Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

UPAYA MENGURANGI KEMISKINAN DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Pembanguan Berkelanjutan
Dosen Pengampu : Ayub Khan, S.T.,M.T.

Disusun oleh :
Nur Muhammad Barokah
17312024

PRODI ARSITEKTUR
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI CITEBON
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia,
petunjuk, limpahan rahmat, dan hidayah dari-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah pembangunan berkelanjutan dengan judul “Upaya Mengurangi Kemiskinan Di
Indonesia”.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mandiri sebagai salah satu
penilaian akhir semester 7. Disamping itu, juga bertujuan untuk melatih diri penulis agar
bisa membuat tugas makalah lain di masa depan. Makalah ini ditulis agar pembaca lebih
mengetahui tentang Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
penulis harapkan dari semua pihak demi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.

Cirebon, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................................3
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan...................................................................................3
1.5 Sistematika Penulisan..............................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................................5
2.1 Konsep.....................................................................................................................5
2.2 Definisi....................................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................................6
3.1. Kemiskinan..............................................................................................................6
3.2. Pengangguran..........................................................................................................8
3.3 Pendidikan.............................................................................................................12
3.4 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Kemiskinan di Indonesia............................14
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................21
4.1 Kesimpulan............................................................................................................21
4.2 Saran......................................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang
dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,
pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, terhadap ancaman tindak kriminal,
ketidak berdayaannya dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005). Selain
itu kemiskinan juga disebabkan karena banyaknya penduduk yang mempunyai
keterbatasan akan akses terhadap pelayanan dasar seperti keterbatasan akses modal, sarana
produksi, pemasaran, peningkatan kuantitas dan kulitas produk, sanitasi, pengaruh
eksternal seperti fluktuasi harga BBM, tarif dan regulasi lain yang menyebabkan kenaikan
harga barang dan jasa serta semakin terbatasnya kemampuan penduduk untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Jika dilihat dari segi ekonomi penyebab kemiskinan seperti rendahnya
pendapatan, keterbatasan lapangan pekerjaan, lambatnya pertumbuhan ekonomi dan
rendahnya tingkat pendidikan.Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu
muncul dalam kehidupan masyarakat. Implikasi dari permasalahan kemiskinan dapat
melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia, walaupun kehadirannya seringkali tidak
disadari oleh manusia yang bersangkutan (Suparlan, 1995). Kemiskinan merupakan salah
satu masalah yang menghambat dari pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan digambarkan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok atau
kebutuhan hidup yang minimum yaitu sandang, pangan, papan, Pendidikan dan kesehatan.

Dalam definisi yang lebih luas, kemiskinan bersifat multidimensional, artinya kemiskinan
adalah ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam yang
selanjutnya dapat dipandang melalui berbagai aspek. Ditinjau dari aspek primer
kemiskinan meliputi miskin terhadap aset, rendahnya partisipasi organisasi sosial politik,
serta terbatasnya pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan aspek sekunder mencakup
miskin terhadap jaringan sosial, rendahnya sumber-sumber keuangan dan terbatasnya
informasi. Indikasi dari kemiskinan dapat dilihat dari kenyataan seperti ketidak
tersediaannya air bersih, gizi buruk, rendahnya pendidikan, banyaknya pengangguran dan
lain-lain. Permasalahan kemiskinan diberbagai negara, khususnya negara sedang
berkembang, telah menarik perhatian khusus bagi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)

1
2

dengan berkomitmen menghapus kemiskinan melalui program Sustainable Development


Goals (SDGs). Program tersebut dijabarkan ke dalam 17point pokok yang ingin dicapai
pada tahun 2030, yaitu meliputi (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3)
Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, (4) Pendidikan Berkualitas, (5) Kesetaraan
Gender, (6) Air Bersih dan Sanitasi, (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pertumbuhan
Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak, (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur, (10)
Mengurangi Kesenjangan, (11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas, (12) Konsumsi dan
Produksi Bertanggung Jawab, (13) Aksi Terhadap Iklim, (14) Menjaga Ekosistem Laut,
(15) Kehidupan di Darat, (16) Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian, (17)
Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Sutopo, 2014).

Kemiskinan menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu
fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Sudah lebih dari setengah abad Indonesia
dalam kemiskinan. Dibandingkan dengan negara lain Indonesia masih jauh dari harapan
kemakmuran dan kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan di Indonesia masih belum merata
dan tergolong tinggi. Selain itu faktor lainnya yang mempengaruhi kemiskinan adalah
pengangguran, jika dilihat semakin berlangsungnya waktu kesempatan kerja bagi tenaga
kerja berkurang. Sempitnya kesempatan kerja menyebabkan semakin bertambahnya angka
pengangguran, Sehingga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan. Selain itu faktor
lainnya yang mempengaruhi kemiskinan adalah pendidikan. Tingkat pendidikan di
Indonesia dalam kondisi baik dibandingkan dengan angka nasional. Selanjutnya faktor
yang mempengaruhi kemiskinan adalah angka harapan hidup Kemiskinan suatu daerah
dipengaruhi oleh tingkat kesehatan masyarakatnya. Angka Harapan Hidup saat lahir adalah
rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun
tertentu. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah
dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan meningkatkan derajat
kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus
diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan program social lainnya termasuk
program pemberantasan kemiskinan.

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan nasional adalah salah satu upaya
untuk menjadi tujuan masyarakat adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut,
berbagai kegiatan pembangunan telah diarahkan kepada pembangunan daerah khususnya
daerah yang relatif mempunyai kemiskinan yang terus naik dari tahun ke tahun.
3

Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
kebutuhan masing-masing daerah dengan akar dan sasaran pembangunan nasional yang
telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.Oleh karena itu,
salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan
tingkat kemiskinan penduduk. Efektivitas dalam menurunkan tingkat kemiskinan
merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrumen pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis merumuskan masalah pokok yang
diteliti untuk memudahkan dalam pengkajian dan sebagai pembatasan permasalahan
supaya lebih terfokus kedalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa definisi Kemiskinan?


2. Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?
4. Bagaimana upaya pemerintah terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di


Indonesia.
2. Menganalisis bagaimana pengaruh Pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di
Indonesia.
3. Menganalisis bagaimana upaya pemerintah terhadap tingkat kemiskinan di indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup dari makalah ini merupakan masalah kemiskinan di Indonesia secara
menyeluruh. Mulai dari factor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan upaya
pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusunan laporan ini sebagai berikut :


4

1. Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini membahas tentang latar belakang adanya sebuah masalah, rumusan masalah,
tujuan permasalahan, manfaat penulisan, gambaran umum isi tulisan, dan sistematika
penulisan.

2. Bab II : Landasan Teori

Dalam bab ini membahas tentang konsep dan definisi dari kemiskinan itu sendiri,
kemudian maksud dan tujuan sebenarnya dari SDG’s No Proverty (Tanpa Kemiskinan).

3. Bab III : Pembahasan

Dalam bab ini membahas tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan
upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.

4. BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini dibahas tentang kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab terakhir dan
penutup.
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Konsep

Kemiskinan dipandang sebagai suatu situasi dimana seseorang tidak dapat/mampu


memenuhi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup layak dan bermartabat.
Tidak mudah menentukan atau mendefinisikan kemiskinan karena kemiskinan sendiri
bersifat multi dimensi. Oleh karena itu, pemerintah (BPS dan beberapa pihak dalam
beberapa seminar dan pertemuan) menyepakati mengukur kemiskinan dari sudut ekonomi
dengan pendekatan uang (monetary approach).

Langkah selanjutnya adalah menentukan garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang
diperlukan untuk dapat bertahan hidup layak. Seseorang dengan pendapatan/pengeluaran
kurang dari garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin.

.2 Definisi

Indikator proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan internasional adalah persentase


penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,90 dollar AS pada PPP (Purchasing Power
Parity) 2011.

Garis kemiskinan nasional pada dasarnya adalah sejumlah uang yang dibutuhkan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak. Garis kemiskinan dihitung
berdasarkan data pengeluaran/konsumsi terdiri dari Garis Kemikinan Makanan yaitu harga
dari 2.100 kkal/kapita/hari ditambah dengan Garis Kemiskinan non-makanan yang
dihitung dengan metode budget share dari komoditas dalam keranjang non-makanan
terhadap kelompok komoditas non-makanan yang dikumpulkan Susenas modul konsumsi.

Tingkat kemiskinan ekstrim pada metadata ini mengukur 2 hal, yaitu:

1. Pesentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan internasional menurut jenis
kelamin, umur, status pekerjaan dan wilayah tempat tinggal (perkotaan/pedesaan)
2. Persentase pekerja yang hidup dibawah garis kemiskinan internasional menurut jenis
kelamin, umur, status pekerjaan dan wilayah tempat tinggal (perkotaan/pedesaan).

5
BAB III

PEMBAHASAN

Kemiskinan adalah salah satu masalah utama dalam bidang sosial ekonomi di seluruh
dunia. Ketidakseimbangan distribusi pendapatan menimbulkan jurang besar dengan
korbannya adalah mereka yang masuk kelompok di bawah sejahtera, baik karena faktor
keterpaksaan dalam keadaan maupun kesalahan pengelolaan diri. Kondisi kemiskinan ini
menimbulkan permasalahan yang kompleks di berbagai bidang dan tidak hanya merusak
prestasi negara secara statistik, tetapi juga melahirkan risiko-risiko baru seperti di
antaranya tindak pidana kejahatan.

Berikut adalah tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2015-2019 (%)

Tingkat Kemiskinan (%)


Tahun
Maret September
2015 11.22 11.13
2016 10.86 10.70
2017 10.64 10.12
2018 9.82 9.66
2019 9.41 9.22
Sumber : bps.go.id

Dilihat dari table diatas tingkat kemiskinan di Indonesia tiap tahunnya menurun. Tetapi
angka tersebut tidak mencapai sasaran nasional RPJMN 2015-2019 yaitu Menurunnya
tingkat kemiskinan pada tahun 2019 menjadi 7-8%.

3.1. Kemiskinan

Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas
hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik,
kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang
meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Ada dua kondisi yang menyebabkan
kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah
terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang

6
7

rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada
di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana
ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah
sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu
terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Menurut pendapat Mudrajat Kuncoro dalam Dian Adi Wibowo (skripsi, 2013) mengatakan
bahwa kemiskinan merupakan ketidak mampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.
Dalam pengertian tersebut perlu adanya pemahaman terkait standar hidup minimum.
Definisi menurut UNDP dalam Cahyat (2004), kemiskinan adalah ketidak mampuan untuk
memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya
partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1. Kemiskinan absolut, erat kaitannya dengan perkiraan tingkat pendapatan dan


kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum
yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian
kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat
pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan,
pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan relatif, kemiskinan yang dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada
orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh
lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar
ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka
akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga
kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan

Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang


disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,


2. perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan,
3. perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya,
4. perbedaan peranan sektor swasta dan negara,
8

5. perbedaan struktur industri,


6. perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan
7. perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

Menurut Sumitro Djojohadikusumo (1995) pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama
adalah persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola
kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi
secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti
dijumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah accidental
poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu
kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat.Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap
kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang system politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara
sosial psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur
sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.

Menurut Rencana Kerja Pemerintah Bidang Prioritas Penanggulangan Kemiskinan,


penyebab kemiskinan adalah pemerataan pembangunan yang belum menyebar secara
merata terutama di daerah pedesaan. Menurut Lincoln Arsyad (2010), ukuran indikator
kemiskinan antara lain:

1. Tingkat konsumsi beras perkapita pertahun


2. Tingkat pendapatan
3. Indikator kesejahteraan rakyat.

3.2. Pengangguran

Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu,
yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau
bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam
mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi
pengangguran diantaranya: Menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan
9

dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan
tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Payman J. Simanjuntak Pengangguran adalah
orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha
memperoleh pekerjaan.

Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut
sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang
berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan :

1. Tingkat dan laju pertumbuhan output


2. Tingkat upah neto
3. Distribusi pendapatan
4. Kesempatan kerja
5. Tingkat inflasi
6. Pajak dan subsidi
7. Investasi
8. Alokasi serta kualitas SDA
9. Ketersediaan fasilitas umum
10. Penggunaan teknologi
11. Tingkat dan jenis Pendidikan
12. Kondisi fisik dan alam
13. Politik
14. Bencana alam
15. Peperangan

Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga kerja
Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan
uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja. Definisi pengangguran menurut
Menakertrans Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan,
mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan.

3.2.1 Jenis-Jenis Pengangguran


10

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak
bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

1. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang


tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah
menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama
seminggu.
3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-
sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena
memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
4. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan
perekonomian/siklus ekonomi.
5. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka
panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan,
seperti : akibat permintaan berkurang, akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi,
akibat kebijakan pemerintah.
6. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang
muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.
Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
7. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim
misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
8. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau
penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
9. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan
perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya
permintaan masyarakat (aggrerat demand).

3.2.2 Sebab-Sebab Terjadinya Pengganguran


11

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:

1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja,


2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang.
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang.
4. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur
Angkatan Kerja Indonesia.
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang.

3.2.3 Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian

Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan
kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik
terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini
terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti
yang dijelaskan di bawah ini:

1. Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat


kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan
pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada
pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran
yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
2. Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak
berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan
kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun.
Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika
penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan
berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
3. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan
menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap
barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang
kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru.
12

Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak


akan terpacu.

3.3 Pendidikan

Keberadaan pendidikan merupakan khas yang hanya ada pada dunia manusia, dan
sepenuhnya ditentukan oleh manusia, tanpa manusia pendidikan tidak pernah ada, human
life is just matter of education (Suparlan Suhartono, 2008). Keberadaan kegiatan mendidik
tersebut tidak hanya menembus dimensi waktu akan tetapi juga menembus dimensi tempat,
dalam arti pendidikan telah berlangsung di segala waktu dan tempat. Oleh karenanya,
kegiatan pendidikan dapat dikatakan bersifat fundamental, universal, dan
fenomenal.Fundamentalitas pendidikan ini dapat ditentukan dari kedudukan pendidikan
sebagai salah satu instrumen utama dan penting dalam meningkatkan segenap potensi anak
menjadi sosok kekuatan sumberdaya manusia (human resources)yang berkualitas bagi
suatu bangsa. Tanpamelalui pendidikan seorang anak diyakini tidak akan menjadi sosok
manusia utuh (a fully functioning person).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan,


pendidikan didefiniskan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Jalur pendidikan yang ada di Indonesia meliputi:

3.3.1 Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan formal:

1. Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan


menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
13

(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2. Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah
terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat.
3. Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

3.3.2 Pendidikan Non Formal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan
bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, dan lain-lain.

3.3.3 Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan formal diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan setandar nasional
Pendidikan.

3.3.4 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah
juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
Pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan penting dalam menggurangi kemiskinan
14

dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan
efesiensi secara umum, maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin
dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka.(Arsyad, 2016).

Secara umum, kemiskinan akan menghalangi seseorang untuk memperoleh pendidikan


yang tinggi. Kenyataannya dapat kita lihat dengan melakukan investasi pendidikan akan
mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan
meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Menurut Simmons (dalam
Todaro, 1994), pendidikan di banyak negara merupakan cara untuk menyelamatkan diri
dari kemiskinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan
keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas
kerjanya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses
mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).

3.4 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Kemiskinan di Indonesia

Secara istilah, kata kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang berarti tidak berharta
benda atau serba kekurangan. Sedangkan kemiskinan berarti keadaan miskin.
(DEPDIKBUD, 1990) Secara definitif, Komite Penanggulangan Kemiskinan dalam buku
pedomannya menggunakan definisi kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS),
yaitu: “ketidak mampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik
makanan maupun bukan makanan. Standar ini disebut garis kemiskinan, yaitu nilai
pengeluaran konsumsi kebutuhan dasar makanan setara dengan 2100 kalori energi per
kapita per hari, ditambah nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan yang
paling pokok.” (Komite Penanggulangan Kesmikinan, 2002).

Pada masa Indonesia mencapai kemerdekaan, pemerintah pada masa itu sebenarnya telah
memberikan perhatian pada kemiskinan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat dengan
adanya peraturan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebagai dasar hukum utama dalam
bidang peraturan perundang-undangan di Indonesia) Pasal 34 dan Pasal 27 ayat (2). Pasal
34 berisi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.” Dan Pasal
27 ayat (2) berisi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.” Atas dasar pasal-pasal tersebut, kemudian pemerintah
15

melakukan pembuatan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan penanggulangan


kemiskinan dalam berbagai bidang. Diantaranya :

3.4.1 Bidang Sosial

Adanya ketentuan dalam Pasal 33, 34 dan 27 ayat (2) UUD 1945 mewajibkan pemerintah
untuk mencegah dan menanggulangi kemiskinan. Sejumlah peraturan telah dikeluarkan
berkaitan dengan hal ini. Pada tahun 1974, baru terbentuk UU yang mengatur secara
khusus mengenai kesejahteraan sosial (UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial). Dalam Pasal 2 ayat (1) UU ini disebutkan bahwa kesejah-
teraan sosial ialah: “suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir bathin, yang
memungkinkan bagi setiap Warga-negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebu-
tuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai
dengan Pancasila.”UU ini antara lain mengatur mengenai tugas dan usaha yang harus
dilakukan pemerintah di bidang kesejahteraan sosial. Tugas pemerintah adalah:

1. Menentukan garis kebijaksanaan yang diper-lukan untuk memelihara, membimbing,


dan meningkatkan usaha kesejahteraan sosial;
2. memupuk, memelihara, membimbing dan meningkatkan kesadaran serta rasa
tanggung-jawab sosial masyarakat;
3. melakukan pengamanan dan pengawasan pelak-sanaan usaha-usaha kesejahteraan
sosial.

Usaha-usaha pemerintah dalam mewujudkan kese-jahteraan sosial ini adalah:

1. Bantuan sosial kepada warganegara baik secara perseorangan maupun dalam kelompok
yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat terjadinya
bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah, atau peristiwa-peristiwa lain;
2. pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistim jaminan
sosial;
3. bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial, termasuk di dalamnya penyaluran ke
dalam masyarakat, kepada warganegara baik perora-ngan maupun dalam kelompok,
16

yang terganggu kemampuannya untuk mempertahankan hidup, yang terlantar atau yang
tersesat;
4. pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan peradaban,
perikemanusiaan dan kegotong-royongan.

Selain itu, UU ini pun memberikan kesem-patan kepada masyarakat untuk mengadakan
usaha kesejahteraan sosial yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Sebelum adanya UU
tentang Kesejah-teraan Sosial, pada tahun 1965 telah terlebih dulu terbit UU No. 4 Tahun
1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. UU yang berdasar pada
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 ini bertujuan untuk memberikan bantuan penghidupan kepada
orang-orang jompo dalam rangka penyem-purnaan susunan masyarakat yang adil dan
makmur. Yang dimaksud dengan orang jompo dalam Pasal 1 disebutkan ialah “setiap
orang yang berhubung dengan lanjutnya usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.” Bantuan penghidupan yang
diberikan kepada orang jompo ini adalah berupa tunjangan (berupa pemberian bahan-
bahan keperluan hidup atau uang) dan perawatan (yang diberikan di rumah sendiri, rumah
peristirahatan atau pengasuhan pada suatu keluarga). Bantuan ini tidak hanya dilakukan
oleh pemerintah, tetapi dapat juga dilakukan oleh organisasi swasta atau perseorangan
yang diawasi langsung oleh pemerintah (di bawah menteri sosial).

Sebagai tindak lanjut pemerintah dalam melaksanakan UU tentang Kesejahteraan Sosial,


pemerintah menerbitkan peraturan lebih lanjut dalam PP No. 31 Tahun 1980 tentang
Penanggu-langan Gelandangan dan Pengemis dan PP No. 42 Tahun 1981 tentang
Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin. Dalam menanggulangi para
gelandangan dan pengemis dalam masyarakat, dalam PP No. 31 Tahun 1980 ini
mendefinisikan masing-masing istilah tersebut dalam Pasal 1. Gelandangan ialah “orang-
orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di
wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.” Sedang-kan pengemis adalah
“orang-orang yang menda-patkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum
dengan pelbagai cara dan alasan untuk meng-harapkan belas kasihan dari orang lain”.
Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi atau menghilangkan
gelandangan dan pengemis ini bersifat preventif, represif, dan rehabilitatif. Usaha preventif
yang bertujuan untuk mencegah timbulnya gelandangan dan pengemis dalam masyarakat
17

adalah berupa penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan sosial, bantuan sosial,
perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, dan peningkatan derajat kesehatan. Usaha
represif yang bertujuan untuk mengurangi dan/atau meniadakan gelandangan dan
pengemis adalah berupa razia, penampungan sementara untuk diseleksi, dan pelim-pahan.
Dan usaha rehabilitasi yang bertujuan agar fungsi sosial dari para gelandangan dan
pengemis dapat berperan kembali dalam masyarakat adalah berupa penampungan, seleksi,
penyantunan, penya-luran dan tindak lanjut yang kesemuanya itu dilak-sanakan melalui
panti sosial.

3.4.2 Bidang Perekonomian

Pada tahun 1999, Tim Peneliti SMERU melakukan penelitian di 43 kabupaten di


Indonesia. Penelitian dengan model survei ini hanya fokus pada dampak deregulasi
terhadap pendapatan petani dan margin perdagangan. Adapun hasil penelitian terse-but
diringkas di bawah ini. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 telah memberikan
dampak yang sangat besar terha-dap kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia.
Kesulitan yang dialami oleh usaha yang berskala besar memberikan peluang pada usaha
kecil dan para petani untuk melayani segmen pasar tertentu yang ditinggalkan oleh usaha
besar. Peluang ini didukung oleh sejumlah kebijakan pemerintah untuk mengurangi atau
menghilangkan distorsi pasar di sektor riil. Kebijakan-kebijakan pemerintah ini dapat
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai contoh, peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat antara lain:

1. Pembubaran BPPC melalui Keppres No. 21 Tahun 1998;


2. Pelarangan pengenaan pungutan atas barang-barang ekspor dengan Inpres No. 1 tahun
1998 yang pelaksanaannya saling mendukung dengan pelaksanaan UU No. 18 Tahun
1997;
3. Pencabutan larangan perdagangan komoditi antar pulau, propinsi, dan kabupaten;
4. Pencabutan peraturan dan kebijakan niaga yang diatur oleh propinsi dan kabupaten
dengan Inpres No. 2 Tahun 1998;
5. Penghentian kewajiban menanam tebu bagi petani (Program TRI) dengan Inpres No. 5
Tahun 1998; dan

6. Penghapusan sistem kuota yang membatasi perdagangan ternak potong.


18

Sedangkan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah antara lain:

1. Penghapusan tata niaga hasil produksi rakyat di NTT yang harus melalui KUD;
2. Penghapusan tata niaga jeruk di Kalbar yang diwajibkan melalui konsorsium
tertentu;
3. Pencabutan penunjukkan satu assosiasi untuk menarik retribusi perdagangan ikan
di Bengkalis; dan

4. Penyesuaian jenis pungutan daerah terhadap UU No. 18 Tahun 1997.

Peraturan-peraturan tersebut berpengaruh terhadap kesejahteraan petani, pedagang, dan


konsumen. Pengaruh terhadap kesejahteraan petani bahwa perbaikan sistem tata niaga
beberapa komo-diti pertanian karena perdagangan komoditi perta-nian semakin bebas
dan alternatif tempat petani menjual hasil pertaniannya semakin banyak sehingga
meningkatkan posisi tawar di tingkat petani. Dan dengan berkurangnya pungutan atau
retribusi resmi dan tidak resmi telah mengurangi biaya distribusi, sehingga biaya pada
harga beli pedagang di tingkat petani akan berkurang.

Pengaruh terhadap kesejahteraan pedagang bahwa setelah adanya peraturan-peraturan


tersebut rata-rata biaya perdagangan mengalami penurunan sebesar 6,7%. Para pedagang
ini lebih mementingkan total keuntungan dari maksimalisasi volume penjualan yang
didapat dari turunnya harga penjualan per unit barang. Hal ini memberikan dampak
terhadap kesejahteraan konsumen bahwa daya beli para konsumen dapat lebih meningkat.

3.4.3 Bidang Agama

Salah satu agama yang dianut dan diakui oleh masyarakat Indonesia adalah Islam. Tidak
hanya beralasan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam, tetapi juga
dalam Islam diajarkan seluruh bidang kehidupan, termasuk bidang sosial dan hukum.
Zakat dan wakaf meru-pakan salah satu ajaran yang ada dalam Islam untuk menanggulangi
masalah kemiskinan. Zakat adalah pengeluaran sejumlah harta yang wajib dilakukan oleh
orang Islam dengan syarat-syarat tertentu untuk orang-orang tertentu. Sedangkan wakaf
adalah menahan suatu benda yang bertujuan untuk diman-faatkan dalam waktu lama yang
sesuai dengan ajaran Islam. Dalam bidang zakat, umat Islam yang telah memiliki sejumlah
19

harta dengan ukuran tertentu diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya tersebut
untuk orang-orang tertentu saja (disebut mustahiq).

Mustahiq ini terdiri dari golongan fakir (orang yang tidak berpenghasilan [tetap] dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidup utamanya), miskin (orang yang berpenghasilan tetapi
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup utamanya), amil (pengelola zakat), muallaf (orang
baru masuk Islam), riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang berhutang), sabilillah (orang
yang berusaha untuk kepentingan ajaran Islam), dan ibnussabil (orang yang berada dalam
perjalanan). Adanya potensi yang besar pada zakat dalam menangani masalah kemiskinan
atau dalam upaya mencapai kesejah-teraan sosial ini maka dibentuk Undang-undang
tentang Pengelolaan Zakat pada tahun 1999. Dalam bidang wakaf, adanya benda yang
diwakafkan bersifat kekal dan bermanfaat dalam waktu lama yang dapat dirasakan oleh
banyak orang juga memberikan peluang untuk mencapai kesejah-teraan sosial. Pada tahun
1977, baru terbentuk peraturannya berupa PP (Peraturan Pemerintah) sebagai tindak lanjut
dari UU tentang Pokok-pokok Agraria atas peraturan mengenai tanah wakaf. Dengan
berkembangnya kebutuhan masyarakat dan tidak terbatas pada tanah sebagai benda yang
dapat diwakafkan, maka pada tahun 2004 (sekitar bulan September atau Oktober) baru saja
dikeluarkan UU tentang Wakaf yang telah mengatur benda wakaf baik yang bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Kebijakan-kebijakan
pemerintah yang telah disebutkan di atas tentunya tidak akan berarti apabila pemerintah
tidak mewujudkannya.

Dalam hal ini, penulis tidak memberikan uraian secara mendetail atas pelaksanaan
kebijakan tersebut dalam prakteknya. Karena hal tersebut tentunya membutuhkan
penelitian yang mendalam dan penulis tidak (atau belum) melakukan penelitian atasnya.
Namun berdasarkan pengetahuan dan yang telah diketahui secara umum, berikut ini
merupakan sedikit uraian mengenai pelaksanaan atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang
telah disebutkan di atas. Adanya rumah-rumah singgah, panti-panti sosial berupa panti
asuhan dan panti jompo yang didirikan oleh pemerintah maupun organisasi swasta
menunjukkan pelaksanaan atas kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai perlindungan
terhadap orang jompo, pelayanan terhadap fakir miskin, dan penanggulangan terhadap
gelandangan dan pengemis.

3.4.4 Komite Penanggulangan Kemiskinan


20

Selain hal tersebut di atas, pemerintah telah menunjukkan keseriusannya dalam


menanggulangi kemiskinan masyarakat. Hal ini terbukti dengan terbentuknya Komite
Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Pada awalnya, badan ini disebut dengan Badan
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) yang didirikan pada bulan April 2001 di
bawah koordinasi Wakil Presiden (yang menjabat pada saat itu adalah Hamzah Haz).

BKPK ini dipimpin oleh anggota IMF. Karena memang pada saat itu, IMF mendesak
pemerintah untuk segera melakukan penanggulangan terhadap kemiskinan. Kemudian
badan ini berubah menjadi KPK yang diketuai oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan
Sosial. KPK dibentuk oleh Presiden RI (yang menjabat pada saat itu adalah Megawati)
berda-sarkan Keputusan Presiden RI Nomor 124 Tahun 2001 jo. Nomor 8 Tahun 2002 jo.
Nomor 34 Tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan. Komite ini sengaja
dibentuk khusus untuk menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiski-nan di
Indonesia dengan melibatkan forum lintas pelaku yang meliputi forum nasional dan forum
regional dan/atau forum nasional-regional, yang terdiri dari semua unsur bangsa mulai dari
Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, lembaga
keuangan dan perbankan, usaha nasional, dan kelompok swadaya masyarakat dalam
menggalang kontribusi gagasan dan saran implementasi yang konstruktif dan maju yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan menurunkan populasi
penduduk miskin dalam ukuran yang signifikan. (Komite Penanggulangan Kemiskinan,
2002). Fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan kebijakan dan program penanggu-langan kemiskinan dan Panduan


Umum yang diperlukan bagi pelaksanaannya di daerah;
2. Memantau pelaksanaan penanggulangan kemis-kinan di daerah dan memberikan
panduan kebi-jakan lanjutan yang ditetapkan daerah dalam rangka penanggulangan
kemiskinan di daerah masing-masing;
3. Membina pelaksanaan penanggulangan kemis-kinan di daerah;

4. Melaporkan pelaksanaan kebijakan penanggu-langan kemiskinan kepada Presiden.


(Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2002)
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kemiskinan merupakan masalah universal yang dihadapi negara-negara di dunia. Di


Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk yang besar, masalah kemiskinan bukan lagi hal
yang asing. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih terjebak dan bergelut dengan
kondisi tersebut. Banyak faktor menyebabkan masalah kemiskinan terus terjadi dan sulit
untuk diatasi. Tentu saja, selama masalah ini muncul dan tetap ada, dampaknya juga akan
terus dirasakan oleh masyarakat. Tidak hanya dampak langsung yang dirasakan,
kemiskinan juga menimbulkan masalah lainnya seolah tak berujung. Masalah kesehatan,
masalah pendidikan, meningkatnya kriminalitas, sampai rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat menjadi ranting dari kemiskinan yang bisa menjadi sama fatalnya.

Upaya-upaya dilakukan pemerintah untuk terus mengurangi angka kemiskinan. Dengan


berjuang memutus rantai kemiskinan, maka cita-cita bangsa untuk menjadikan masyarakat
hidup dalam kesejahteraan dan kemakmuran tidak menjadi impian semata. Dalam hal ini,
peran serta masyarakat untuk saling bersinergi dengan upaya pemerintah mengatasi
masalah kemiskinan sangat diperlukan.

4.2 Saran

Penulis berharap kepada para pembaca khususnya masyarakat luas dapat teredukasi dan
mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari untuk kehidupan yang lebih sejahtera.
Seperti dapat mengetahui bagaimana cara mengatasi jumlah kemiskinan, dan pembaca di
harapkan dapat menjadikan makalah ini sebagai pedoman umum untuk menuju indonesia
sejahtera dengan mengurangi kemiskinan.

21

Anda mungkin juga menyukai