Disusun Oleh:
YUSMIATI
NIM. 020.03.0924
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul “SDGs dan Gizi Buruk Pada
Balita di Lombok Barat” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini penulis
tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 3
A. Rancangan Penelitian........................................................................ 13
B. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................ 13
C. Populai dan Sampel.......................................................................... 13
D. Variabel Penelitian............................................................................ 14
E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif...................................... 14
F. Pengumpulan Data............................................................................ 17
G. Teknik Analisis Data........................................................................ 18
H. Penyajian Data.................................................................................. 20
I. Etika Penelitian................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
Badan Pusat Statistik, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) di Indonesia.
6
Cities and Local Governments, Tujuan pembangunan berkelanjutan yang perlu
diketahui oleh pemerintah daerah.
2
menjadi 700.000. Sementara yang mendapat program makanan tambahan
hanya 39 ribu anak.
Kasus gizi buruk tersebut tersebar di beberapa propinsi, salah salah
satunya propinsi Nusa Tenggara Barat tenggara.Tahun 2012, kasus gizi buruk
di propinsi Nusa Tenggara Barat tenggara terbanyak di kabupaten Lombok
Barat dengan 94 kasus, diikuti Kota Kendari 85 kasus, Muna 31 kasus,
Bombana 29 kasus, Kolaka 22 kasus, Konawe 17 kasus, Konawe Utara 17
kasus, Konawe Selatan 16 kasus, Baubau tujuh kasus, Wakatobi enam kasus,
Lombok Barat Utara dua kasus, dan Konawe Utara satu kasus.( Dinkes
Sultra,2012)
Faktor utama terjadinya gizi buruk di Sultra dipicu masalah ekonomi
atau kemiskinan, hal tersebut sangat berkorelasi mengingat makin tinggi
angka kemiskinan yang tercermin dari rendahnya tingkat pendapatan, makin
tinggi pula potensi terjadinya balita gizi buruk.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk
pada balita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah ;
1. Apakah tingkat pendapatan keluarga berhubungan dengan angka kejadian
gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat ?
2. Apakah pola asuh berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk pada
balita di Kabupaten Lombok Barat ?
3. Apakah tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan angka kejadian gizi
buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumuasan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan keluarga berhubungan
dengan angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat
2. Untuk mengetahui apakah pola asuh berhubungan dengan angka kejadian
gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat
3. Untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan
angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita di
Kabupaten Lombok Barat sehingga pengasuh balita dapat mencegah
terjadinya gizi buruk.
2. Bagi peneliti
3
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor- faktor yang
berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten
Lombok Barat
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah Kabupaten Lombok Barat dalam merumuskan kebijakan untuk
penanganan kasus gizi buruk pada balita
4
BAB II
KAJIAN TEORI
5
dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain
– lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam
kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang
bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari
gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi
dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih
buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan
manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan
tingkat yang tinggi.
6
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai
petechia ( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah
keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun
kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan
batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar
punggung, pantat, dan sebagainya.
f. Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba
dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi :
a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan
mengelupas
h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.
2. Marasmus
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat
disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah,
gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong,
rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau
kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua,
tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah
kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran
7
hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot . Anak-anak
penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Penderita marasmus berat
akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam
stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan
gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan
elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi
( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat
mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan
terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan
seksama.
Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan
kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit
keriput
3. Marasmik-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor
dengan gabungan gejala yang menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak
dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan
gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
8
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti
meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya
kadar magnesium.
9
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak.
Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai
daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi
dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi
berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun
belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung
yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan
sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di
daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup.
Dikhawatirkan gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk
pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-
anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one
dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu
mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja,
artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa
panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil
pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan
pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman
rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian
pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja
menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga
membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling
berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu
saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua
nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami
hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
1. Malnutrisi Primer
10
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin
lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah
ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer
sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan
protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral
lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5
tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat
badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan
tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun.
Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas
berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita
malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian
kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
2. Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat
badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada
anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang
mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada
sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan
jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya
didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan
peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan
di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya,
penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada
gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang
diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi )
tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai
11
dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih
kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin
ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin,
metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk
memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan
informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan.
Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau
kurangnya pengetahuan dan pendidikan,
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Populasi penelitian
gizi buruk.
2. Sampel penelitian
a. Kasus
13
b. Kontrol
d. Responden
penelitian ini.
D. Variabel Penelitian
balita.
14
a. Status Gizi
b. Pola makan
seseorang balita. Pola makan diukur melalui nilai dari kuesioner. Adapun
Skor terendah : 8 x 0 = 0 (0 %)
sebagai berikut :
15
I= R
I = Interval kelas
= 100 % - 0 % = 100 %
K = Kategori
I= 100 %
I= 50 %
yang berhubungan dengan gizi, yang diukur melalui nilai dari daftar
1) Cukup:Bila pengetahuan gizi ibu > 50 % dari total skor jawaban benar.
benar.
(satu) jika menjawab benar dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah, sehingga
Skor terendah : 12 x 0 = 0 (0 %)
16
(2002) sebagai berikut :
I = R
K
I = Interval kelas
R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah
= 100 % - 0 % = 100 %
K = Kategori
= Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang
I = 100 %
2
I = 50 %
d. Tingkat Pendapatan
lainnya yang tinggal pada rumah tangga tersebut yang dinilai dalam bentuk
uang dan barang yang dinilai dengan uang (rupiah) kemudian dibagi
sebagai berikut :
2022).
F. Pengumpulan Data
17
dan kejelasan tentang kerahasiaan subyek.
2. Sumber Data
a. Data primer
dengan orang tua balita (ibu) yang menggunakan alat bantu berupa
b. Data sekunder
Barat serta instansi lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data
yang dikumpulkan antara lain : data jumlah kasus balita gizi buruk di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tenggara tahun 2022 ,data jumlah kasus
balita gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat tahun 2022, dan data
1. Analisis univariat
18
penjelasan.
2. Analisis bivariat
berikut :
OR = axd
bxc (Multono, 2000)
Keterangan :
19
b. Jika OR = 1, bukan faktor risiko terjadinya kasus.
kasus.
limit tidak mencakup nilai 1 (Ho ditolak). Untuk menentukan apakah nilai
nilai batas bawah (lower limit) dan nilai batas atas (upper limit). Untuk
mengetahui batas atas dan batas bawah tersebut dapat digunakan rumus :
Upper limit : OR x
Lower limit : OR x
Di mana, f=
H. Penyajian Data
I. Etika Penelitian
20
DAFTAR PUSTAKA
21