Anda di halaman 1dari 19

MODUL

SOSIALISASI
TUJUAN
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Tim KKN-PPM UGM 2021-NB009
Kecamatan Pemenang,
Kabupaten Lombok Utara,
Nusa Tenggara Barat
Daftar isi

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii

LATAR BELAKANG DAN KONSEP DASAR 1

17 POIN SDGS 3
Poin 1-3 4
Poin 4-9 5
Poin 10-13 6
Poin 14-17 7

SDGS DI INDONESIA 8
Pengantar 8
Empat pilar SDGs Indonesia 8
Pelaksanaan SDGs Sesuai dengan RPJMN dan RPJMD 9
Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 10
Sejauh Mana Kita Telah Mencapainya? 11
Apa yang dapat Kita Lakukan? 12

KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15

i
kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya, modul
sosialisasi pembangunan berkelanjutan ini dapat terselesaikan.

Perkembangan ekonomi yang luar biasa dalam tiga dasawarsa terakhir telah
berdampak besar bagi Bumi. Aneka kerusakan lingkungan semakin nyata seiring dengan
meluasnya pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian alam. Ironisnya, masih
banyak masyarakat di berbagai belahan dunia yang tidak mendapatkan hasil dari pesat-
nya pembangunan. Kemiskinan, pengangguran, dan krisis kebutuhan pokok masih
menjadi permasalahan akut di tengah masyarakat. Karenanya, 17 poin Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan perlu kita dukung
dan kawal bersama. Inisiatif ini bertujuan untuk secara bertahap dan bersama-sama
menciptakan kehidupan masyarakat di masa depan yang sejahtera pada tahun 2030.

Modul ini akan memberikan pengantar, wawasan, dan pengetahuan kepada khalayak
luas, mulai dari para pemangku kebijakan di Desa Pemenang Timur dan Menggala,
Kecamatan Pemenang hingga masyarakat desa pada umumnya mengenai konsep
pembangunan berkelanjutan sebagai inisiatif global dan bagaimana implementasinya
secara nasional dan lokal. Tak lupa, saya berterima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu memberikan dukungan material dan moral sehingga modul ini dapat tersele-
saikan dan tepat sasaran.

Semoga modul ini turut dapat menjadi pedoman bagi pembangunan di tingkat desa
pada masa mendatang untuk tercapainya Pemenang Timur dan Menggala yang
sejahtera, lestari, dan maju. Selamat belajar dan berproses bersama.

L. Rinaldi Rizky Mulia

Koordinator Mahasiswa Unit


KKN-PPM UGM 2021-NB009

ii
Latar belakang dan konsep dasar
Pembangunan berkelanjutan sejatinya memang bukan konsep yang baru, melaink-
an telah diperkenalkan secara global sejak tahun 1972. Pada tahun 1983, Sidang
umum PBB sebagai ajang pertemuan pemimpin negara-negara di seluruh dunia
menunjuk Sekretaris Jenderal organisasi tersebut untuk membentuk suatu panitia
perumus “Agenda Global untuk Perubahan” dengan target jangka panjang di abad
ke-21. Isinya, yakni (1) strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan; (2)
upaya komunitas internasional yang terdiri atas pemerintah dan warga negara di
seluruh dunia untuk menciptakan lingkungan Bumi yang lestari; dan (3)
mendorong kepedulian global untuk mengatasi permasalahan pelik dalam berb-
agai sektor dalam berbagai forum internasional. Agenda tersebut bertujuan tidak
lain untuk merancang kembali pembangunan, seiring dengan aneka masalah
global kala itu, mulai kemiskinan hingga pencemaran lingkungan.

Menurut Alisjahbana dan Murniningtyas (2018), konsep ini sendiri mulai dikenal
seiring dengan semakin luasnya dampak pembangunan dari berbagai sektor.
Pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran memang menjadi primadona bagi nega-
ra-negara di dunia, terutama didukung oleh industri dan penggunaan teknologi. Pada
satu sisi, kemajuan teknologi jelas mendukung peningkatan ekonomi berbagai
negara di dunia. Ekonomi global tumbuh lebih dari empat persen sepanjang tahun
1990-an hingga 2000-an, seiring dengan kian banyaknya negara-negara industri baru
yang bangkit, semisal Tiongkok, India, Turki, dan dalam banyak sumber, Indonesia.
Meski demikian, ternyata pesatnya pertumbuhan ekonomi ini tidak diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan masyarakat. Data Bank Dunia dalam dua dasawarsa
(1990-an dan 2000-an) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesenjangan
penduduk antara negara maju dan negara berkembang, sementara masih terdapat
1,5 miliar penduduk yang berada pada garis kemiskinan.

Delapan poin Millennium Development Goals--Tujuan Pembangunan Milenium--se-


bagai program pertama implementasi “Agenda Global Untuk Perubahan” yang telah
tercapai pada tahun 2015 ternyata masih menyisakan sejumlah persoalan. Pada
tahun tersebut, jumlah penduduk miskin masih tersisa sebanyak 836 juta jiwa. Selain
itu, kesenjangan juga masih tampak nyata, di mana sebanyak 20% anak-anak di
negara berkembang masih mengalami stunting atau lambat pertumbuhan. Selain itu,
hanya 45% penduduk di desa yang memiliki akses terhadap air bersih. Di sisi lain,
jumlah korban jiwa akibat polusi udara di perkotaan masih sangat tinggi, menuntut
dibentuknya program pembangunan berkelanjutan yang lebih komprehensif.

1
Gambar 1 836 juta penduduk dunia masih menderita kemiskinan akut
pada 2015
Sumber: The Jakarta Post

Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kelanjutan dari MDGs berupaya
untuk melengkapi sekaligus menyelesaikan capaian-capaian yang belum terpenuhi oleh
MDGs hingga 2015 dengan komitmen dari 193 negara di dunia. Konsep dari kedua tujuan
tersebut sejatinya sama, yakni mendorong terciptanya pembangunan yang memprioritas-
kan kesejahteraan masyarakat luas--untuk generasi sekarang dan generasi di masa depan,
mendorong tercapainya kemakmuran, dan terlibat aktif dalam pelestarian lingkungan.
Targetnya, pada tahun 2030 akan tercipta masyarakat global yang sejahtera sekaligus
mempertahankan Bumi dari aneka kerusakan akibat pembangunan. Seluruh lembaga
yang dinaungi PBB menjadikan SDGs sebagai prinsip dalam pelaksanaan program-pro-
gramnya, sementara pelaksanaan SDGs sendiri diatur oleh Badan Lingkungan Hidup PBB
(UNEP) dan Badan Pembangunan PBB (UNDP).

Meski demikian, setiap negara memiliki kapasitas dan target masing-masing untuk
memenuhi seluruh poin dari SDGs. Hal ini dapat terjadi karena penyusunan dan implemen-
tasi SDGs yang bersifat bottom-up atau dilakukan dari bawah, yakni dengan komitmen
setiap negara secara independen, bahkan tak jarang, juga melibatkan masyarakat umum.
Selain itu, implementasi SDGs juga bersifat kooperatif, berlandaskan kerja sama yang
bersifat global, tercermin dalam berbagai pertemuan internasional terkait pembangunan
dan lingkungan hidup.

2
17 poin sdgs
SDGs sendiri memiliki 17 poin dan 241 indikator. Poin-poin tujuan dan indikator yang sema-
kin banyak ini bertujuan untuk mendorong penyelesaian isu-isu global secara komprehen-
sif. Selain itu, poin yang semakin banyak ini juga dinilai mampu mendorong pencapaian
secara bottom-up dengan melibatkan banyak pihak (multi-stakeholders) antara pemerin-
tah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat. Maknanya, tidak ada satu
pihak yang benar-benar mengontrol pelaksanaan SDGs dan akan tercipta kerja sama untuk
mencapai tujuan dalam poin-poin tersebut. Masyarakat juga tidak dipandang sebagai
“objek” bagi pencapaian ini, melainkan menjadi aktor untuk mengimplementasikan
poin-poin tersebut. Misalnya, masyarakat di desa dapat berperan aktif untuk menciptakan
sistem pertanian yang inovatif dan berwawasan lingkungan sekaligus menjaga ketahanan
pangan dan diusulkan kepada pemerintah desa setempat. Ke-17 poin ini akan dijelaskan
secara singkat, berikut dengan beberapa targetnya di bawah ini.

Gambar 2 17 poin SDGs dalam Bahasa Indonesia


Sumber: Bappenas

3
1. Tanpa Kemiskinan
Kemiskinan masih menjadi permasalahan pelik di berbagai negara, khususnya negara
berkembang. Targetnya, pada tahun 2030 angka kemiskinan ekstrem berkurang hingga
dua per tiga jumlah tahun 2015, sementara angka kemiskinan secara umum ditargetkan
menurun ssekurangnya 50% pada tahun 2030.

2. Tanpa Kelaparan
Dalam 20 tahun terakhir, angka kelaparan global memang menurun hingga hampir
separuhnya, seiring dengan kian banyaknya negara yang mampu secara mandiri
memenuhi kebutuhan gizi warganya. Hanya saja, di beberapa negara, masalah kurang gizi
masih menjadi isu utama. Di Indonesia misalnya, kasus stunting masih menjadi masalah di
beberapa provinsi. Perlu ada upaya proaktif dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga
terkait untuk bersama-sama mengatasi masalah ini dan menciptakan dunia bebas kelapa-
ran pada tahun 2030.

Gambar 3 Persentase Penduduk Negara Dunia yang Kekurangan Gizi, 2017


Sumber: FAO

3. Kehidupan Sehat dan Sejahtera


Dengan sektor kesehatan yang baik dan inklusif bagi seluruh masyarakat, kualitas hidup,
produktivitas, dan kesejahteraan juga akan meningkat signifikan. Faktanya, negara
dengan sektor kesehatan yang maju juga memiliki tingkat kebahagiaan masyarakat yang
tinggi. Pandemi COVID-19 belakangan ini juga harus menjadi momen pencapaian tujuan
ini, dengan perbaikan signifikan pada pelayanan kesehatan, vaksinasi, dan manajemen
penyakit menular.

4
4. Pendidikan Berkualitas
Dengan pendidikan berkualitas, seseorang memiliki lebih banyak kesempatan untuk mem-
peroleh pekerjaan yang layak dan berkontribusi dalam pembangunan. Meskipun lebih dari
90% anak usia 6-15 tahun telah memperoleh pendidikan dasar, masih banyak anak di
berbagai negara yang belum memperoleh pendidikan dasar. Perang, kemiskinan, dan
keengganan beberapa rezim untuk berinisiatif memajukan pendidikan menjadi pengham-
bat utama pencapaian tujuan ini.

5. Kesetaraan Gender
Hak atas pekerjaan dan hidup yang sejahtera dimiliki oleh setiap orang, tidak terkecuali
pria atau wanita. Masalahnya, masih banyak wanita dan anak-anak perempuan yang
mengalami kesenjangan ekonomi akibat diskriminasi gender, terutama dalam pekerjaan
dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Tentunya, ini jadi hambatan untuk mewujudkan
masyarakat sejahtera.

6. Air Bersih dan Sanitasi Layak


Air minum yang bersih menjadi kebutuhan utama masyarakat agar tubuh tetap sehat.
Selain air bersih, sistem sanitasi yang baik juga mencegah penularan wabah penyakit.
Hanya saja, lebih dari 40% penduduk dunia tidak memperoleh “kenikmatan” yang seharus-
nya menjadi hak bersama ini. Kerja sama antarlembaga dan masyarakat untuk menye-
diakan air bersih dapat menjadi solusinya, terutama dengan inisiatif lokal untuk mencip-
takan sistem penjernih air atau komunitas sanitasi bersih.

7. Energi Bersih dan Terjangkau


Untuk mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan, perlu digunakan energi yang
bersih dan terbarukan--seperti sinar matahari, angin, hingga air. Meskipun mahal, peman-
faatan energi terbarukan dengan didukung subsidi oleh pemerintah dapat mendorong
inisiatif masyarakat untuk bekerja sama menciptakan surplus energi di daerah pada waktu
mendatang.

8. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi


Mewujudkan masyarakat bebas pengangguran akan berdampak positif bagi pembangu-
nan dan pertumbuhan ekonomi. Kewirausahaan dan UMKM menjadi modal penting untuk
menciptakan pembangunan ekonomi dari bawah (bottom-up), sekaligus mencegah
permasalahan ketenagakerjaan seperti perdagangan pekerja dan TKI ilegal.

9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur


Kemajuan teknologi mendorong pembangunan yang lebih luas, seperti menciptakan
lapangan kerja baru dan energi yang efisien. Dengan memberdayakan masyarakat agar
melek teknologi, pembangunan yang berkelanjutan akan terwujud secara optimal.

5
10. Berkurangnya Kesenjangan
Kesenjangan dapat terjadi apabila masyarakat yang kaya memperoleh keuntungan besar
dari pembangunan, sementara masyarakat yang miskin tidak memperoleh apapun dan
malah semakin miskin. Pola pembangunan dan kebijakan demikian perlu diubah, agar
seluruh lapisan sosial masyarakat dapat menjangkau hasil dari pembangunan.

11. Kota dan Pemukiman Berkelanjutan


Di masa depan, populasi dunia akan terpusat di kota-kota besar. Praktis, aneka permasala-
han perkotaan perlu menjadi perhatian bersama. Misalnya, mengurangi sampah, polusi,
dan pencemaran di sungai. Kota dan pemukiman berkelanjutan akan turut mendukung
kesejahteraan masyarakat.

12. Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab


Sikap konsumtif dan hedonis dapat merugikan banyak pihak, khususnya di masyarakat.
Dengan melakukan konsumsi-produksi yang bertanggung jawab dan didukung oleh
pemanfaatan sumber daya alam secara efektif, kita akan berkontribusi terhadap kelestari-
an alam.

13. Penanganan Perubahan Iklim


Perubahan iklim menyebabkan aneka dampak negatif di seluruh dunia. Cuaca ekstrem,
gangguan suhu, dan bencana alam akibat perubahan iklim menjadi contohnya. Ketidak-
pastian masa depan akan kian kelam apabila kita tidak bersama-sama mewujudkan
penanganan terhadap perubahan iklim.

Gambar 3 Melelehnya Es di Kutub akibat Perubahan Iklim dapat Meneng-


gelamkan Banyak Wilayah
Sumber: National Geographic

6
14. Ekosistem Lautan
Ekosistem perairan seperti danau, sungai, dan laut memberikan kontribusi besar terhadap
kehidupan manusia. Lebih dari tiga miliar orang menggantungkan hidupnya dari perairan,
mulai dari pekerjaan hingga makanan. Meski demikian, polusi air masih (dan terus) menja-
di masalah lingkungan yang serius. Praktis, menciptakan ekosistem perairan yang lestari
menjadi target SDGs pada tahun 2030 yang perlu kita kawal dan capai.

15. Ekosistem Daratan


Daratan menjadi tempat tinggal bagi seluruh umat manusia, di darat pula terjadi aktivitas
ekonomi, pertanian, dan pembangunan. Lahan darat juga menghadapi krisis lingkungan,
mulai dari hilangnya luasan hutan, polusi tanah akibat alih fungsi lahan, dan perluasan
gurun pasir.

16. Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh


Perang dan konflik bersenjata masih menghantui ratusan juta masyarakat di dunia. Mewu-
judkan masyarakat yang damai dan adil menjadi langkah penting untuk mendorong
kesejahteraan terhadap seluruh masyarakat. Tentunya, tujuan ini perlu didukung dengan
kelembagaan yang tangguh, bersih dan efektif dari pemerintah dan pemangku kebijakan.

17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memiliki target yang banyak dan kompleks.
Target-target tersebut memiliki esensi bahwa setiap pihak harus saling bekerja sama untuk
mewujudkan dunia yang lebih baik di masa mendatang. Untuk itu, inisiatif-inisiatif bersama
dari masyarakat perlu diwujudkan dan didukung oleh kebijakan yang suportif dari pemerin-
tah untuk pembangunan berkelanjutan.

7
SDGs di Indonesia

A. Pengantar
Berdasarkan Peta Jalan SDGs Indonesia yang disusun oleh Bappenas pada tahun 2017,
esensi dari pembangunan berkelanjutan bukanlah istilah baru di Indonesia, melainkan
sudah tertuang dalam cita-cita bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut
melaksanakan perdamaian dan ketertiban dunia. Praktis, Indonesia juga menjadi salah
satu negara yang paling suportif terhadap inisiatif global ini, dengan ratifikasi dari SDGs
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pencapaian Tujuan Pemba-
ngunan Berkelanjutan.

Dengan kebijakan tersebut, maka telah jelas bahwa seluruh kebijakan nasional terkait
pembangunan--mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi--harus selaras
dengan tujuan dan target SDGs. Pembangunan tidak boleh lagi bersifat eksploitatif dan
hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi, melainkan juga harus efisien, melibatkan
unsur-unsur masyarakat termasuk kaum minoritas dan marjinal, memberikan keuntungan
yang luas bagi seluruh masyarakat, serta selaras dengan kelestarian lingkungan hidup.
Harapannya pada tahun 2030, indonesia menjadi salah satu negara yang sukses mencapai
target-target tersebut untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih baik.

B. Empat Pilar SDGs Indonesia


Sementara itu, pelaksanaan 17 poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
dikelompokkan dalam empat pilar utama, di mana keempatnya saling memiliki ketergan-
tungan, sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

1. Pilar Sosial, merujuk kepada peningkatan kualitas kehidupan sosial, seperti


pengentasan kemiskinan, meningkatkan ketahanan sosial, perbaikan gizi, dan
mengurangi kesenjangan gender.

2. Pilar Ekonomi, berfokus pada perbaikan sektor-sektor ekonomi nasional, seperti


dengan mengurangi kesenjangan ekonomi, pemanfaatan energi yang ramah
lingkungan perbaikan pengelolaan fiskal, dan kegiatan produksi dan konsumsi yang
bertanggung jawab.

3. Pilar Lingkungan, sangat penting untuk mendorong perubahan perilaku


masyarakat dan pola pembangunan di Indonesia agar tetap memperhatikan
kelestarian alam. Berfokus pada efisiensi penggunaan sumber daya alam, manaje-
men polusi, dan penanganan perubahan iklim.

8
4. Pilar Hukum dan Tata Kelola, sebagai landasan untuk mewujudkan akses keadilan
bagi seluruh masyarakat, membangun kelembagaan yang efektif, dan tata pemer-
intahan yang baik (good governance) untuk mendukung pembangunan berkelanju-
tan.

C. Pelaksanaan SDGs Sesuai dengan RPJMN dan RPJMD


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan komitmen internasional untuk meningkat-
kan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, TPB/SDGs
menjadi salah satu acuan dalam pemba gunan nasional dan daerah, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

Di tingkat nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2020-2024


merupakan dokumen perencanaan untuk jangka menengah 5 (lima) tahun yang menjadi
acuan bagi setiap Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementeri-
an/Lembaga (Renstra K/L) dan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Pemba-
ngunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Gambaran umum integrasi TPB/SDGs ke dalam
rencana pembangunan di tingkat nasional maupun daerah dapat dilihat lebih lanjut di
bawah ini.

Gambar 4 Integrasi pembangunan Berkelanjutan dalam Dokumen Perenca-


naan Pembangunan
Sumber: Pedoman Penyusunan Rencana Aksi
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

9
D. Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Dalam upaya untuk memantau pencapaian target pembangunan berkelanjutan dari
tingkat lokal, daerah, hingga tingkat nasional, disusun Dokumen Rencana Aksi (Renaksi)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pada tingkat nasional akan disusun Dokumen Renaksi
Nasional (RAN) TPB/SDGs dan pada tingkat provinsi akan disusun Dokumen Renaksi Daerah
(RAD) TPB/SDGs. Pemerintah provinsi dalam penyusunan RAD TPB/SDGs melibatkan seluruh
pemerintah kabupaten/kota dan para pemangku kepentingan di wilayahnya. Matriks RAD
Kabupaten/Kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RAD Provinsi. Pemerintah
kabupaten/kota bersama seluruh pemangku kepentingan di wilayahnya dapat menyusun
RAD TPB/SDGs tingkat kabupaten/kota secara mandiri yang sistematikanya selaras dengan
Pedoman Penyusunan Renaksi TPB/SDGs. Pembagian kewenangan Renaksi TPB/SDGs pada
tingkat nasional dan daerah selaras dengan pembagian kewenangan yang tertera dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Adanya Dokumen Rencana Aksi tersebut merupakan perwujudan karakter SDGs yang
inklusif dan mempertimbangkan keterlibatan berbagai aktor dari seluruh tataran pemerin-
tahan. Setiap pemangku kebijakan tentunya memiliki pemahaman tersendiri terkait
perkembangan pembangunan di daerah masing-masing. Setiap daerah pula memiliki
target pencapaian yang berbeda-beda, asalkan tetap selaras dengan 17 poin yang telah
disebutkan. Pedoman mengenai teknis Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
dapat diunduh dan dipelajari di situs web Kementerian PPN/Bappenas.

Gambar 5 Pedoman Teknis Penyusunan


Rencana Aksi Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

10
E. Sejauh mana Kita Telah Mencapainya?
Sejak meratifikasi SDGsi ke dalam peraturan pemerintah dan menjadikan SDGs sebagai
pedoman utama bagi kebijakan pembangunan nasional, Indonesia telah melaksanakan
sejumlah langkah progresif untuk mencapai indikator dalam poin-poin SDGs. Di antaranya,
yakni pembentukan Sekretariat SDGs yang diketuai oleh Kementerian PPN/Bappenas sejak
tahun 2016, penyusunan Renaksi Nasional, dan serangkaian tinjauan ulang mengenai
kesiapan indikator SDGs.

Selain itu, Indonesia juga telah melokalkan SDGs dalam bentuk SDGs Desa oleh Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) A. Halim Iskandar
pada tahun 2019. SDGs Desa sendiri memiliki 18 poin dengan esensi membangun Indonesia
secara berkelanjutan dari tingkat terendah, yakni desa. Rencana pencapaian SDGs Desa
disusun oleh perangkat desa bersama warga dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dengan merujuk
pada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Indikator-indikator pencapaian SDGs
Desa ditunjukkan dalam Indeks Desa Membangun (IDM) yang menggunakan dimensi sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Pengukuran dan pemantauan IDM sendiri dilaksanakan melalui
kuisioner yang diberikan oleh petugas dari desa kepada kepala keluarga. Selain mengukur
indikator pembangunan berkelanjutan di desa, IDM juga dapat menjadi acuan bagi
pembangunan desa untuk mengentaskan aneka ketertinggalan dalam berbagai sektor.

Gambar 6 Ikon SDGs Desa sebagai Bentuk Pelokalan SDGs/TPB


Sumber: situs web resmi SDGs Desa

11
Meski demikian, masih banyak isu dan permasalahan yang melingkupi pencapaian pemba-
ngunan berkelanjutan di Indonesia. Sejumlah permasalahan itu yakni (1) masih belum
tersosialisasikannya konsep dan pencapaian pembangunan berkelanjutan, mulai dari para
stakeholder di kawasan pemerintahan pusat, korporasi, hingga masyarakat di tingkat
desa; (2) upaya pemenuhan SDGs yang belum terpantau dengan baik, seiring dengan
masih minimnya inisiatif perencanaan pembangunan berkelanjutan pada tingkat pemerin-
tah daerah; hingga (3) masih kurangnya manajemen anggaran terkait pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Secara global, peringkat SDGs Indonesia sendiri belum
dapat dikatakan baik, yakni peringkat ke-100 dari 158 negara yang terdaftar oleh Program
Pembangunan PBB (UNDP). Artinya, Indonesia masih membutuhkan inisiatif yang lebih
signifikan untuk membudayakan dan meningkatkan pencapaian SDGs. Di wilayah ASEAN
sendiri, meskipun Indonesia mengalami sejumlah pencapaian signifikan dalam beberapa
poin SDGs, masih banyak poin yang memiliki skor di bawah rata-rata ASEAN.

Gambar 7 Pencapaian SDGs Indonesia dan Rata-rata ASEAN

F. Apa yang dapat kita lakukan?


Tahun 2030 menjadi tenggat waktu pemenuhan keseluruhan SDGs bagi setiap negara yang
telah menyepakati dan meratifikasinya. Dengan sembilan tahun waktu tersisa, masih
banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh Indonesia. Pertama, perlu ada
pemenuhan secara intensif infrastruktur dasar oleh pemerintah lokal, seperti penyediaan
air bersih, sanitasi, fasilitas kesehatan dasar, dan sekolah-sekolah. Peningkatan kualitas
juga harus dilakukan secara beriringan dengan peningkatan kuantitas.

12
Di sini, infrastruktur dasar sangat penting untuk menjadi batu pijakan pemenuhan
tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang lebih kompleks. Misalnya, dengan pening-
katan kualitas pendidikan dasar, masyarakat akan lebih memahami pentingnya memeliha-
ra ekosistem dan membangun industri yang ramah lingkungan. Kedua, peningkatan sinergi
antara masyarakat dengan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan
perlu ditingkatkan. Pemerintah sebagai aktor pelaksana pembangunan perlu berkolabora-
si dengan rakyat sebagai penikmat pembangunan untuk memastikan bahwa tidak ada
pihak yang benar-benar dirugikan dalam pembangunan (no one left behind). Di sisi lain,
rakyat juga perlu melek dan mengawal isu-isu pembangunan, khususnya pada tingkat
lokal--desa, kecamatan, dan kabupaten. Proses “check and balance” dari rakyat kepada
pemerintah ini penting untuk memastikan agar pembangunan tepat sasaran.

Terakhir yang tak kalah penting, adalah bahwa baik pemerintah maupun masyarakat
sama-sama perlu memiliki pemikiran yang ramah lingkungan (eco-friendly mindset) yang
secara umum menekankan pentingnya timbal balik antara kehidupan manusia dengan
alam. Alam sendiri merupakan sumber dari segala kebutuhan manusia, sehingga setiap
pihak harus bekerja sama melestarikannya agar selalu terjaga hingga generasi ke depan.
Dalam hal ini, perlu ada pendekatan yang holistik dari sektor pendidikan (sekolah, guru,
mahasiswa, dan akademisi) untuk menanamkan nilai-nilai kelingkunganan kepada
masyarakat pada umumnya.

13
kesimpulan

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupa-


kan suatu upaya global untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi generasi
mendatang dengan target capaian pada tahun 2030. Dengan prinsip “no one left behind”
(tidak ada satupun yang tertinggal) dan keseimbangan dalam pembangunan, SDGs memi-
liki 17 poin tujuan yang dipenuhi oleh setiap negara di dunia dengan harapan terwujudnya
planet Bumi yang lebih lestari, namun tidak meninggalkan kemajuan ekonomi, teknologi,
dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, SDGs memiliki sifat inklusif (melibatkan
berbagai pihak dan tidak dikuasai oleh pihak tertentu), sinergis (mendorong kerja sama
antarpihak), dan bottom-up (dimulai dari tingkat terbawah).

Indonesia sendiri telah melokalkan SDGs sebagai tujuan pembangunan nasional sejak
tahun 2015, dimulai dengan pembentukan sekretariat SDGs yang diketuai oleh Kementeri-
an PPN/Bappenas yang sekaligus menjadi perencana pelaksanaan SDGs. Dalam pelaksa-
naannya, SDGs melibatkan seluruh pemangku kebijakan dari tingkat teratas (pusat) hingga
terbawah (desa). Salah satu bentuk pelokalan dari SDGs adalah dengan dibentuknya SDGs
Desa pada tahun 2019. SDGs Desa kemudian menjadi acuan bagi Indeks Desa Membangun
yang menjadi indikator bagaimana pembangunan yang berkelanjutan pada tingkat desa
dicapai. Praktis, seluruh pihak dapat mengawal pembangunan secara komprehensif dan
ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat diselesaikan.

Untuk mencapai keseluruhan tujuan dengan komprehensif, maka perlu ada kerja sama
yang lebih baik antara masyarakat dengan pemerintah. Selain itu, perlu ada mindset
ramah lingkungan dan komitmen tingkat lanjut untuk seluruh pemangku kebijakan guna
mencapai Indonesia yang berkelanjutan pada tahun 2030 nanti. Akhir kata, semoga modul
yang singkat ini tidak hanya memberikan pengetahuan dan wawasan, melainkan juga
menjadi panduan bagi pemerintah dan masyarakat--khususnya pada tingkat desa--untuk
berupaya mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan secara komprehensif,
inovatif, dan sinergis.

14
Daftar pustaka

Alisjahbana, A. S. (2017). Menyongsong SDGs: Kesiapan daerah-daerah di Indonesia.


Bandung: Universitas Padjajaran Press.

Alisjahbana, A. S., & Murniningtyas, E. (2018). Tujuan pembangunan berkelanjutan di


Indonesia: Konsep, target, dan strategi implementasi (Cetakan 1). Bandung: Unpad Press.

Halimatussadiah, A., Widyasanti, A. A., Damayanti, A., Verico, K., Qibthiyyah, R. M., Kurni-
awan, R., … Budiantoro, S. (2020). Thinking Ahead: Indonesia’s Agenda on Sustainable
Recovery from COVID-19 Pandemic (p. 126). Depok, Indonesia: LPEM FEB UI.

Joko Widodo. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2017 Tentang Pelaksa-
naan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. , Pub. L. No. 17 (2017).

Kementerian PPN/Bappenas. (2021). SDGs Dashboard. Retrieved July 24, 2021, from Indika-
tor Sasaran Makro Pembangunan website: http://sdgs.bappenas.go.id/dashboard/#!/pag-
es/MakrosPage.html

Tim Sekretariat SDGs Bappenas. (2019). Peta Jalan Indonesia Menuju 2030. Jakarta:
Kementerian PPN/Bappenas.

United Nations Development Programme. (2017). SDGs Booklet.

Yulaswati, V., Primana, J. R., & Moeljono, A. N. S. (Eds.). (2020). Pedoman Teknis Penyusunan
Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals. Jakar-
ta: Kementerian PPN/Bappenas.

Yulaswati, V., Primana, J. R., & Oktorialdi (Series Eds.). (2019). Laporan Pelaksanaan Penca-
paian TPB/SDGs 2019. Kementerian PPN/Bappenas.

Yusuf, A. A., & Sumner, A. (2015). Growth, Poverty, and Inequality under Jokowi. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, 51(3), 323–348. doi: 10.1080/00074918.2015.1110685

15

Anda mungkin juga menyukai