program padat karya tunai desa (PKTD) tersebut

untuk menciptakan pekerjaan bagi masyarakat desa dengan ketentuan 30% dari

kegiatan pembangunan yang dibayarkan untuk upah pekerja. Sasaran dari program ini

adalah masyarakat miskin, masayarakat pengangguran, setengah pengangguran dan

stunting. Dengan adanya program padat karya tunai desa tersebut diharapkan bisa

menjadi solusi untuk menanggulangi kemiskinan di Aceh, khususnya di gampong

lampulo, kota banda Aceh.

Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh merupakan

gampong yang berada di dalam wilayah provinsi Aceh. Gampong Lampulo

merupakan Gampong dengan pendapatan dana desa yang setiap tahunnya mengalami

peningkatan. Adapun anggaran dana desa tahun 2021 sebagai berikut.

Tabel 1.2 Dana Desa Gampong Lampulo


Dana Desa Pagu Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Rp Rp Rp Rp 0

6
Tahun 2021 1,020,644,000 612,386,400

408, 257,600

Sumber: (Kementrian desa PDT dan Transmigrasi 2021)

Dana desa yang di atas merupakan angka yang cukup besar, tapi jumlah dana

desa yang besar tidak berbanding lurus dengan penggunaannya yang maksimal,

khusus dibidang penanggulangan kemiskinan di Gampong Lampulo, Kota Banda

Aceh. Dana desa salah satu alat untuk membantu terlaksananya program pemerintah

desa, dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, alokasi dana

desa harus di perioritaskan untuk pemberdayaan masyarakat desa, pembangunan

desa, dan pembinaan desa guna untuk meminimalisir angka kemiskinan di desa.

Selain penggunaan dana desa, program padat karya tunai desa juga memiliki

kegiatan yang bersumber dari lembaga/kementrian. Fokus SKB adalah mengawasi

supaya program padat karya tunai desa bisa berjalan dengan baik dalam mengatasi

kesenjangan desa, mewujudkan pemberdayaan masyarakat desa, mewujudkan sinergi

kebijakan pusat dan daerah, dan terlaksananya tata Kelola keuangan desa yang

sederhana, tertib, dan tepat waktu.

Masyarakat Lampulo juga harus mengambil langkah dalam program-program

pemberdayaan dan pembangunan yang di sediakan oleh pemerintah, karna tanggung

jawab untuk menyelesaikan kemiskinan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat

atau pemerintah desa, namun juga harus dilakukan oleh masyarakat desa, pertisipasi

masyarakat dalam program-program yang di sediakan menjadi kunci kesuksesan

7
dalam menggulangi kemiskinan di Gampong Lampulo dan juga untuk mencapai

tujuan pembangunan berkelanjutan/SDGs Desa.

Berdasarkan uraian diatas mengenai penggunaan dana desa dan arah

pembangunan yang masih belum memihak kepada program pengentasan kemiskinan

di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Kebijakan Sustainable Development

Goals (SDGs) Desa Dalam Menanggulangi Kemiskinan Di Gampong Lampulo,

Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk penerapan SDGs Desa dalam mengurangi kemiskinan oleh

Pemerintah Gampong Lampulo ?

2. Apa saja tantangan yang dihadapi oleh pemerintah gampong lampulo dalam

pencapaian tujuan penerapan SDGs ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penerapan SDGs Desa oleh pemerintah

Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh dalam

mengurangi kemiskinan.

2. Untuk mengetahui persebsi masyarakat Lampulo, Kecamatan Kuta Alam,

Kota Banda Aceh, dalam pelaksaan SDGs.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

8
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khasanah keilmuan

jurusan ilmu politik fakultas ilmu sosial dan ilmu pemerintahan, Universitas Islam

Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Manfaat praktik

Manfaat praktik dari penelitian ini diharapkan bisa menambah dan melengkapi

kepustakaan di bidang ilmu politik, terutama yang berkaitan tentang kebijakan

yang dilakukan kepala Gampong Lampulo dalam menanggulangi kemiskinan

untuk menwujudkan program Sustainable Developmen Goals (SDGs) Desa.

BAB II

9
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dasar dari penelitian ini, penulis memiliki tiga penelitian terdahulu untuk

menjadi landasan acuan yang relevan bagi penulis, dengan memiliki tujuan sebagai

acuan dapat memperkuat si penulis dalam meneliti hal yang terkait dengan penelitian

ini. Penelitian pertama oleh (Ayu Oktaviani Musri, 2020) Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau. Dengan judul skripsi Pelaksanaan program Sustainable

Development Goals (SDGs) oleh dinas sosial kota pekan baru dalam mengurangi

kemiskinan. Hasil dari penelitiannya dinas sosial kota pekan baru sudah cukup

berhasil dalam mengatasi kemiskinan yang terjadi di pekanbaru, karena dinas sosial

pekan baru lebih memprioritaskan program BPNT, PIP, PIS dan PKH dalam

mengatasi kemiskinan di kota tersebut. Dengan program tersebut dinas sosial pekan

baru berhasil mengurangi kemiskinan sebanyak 18.461 ribu namun ada implementasi

program yang tidak searah atau sesuai dengan prosedur dan banyak masyarakat

miskin yang tidak tepat sasaran.

Penelitian kedua oleh (Wulan Budinigsih) Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Purwokerto dalam penelitian yang berjudul Strategi pemberdayaan

masyarakat melalui dana desa sebagai upaya pengentasan kemiskinan (studi kasus

pada desa Melung Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas). Hasil dari

penelitian ini, bahwa program pemberdayaan masyarakat yang di laksanakan oleh

pemerintah desa melung dengan menggunakan dana desa di harapkan bisa

mengurangi angka kemiskinan di desa melung, dengan mengadakan pelatihan yang

10
bisa merubah masyarakat supaya lebih produktif, bisa menyerap tenaga kerja, dan

bisa meciptakan unit wisata supaya bisa menggerakkan roda perekonomian

masyarakat desa melung. Hal ini dibuktikan dengan perubahan desa melung dari

belum adanya dana desa adalah desa yang tertinggal, namun setelah adanya dana desa

menjadi desa yang mandiri dan berkembang.

Penelitian yang ketiga oleh (Muhammad Fardan Ngoyo 2015) Universitas

Islam Alauddin Makasar dalam penelitian yang berjudul mengawal sustainable

development goals (SDGs) meluruskan orientasi pembangunan yang berkeadilan.

Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengawal pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah sesuai dengan SDGs, oleh karena itu pertisipasi masyarakat harus di

izinkan lebih terbuka. Yaitu dengan cara pendekatan Participatory Rural Appraisal

(PRA) Dan Sustainable Livelihood Approach (SLA) agar bisa menyelesaikan masalah

mendasar yang masyarakat hadapi dalam proses pembangunan.

2.2 Landasan Teori

Untuk mempermudah pelaksaan penelitian perlu adanya pedoman dasar

berfikir, yaitu sebuah kerangka teori yang berfungsi sebagai landasan berfikir untuk

menggambarkan dari segi peneliti menyoroti masalah yang akan di pilih. Teori adalah

serangkaian konsep, kontruksi, definisi, asumsi dan proposisi untuk mencari suatu

fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan dan konsep. Adapun kerangka teori yang menjadi landasan

berfikir penulis dalam penelitian ini adalah:

11
2.2.1 Teori Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas R Dye, adalah apapun pilihan pemerintah

untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments

choose to do or not to do).5 Sedangkan menurut Charles O.jones, istilah kebijakan

(policy term) istilah kebijakan digunakan dalam praktik sehari-hari tetapi digunakan

untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Richad Ross

mengklarifikasi bahwa kebijakan harus dipahami sebagai serangkaian aktivitas terkait

pengaruhnya terhadap mereka yang terlibat, bukan keputusan individu. 6 Beberapa

definisi di atas merupakan berbagai bentuk pemikiran pakar politik, tetapi definisi

masalah kebijakan tergantung pada pola pertisipasi aktor kebijakan tertentu, yaitu

keputusan individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dalam kebijakan

akibat dipengaruhi oleh pemerintah. Dan dikelompokkan menjadi tiga kategori.7

1. Kebijakan publik yang bersifat mikro atau umum, atau mendasar.

2. Kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah, atau kebijakn ini dapat

berupa bentuk peraturan Menteri, surat edaran Menteri, peraturan gubernur,

peraturan bupati, dan peraturan walikota

3. Kebijakn publik yang bersifat mikro adalah kebijakn publik yang mengatur

pelaksanaan atau implementasi dari kebijakn di atasnya. Bentuk kebijakanya

5
AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik “Konsep, Teori, dan Aplikasi,5th (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), h. 2
6
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007),
h. 16-17
7
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Pres, 2003), h. 111

12
adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah Menteri,

Gubernur, Bupati dan Walikota.

Kebijakan public setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu

dilandaskan pada peraturan/undang-undang yang bersifat memaksa (otoritatif). Sifat

otoritatif dari kebijakan tersebut: Easton (1953) menyatakan dalam kebijakn public,

hanya pemerintahlah secara sah yang dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya, atau

sering disebut pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota

masyarakat. Berati bukan tindakan golongan yang sengaja merebut posisi

pemerintahan dalam urusan negara. Dari beberapa pengertian tersebut pada giliranya

di tingkatan praktik banyak kebijakn yang dibuat oleh pemerintah sepenuhnya tidak

terimplementasikan. Justru kebijakan hanya sebatas simbol dan formalitas dari suatu

tahanan pemerintahan. Dalam tataran idenya tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah seharusnya memberi makna yang berarti atau setidaknya akan dampak

positif bagi masyarakat. Dengan rasionalisasi bahwa kebijakan public adalah yang

berasal dari masyarakat dan mampu menjawab persoalan masyarakat. Sifat kebijakan

publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara baik bila konsep ini dirinci

menjadi beberapa kategori, antara lain:

1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan

yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditunjukkan kepada

pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan

tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil

tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu.

13
Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajuakn oleh beberapa kelompok dalam

masyarakat dan mungkin berkisar antar desakan secara umum bahwa

pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah

mengambil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.

2. Keputusan-keputusan kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai

keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang

mengesahkan atau memberi arah dan subtansi kepada tindakan-tindakan

kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Oleh karena itu, teori kebijakan

publik sangat berkaitan dan selaras untuk digunakan dalam penelitian ini.

2.2.2 Tahapan Kebijakan Publik

Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan kebijakn publik yaitu penyusunan

agenda, formulasi kebijakan, legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi

kebijakan, tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai

tujuan yang diharapkan.8

a. Penyusunan Agenda

penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam

realitas kebijakan publik. Dalam proses ini memiliki ruang untuk memaknai apa yang

disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertaruhkan. Isu

kebijakan sering disebut juga sebagai masalah kebijakan. Penyusunan agenda

8
Budi, Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007),
h. 32-34

14
kebijakan harus di lakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga

keterlibatan stakrholder.

b. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijkan kemudia dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi mendefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.

c. Adopsi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberi otorisasi pada proses dasar

pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan

rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.

d. Implementasi Kebijakan

Dalam tahap iplementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari

kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai

tujuan yang diharapkan atau tidak.

e. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut

estimasi atau penilaian kebiajakan yang mencakup substansi, implementasi dan

dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.

Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan

15
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa

meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang

diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap

dampak kebijakan.

2.2.3 Sustainable Development Goals (SDGs) Desa

Pada saat Sidang Umum PBB yang ke 70 bulan September 2015 yang berada

di New York, Amerika Serikat, membuat sejarah baru bagi pembangunan global. Saat

pertemuan itu sebanyak 193 negara hadir dalam agenda pembangunan global yang di

tuliskan dalam dokumen berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda For

Sustainable Development dan melahirkan 17 tujuan yang memiliki 169 sasaran di

mulai dari tahun 2016 samapi tahun 2030 mendatang. Dokumen tersebut dikenal

dengan sebutan Sustainable Development Goals (SDGs)

SDGs merupakan program lanjutan dari Millennium Development Goals

(MDGs) yang disepakati oleh 193 negara anggota PBB pada tahun 2000 dan berakhir

tersebut berakhir pada tahun 2015. Akan tetapi kedua program tersebut memiliki

perbedaan baik dari segi penyusunan ataupun substansinya. MDGs sendiri berisi 8

poin dan 21 sasaran dari 60 indikator, yang bertujuan meminimalisir kemiskinan

hingga setengah dari penduduk dunia.

Sedangkan, SDGs membantu masalah-masalah pembangunan secara lebih

baik (dengan mengakomodir isu pembangunan yang belum ada pada program MDGs)

SDGs juga bersifat global dengan memberikan kedudukan yang seimbang kepada

16
seluruh negara, baik negara berkembang, negara kurang berkembang, dan negara

maju supaya bisa berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan, maka dari itu

setiap negara memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai SDGs.

Konsep SDGs sendiri lahir dari kegiatan United Nations Conference on

sustainable development di Rio de Janeiro pada tahun 2012, yang memiliki tujuan

utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang universal yang dapat menjaga tiga

keseimbangan dimensi yaitu, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk mejaga

keseimbangan ketiga dimensi pembangunan tersebut, SDGs memiliki 5 landasan

utama yaitu kesejahteraan, planet, manusia, kemitraan, kedamaian dan keinginan

untuk mencapai tiga tujuan mulia pada tahun 2030 berupa pengentasan kemiskinan,

kesetaraan, dan mengatasi perubahan iklim. Selain dua capaian lainnya, kemiskinan

tetap menjadi isu yang signifikan yang harus di selesaikan, maka dari itu disusunlah

17 tujuan universal.

Pemerintah Indonesia Pada tahun 2020 mengeluarkan program baru yang

dikenal dengan SDGs Desa, program tersebut merupakan program turunan dari SDGs

nasional dimana hal tersebut sabagai cara untuk menciptakan pemerataan

pembangunan dan kesetaraan yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki desa

sebanyak 74.943 desa. Bisa disebutkan Sebagian besar wilayah Indonesia adalah

pendesaan. Oleh karena itu penting untuk melakukan pembangunan di wilayah

pendesaan.

SDGs Desa dalam Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang

memprioritaskan penggunaan dana desa tahun 2021 secara lebih maksimal yang

17
diartikan sebagai upaya terpadu melahirkan desa tanpa adanya kemiskinan dan

kelaparan, desa ekonomi yang tumbuh merata, desa peduli dengan Kesehatan, desa

yang ramah lingkungan, desa peduli Pendidikan, desa ramah perempuan, desa

berjejaring, dan desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian tujuan

pembangunan berkelanjutan (Kemendes PDTT. 2020)

Dapat dilihat bahwa SDGs Desa memiliki 7 model desa yang akan dibangun

oleh pemerintah melalui program SDGs Desa berdasarkan permasalahan kemiskinan

yang terjadi di desa. Hal menunjukan bahwa desa diindonesia setidaknya memiliki

tujuh pokok masalah yang harus diselesaikan dan ditangani sebaik mungkin. Jawaban

yang diberikan oleh pemerintah ialah program SDGs Desa.

2.2.4 Kemiskinan

Perpres Nomor 13 tahun 2009 tentang penanggulangan kemiskinan,

menjelaskan bahwa pembahasan tentang kemiskinan harus menggunakan pendekatan

berbasis hak. Dalam pengertian ini, harus diakui semua masyarakat baik laki-laki atau

perempuan memiliki hak yang sama. Oleh karena itu jika ada seorang atau

sekelompok laiki-laki dan perempuan yang terpenuhi hak-hak dasarnya untuk

memlihara dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat itu adalah kemiskinan.

Kemiskinan juga dilihat sebagai masalah multidimensi, tidak lagi dipahami hanya

sebagai ketidakmampuan ekonomi, tetapi sebagai kegagalan seseorang atau

sekelompok orang untuk hidup bermartabat dan untuk mencapai hak-hak dasar dan

perlakuan yang berbeda.9


9
Rudi Badrudin, Ekonomika Otonomi Daerah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017), hlm.
175

18
Menurut Emil Salim kemiskinan merupakan suatu permasalahan dimana

masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok, dan mereka barada di bawah garis

kemiskinan apabila pendapat mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Sedangkan menurut John Kenneth Galbraith, berpendapat bahwa kemiskinan adalah

sebagai akibat dari mengatur perputaran roda perekonomian secara lebih baik.

Kemiskinan sebagai akibat dari persaingan bebas yang tidak bisa dikendalikan.10

Secara umum, kemiskinan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu

kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, kemiskinan absolut, dan kemiskinan

structural. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang berkaitan dengan kesenjangan

antara distribusi pendapatan dan distribusi rata-rata, yaitu pendapatan berada di atas

garis kemiskinan, tetapi relative lebih rendah dari pendapatan masyarakat sekitar.

Kemiskinan kultural adalah fokus pada sikap individua tau masyarakat karena faktor

budaya seperti kemalasan, kebodohan, kurangnya kreativitas, dan lain-lain, yang

mengarah kepada kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah tingkat ketidakmampuan

seseorang atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan minimum seperti pangan,

sadang, Kesehatan, Pendidikan dan perumahan untuk hidup dan bekerja. Kemiskinan

struktural adalah kondisi dimana kemiskinan menyebabkan ketimpangan pendapatan

akibat kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat. Hal ini

disebabkan rendahnya akses terhadap sumber daya.11

10
Junaidin Zakaria, “Pengantar Teori Ekonomi Makro”, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hlm.
95-96
11
Oos M. Anwas, Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. hlm. 84

19
Emil salim memberikan ciri-ciri masyarakat dibawah garis kemiskinan

menurut skala bank dunia sebagai berikut: pertama, mereka tidak memiliki faktor

produksi sendiri seperti lahan, modal dan keterampilan yang cukup, sehingga tidak

dapat menghasilakn pendapatan. Tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh

sendiri keterampilan untuk menghasilkan aset. Penghasilan tidak cukup untuk

mendapatkan tanah Garapan atau modal usaha. Surat untuk memperoleh keredit dari

lembaga keuangan harus memiliki jaminan kredit. Ketiga, tingkat Pendidikan yang

rendah juga bisa menyebakan rendahnya produktivitas dan pendapatan yang tidak

stabil atau rendah, sehingga mereka tidak bisa melanjutkan Pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi. Keempat, mereka kebanyakan tinggal di pedesaan yang tidak

memiliki atau terbatas lahan. Banyak dari mereka menjadi musiman, sehingga

pekerjaan mereka terputus-putus dan tidak menjamin pekerjaan mereka. Kelima,

sedangkan yang tinggal dikota kebanyak dari mereka tidak memiliki skil yang baik

untuk bisa bekerja di industry sedangkan untuk bekerja di industry harus mempunyai

keterampilan yang baik. Oleh sebab itu mereka tidak memiliki peluang yang besar

untuk bisa bekerja di sektor tersebut. Sehingga keberadaan mereka di kota bisa

menyebabkan masalah lain.12

Penanggulangan kemiskinan merupakan program utama dari UU No. 25 tahun

2000 tentang rencana pembangunan nasional 2000-2004 oleh karena itu pemerintah

Indonesia telah membentuk badan koordinasi penanggulangan kemiskinan (BKPK)

yang misi utamanya adalah mengembangkan diskursus dan mendorong lembaga

pemerintah pusat dan daerah, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, lembaga


12
Junaidin Zakaria, “Pengantar Teori Ekonomi Makro”.hlm. 95

20
legislative, dan administratif untuk melaksanakan paradigma baru dalam mengatasi

kemiskinan, menggunakan orang miskin sebagai aktor untuk pengetasan kemiskinan

mereka sendiri.13

BAB III
13
Abdul Bashith, “Ekonomi Kemasyarakatan”. hlm.74-76

21
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Kebijakan Subtainable

Development Golas (SDGs) Desa Dalam Menanggulangi Kemiskinan, oleh karena itu

peneliti ini menggunakan metode Kualitatif dan analisis Komparatif. Dengan

menerapkan metode ini diharapkan agar penelitian yang dilakukan oleh peneliti bisa

tepat sasaran. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang di lakukan untuk

menganalisis fenomena dan mendeskripsikan suatu peristiwa, sikap, aktifitas sosial,

kepercayaan, pemikiran orang secara kelompok maupun individu.14 Sedangkan

Analisis komparatif adalah penelitian yang melakukan dua gejala atau lebih.15 Data

yang sudah diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan jawaban terhadap

suatu persoalan yang muncul.

3.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini akan membahas tentang Kebijakan Subtainable Development

Goals (SDGs) Desa Dalam Menanggulangi Kemiskinan di Gampong Lampulo,

Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam,

Kota Banda Aceh, Pemilihan lokasi penelitian ini bermaksud untuk mempersempit

14
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal.11
15
Ulber Silalahi, Metode penelitian sosial, Bandung: Unpar Press, 2006, Hal. 39

22
lingkungan penelitian, dan untuk melihat fenomena sosial yang di kaji sesuai dengan

penelitian yang di lakukan. Penelian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa data

yang di dapat lebih mudah untuk di akses.

3.4 Jenis Dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data penelitian adalah

 Data primer adalah data yang langsung di peroleh oleh peneliti dari objek

penelitian seperti dari kelompok, organisasi atupun perorangan. Oleh karena

itu data primer didapatkan melalui observasi, wawancara, langsung dengan

komunikasi. Sumber data primer yang di pakai untuk menghimpun data

bersumber dari masyarakat dan perangkat desa yang berdomisili di gampong

lampulo.

 Data skunder, adalah data yang di peroleh penelitian secara tidak langsung

yaitu melalui media perantara seperti skripsi, junal, buku, arsip dan catatan.

yang di jadikan sebagai referensi berdasarkan kajian penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun Teknik pengumpulan data yang di lakukan oleh penulis ada 3 (tiga)

cara yaitu:

1. Interview (wawancara)

Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk mendapatkan

informasi secara lengkap terkait sebuah isu yang ingin di teliti dalam suatu penelitian.

23
Wawancara adalah percakapan antara kedua belah pihak dengan maksud tertentu,

yaitu adanya pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan terwawancara (yang

memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan)16

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk

gambar atau tulisan, seperti karya-karya yang sesuai dengan penelitian yang di

lakukan. Pada penelitian ini penulis melakukan metode dokumentasi agar bisa

memperoleh data-data yang menjadi sumber yang relevan. Metode dokumentasi juga

memiliki kelebihan dalam segi efisiensi tenaga dan waktu. Metode ini gunakan untuk

memperoleh data-data penelitian, dengan mencatat semua keterangan dari bahan-

bahan yang ada relefansinya dengan objek penelitian.

3. Observasi

Observasi adalah teknik pengamatan data dengan mengadakan pengamatan

secara langsung pada objek penelitian yang akan di teliti, sehingga dalam hal ini

penulis akan mengamati secara langsung guna memperoleh gambaran dari objek yang

akan diteliti. Penulis menggunakan metode observasi atau pengamatan yang

dilakukan dengan partisipasi. Dengan adanya sebuah pengamatan sambil

berpartisipasi dapat menghasilkan data yang lebih banyak, lebih mendalam dan lebih

terperinci. Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung dengan tujuan

mengumpulkan data tentang kemiskinan yang terjadi di gampong Lampulo,

Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.


16
Mayang Sari Lubis, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hal.23

24
3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

 Reduksi Data

Reduksi data adalah proses memilih dan memilah data mengabstraksikan dan

mentransformasikan data mentah yang diperoleh dari lapangan. Proses ini dapat

berlangsung selama penelitian dilakukan dari awal sampai dengan akhir. Fungsi

reduksi data ialah menggolongkan, mengarahkan, menajamkan dan membuang yang

tidak penting serta mengorganisasikan sehingga interpresentasi bias ditarik

 Penyajian Data

Penyajian data adalah tahap kedua setelah melakukan reduksi data, yakni

menyajikan data dalam bentuk teks naratif, matriks, jaringan atau bagan. Hal ini

dilakukan untuk memudahkan membaca data dan menarik kesimpulan.

 Menarik Kesimpulan Atau Verifikasi

Menarik kesimpulan atau perifikasi merupakan tahap lanjutan dari penyajian data,

yakni menarik kesimpulan yang dilakukan selama dalam proses penelitian. Akan

tetapi kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan

berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung penelitian tahap

awal, didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan konsisten saat penelitian dilakukan

dilapangan maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang valid.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Dodi Kurtubi. 2018. “Sustanaible Goals (SDGs) dan Pembangunan

Kesejahteraan Sosial”

https://www.riau.go.id/home/skpd/1970/01/01/3740-sustainabledevelopment-

goals-sdgs-dan-pembangunan-kesejahteraan-sosial-olehdodi, diakses pada 20

Desember 2022 pukul 17.40.

AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik “Konsep, Teori, dan Aplikasi,5th

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 2

Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2021. https://aceh.bps.go.id/ . di akses pada

tanggal 7 january 2022

Ishartono dan Santoso Tri Raharjo. 2016. Sustainable Development Goals (SDGs)

dan Pengentasan Kemiskinan. Universitas Padjajaran.

26
Islam Faruk Zaini. 2021. Kebijakan Sustainable Development Goals (SDGs) Dalam

Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Desa. Universitas Hasanuddin

Makasar.

J. Sulusu. Pengambilan keputusan stratejik untuk organisasi public dan organisasi

nonprofil, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1996) hlm. 89

Kementrian Desa, PDT Dan Transmigrasi. 2022. “Sistem Informasi Desa”.

https://kemendesa.go.id/ di akses pada tanggal 7 January 2022

Muhammad Fardan Ngoyo. 2015. Mengawal Sustainable Development Goals

(SDGs); Meluruskan Orientasi Pembangunan yang Berkeadilan. Universitas

Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Prof. H. Mahmud yunus, kamus arab Indonesia, (Jakarta; Yayasan penyelenggara,

penerjemah atau penafsiran al-qur’an, 1993), hlm.76

Panuluh, S., dan Fitri, M. R. (2016). Perkembangan Pelaksaan Sustainable

Development Goals (SDGs) Di Indoneisa.

Rosni, Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Dahari Selebar

Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara (Batu Bara: Jurnal Geografi, Vol 9,

No.1,2017), Hal.58-5

Sudjana. 2004. Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori Pendukung

serta Asas. Bandung: Falah Production

Zubaedi. 2007. Wacana Pembangunan Alternatif. Yogyakarta: ArRuzz Media.

27
28

Anda mungkin juga menyukai