Anda di halaman 1dari 15

ANALISA PENGARUH COVID – 19 TERHADAP PERKEMBANGAN

SISTEM MONETER INTERNASIONAL DI KAWASAN ASIA

Dosen Pengampu :
Drs. Hilmi Rahman Ibrahim, M.Si

Oleh :
Singgih Abiyuwono 183112350750016

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Sistem Moneter Internasional ini tanpa adanya halangan yang
berarti dan tepat waktu.

Adapun karya tulis ini dapat saya selesaikan dengan baik karena adanya
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada Bapak Hilmi Rahman Ibrahim selaku Bapak Pengampu mata kuliah
Sistem Moneter Internasional dan kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam pembuatan karya tulis ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, Karena keterbatasan pengetahuan saya yakin
masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga dari karya tulis saya mengenai ANALISA PENGARUH COVID – 19
TERHADAP PERKEMBANGAN SISTEM MONETER INTERNASIONAL DI
KAWASAN ASIA ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan yang lebih
luas lagi.

Depok, 29 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................................5
BAB II Pembahasan
2.1.Pendekatan Teori.....................................................................................................6
2.2.Analisis....................................................................................................................7
BAB III Penutup
3.1.Kesimpulan............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................15

3
BAB I
Pendahuluan

1.1.Latar Belakang
Perekonomian global 2020 diwarnai oleh pandemi Covid-19 yang menimbulkan
dampak luar biasa (extraordinary) terhadap kesehatan, kemanusiaan, ekonomi, dan
stabilitas sistem keuangan. Upaya kesehatan untuk menanggulangi penyebaran
Covid-19 telah menyebabkan terbatasnya mobilitas dan kegiatan ekonomi sehingga
meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan dan gelombang pertumbuhan
ekonomi yang kontraktif di dunia. Ekonomi global terkontraksi dalam terutama
pada semester I 2020, dan perlahan membaik pada semester II 2020, didorong oleh
kemajuan penanganan Covid-19, peningkatan mobilitas, dan dampak stimulus
kebijakan yang terintegratif dan bersinergi antarotoritas maupun antarnegara.
Covid-19 juga mengangkat tiga pelajaran penting di perekonomian global pada
sistem perdagangan internasional, sistem moneter internasional, dan sistem
keuangan dunia yang patut menjadi perhatian guna meningkatkan ketahanan
ekonomi global ke depan. Merebaknya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
menimbulkan dampak yang luar biasa (extraordinary) pada perekonomian global
tahun 2020. Covid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok, pada
Desember 2019, menyebar dengan sangat cepat ke-178 negara atau 99,5% dari
PDB dunia. Dengan skala dan kecepatan penyebarannya yang sangat tinggi, Covid-
19 ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization pada Maret
2020. Selama 2020, pandemi ini telah menginfeksi lebih dari 85 juta jiwa dan
mengakibatkan kematian lebih dari 1,8 juta jiwa, sehingga menyebabkan krisis
kesehatan dan kemanusiaan yang besar di berbagai negara dan jumlah penduduk
miskin yang meningkat di dunia. Krisis kesehatan dan kemanusiaan ini telah
menyebabkan pertumbuhan ekonomi kontraktif yang merata di berbagai belahan
dunia.

4
Penerapan kebijakan kesehatan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 telah
menimbulkan gejolak pada pasar keuangan dan aktivitas perekonomian. Untuk
mengurangi dampak penyebaran Covid-19 yang merata dan cepat, protokol
kesehatan dan kebijakan untuk membatasi mobilitas antarwilayah maupun
antarnegara diterapkan dengan ketat. Kebijakan itu berdampak pada terhambatnya
mobilitas masyarakat sehingga menurunkan aktivitas konsumsi, produksi, dan
investasi secara tajam. Aktivitas perdagangan internasional juga menurun akibat
gangguan mata rantai produksi global. Covid-19 juga menekan kinerja pariwisata
akibat pembatasan akses antarnegara. Ketidakpastian pasar keuangan global juga
meningkat tajam sebagai dampak dari turunnya kepercayaan konsumen dan dunia
usaha atas prospek perekonomian. Tekanan yang berat pada pasar keuangan dan
ekonomi global terutama terjadi pada semester I 2020, khususnya pada triwulan II
2020. Krisis ekonomi ini juga menimbulkan kekhawatiran atas dampak rambatan
selanjutnya pada stabilitas sistem keuangan, akibat menurunnya kinerja korporasi
dan rumah tangga.

1.2.Rumusan Masalah
Dampak Covid-19 yang multidimensi tersebut direspons segera oleh banyak negara
untuk menghindari krisis yang makin dalam. Krisis kemanusiaan dan ekonomi
memerlukan kebijakan fiskal ekspansif yang memberikan stimulus bagi
perekonomian sekaligus mencegah krisis kesehatan lebih lanjut. Kebijakan
moneter longgar juga dilakukan oleh berbagai negara untuk memastikan tetap
berjalannya pasar keuangan dan perbankan, melalui penurunan suku bunga
kebijakan maupun pelonggaran likuiditas. Interaksi antar kebijakan makin
diperlukan sejalan dengan makin dalamnya dampak Covid-19 pada perekonomian
dengan hal itu pertanyaan yang tepat adalah bagaimana Covid – 19 bisa berdampak
luar biasa pada perekonomian global di kawasan asia? Dan bagaimana solusi
yang tepat dalam menangani kasus tersebut dalam kancah system moneter
internasional?

5
BAB II
Pembahasan

2.1.Pendekatan Teori
Marsh & Smith (2000) mengembangkan dialectical model yang bertujuan untuk
menjelaskan secara lebih lanjut mengenai peran aktor, relasi aktor, dan
kepentingannya dalam proses formulasi kebijakan. Lebih lanjut, model dialektik
Marsh & Smith (2000) menawarkan penjelasan tentang pola hubungan timbal
balik, antara: (i) structure and agency (struktur dan agensi); (ii) network and
context (jejaring dan konteks); dan (iii) network and outcome (jejaring dan hasil).
Hubungan dialektik ini menjelaskan hubungan yang interaktif antara dua variabel,
saling mempengaruhi dan dipengaruhi secara berulang-ulang serta terus-menerus.
Pertama, hubungan dialektik antara structure dengan agency harus dipahami
sebagai entitas yang sama-sama memiliki kultur, nilai, kepercayaan, sikap,
perilaku, dan kepentingannya masing-masing. Karena adanya kepentingan yang
berbeda satu dengan lain sehingga sangat mungkin terjadi persaingan antara
struktur dan agensi, dan juga antara sesama struktur ataupun sesama agensi. Dalam
proses dialektik ini, struktur dan agensi akan terus bernegosiasi guna menemukan
titik keseimbangan (kesepakatan) dalam proses kebijakan. Kedua, hubungan
dialektik network dan context, dalam hal ini dijelaskan bahwa perubahan kebijakan
amat dipengaruhi oleh konteks yang meliputinya, dalam hal ini disebut endogenous
factor (merujuk pada perubahan dalam komposisi aktor, hubungan antar-aktor, dan
lain sebagainya yang bersifat internal) dan exogenous factor (faktor ekonomi,
ideologi, politik, dan pengetahuan yang turut mempengaruhi kebijakan). Terakhir,
dialektik antara network dengan outcome yang mencakupi: (i) outcome akan
mempengaruhi perubahan keanggotaan aktor kebijakan atau bahkan akan
menyeimbangkan sumber-sumber daya yang ada di dalamnya; (ii) outcome akan
mempengaruhi struktur sosial yang lebih luas yang boleh jadi akan melemahkan
posisi kepentingan para aktor; dan (iii) outcome akan mempengaruhi cara pandang
para aktor.

6
Untuk menganalisis pelaksanaan kebijakan penanganan wabah COVID-19, maka
pendekatan Marsh & Smith (2000) dimanfaatkan dengan mengkombinasikannya
dengan pendekatan implementasi Edward III dalam Agustino (2020). Apa yang
disampaikan oleh Edward III dalam hal pelaksanaan kebijakan? Pertama,
komunikasi, yang mengelaborasi mengenai koordinasi antar-aktor yang jelas dan
konsisten. Kedua, struktur birokrasi, menempatkan adanya standar pelaksanaan
yang jelas mengenai pelbagai hal (dalam hal ini protokol penanganan COVID-19).
Ketiga, sumber daya, yang menumpukan perhatian pada kompetensi dan
kapabilitas para pelaksana, pemanfaatan informasi, wewenang, serta fasilitas.
Terakhir, keempat, disposisi, yang terdiri dari insentif, pengaturan birokrasi
(staffing the bureucracy), dan sikap pelaksana. Pendekatan dialectical model Marsh
& Smith (2000) yang terdiri dari: (i) structure and agency, (ii) network dan context,
dan (iii) network and outcome apabila dianalisis, maka akan setarikan nafas dengan
pendekatan Edward III yang menumpukan perhatian pada empat hal: (i)
komunikasi, (ii) struktur birokrasi, (iii) sumber daya, dan (iv) disposisi. Structure
and agency berimpitan dengan struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi dalam
pemahaman Edward III; sementara itu, network and context lebih mengarah pada
keempat hal yang disampaikan Edward III; demikian pula dengan network and
outcome. Merujuk pada kedua pendekatan tersebut, analisis kebijakan penanganan
wabah COVID-19 dalam artikel ini mengarah pada (i) narasi negatif dan
lambannya respons pemerintah (struktur, agensi, dan konteks), (ii) lemahnya
koordinasi antar-stakeholders (komunikasi dan network), dan (iii) ketidakacuhan
warga (konteks).
2.2.Analisis
Virus yang mengguncang penawaran dan permintaan di Tiongkok kini telah
menyebabkan guncangan global. Negara-negara berkembang di Asia Timur dan
Pasifik (East Asia and Pacific, EAP), yang sedang dalam proses pemulihkan diri
dari ketegangan perdagangan (trade tensions) dan berjuang melawan serangan
virus, sekarang dihadapkan pada prospek guncangan dan resesi keuangan global.
Ketahanan kawasan yang sebelumnya relatif baik, yang telah ditunjukkan selama
krisis baru-baru ini, sekarang sedang diuji lagi. Apakah guncangan perdagangan
dan kesehatan baru-baru ini melemahkan kemampuan negara negara kawasan Asia
Timur dan Pasifik untuk menghadapi guncangan yang ketiga ini? Pertumbuhan
yang stabil, kebijakan ekonomi makro yang baik, dan regulasi keuangan yang
berhati-hati telah mempersiapkan banyak negara-negara kawasan Asia Timur dan
Pasifik untuk menghadapi pelbagai guncangan normal. Tetapi yang kita saksikan
sekarang adalah kombinasi gangguan yang tidak biasa. Gangguan ekonomi yang

7
signifikan tampaknya tidak dapat dihindari di semua negara. Begitu pula risiko
ketidakstabilan keuangan, terutama di negara-negara dengan hutang yang berlebih.
Situasi luar biasa ini membutuhkan tanggapan yang luar biasa: aksi nasional yang
berani, kerja sama regional dan global yang mendalam, dan bantuan eksternal yang
signifikan. Pandemi ini berdampak besar bagi perekonomian kawasan, tetapi
kedalaman dan lamanya guncangan belum dapat dipastikan. Laporan ini
menyajikan skenario paduk (baseline) dan skenario di situasi lebih rendah (lower-
case). Pertumbuhan di Tiongkok diproyeksikan menurun menjadi 2,3 persen di
skenario paduk dan 0,1 persen di skenario yang lebih rendah pada tahun 2020, dari
6,1 persen pada tahun 2019. Pertumbuhan di negara-negara berkembang lainnya
di kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan melambat menjadi 1,3 persen di
skenario paduk dan menjadi negatif 2,8 di skenario yang lebih rendah pada tahun
2020, dari perkiraan 4,7 persen pada tahun 2019. Pengendalian pandemi ini akan
memungkinkan terjadinya pemulihan, tetapi risiko tekanan keuangan yang tinggi
akan berlangsung lama, bahkan sampai melampaui tahun 2020. Negara-negara
yang paling rentan adalah negara-negara yang memiliki sistem pengendalian dan
pencegahan penyakit yang lemah; yang sangat bergantung pada perdagangan,
pariwisata, dan komoditas; yang memiliki utang yang sangat tinggi; dan yang
bergantung pada arus keuangan yang tidak menentu (volatile).

Guncangan COVID-19 juga akan berdampak serius pada tingkat kemiskinan dan
kesejahteraan, di mana hal ini terjadi melalui penyakit, kematian, dan hilangnya
pendapatan. Berdasarkan skenario pertumbuhan paduk, jumlah mereka yang dapat
keluar dari garis kemiskinan di seluruh negara-negara di kawasan Asia Timur dan
Pasifik akan berkurang sekitar 24 juta orang, jika dibandingkan dengan jika tidak

8
ada pandemi. Dalam skenario kasus yang lebih rendah, kemiskinan diperkirakan
meningkat sebesar sekitar 11 juta orang. Rumah tangga yang terkait dengan sektor
yang terkena dampak akan menerima dampak negatif lebih parah. Misalnya,
tingkat kemiskinan dapat berlipat ganda di antara rumah tangga di Vietnam yang
terkait dengan sektor manufaktur yang bergantung pada masukan impor. Begitu
juga di beberapa Negara Kepulauan di Pasifik di mana pariwisata merupakan
sumber pekerjaan yang penting. Meskipun perkiraan untuk PDB dan kemiskinan
ini adalah proyeksi, perkiraan tersebut mengungkap besarnya potensi tekanan
ekonomi dan perlunya tindakan yang harus segera diambil. Guncangan yang
belum pernah terjadi sebelumnya ini membutuhkan tanggapan yang kuat dari
semua negara disertai dengan dukungan kuat dari masyarakat internasional.
Terkait kebijakan, enam kesimpulan utama muncul dari analisa. Pertama, negara
– negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik perlu menyesuaikan kebijakan terkait
sektor kesehatan dan kebijakan ekonomi makro. Untuk mencegah penyebaran
infeksi, banyak pemerintah mengambil langkah-langkah pengendalian penularan
seperti penguncian (lockdown) dan larangan bepergian (travel bans) untuk
“meratakan kurva pandemi.” Secara paralel, untuk mengurangi dampak ekonomi
yang merugikan yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut, pemerintah perlu
mengambil langkah-langkah moneter, fiskal dan struktural untuk “meratakan
kurva resesi.” Tetapi hasil kesehatan dan ekonomi yang lebih baik dapat dicapai
melalui penggabungan berbagai kebijakan. Sebagai contoh, negara-negara seperti
Singapura dan Republik Korea, yang belajar dari pengalaman SARS 2003 dan
MERS 2015, tampaknya telah mencapai hasil pengendalian penyebaran yang lebih
efektif dengan langkah-langkah yang

9
tidak terlalu mengganggu perekonomian, seperti pemeriksaan/pengujian,
pelacakan, dan karantina dengan tingkat tinggi. Pengalaman mereka menunjukkan
bahwa investasi awal dalam pengawasan dan kapasitas untuk merespon ancaman
penyakit menular dapat mengurangi kebutuhan untuk mengambil langkah-langkah
penanggulangan yang mahal. Semakin cepat negara-negara lain menciptakan
kapasitas pengendalian seperti itu, semakin cepat mereka dapat mengakhiri
kesulitan ekonomi karena adanya langkah-langkah penanggulangan yang ketat.
Hal tersebut, meski dapat mempersingkat waktu pemulihan, tetapi bisa menjadi
tantangan yang tidak mudah terutama bagi negara-negara termiskin di kawasan.

10
Kedua, kapasitas terkait sektor kesehatan perlu ditambah secara mendesak karena
adanya potensi risiko permintaan yang sangat besar untuk periode yang
berkelanjutan. Telah didapati adanya kekurangan kapasitas
pemeriksaan/pengujian bahkan di beberapa negara maju. Jumlah infeksi yang
membutuhkan perawatan diproyeksikan jauh melebihi kapasitas rumah sakit
dalam 18 bulan sebelum vaksin mungkin tersedia. Selain meningkatkan fasilitas
perawatan kesehatan konvensional dan kapasitas pabrik peralatan medis, langkah-
langkah inovatif yang perlu dipertimbangkan dan ditingkatkan antara lain adalah
menyiapkan tempat tidur biasa di rumah sakit untuk dipergunakan sebagai ICU;
menggunakan pabrik mobil untuk membuat mesin pembuat masker; dan melatih
orang-orang yang tidak dapat melaksanakan pekerjaan normal mereka (mis.,
karyawan restoran, hotel, dan maskapai penerbangan) untuk bekerja di bidang
perawatan kesehatan dasar. Untuk memastikan tersedianya akses yang memadai
bagi masyarakat miskin, pemerintah mungkin perlu menyediakan
pemeriksaan/pengujian dan perawatan gratis atau bersubsidi.
Ketiga, kebijakan fiskal dan moneter harus disusun dan disesuaikan dengan acuan
dampak wabah COVID-19. Kebijakan ekonomi makro yang ekspansif kurang
efektif dalam meningkatkan produksi dan lapangan kerja selama periode ketika
pekerja diwajibkan untuk tinggal di rumah (karena persyaratan pembatasan sosial).
Namun kebijakan ini bisa menjadi hal yang penting di saat periode pemulihan.
Pada awalnya, kebijakan fiskal harus memberikan perlindungan sosial untuk
melindungi masyarakat dari guncangan, terutama bagi mereka yang paling rentan
secara ekonomi. Misalnya, subsidi untuk pembayaran cuti sakit dan pengeluaran
untuk perawatan kesehatan dapat mengurangi tekanan serta membantu
mendukung pengendalian penyebaran virus. Jaring pengaman yang diperluas
dapat memberikan bantuan sementara bagi keluarga yang penghasilannya terkena

11
dampak buruk dari wabah tersebut. Transfer dalam bentuk uang atau natura
sangatlah penting bagi mereka yang bekerja di sektor informal karena mereka
berada di luar jangkauan program jaminan sosial tradisional. Pemberian makanan
di sekolah dan dukungan lain kepada para siswa, serta dukungan pekerjaan untuk
membantu mengintegrasikan pekerja kembali ke dalam perekonomian setelah
meredanya wabah akan memastikan bahwa keterpurukan yang sementara tidak
menjadi kerugian sumber daya manusia dalam jangka panjang. Perusahaan,
terutama usaha kecil dan menengah, akan memerlukan suntikan likuiditas untuk
membantu mereka dapat tetap menjalankan usaha dan menjaga hubungan yang
menguntungkan dengan Rantai Nilai Global (RNG). Tanggapan kebijakan
ekonomi yang optimal juga akan berubah seiring waktu dan bergantung pada sifat
dan evolusi guncangan yang tepat — terhadap pasokan tenaga kerja, permintaan,
atau keuangan secara agregat. Tujuan kebijakan seharusnya adalah untuk
mencegah terjadinya dampak yang permanen dari guncangan yang sifatnya
sementara ini.
Keempat, di sektor keuangan, sangat mendesak untuk membantu rumah tangga
untuk memperlancar konsumsi melalui akses yang lebih mudah terharap kredit dan
membantu perusahaan-perusahaan untuk bertahan dari gangguan melalui akses
yang lebih mudah pada likuiditas. Meringankan kondisi keuangan dan
melaksanakan peraturan yang bersifat toleran dan fleksibel diperlukan sementara
dalam kondisi yang sulit ini. Tetapi regulator harus memastikan adanya
keterbukaan mengenai risiko dan secara jelas mengomunikasikan tujuan dari
tindakan pengawasan yang dilakukan untuk menghindari ketidakstabilan
keuangan, terutama di negara-negara dengan tingkat hutang sektor swasta yang
tinggi. Untuk negara-negara yang lebih miskin, keringanan hutang akan sangat
penting, sehingga sumber daya yang sangat penting dapat difokuskan pada
pengelolaan dampak ekonomi dan kesehatan dari pandemi ini.
Kelima, kebijakan perdagangan harus tetap terbuka. Untuk mempertahankan
produksi dari pasokan esensial bagi konsumen dalam negeri, beberapa negara telah
memberlakukan pembatasan pada ekspor produk-produk medis. Kondisi
perekonomian dan pengalaman baru-baru ini menunjukkan bahwa langkah-
langkah tersebut pada akhirnya merugikan semua negara, terutama negara yang
tidak dalam posisi yang kuat. Para anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
—atau setidaknya negara-negara G20 — harus setuju untuk tidak membatasi
ekspor produk-produk medis yang berkaitan dengan penanganan virus corona.
Negara-negara konsumen juga dapat melakukan bagian mereka dengan
membebaskan arus barang impor.

12
Keenam, organisasi-organisasi internasional memiliki peran penting dalam
mendukung pemerintah di kawasan dalam memerangi pandemi dan mengurangi
dampak kesehatan dan ekonomi. Salah satu kontribusi langsung dapat berupa
bantuan untuk meningkatkan pasokan produk-produk medis utama dengan
memfasilitasi kemitraan pemerintah-swasta seperti Proyek Vaksin Meningitis.
Untuk dapat menghasilkan manfaat terbesar, bantuan untuk produksi (aid for
production) produk-produk medis harus diberikan kepada negara-negara yang
mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi dan dengan persetujuan
bahwa mereka akan menjaga perdagangan sepenuhnya bebas. Keterbukaan akan
memastikan bahwa produk-produk medis penting diproduksi di tempat yang
paling efisien dan disalurkan ke tempat yang paling membutuhkan. Untuk
menyediakan akses berbiaya rendah ke pasokan penting seperti perangkat uji atau
pemeriksaan (test kit) dan untuk memastikan distribusi yang efisien dan adil,
organisasi-organisasi internasional mungkin harus melakukan pengadaan berskala
besar dari para pemasok.
Secara lebih umum, untuk mendukung bantuan dan pemulihan, Kelompok Bank
Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) menyediakan pembiayaan, saran
kebijakan, dan bantuan teknis. Kelompok Bank Dunia telah meluncurkan paket
jalur cepat sebesar US$ 14 miliar untuk memperkuat respon terhadap COVID-19
di negara-negara berkembang dan mempersingkat waktu pemulihan. Jika
dibutuhkan, Kelompok Bank Dunia siap untuk menyediakan dana hingga sebesar
US$ 160 miliar selama 15 bulan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan,
mendukung dunia usaha, serta unuk pemulihan ekonomi. Pada masing-masing
bidang ini, pengendalian penyebaran, kesehatan, kebijakan ekonomi makro,
keuangan, perdagangan, dan bantuan, ada keuntungan nyata dari tindakan
internasional yang terkoordinasi, yang mengambil pandangan terpadu mengenai
kebijakan (untuk melawan pandemi ini). Tindakan sepihak dan berdasarkan pada
kebanggaan nasional akan mengakibatkan kelangkaan (perangkat untuk mengatasi
pandemi ini). Semua negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik dan di luar
kawasan tersebut harus mengakui bahwa, selain tindakan secara nasional yang
berani, kerja sama internasional yang lebih dalam adalah vaksin yang paling efektif
untuk melawan ancaman virus yang ganas ini.

13
BAB III
Penutup
3.1.Kesimpulan
Pandemi Covid-19 mengangkat tiga pelajaran penting pada struktur ekonomi
global yang perlu menjadi perhatian. Pelajaran tersebut berkaitan dengan
permasalahan pada pranata perdagangan internasional, moneter, dan keuangan
dunia yang memengaruhi dinamika ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir
dan makin mengemuka pada saat pandemi Covid-19. Tiga pelajaran penting
tersebut mencakup perilaku banyak negara yang makin berorientasi domestik
(inward looking policy) dalam sistem perdagangan internasional, dominasi mata
uang dolar AS dalam sistem moneter dunia, dan peran besar NBFIs yang
memanfaatkan perdagangan algoritma di pasar keuangan global. Permasalahan
tersebut dapat meningkatkan kerentanan sistem perdagangan internasional,
moneter, dan keuangan dunia, terutama pada saat terjadi tekanan besar ke depan,
seperti pada saat puncak Covid-19. Guna meningkatkan resiliensi sistem
perdagangan internasional, moneter, dan keuangan dunia ke depan, berbagai
inisiatif baik di domestik, maupun penguatan kerja sama bilateral, regional, dan
global perlu terus didorong untuk memitigasi risiko yang dapat memengaruhi
kesinambungan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan. Di sistem perdagangan
internasional, perilaku mendahulukan kepentingan domestik (inward looking
policy) makin meluas di banyak negara. Hal ini dicirikan dengan upaya beberapa
negara yang meningkatkan sumber-sumber pertumbuhan dalam negeri maupun
membatasi hubungan dagang dengan negara lain. Perilaku tersebut terjadi di
tengah sistem perdagangan internasional yang selama ini banyak bertumpu pada
negara tertentu dalam mata rantai produksi global (global supply
chains).Perkembangan pada 2020 menunjukkan terhentinya proses produksi di
Tiongkok sebagai negara yang berperan besar dalam perdagangan dunia, akibat
pembatasan mobilitas untuk mengatasi Covid-19, telah menimbulkan gangguan
signifikan pada mata rantai produksi global. Kondisi tersebut berpotensi
menimbulkan kerentanan sistem perdagangan internasional ke depan, terutama
pada saat terjadi tekanan yang besar. Sebagai respons atas hal tersebut, inisiatif
untuk membangun mata rantai produksi domestik (local supply chains) perlu terus
didorong. Upaya lain untuk mengatasi hal tersebut juga dapat dilakukan dengan
mendorong pembentukan mata rantai multipolar dalam perdagangan dunia (multi-
polar supply chains). Untuk mendukung upaya tersebut, kerjasama internasional
melalui inisiatif hubungan dagang secara bilateral maupun dengan sejumlah
kawasan (bilateral and regional free-trade agreements) perlu ditingkatkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aida, N.R. (2020a). Rekap Perkembangan Virus Corona Wuhan dari Waktu ke
Waktu. (Kompas Online, 28 Januari 2020). Retrieved from
https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/28/054600665/rekap-perkembangan-
virus-corona-wuhan-dari-waktu-ke-waktu

Aswicahyono, H. (2020). Keharusan Menekan Mobilitas Penduduk Untuk


Mendatarkan Kurva Epidemiologi COVID-19; Bukti Awal dari Data Facebook Disease
Prevention Map. 10218(April), 1–4. http://arxiv.org/abs/2003.10218.

Bilotta, G. S., Milner, A. M., & Boyd, I. L. (2015). How to Increase the Potential
Policy Impact of Environmental Science Research. Environmental Sciences Europe, 27(1),
1–6. https://doi.org/10.1186/s12302-015-0041-x

Our World in Data. (2020). Full List Cumulative Total Tests Perthousand. Retrieved
from https://ourworldindata.org/grapher/full-list-cumulative-total-tests
perthousand?time=
2020408..&country=IDN+MYS+PHL+Singapore%2C%20swabs%20tested+THAVNM

Humprey, C., and Pham, B. (2020). No Deaths: The World Can Learn From
Vietnam’s Coronavirus Response. (www.dpa-international.com, 13 April 2020). Retrieved
from https://www.dpa-international.com/topic/deaths-world-can-learn-vietnam-
coronavirus-response-urn%3Anewsml%3Adpa.com%3A20090101%3A200413-99-
679250

Steven, H. (2020). Why Outbreaks Like Coronavirus Spread Exponentially, and


How to “Flatten the Curve.” (The Washington Post Online, 14 Maret 2020). Retrieved from
https://www.washingtonpost.com/graphics/2020/world/corona-simulator/

World Health Organization. (2020). 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV):


Strategic Preparedness and Response Plan. February, 28. Retrieved from
https://www.who.int/publications-detail/strategic-preparedness-and-response-plan-
for-the-new-coronavirus

15

Anda mungkin juga menyukai