Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMBANGUNAN EKONOMI INKLUSIF PRO TERHADAP


KESEMPATAN KERJA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu : Anisa Rosdiana S.Par., MM

Di Susun Oleh :
Dewanti Sakiratunni‟am 211100167
Luthfia Nur Kholbi 211100182
Avilla Fisyahri Syafar 211100191
Aceng Dedi 211100202
Sopia Novianti 211100216
Ananda Zayang M. F 211100241
Erwin Moch Ikhsan 211100251
Mega Nurhadingsih 211100257
Pirmansyah 211100259
Sopyan Toyiban 211100268
Iman Abdul Syakir 211100275

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1

STIE YASA ANGGANA GARUT

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Perekonomian Indonesia . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai Gambaran Umum mengenai teori “Pembangunan Ekonomi Inklusif Pro Terhadap
Kesempatan Kerja”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Anisa Rosdiana S.Par., MM selaku dosen
pengampu Perekonomian Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan sesuai dengan bidang studi. Dan mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami juga menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini

Garut, 15 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 4
2.1 Pembangunan Inklusif................................................................................................................ 4
2.1.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi Inklusif ......................................................................... 4
2.1.2 Tujuan Utama pembangunan Ekonomi Inklusif ................................................................... 5
2.1.3 Strategi Pembangunan Ekonomi Inklusif.............................................................................. 6
2.1.4 Indeks Pembangunan Ekonomi Inkusif (IPEI) ..................................................................... 8
2.2 Kesempatan kerja ....................................................................................................................... 8
2.2.1 Pengertian Kesempatan Kerja ............................................................................................... 8
2.2.2 Upah Tenaga Kerja Terhadap kesempatan kerja................................................................. 10
2.2.3 Inflasi Terhadap Kesempatan Kerja .................................................................................... 11
2.3 Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja........................................................... 11
2.3.1 Dampak Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja ........................................... 12
2.3.2 Tantangan Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja ........................................ 13
2.3.3 Strategi Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja............................................. 13
2.3.4 Masalah Kondisi Ekonomi Terhadap Kesempatan kerja .................................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 16
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 17

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara melalui pemerintahannya telah berupaya dengan sekuat tenaga dan segenap
potensi yang dimiliki untuk terus membangun bangsa dan negara, baik dari dimensi sosial
maupun dimensi ekonominya. Dimensi sosial diartikan sebagai terpenuhinya segenap kebutuhan
sosial masyarakat, harkat dan martabat sebagai manusia dan sebagai bangsa yang merdeka,
keterwakilan dan jaminan partisipasi mereka secara lebih demokratis serta terpenuhinya rasa
keadilan. Secara ekonomi, mereka mendapat predikat „sejahtera‟ bagi keluarganya, sumber
penghidupan yang layak dan berkelanjutan, akses pendidikan berkualitas dan
bentukbentuk pencapaian kecukupan ekonomi lainnya.
Pembangunan tidak serta merta menunjukkan keberpihakannya kepada mereka yang
seharusnya menjadi kelompok-kelompok prioritas. Pertumbuhan ekonomi terus bergerak ke arah
yang membaik, namun di sisi lain proses marjinalisasi juga hadir. Ketimpangan semakin nyata di
depan mata. Serapan kelompok usia produktif dalam pasar tenaga kerja tidak sebanding dengan
jumlah lulusan perguruan tinggi yang setiap tahun mewarnai grafik angka pengangguran.
Untuk mendapatkan ukuran yang mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi ada
lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB), World Economic Forum (WEF),
dan United Nation Development Programme (UNDP) menciptakan suatu set variabel serta
formula untuk mengukur pertumbuhan ekonomi alternatif yang menekankan pada kesetaraan
akses terhadap peluang ekonomi untuk semua golongan masyarakat. Ukuran ini dikenal dengan
pertumbuhan ekonomi inklusif (Sitorus dan Arsani, 2018).
Kim Eric Bettcher (2015:1) menyatakan bahwa ekonomi inklusif merujuk kepada
kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat dalam mengakses peluang untuk terlibat
dan berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi dari suatu Negara, baik dalam kapasitas sebagai
pekerja, pengusaha, konsumen maupun sebagai anggota masyarakat biasa. Semua individu dari
berbagai latar belakang strata sosial harus mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas ekonomi dan menuai manfaat dari partisipasi mereka.
Menurut Prasetyantoko, dkk (2012), pembangunan ekonomi inklusif adalah
Pembangunan untuk semua orang, tidak peduli latar belakang dan perbedaan-perbedaannya. Hal
ini senada dengan pendapat Ali dan Son (2007) yang menyatakan bahwa pertumbuhan inklusif

1
adalah pertumbuhan yang tidak hanya menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga
memastikan kesempatan yang sama untuk semua lapisan masyarakat, khususnya yang miskin.
Strategi utama pembangunan inklusif adalah penciptaan lapangan kerja produktif dan
menguntungkan, penyediaan jarring pengaman sosial yang efektif dan efisien untuk melindungi
mereka yang tidal mampu bekerja atau yang terlalu sedikit mendapatkan manfaat pembangunan,
peningkatan pelayanan publik dasar dan dukungan kebijakan public yang memedai. Program
diimplementasikan sebagai pengembangan model pembangunan eknomi local, dengan pelibatan
penuh peran pemerintah, sector bisnis dan masyarakat sipil.
Kesempatan kerja adalah jumlah lapangan kerja yang tersedia bagi para angkatan kerja
yang mencari pekerjaan atau sebuah keadaan yang memperlihatkan jumlah lapangan kerja yang
masih kosong dan siap diisi para pencari kerja. Adapun angkatan kerja adalah sebagian penduduk
atau mereka yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, pengangguran, ataupun mereka yang
sewaktu-waktu siap untuk bekerja (biasanya 15 tahun ke atas).
Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian tidak lepas dari demografi
ketenagakerjaan di suatu wilayah. Semakin luas kesempatan kerja suatu wilayah, pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi akan semakin meningkat. Kesempatan kerja yang luas secara
langsung meningkatkan tingkat produktivitas dan berpengaruh pada tingkat pembangunan
ekonomi.
Pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh
lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi
kesenjangan antar kelompok dan wilayah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pembangunan ekonomi inklusif?
2. Bagaimana tujuan utama pembangunan ekonomi inklusif?
3. Bagaimana Strategi dari pembangunan ekonomi inklusif?
4. Apa indeks pembangunan ekonomi inklusif dan bagaimana indeks pembangunan ekonomi
inklusif tersebut?
5. Apa itu kesempatan kerja?
6. Apa factor yang mempengaruhi kesempatan kerja?
7. Bagaimana hubungan upah tenaga kerja terhadap kesempatan kerja?
8. Bagaimana pengaruh perubahan inflasi terhadap kesempatan kerja?
9. Bagaimana pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja dalam hal :
a. Dampak pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja

2
b. Tantangan pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja
c. Strategi pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja
d. Masalah Kondisi ekonomi terhadap kesempatan kerja

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pembangunan ekonomi inklusif
2. Mengetahui tujuan utama pembangunan ekonomi inklusif
3. Mengetahui strategi pembangunan ekonomi inklusif
4. Mengetahui Indeks Pembangunan Ekonomi Inkusif (IPEI) secara jelas
5. Mengetahui pengertian kesempatan kerja
6. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja
7. Mengetahui pengertian upah tenaga kerja dan bagaimana hubungan upah tenaga kerja terhadap
kesempatan kerja
8. Mengetahui pengertian inflasi dan pengaruh perubahan inflasi terhadap kesempatan kerja
9. Mengetahui bagaimana pembangunan Inklusif terhadap kesempatan kerja
a. Dampak pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja
b. Tantangan pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerj
c. Strategi pembangunan inklusif terhadap kesempatan kerja
d. Masalah Kondisi Ekonomi Terhadap Kesempatan kerja

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan Inklusif


2.1.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi Inklusif

Semua individu dari berbagai latar belakang strata sosial harus mendapat kesempatan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi dan menuai manfaat dari partisipasi mereka. Secara
fundamental, karakteristik inklusif memerlukan akses tanpa bisa ke pasar, sumber daya dan
kesempatan.
Pembangunan inklusif dapat dipahami melalui makna kata “pembangunan” dan
“inklusif”. “Pembangunan” merupakan proses untuk mendorong perbaikan kesejahteraan
masyarakat dalam arti luas–tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dari sisi sosial, politik, dan
kesehatan (Kanbur dan Rauniyar, 2009). Sementara itu, “inklusif” berarti kondisi yang
memastikan adanya keterlibatan seluruh pihak secara bermakna (tanpa diskriminasi) baik sebagai
objek maupun subjek, dan keterlibatan ini bukan sekadar untuk menghindari konflik sehingga
membuat individu/kelompok memiliki rasa memiliki dan motivasi untuk berkontribusi (Miller
dan Katz, 2009). Dengan mengakomodasi arti kedua kata tersebut, pembangunan inklusif dapat
diartikan sebagai proses pembangunan yang memastikan keterlibatan seluruh kelompok,
termasuk kelompok marginal, baik sebagai objek maupun subjek, dalam proses pembangunan,
disertai adanya rasa memiliki dari setiap elemen masyarakat terhadap proses pembangunan
tersebut (IDDC, 2009; Wood, 2014).
Kim Eric Bettcher (2015:1) menyatakan bahwa ekonomi inklusif merujuk kepada
kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat dalam mengakses peluang untuk terlibat
dan berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi dari suatu Negara, baik dalam kapasitas sebagai
pekerja, pengusaha, konsumen maupun sebagai anggota masyarakat biasa. World Economic
Forum (WEF) sendiri mendefinisikan ekonomi inklusif merupakan suatu strategi untuk
meningkatkan kinerja perekonomian dengan perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi,
serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.
Dari uraian beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembangunan Ekonomi
Inklusif adalah pembangunan yang menciptakan akses dankesempatan yang luas bagi bagi

4
seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan,meningkatkan kesejahterahan, dan mengurangi
kesenjangan antar kelompok, dan wilayah.
Pembangunan ekonomi yang inklusif pada dasarnya adalah pembangunan ekonomi yang
dapat memberikan kontribusi bagi mayoritas rakyat Indonesia. Besarnya jumlah tenaga kerja
Indonesia di sektor pertanian sering diasosiasikansebagai sektor yang perlu didorong untuk
membangun ekonomi yang inklusif. Selain sektor pertanian, banyak pihak yang sudah
menyampaikan pentingnya peran UMKMdalam mendorong perekonomian Indonesia. Pemerintah
harus menekankan pentingnya ekonomi yang bersifat inklusif.
Untuk mewujudkan pembangunan inklusif, dibutuhkan proses pembangunan yang
inklusif pula. Dengan kata lain, terwujudnya pembangunan inklusif di antaranya ditandai dengan
adanya proses untuk mewujudkan pembangunan inklusif, serta terwujudnya pembangunan
inklusif itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari adanya jaminan aksesibilitas, partisipasi aktif dan
penuh, perlakuan nondiskriminatif dan kesamaan kesempatan, penghargaan terhadap
keberagaman, serta penghargaan terhadap martabat yang melekat pada diri seseorang (CBM,
2014).
Masyarakat adalah inti dari kemakmuran bangsa, jadi Pembangunan ekonomi inklusif
adalah pembangunan yang menempatkan faktor kualitas hidup masyarakatdi atas segalanya,
bukan pencapaian angka, indikator makro, dan pengukuranagregat semata.
Menurut Terry McKinley (2010) yang dikutip oleh BPS Yogyakarta (2016), bahwa ciri dari
pertumbuhan yang inklusif adalah:
1) Pertumbuhan yang dapat dirasakan oleh semua penduduk
2) Pertumbuhan tersebut dapat sama dengan atau mungkin lebih tinggi bagi penduduk miskin
3) Pertumbuhan harus bersifat inklusif di semua sector
4) Inklusif berarti kecenderungan persamaan kesempatan penduduk semakin berkurang;
5) Kesenjangan kemiskinan harus berkurang dari waktu ke waktu
6) Peran langsung pemerintah semakin berkurang.

2.1.2 Tujuan Utama pembangunan Ekonomi Inklusif

Pembangunan ekonomi inklusif merupakan pembangunan ekonomi yang menekankan


pemerataan, apabila benar menerapkannya maka akan mampu menanggulangi kemiskinan.
Namun, jika keliru dalam menerapkannya maka dapat menghasilkan pemerataan kemiskinan.
Tujuan utama pembangunan yang inklusif adalah mampu mengurangi jumlah penduduk miskin
melalui kesempatan kerja, akses terhadap kesempatan ekonomi dan jaring pengaman sosial.
Untuk mencapai tujuan ini, pertumbuhan yang inklusif tergantung dari tiga komponen penting:

5
keberhasilan memaksimumkan kesempatan atau peluang ekonomi bagi seluruh lapisan
masyarakat; ketersediaan jaringan pengaman sosial bagi seluruh lapisan masyarakat; dan
keberhasilan menjamin keadilan akses terhadap kesempatan kerja. Ketiga komponen dasar dari
pembangunan yang inklusif sangat tergantung pada aspek institusi dan tata kelola

Sumber: Hill, Khan, Zhuang 2012: 2

Persoalan pembangunan seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya


produktivitas tenaga kerja, buruknya kualitas infrastruktur, lemahnya daya saing industri,
ketidak-profesional-an birokrasi, maraknya kasus korupsi, ketimpangan pembangunan
antarwilayah, serta rendahnya kepedulian akan aspek lingkungan, merupakan cerminan dari
buruknya institusi dan tata kelola yang ada di negara ini. Indonesia perlu mengatasi masalah
kurangnya kesempatan kerja, kurangnya akses terhadap kesempatan ekonomi, dan belum adanya
jaring pengaman sosial yang tidak memadai. Ketiga hal ini harus segera diatasi secara
bersamaan.

2.1.3 Strategi Pembangunan Ekonomi Inklusif

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi harus dapat memberikan kontribusi yang


signifikan bagi upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan. Penabulu meyakini
bahwa pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan inklusif. Banyak
kelompok yang terpinggirkan dari pembangunan karena jenis kelamin, etnis, usia, orientasi
seksual, kecacatan atau kemiskinan. Ketidaksetaraan pembangunan jelas menjadi efek dari model

6
pembangunan eksklusif tersebut. Aset terbesar akan selalu hanya dimiliki oleh sebagian kecil
orang.
Pembangunan inklusif yang juga mengurangi tingkat kemiskinan hanya bisa terwujud
jika semua pihak berkontribusi untuk menciptakan peluang yang setara, berbagi manfaat
pembangunan dan memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya dalam pengambilan keputusan;
seluruhnya didasarkan pada penghormatan atas nilai dan prinsip-prinsip hak asasi manusia,
partisipatif, non-diskriminatif dan akuntabel.
Strategi pembangunan yang dijalankan oleh negara harus menjamin kesamaan dan
keadilan yang respek terhadap serta memelihara keragaman masyarakat. Pelibatan dan
pemihakan semua pihak harus menjadi konsensus tertinggi dalam setiap perumusan kebijakan
yang diambil.
Strategi utama pembangunan inklusif dari aspek sosial yang paling utama adalah
penciptaan lapangan kerja produktif dan menguntungkan, penyediaan jaring pengaman sosial
yang efektif dan efisien untuk melindungi mereka yang tidak mampu bekerja atau yang terlalu
sedikit mendapatkan manfaat pembangunan, peningkatan pelayanan publik dasar dan dukungan
kebijakan publik yang memadai. Selain itu, pelibatan partisipasi publik dalam setiap proses
pembangunan sangatlah penting, karena ruh dari pembangunan inklusif adalah partisipasi publik.
Strategi lainnya pembangunan inklusif ada tiga, yaitu :
1) Menjamin hak – hak politik, sosial dan kewarganegaraan
2) Semua warga negara harus memiliki akses yang sama ke semua program kesejahtraan bagi
orang-orang cacat, ibu-ibu, anak-anak dan orang tua yang didesain untuk mengkompensasi
ketidaksamaan secara fisik atau alamiah. Kebijakan-kebijakan sosial kompensatori yang
didanai dari redistribusi pendapatan harus juga termasuk tunjangan bagi pengangguran.
3) Semua populasi juga harus mendapatkan peluang – peluang yang sama terhadap akses ke
pelayanan – pelayanan publik, seperti Pendidikan, perlindungan/jaminan kesehatan dan
perumahan
Program diimplementasikan sebagai pengembangan model pembangunan ekonomi lokal,
dengan pelibatan penuh peran pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Model ini
diterjemahkan dalam bentuk intervensi program antara lain: kajian strategis potensi ekonomi
daerah, pengembangan dokumen dan kesepakatan perencanaan secara partisipatif,
pengembangan forum multipihak, advokasi kebijakan publik yang dibutuhkan untuk
membangun iklim pembangunan inklusif dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah
(terutama yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam).

7
2.1.4 Indeks Pembangunan Ekonomi Inkusif (IPEI)

Pembangunan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara sudah tergolong


inklusif atau tidak inklusif dapat diketahui dari besaran Indeks. Indeks Pembangunan Ekonomi
Inklusif merupakan alat untuk mengukur dan memantau sejauh mana tingkat inklusivitas
pembangunan Indonesia baik pada level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia
melalui aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan
(Bappenas, 2019).
Indeks pertumbuhan ekonomi inklusif atau disebut dengan indeks pertumbuhan inklusif
(Inklusive Growth Index = IGI) merupakan angka Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif
mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia melalui aspek pertumbuhan ekonomi,
ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan (Bappenas, 2019) . Angka indeks
terdiri dari 3 Pilar dan 8 Sub-pilar serta 21 indikator pembentuk indeks pembangunan ekonomi
inklusif
1) Pilar I yaitu Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi, terdiri dari 3 sub pilar yaitu (1)
Pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari 3 indikator; (2) Kesempatan kerja yang terdiri
dari 3 indikator dan (3) Infrastruktur ekonomi yang terdiri dari 3 indikator.
2) Pilar II yaitu Pemerataan Pendapatan dan Pengurangan Kemiskinan yang terdiri dari 2
sub pilar yaitu (1) Ketimpangan terdiri dari 3 indikator; (2) Kemiskinan yang terdiri dari
2 indikator;
3) Pilar III yaitu Perluasan Akses dan Kesempatan yang terdiri dari 3 sub pilar yaitu (1)
Kapabilitas manusia terdiri dari 3 indikator; (2) Infrastruktur dasar terdiri dari 2
indikator; dan (3) Keuangan inklusif terdiri dari 2 indikator

2.2 Kesempatan kerja


2.2.1 Pengertian Kesempatan Kerja

Dalam mendorong pembangunan ekonomi, ketenagakerjaan merupakan aspek yang


mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi sosial dan ekonomi, sehingga
salah satu sasaran dalam pembangunan diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan
terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang seimbang dan memadai. Hal itu
ditujukan agar dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap

8
tahunnya. Memperluas kesempatan kerja juga akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal
ini secara tidak langsung akan juga mengurangi kemungkinan terjadinya masalah sosial dalam
kehidupan masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak gejolak sosial misalnya
kriminalitas yang terjadi disebabkan oleh banyaknya pengangguran. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka setiap upaya pembangunan yang dilakukan selalu diarahkan pada perluasan
kesempatan kerja dan berusaha.
Kesempatan kerja (employment) adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia
untuk angkatan kerja atau suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya lapangan kerja yang
siap diisi oleh pencari kerja. Dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja sangat erat hubungannya
dengan kemampuan dari pemerintah supaya menciptakan investasi yang juga aman. Secara
umum, kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari total
angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut serta secara aktif dalam kegiatan
perekonomian (keynes:1986). (Istati dkk) mengemukakan “kesempatan kerja sebagai kondisi
bahwa seseorang penduduk dapat melakukan kegiatan untuk mendapatkan imbalan jasa atau
penghasilan dalam jangka waktu tertentu”.
Kesempatan kerja memiliki arti yang sama dengan employment yang difahami sebagai
jumlah orang yang mempunyai pekerjaan atau dipekerjakan atau penggunaan tenaga kerja,
sehingga kesempatan kerja adalah penggunaan tenaga kerja, atau jumlah orang yang bekerja.
Pandangan lainnya dikemukakan oleh Rusman yang dikutip oleh Engelbertha bahwa
“kesempatan kerja menunjukkan banyaknya lapangan pekerjaan yang terisi dan dicerminkan oleh
jumlah penduduk lima belas tahun ke atas yang bekerja”
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja menurut Simanjuntak (2001) yaitu :
a. Kondisi Perekonomian
b. PertumbuhanPenduduk
c. Produktifitas/kualitas sumber daya manusia
d. Tingkat Upah
e. Struktur umur penduduk
Kesempatan kerja merupakan partisipasi seseorang dalam pembangunan baik dalam arti
memikul beban pembangunan maupun dalam arti menerima kembali hasil pembangunan. Dari
defenisi tersebut, maka kesempatan kerja dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
Kesempatan kerja permanen, yaitu kesempatan kerja yang memungkinkan orang bekerja secara
terus menerussampai mereka pensiun atau tidak mampu lagi bekerja. Kesempatan kerja temporer,
adalah kesempatan kerja yang memungkinkan orang bekerja dalam waktu yang relatif singkat,
kemudian menganggur untuk menunggu kesempatan kerja yang baru

9
2.2.2 Upah Tenaga Kerja Terhadap kesempatan kerja

Upah minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral
regional dan sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan.
Penetapan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah didasarkan pada beberapa hal yaitu
23 kebutuhan hidup minimum (KHM), indeks harga konsumen (IHK) atau tingkat inflasi,
perluasan kesempatan kerja, upah yang berlaku secara regional dan tingkat perkembangan
perekonomian daerah.
Pengertian upah menurut UU No 13 Tahun 2003, upah adalah suatu penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha terhadap buruh atau pekerja sebagai hasil dari suatu pekerjaan atau jasa
yang telah dilakukan atau yang akan dikerjakan, dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut persetujuan, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan sesuai dengan
perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh maupun
keluarganya. Menurut Sukirno (2010) yang dimaksud dengan upah adalah “Pembayaran atas
jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada perusahaan”
Bagi para ekonom, masalah penetapan upah minimum sering mengundang perdebatan
baik dalam aplikasinya dinegara maju maupun berkembang. Satu kelompok ekonom melihat
upah minimum akan menghambat penciptaan lapangan kerja dan menambah persoalan
pemulihan ekonomi. Sementara kelompok lain dengan bukti empirik menunjukkan penetapan
upah minimum tidak selalu identik dengan pengurangan kesempatan kerja, bahkan akan mampu
mendrorong pemulihan ekonomi (Sumarsono, 2003:167).
Penetapan upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal.
Akibatnya kelebihan penanwaran tenaga kerja akan terserap dalam sektor informal yang tingkat
upahnya tidak diatur oleh regulasi pemerintah. Menurut Iksan (2010), masalah dalam penetapan
upah minimum regional adalah pada metode perhitungannya. Ada perbedaan nyata dari
produktivitas antar sektor. Sektor-sektor yang menggunakan buruh terdidik umumnya telah
membayar upah jauh di atas upah minimum karena hal ini mencerminkan produktivitas,
Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan agar
dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Menurut Sumarsono (2009:151), pengupahan di
Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu:
1) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya

10
2) Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
3) Menyediakan insentip untuk mendorong peningkatan produktivitas pekerja.
Selanjutnya Sumarsono (2009:201) menyatakan beberapa ekonom melihat bahwa
penetapan upah minimum akan menghambat penciptaan lapangan kerja.

2.2.3 Inflasi Terhadap Kesempatan Kerja

Inflasi adalah suatu kondisi dimana tingkat harga barang naik secara terus menerus.
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat presentase sebuah indeks harga. Indeks
harga tersebut diantaranya:
1) Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang
mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
2) Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI)
3) Indeks harga produsen (IHP) adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-
barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering
digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan
baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-
barang konsumsi.
4) Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas
tertentu.
Salah satu sebagai akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang. Pengaruh perubahan
inflasi terhadap kesempatan kerja adalah inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
pendapatan riil masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun.
Kondisi perekonomian dan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan
dalam output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada pengangguran.
Bila tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini bearti
perkembangan kesempatan kerja menjadi semakin mengecil atau dengan kata lain jumlah tenaga
kerja yang diserap juga kecil.

2.3 Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja


Pembangunan inklusif memungkinkan semua orang, tanpa terkecuali, untuk memiliki
kesempatan kerja yang sama. Memperluas kesempatan kerja adalah salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Dalam pembangunan
inklusif, pemerintah harus memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap

11
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
mereka dalam mencari pekerjaan.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama
terhadap pasar kerja yang adil dan terbuka. Pemerintah harus mempromosikan kesetaraan dalam
kesempatan kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi semua pekerja, termasuk pekerja
migran dan pekerja informal. Dalam pembangunan inklusif, pemerintah juga harus bekerja sama
dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja yang baru dan memberdayakan sektor
informal untuk memperkuat ekonomi lokal.

2.3.1 Dampak Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja


a) Dampak Positif Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja
Pembangunan inklusif dapat membuka peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat,
terutama mereka yang berasal dari kelompok marginal. Saat ini, banyak perusahaan dan
organisasi yang mulai menyadari pentingnya inklusivitas dalam lingkungan kerja. Dalam
lingkungan kerja yang inklusif, semua karyawan merasa dihargai dan diakui, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam bekerja. Karyawan yang merasa dihargai
juga cenderung lebih loyal dan berkomitmen terhadap perusahaan tempat mereka bekerja.
b) Dampak Negatif Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja
Meskipun pembangunan inklusif dapat membuka lebih banyak peluang kerja bagi kelompok
marginal, namun dalam praktiknya, masih banyak perusahaan dan organisasi yang belum
sepenuhnya menerapkan prinsip inklusivitas dalam rekrutmen dan pengelolaan karyawan. Hal
ini dapat mengakibatkan kesenjangan antara peluang kerja yang tersedia bagi kelompok
marginal dan kemampuan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan
kualifikasi dan pengalaman mereka. Selain itu, kurangnya kesadaran dan dukungan dari
pemerintah juga dapat menghambat upaya pembangunan inklusif di sektor ketenagakerjaan.
c) Dampak Jangka Panjang Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja
Pembangunan inklusif yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dapat memberikan
dampak positif jangka panjang terhadap kesempatan kerja. Karyawan yang merasa dihargai
dan diakui dalam lingkungan kerja yang inklusif cenderung lebih produktif dan kreatif dalam
bekerja, sehingga dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan dan sektor ekonomi
secara keseluruhan. Selain itu, pembangunan inklusif juga dapat membantu mengurangi
kesenjangan sosial dan ekonomi antara kelompok masyarakat yang berbeda, sehingga dapat
menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi yang lebih baik dalam jangka panjang

12
2.3.2 Tantangan Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja
Ada beberapa tantangan yang terkait dengan menciptakan kesempatan kerja yang merata dan
inklusif bagi semua orang.
a) Ketimpangan Ekonomi
Salah satu tantangan terbesar dalam menciptakan kesempatan kerja yang inklusif adalah
ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ini dapat menghalangi akses orang-orang yang kurang
mampu ke pekerjaan dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk berkembang dalam karir
mereka. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan sektor swasta harus memperkuat
program-program pelatihan dan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
dan kualifikasi pekerja di seluruh lapisan masyarakat. Dengan cara ini, semua orang memiliki
kesempatan yang sama untuk bersaing dalam pasar kerja.
b) Diskriminasi
Tantangan lain dalam menciptakan kesempatan kerja yang inklusif adalah diskriminasi.
Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin, agama, ras, dan orientasi seksual. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya
untuk menghapuskan diskriminasi dan mempromosikan kesetaraan di tempat kerja.
Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk membangun lingkungan kerja yang
inklusif dan ramah bagi semua orang.
c) Teknologi dan Automasi
Tantangan terakhir dalam menciptakan kesempatan kerja yang inklusif adalah perkembangan
teknologi dan otomatisasi. Meskipun perkembangan teknologi dapat meningkatkan
produktivitas dan kualitas pekerjaan, namun juga dapat mengurangi jumlah pekerjaan yang
tersedia bagi manusia. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya untuk mengembangkan
keterampilan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang berubah. Hal ini
dapat membantu orang untuk tetap bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompetitif.

2.3.3 Strategi Pembangunan Inklusif Terhadap Kesempatan Kerja


Tiga strategi pembangunan inklusif yang dapat meningkatkan kesempatan kerja untuk seluruh
masyarakat.
a) Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah salah satu strategi pembangunan inklusif yang paling penting
dalam meningkatkan kesempatan kerja. Pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dapat

13
membantu masyarakat untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja
yang semakin kompleks dan berubah-ubah. Pendidikan dan pelatihan juga dapat membantu
masyarakat yang kurang terdidik atau kurang beruntung untuk memperoleh keterampilan yang
diperlukan untuk memasuki pasar kerja yang lebih kompetitif. Pemerintah dan lembaga
pendidikan harus memastikan bahwa pendidikan dan pelatihan yang disediakan dapat diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat.
b) Pengembangan Infrastruktur
Pengembangan infrastruktur juga merupakan strategi pembangunan inklusif yang penting
untuk meningkatkan kesempatan kerja. Infrastruktur yang memadai dapat membantu
masyarakat untuk mengakses pekerjaan yang terletak di luar wilayah tempat tinggal mereka.
Infrastruktur juga dapat membantu mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan
pedesaan, sehingga masyarakat di daerah pedesaan juga dapat memperoleh kesempatan kerja
yang sama dengan masyarakat di daerah perkotaan. Pemerintah harus memastikan bahwa
pengembangan infrastruktur dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara.
c) Kebijakan Anti Diskriminasi
Kebijakan anti diskriminasi juga merupakan strategi penting dalam pembangunan inklusif
untuk meningkatkan kesempatan kerja. Kebijakan anti diskriminasi dapat membantu
mengurangi diskriminasi dalam dunia kerja berdasarkan jenis kelamin, agama, ras, dan
kecacatan. Kebijakan ini dapat membantu masyarakat yang kurang terwakili dalam dunia kerja
untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya. Pemerintah harus
memperkuat kebijakan anti diskriminasi dan memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan
secara efektif di seluruh sektor kerja.

2.3.4 Masalah Kondisi Ekonomi Terhadap Kesempatan kerja


Laju pertumbuhan penduduk yang signifikan tentunya akan membawa dampak yang
kompleks terhadap masalah sosial dan ekonomi masyarakat, seperti tingginya angka
pengangguran, peluang kerja yang kecil dan kriminalitas. Ada tiga faktor demografis, yaitu
migrasi, fertilitas, dan mortalitas, yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Pemerintah
daerah harus mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah masalah kependudukan dengan
membuat kebijakan yang harmonis, baik dari segi kelembagaan yang menanganinya maupun
substansi kebijakan yang akan diterapkan.
Jumlah penduduk yang terus mengalami pertumbuhan dan sedikitnya lapangan kerja
berdampak pada minimnya kesempatan kerja. Tingkat pengangguran yang tinggi, terbatasnya

14
ketersediaan lapangan pekerjaan, kualitas dan produktivitas sumber daya manusia yang rendah
adalah permasalahan yang selalu terjadi dibidang ketenagakerjaan.
Tingginya tingkat pengangguran terdidik erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi,
yang berarti keterbatasan kesempatan kerja dan adanya hal yang tidak selaras antara lapangan
pekerjaan dan pendidikan. Banyak kesempatan pekerjaan yang ada namun kesempatan kerja
tersebut tidak bisa digunakan, khususnya lowongan pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau
pengetahuan setara perguruan tinggi atau universitas.
Pembangunan daerah pada bidang ekonomi dititik beratkan untuk mengurangi tingkat
kemiskinan, meningkatkan penyedian lapangan kerja, memperbaiki kesejahteraan masyarakat
pada keseluruhan, dan mengurangi ketimpangan antar daerah. Yang paling utama bagi daerah
adalah penciptaan lapangan kerja (Syaukani dkk,2002, 222) Keberhasilan pemerintah daerah
dapat dilihat sejauh mana pemerintah daerah tersebut dapat menyediakan lapangan kerja bagi
masyarakat daerah tersebut, peningkatan lapangan kerja yang tinggi akan meningkatkan daya beli
masyarakat sehingga secara tidak langsung akan mengangkat taraf hidup masyarakat kearah yang
lebih baik
Kesempatan kerja dapat diciptakan dengan kebijakan pemerintah. Dalam hal ini
pemerintah berkewajiban mengatasi masalah yang terjadi untuk menekan angka pengangguran
dengan cara menanamkan modal atau investasi yang dapat membuka lapangan kerja bagi
masyarakat luas.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembangunan Ekonomi Inklusif adalah pembangunan yang menciptakan akses dan
kesempatan yang luas bagi bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan,meningkatkan
kesejahterahan, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok, dan wilayah.
Pembangunan ekonomi Inklusif Pro kesempatan kerja bertujuan untuk salah satu sasaran
dalam pembangunan diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan terciptanya lapangan kerja
baru dalam jumlah dan kualitas yang seimbang dan memadai. Hal itu ditujukan agar dapat
menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Memperluas
kesempatan kerja juga akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini secara tidak langsung
akan juga mengurangi kemungkinan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dalam pembangunan inklusif, Pemerintah harus mempromosikan kesetaraan dalam
kesempatan kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi semua pekerja, termasuk pekerja
migran dan pekerja informal. Dalam pembangunan inklusif, pemerintah juga harus bekerja sama
dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja yang baru dan memberdayakan sektor
informal untuk memperkuat ekonomi lokal.

3.2 Saran

1. Hendaknya Pemerintah harus memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama
terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkualitas untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan mereka dalam mencari pekerjaan.
2. Dalam melaksanakan pembangunan hendaknya memperhatikan kondisi masyarakatnya,
sehingga pembangunan selain mengejar pertumbuhan ekonomi juga dapat mengurangi
ketimpangan pendapatan pada masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sri Hartati, Y. (2021). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
12(1), 79–92. https://doi.org/10.55049/jeb.v12i1.74

Hasan, H., Nugroho, Z., Lingkar, P., Demokrasi, K., & Negeri, U. (n.d.). Menuju Papua Damai dengan
Pendekatan Pembangunan Inklusif 56–66.

Sihombing, P. R. (2018). Pemetaan Masalah Pembangunan Berkelanjutan dan Pertumbuhan Ekonomi


Inklusif di Indonesia: Implementasi Analisis Kluster. Seminar Nasional Statistika Fmipa Unpad
2018 (Sns Vii), October 2018, 2087–2590.
https://www.researchgate.net/publication/344202783_Pemetaan_Masalah_Pembangunan_Berkelanj
utan_dan_Pertumbuhan_Ekonomi_Inklusif_di_Indonesia_Implementasi_Analisis_Kluster

Pada, S., Kota, K., Nusa, D. I., & Timur, T. (2022). Pembangunan Ekonomi Inklusif ( Studi Pada
Kabupaten / Kota Di Nusa Tenggara Timur ).

Gupta, Krisna. (2021). Indonesia emas berkelanjutan 2045. Jakarta. LIPPI press

Irawan, Norbetrus citra. (2022). pertumbuhan ekonomi inklusif. Malang. Pustaka peradaban.

Tjiptoherijanto, Prijono. (1982). Sumber daya manusia, kesempatan kerja dan pembangunan ekonomi.
Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Usman, Wan. (2001). Perekonomian Indonesia. Jakarta. Universitas Terbuka

Chodijah, R. (2007). Ekonomi pembangunan produk domestik bruto dan elastisitas kesempatan kerja di
sumatera selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 126, 117–126.

Tambunan, Tulus TH. (2016). Pembangunan ekonomi inklusif : sudah sejauh mana Indonesia?. Jakarta.
LP3ES

Negara, S. D. (2013). Membangun Perekonomian Indonesia Yang Inklusif dan Berkelanjutan.


Masyarakat Indonesia, 39(1), 247–262.
http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/319

Prabandari, D. A. N., & Santoso, D. B. (2018). Analisis Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi di


Jawa Timur dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB
Universitas Brawijaya, 1–12. https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/5221

17
Irwan, S. M. M. (2020). Indeks Pembangunan/Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ekonomi Pembangunan,
4(1), 121–141.

Inklusif, M. P. (2016). Mengagas Indonesia Yang Berkeadilan. 25–44.

Dona, D. R., Effendi, A. S., & Muliati, M. (2018). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kesempatan kerja. Forum Ekonomi, 20(1), 12. https://doi.org/10.29264/jfor.v20i1.3308

Teoritis, D., & Kerja, H. K. (n.d.). Deskripsi Teoretis , Kerangka Berpikir ,. 2, 12–37.

Nadia Afriliana Ekonomi Pembangunan, S., Ekonomi dan Bisnis, F., Brwaijaya, U., Tri
Wahyudi, S., & Nadia Afriliana, S. (2022). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Studi
Komparasi Antar Provinsi Di Indonesia Diterima Penulis Korespondensi. Journal of
Development Economic and Social Studies Volume, 1(1), 44–57.
http://dx.doi.org/10.21776/jdess.2022.01.1.5

Hapsari, W. R. (2019). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Kabupaten/Kota Di Provinsi


Jawa Tengah. Jurnal Litbang Sukowati : Media Penelitian Dan Pengembangan, 3(1), 11.
https://doi.org/10.32630/sukowati.v3i1.121

18

Anda mungkin juga menyukai