Anda di halaman 1dari 5

Nama : Singgih Abiyuwono

Npm : 183112350750016
Prodi : Hubungan Internasional
Mata Kuliah : SDGs
Kelas : R.02
Dosen : Fadlan Muzaki

JAWABAN

1. Dalam SDGs Annual Conference 2021 membahas komitmen Indonesia dalam


mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals
(TPB/SDGs), Kementerian PPN/ Bappenas menggelar SDGs Annual Conference 2021
bertema “Recovery and Resilience: Inclusive Financing towards the Attainment of the
2030 Agenda” pada 23-24 November 2021. TPB/SDGs merupakan komitmen global yang
memandu capaian pembangunan inklusif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan
masa kini sembari menyiapkan hak generasi masa depan. Membuka SDGs Annual
Conference 2021, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyatakan pentingnya pendanaan
inklusif untuk mewujudkan TPB/SDGs.
Percepatan pencapaian SDGs membutuhkan pendanaan yang besar. Sebelum pandemi,
celah pembiayaan SDGs sudah cukup lebar. Dengan adanya pandemi, kebutuhan
pendanaan SDGs di tingkat global diperkirakan meningkat sebesar 70 persen. Kenyataan
ini menunjukkan pentingnya inovasi pembiayaan melalui kolaborasi lintas pemangku
kepentingan, baik di tingkat global, nasional, daerah, hingga tingkat desa untuk menutup
celah pembiayaan. Akses pembiayaan ini menjadi kunci, mengingat kesiapan dan respons
setiap negara berbeda, khususnya antara negara maju dan negara berkembang. Untuk itu,
masing masing pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan harus dilakukan secara
terukur dan terarah serta disesuaikan dengan konteks Indonesia. Untuk itu pencapaian
SDGs harus melibatkan semua pihak, melalui paradigm co-creation, termasuk pendanaan
melalui mekanisme co-financing. “Indonesia senantiasa berkomitmen untuk tidak
menurutkan target-target yang telah ditetapkan dalam pencapaian SDGs 2030, meskipun
disrupsi pencapaian target SDGs dipengaruhi akibat pandemic Covid-19. Komitmen
tersebut memerlukan tata kelola kelembagaan dan mekanisme kolaborasi seluruh
pemangku kepentingan dan pendekatan yang tidak business as usual. salah satu tantangan
yang besar di antaranya adalah pembiayaan untuk SDGs, berdasarkan peta jalan SDGs
menuju 2030, kebutuhan pendanaan untuk mencapai SDGs sebesar Rp 67.000 triliun,
dengan selisih kebutuhan pendanaan sekitar Rp 14.000 triliun. Untuk itu, kolaborasi
seluruh pemangku kebijakan untuk mewujudkan transformasi dan trajectory pembangunan
berkelanjutan harus dicapai, agar collective action bisa terlaksana.
Hasil konferensi ini diharapkan memberi masukan konkret bagi percepetan pencapaian
targer SDGs. Selain itu, acara ini juga dapat mengajak seluruh platform partisipatif
termasuk kalangan muda, secara kolektif berfikir dan bertindak bersama dalam upaya
pencapaian SDGs di Indonesia.
Sebagai konferensi tahunan keempat, SDGs Annual Conference 2021 dibuka Wakil
Presiden RI Ma’ruf Amin dan dihadiri Sekretaris Eksekutif United Nations Economic and
Social Commissions for Asia and the Pacific Armida Alisjahbana, Menteri Keuangan Sri
Mulyani, Ketua BKASP DPR RI Fadli Zon, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan Wimboh Santoso, dan UN Resident Coordinator Indonesia Valerie Juliand
tersebut menjadi ajang soft launching Rencana Aksi Nasional (RAN) SDGs 2021-2024.
RAN tersebut menghimpun ribuan rencana kegiatan dari pemerintah, organisasi
kemasyarakatan, pelaku usaha, filantropi, serta perguruan tinggi, hingga menampilkan
SDGs Dashboard 2.0 yang memuat capaian indikator SDGs, serta SDGs Investment
Platform yang menampilkan pemetaan potensi dan peluang investasi berkelanjutan.
Indonesia telah memasuki tahun keenam dalam mewujudkan komitmen global untuk
pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Untuk itu, diperlukan
komitmen untuk melakukan transformasi pembangunan dan menyeimbangkan dimensi
sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
melalui SDGs. SDGs merupakan komitmen global yang sangat penting untuk menjadi
panduan, kerangka, dan agenda bersama yang inklusif dan berkelanjutan, demi
menyelamatkan generasi hari ini maupun generasi masa depan dan perlu adanya upaya
dalam menyeimbangi tujuan pembangunan berkelanjutan melalui kolaborasi dan wujud
nyata yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kolaborasi dibutuhkan untuk
membumikan SDGs ke dalam aksi-aksi nyata yang menyentuh kebutuhan masyarakat,
sekaligus menyeimbangkan empat pilar utama dalam tujuan pembangunan berkelanjutan,
yaitu aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan tata kelola. tujuan pertama SDGs yaitu untuk
melakukan pengentasan kemiskinan ekstrem secara global dan adanya presidensi G20
Indonesia yang menjadi ajang agenda strategis di tingkat global, dan Presiden Jokowi juga
memberikan arahan agar target pengentasan kemiskinan ekstrem dicapai lebih awal, yaitu
dinihilkan pada tahun 2024. Presidensi G20 Indonesia akan menjadi momentum yang baik
untuk mengusung agenda strategis di tingkat global termasuk dalam pencapaian SDGs.
Dan juga Wapres memastikan agar target SDGs itu dapat tercapai dengan upaya inklusif
dan mendorong berbagai pihak untuk dapat berkontribusi agar tidak ada satu bidang pun
yang tertinggal. Sebagai informasi, Konferensi Tahunan SDGs Indonesia 2021 ini
mengusung tema Recovery and Resilience: Pendanaan Inklusif untuk Pencapaian SDGs
2030 yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi dari para pakar dan
praktisi mengenai pendanaan inovatif yang inklusif, forum berbagi pengalaman strategi
pendanaan SDGs dalam perspektif global dan nasional, serta memetakan kebutuhan dan
peluang pendanaan untuk SDGs. Selain acara konferensi tahunan, dilakukan pula soft
launching Rencana Aksi Sustainable Development Goals Periode 2021-2024, peluncuran
fitur terbaru SDGs Dashboard, dan SDGs Investment Platform.
Menurut pandangan saya dalam SDGs Annual Conference 2021 tentang Recovery and
Resilience : Pendanaan inklusif untuk pencapaian SDGs 2030 adalah Pada era Presiden
Joko Widodo berbagai kebijakan-kebijakan diarahkan fokus kepada pembangunan
manusia. Ada 4 dimensi pembangunan manusia pada era ini yakni pendidikan, kesehatan,
perumahan dan mental/karakter. Hal ini juga selaras bagi pemerintah dalam menggunakan
pendekatan pembangunan manusia atau teori people centered development sebagai
pendekatan untuk melaksanaakan pencapaian SDGs di Indonesia. Pendekatan
pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat
untuk menggugat subordinasi mereka melalui organisasi-organisasi lokal secara bottom-
up. Organisasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula dengan
kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit dan berkaitan dengan persoalan
kesehatan,ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan dasar. Dalam pembangunan yang
berpusat pada rakyat mengkategorikan kebutuhan praktis dan strategis melalui
pemberdayaan atau penguatan diri masyarakat. Oleh karena itu penting kiranya melakukan
kategorisasi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat untuk menghindari waktu sebagai
determinan perubahan,karena perubahan jangka pendek belum menjamin transformasi
jangka panjang dan pemenuhan kebutuhan praktis masyarakat tidak secara otomatis berarti
terpenuhinya kebutuhan strategis masyarakat. Kebijakan-kebijakan pemerintah Joko
Widodo lainnya dalam mendorong melakukan pembangunan masyarakat dan selaras
dengan SDGs diantaranya adalah mengembangkan sistem perlindungan sosial yang
komprehensif, meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu dan
mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarkat miskin melalui penyaluran
tenaga kerja dan pengembangan kewirausahaan. Kebijakan ini diperuntukkan untuk
penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penghidupan
berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan rakyat marjinal. Yang mana pada poin
pengentasan kemiskinan pemerintahan Joko Widodo menekankan pada aspek pendekatan-
pendekatan yang mengutamakan memperbaiki kualitas hidup seluruh rakyat.
Kemudian Terlepas dari kenyataan bahwa pandemi COVID-19 masih berlangsung, negara-
negara di seluruh dunia telah dengan jelas melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk
mengontrol dan mengelola penyebaran virus, termasuk penutupan pendidikan, komersial,
olahraga, dan lembaga keagamaan. Dengan demikian, dampak dari pandemi COVID-19
telah meluas jauh melampaui sektor kesehatan global, mempengaruhi sektor sosial dan
ekonomi demikian juga. Kontrol perbatasan telah diperkuat, seperti halnya penguncian dan
larangan perjalanan, mengakibatkan penutupan ekonomi yang meluas dan kehilangan
pekerjaan. Menurut WHO, lebih dari 10 juta orang berisiko jatuh ke dalam kemiskinan
parah. Selain itu, pandemi COVID-19 juga telah menimbulkan tantangan besar untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan dalam konteks untuk memberantas pengangguran.
di seluruh dunia telah lebih jauh didorong mundur karena darurat pandemi COVID-19.
Khususnya, di negara-negara berkembang di Asia Tenggara, meskipun semua negara
anggota (ASEAN) telah diarahkan untuk mencapai SDGs pada tahun 2030, tidak satupun
dari 17 SDGs telah terpenuhi. Diproyeksikan bahwa COVID-19 pandemi akan semakin
menunda kemajuan SDGs di kawasan tersebut.
Indonesia seperti semua negara lain juga berjuang melalui keadaan darurat pandemi
konsekuensi. Awal Maret 2020, kasus terkonfirmasi pertama di Indonesia adalah Tercatat,
dan COVID-19 kemudian dinyatakan sebagai bencana non alam nasional oleh Indonesia
pemerintah pada 13 April 2020. Berbagai upaya penanggulangan yang dilakukan
pemerintah Indonesia, seperti pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, rapid
test besar-besaran, dan kebijakan bekerja dan belajar dari rumah, semuanya mengakibatkan
penurunan ekonomi yang cukup besar. Sejauh ini, dampak COVID-19 telah menghambat
kemajuan Indonesia menuju SDGs. Seperti negara lainnya, Indonesia telah menghadapi
dampak yang meluas dari COVID-19 tidak hanya dalam kesehatan masyarakatnya tetapi
juga dalam perekonomiannya. Pandemi COVID-19 telah memperlambat pertumbuhan
ekonomi di Indonesia, seperti yang diamati dari Domestik Bruto negara Pertumbuhan
produk (PDB) mengalami kontraksi pada kuartal pertama dan kedua tahun 2020. Pada
tahun 2021, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh pada tingkat 4,9–5,1%. Lagi
Khususnya, pemulihan ekonomi pasca COVID-19 di Indonesia diproyeksikan lebih cepat
karena terhadap pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada permintaan domestik yang
membuat Indonesia tidak terlalu rentan terhadap kemerosotan ekonomi global. Untuk
implementasi SDGs yang efektif, Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk
mengintegrasikan tujuan ke dalam strategi dan kebijakan pembangunannya, dan untuk
memastikan bahwa tujuan ini dilaksanakan di tingkat dasar. Sebagai bentuk komitmen
terhadap SDG pelaksanaannya, Presiden Indonesia menandatangani Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 (4 Juli) tentang Pencapaian Sustainable Development
Goals (SDGs). Keputusan tersebut mengatur struktur Komite Koordinasi Nasional,
perikatan perwakilan tim pelaksana, dan satuan tugas instansi pemerintah dan lembaga
non-pemerintah, serta peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan. Peraturan
tersebut juga menetapkan 17 tujuan dan 169 indikator, menyelaraskannya dengan
Indonesia Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Pembangunan
Nasional Jangka Menengah Rencana (RPJMN). Untuk mendukung pencapaian SDGs,
pemerintah Indonesia juga telah mengembangkan sejumlah dokumen tambahan termasuk
Peta Jalan SDGs, Nasional Action Plan (RAN) dan Regional Action Plan (RAD), dan
indikator metadata SDGs yang menjadi pedoman pelaksanaan SDGs.
Sebagai koordinator pelaksanaan SDG di Indonesia, Kementerian Nasional Perencanaan
Pembangunan (BAPPENAS) telah mengkategorikan 17 SDGs menjadi empat
pembangunan pilar, sebagai berikut :

Sementara pandemi COVID-19 telah menyebabkan gangguan yang signifikan terhadap


kemajuan Agenda 2030, perlambatan tampaknya terkonsentrasi di bidang sosial dan
ekonomi pilar pembangunan SDGs di Indonesia. Virus ini telah membawa banyak korban
pada kesehatan masyarakat layanan di seluruh negeri, dan pendidikan telah bergeser dari
ruang kelas tradisional ke online platform. Karena tingkat kemiskinan diperkirakan akan
meningkat, ada juga kekhawatiran yang meningkat tentang kerawanan pangan. Pandemi
juga kemungkinan akan membatasi kemajuan pencapaian kesetaraan gender. Di tengah
pandemi COVID-19, pencapaian SDG 1 (No Poverty) akan sangat menantang di Indonesia.
Angka kemiskinan diperkirakan akan meningkat sebagai akibat dari kebijakan pembatasan
sosial berskala besar yang telah dilaksanakan oleh provinsi, kota, dan pemerintah daerah
di seluruh Indonesia. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan perusahaan sebagai akibat
dari pembatasan sosial yang dipaksakan. Kelompok masyarakat yang rentan diperkirakan
akan jatuh miskin, dan mereka yang miskin diharapkan jatuh lebih dalam kemiskinan.
Menurut BAPPENAS, tingkat kemiskinan diproyeksikan mencapai 9,7–10,2% dari
populasi. Selain itu, menurut survei World Bank, pendapatan menengah ke bawah rumah
tangga akan menghadapi guncangan pendapatan akibat pandemi, dengan kehilangan
pekerjaan di daerah perkotaan menjadi lebih umum.
Referensi
Dalam Jurnal “Overview of Govenance Theories That Are Relevant for the SDGs”
Armida SA, Endah M. 2018. Bandung. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
: Konsep Target dan Implementasinya. Cetakan 2. Unpad Press.

Anda mungkin juga menyukai