Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

SDGs DAN GIZI BURUK PADA BALITA


DI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2022

Disusun Oleh:

YUSMIATI
NIM. 020.03.0924

Dosen Pengampu: Baiq Santi Rengganis, S.P., M.Si.

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM


TAHUN AKADEMIK
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul “SDGs dan Gizi Buruk Pada

Balita di Lombok Barat” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini penulis

tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen

pembimbing, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesian

penyusunan proposal penelitian ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mataram, 30 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 3

BAB II LANDASAN TEORI................................................................ 5

A. Definisi Gizi Buruk............................................................................ 5


B. Permasalahan Gizi Buruk.................................................................. 6
C. Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk ..................... 9

BAB III METODE PENELITIAN....................................................... 13

A. Rancangan Penelitian........................................................................ 13
B. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................ 13
C. Populai dan Sampel.......................................................................... 13
D. Variabel Penelitian............................................................................ 14
E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif...................................... 14
F. Pengumpulan Data............................................................................ 17
G. Teknik Analisis Data........................................................................ 18
H. Penyajian Data.................................................................................. 20
I. Etika Penelitian................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sustainable Development Goals merupakan suatu perjanjian atau


dokumen kesepakatan global yang berisi pembangunan berkelanjutan dalam
menghadapi proses pembangunan. Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) ke 70 pada bulan September 2015 di New York, Amerika Serikat.
Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla,
yang mana ikut serta dalam mengesahkan Agenda Pembangunan
Berkelanjutan ini. Sustainable Development Goals sendiri akan dilaksanakan
pada 2015 sampai 2030.1 Sustainable Development Goaals (SDGs)
merupakan suatu kesepakatan pembangunan baru mendorong perubahan-
perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang
berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong
pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.2
SDGs diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan
inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang
terlewatkan atau “No- one Left Behind”. SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169
target dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium
Development Goals (MDGs) yang berakhir akhir pada tahun 2015 lalu.
Semua sasaran yang berkesinambungan, yang berarti kesuksesan dalam satu
mempengaruhi keberhasilan bagi yang lain. Berurusan dengan ancaman
perubahan iklim berdampak pada bagaimana mengelola sumber daya alam
yang rapuh, mencapai kesetaraan gender atau kesehatan yang lebih baik
membantu memberantas kemiskinan, dan mendorong perdamaian dan
masyarakat yang inklusif akan mengurangi ketidaksetaraan dan membantu
ekonomi menjadi makmur. SGDs sendiri memiliki 4 pilar yaitu pilar
lingkungan, pilar ekonomi, pilar sosial dan pilar hukum.3
Indonesia merupakan salah satu negara yang menyepakati Sustainable
Development Goals dan berkomitmen melaksanakan ataupun
mengimplementasikan dengan baik program Sustainable Development Goals
(SDGs) ini. Berbagai kegiatan dan program telah di terapkan untuk
menjadikan langkah-langkah strategis dalam mensukseskan Sustainable
Development Goals (SDGs). Agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs di
Indonesia dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak
dan daerah, Indonesia mengatur pada Keputusan Presiden 59 tahun 2017,4
target dan indikator SDGs selaras dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (2015-2019), dari sebanyak 169 target yang ada di SDGs, sekitar
1
United Nations Development Programm,
http://www.undp.org/content/undp/en/home/ sustainable-development-goals.html. Akses
pada 30 Juni 2022
2
Sekretariat SDGs Indonesia. http://sdgsindonesia.or.id/. Akses pada 30 Juni 2022
3
ibid
4
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, Sustanable Development Goals,
https://www.sdg2030indonesia.org/page/5-perpres. Akses pada 30 Juni 2022
1
57 persen (96 target SDGs) telah sesuai dengan prioritas pembangunan
nasional. Untuk menjamin implementasi Sustainable Development Goals
(SDGs) berjalan dengan baik di Indonesia, pemerintah telah membentuk
Sekretariat Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sekretariat
Nasional Sustainable Development Goals (SDGs) bertugas mengkoordinasikan
berbagai kegiatan terkait pelaksanaan SDGs di Indonesia.5
Beberapa daerah di Indonesia menginginkan SDGs sendiri menjadi
prioritas pembangunan daerah, salah satunya yaitu Lombok Barat. Dalam
penerapan SDGs sendiri Lombok Barat mengacu pada peraturan daerah
Kabupaten Lombok Barat nomor 7 tahun 2016 tentang rencana pembangunan
jangka menengah daerah Kabupaten Lombok Barat tahun 2016-2021.
Kabupaten Lombok Barat sendiri mengembangkan target ketiga dalam SDGs
yang dimana salah satu target berbunyi pada tahun 2030, mengakhiri epidemi
AIDS, tuberculosis malaria, dan penyakit tropis lainnya, melawan hepatitis,
penyakit yang ditularkan lewat air dan penyakit menular lainnya dan poin ke-
enam tentang air bersih dan sanitasi yang dimana salah satu targetnya yaitu
pada tahun 2030, meraih akses yang adil dan cukup terhadap sanitasi dan
kebersihan untuk semua, serta mengakhiri defekasi terbuka, memberikan
perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan anak perempuan serta mereka
yang berada dalam situasi rentan.6
Gizi buruk merupakan masalah yang masih menjadi perhatian utama
hingga saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Tercatat sekitar
sepertiga dari populasi balita yang ada di negara-negara berkembang
mengalami masalah gizi buruk. Jika dapat bertahan hingga dewasa, mereka
akan beresiko mengalami perkembangan kognitif yang buruk dan
produktivitas yang rendah (Smith dan Haddad, 2000).
Yang lebih buruk, gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Hal ini
cukup mengkhawatirkan mengingat anak-anak ialah generasi penerus bangsa.
Banyak hal yang melatarbelakangi kejadian gizi buruk, namun secara umum
ada dua faktor penyebab yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung meliputi kurangnya ketersediaan pangan dan penyakit
infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu kurangnya ketersediaan
pangan pada tingkat rumah tangga, pola asuh yang tidak memadai serta masih
rendahnya akses pada kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat. Masalah sosialekonomi juga turut memberikan andil, di antaranya
adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan alasan tidak tercukupinya asupan
gizi serta ketidakmampuan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Selain itu,
faktor biologi dan lingkungan juga ikut berpengaruh (Arisman, 2007).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003
terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam
tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak giziburuk(8,3%). Jumlah gizi
buruk pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dari
tahun 2005 jumlah kasus gizi buruk pada balita sebanyak 8.349 orang atau
8,8% dan pada tahun 2007 balita yang mengalami kasus gizi buruk meningkat

5
Badan Pusat Statistik, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) di Indonesia.
6
Cities and Local Governments, Tujuan pembangunan berkelanjutan yang perlu
diketahui oleh pemerintah daerah.
2
menjadi 700.000. Sementara yang mendapat program makanan tambahan
hanya 39 ribu anak.
Kasus gizi buruk tersebut tersebar di beberapa propinsi, salah salah
satunya propinsi Nusa Tenggara Barat tenggara.Tahun 2012, kasus gizi buruk
di propinsi Nusa Tenggara Barat tenggara terbanyak di kabupaten Lombok
Barat dengan 94 kasus, diikuti Kota Kendari 85 kasus, Muna 31 kasus,
Bombana 29 kasus, Kolaka 22 kasus, Konawe 17 kasus, Konawe Utara 17
kasus, Konawe Selatan 16 kasus, Baubau tujuh kasus, Wakatobi enam kasus,
Lombok Barat Utara dua kasus, dan Konawe Utara satu kasus.( Dinkes
Sultra,2012)
Faktor utama terjadinya gizi buruk di Sultra dipicu masalah ekonomi
atau kemiskinan, hal tersebut sangat berkorelasi mengingat makin tinggi
angka kemiskinan yang tercermin dari rendahnya tingkat pendapatan, makin
tinggi pula potensi terjadinya balita gizi buruk.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk
pada balita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah ;
1. Apakah tingkat pendapatan keluarga berhubungan dengan angka kejadian
gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat ?
2. Apakah pola asuh berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk pada
balita di Kabupaten Lombok Barat ?
3. Apakah tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan angka kejadian gizi
buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumuasan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan keluarga berhubungan
dengan angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat
2. Untuk mengetahui apakah pola asuh berhubungan dengan angka kejadian
gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat
3. Untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan
angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten Lombok Barat

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita di
Kabupaten Lombok Barat sehingga pengasuh balita dapat mencegah
terjadinya gizi buruk.
2. Bagi peneliti

3
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor- faktor yang
berhubungan dengan angka kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten
Lombok Barat
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah Kabupaten Lombok Barat dalam merumuskan kebijakan untuk
penanganan kasus gizi buruk pada balita

4
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi Gizi Buruk


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ
– organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan
zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini
berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi
kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi, tanda –
tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk
mengetahui seseorang menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi
ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang
berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia,
pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Gangguan
gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat
ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh
dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama.
Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad
– abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang
baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak
seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah
penyakit sariawan. Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan
yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau berlebih. Kekurangan
umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan
kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk
mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri

5
dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain
– lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam
kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang
bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari
gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi
dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih
buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan
manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan
tingkat yang tinggi.

B. Permasalahan Gizi Buruk


Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori
baik dari karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM).
Kurangnya pasokan energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ
tubuh. Keadaan gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga kondisi
patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara berkembang yang
berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan
secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun
dapat teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita.
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau
HO. Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama
bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal.
Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini.
Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya:
a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut
anak terlihat sangat pasif.
b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.

6
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai
petechia ( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah
keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun
kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan
batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar
punggung, pantat, dan sebagainya.
f. Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba
dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi :
a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan
mengelupas
h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.
2. Marasmus
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat
disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah,
gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong,
rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau
kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua,
tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah
kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran

7
hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot . Anak-anak
penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Penderita marasmus berat
akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam
stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan
gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan
elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi
( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat
mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan
terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan
seksama.
Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan
kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit
keriput
3. Marasmik-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor
dengan gabungan gejala yang menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak
dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan
gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.

8
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti
meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya
kadar magnesium.

Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi


dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.

C. Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk 


Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di
bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein)
adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :
a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab
gizi buruk pada balita, yaitu :
1) Keluarga miskin.
2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu :
1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat.
2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak.
3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.

9
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak.
Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai
daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi
dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi
berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun
belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung
yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan
sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di
daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup.
Dikhawatirkan gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk
pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-
anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one
dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu
mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja,
artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa
panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil
pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan
pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman
rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian
pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja
menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga
membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling
berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu
saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua
nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami
hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
1. Malnutrisi Primer

10
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin
lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah
ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer
sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan
protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral
lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5
tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat
badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan
tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun.
Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas
berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita
malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian
kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

2. Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat
badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada
anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang
mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada
sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan
jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya
didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan
peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan
di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya,
penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada
gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang
diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi )
tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai

11
dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih
kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin
ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin,
metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk
memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan
informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan.
Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau
kurangnya pengetahuan dan pendidikan,

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah analitik observasional


dengan rancangan case control study yaitu suatu penelitian analitik yang
menyangkut bagaimana faktor risiko ditelusuri dengan menggunakan
pendekatan retrospektif yaitu efek (gizi buruk pada balita) diidentifikasi pada
saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi dengan membandingkan antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Rancangan bergerak dari
akibat/efek (penyakit) kemudian ditelusuri faktor risiko atau penyebabnya.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitin ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan September


tahun 2022 di Kabupaten Lombok Barat

C. Populai dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang mengalami

gizi buruk.

2. Sampel penelitian

a. Kasus

Kasus adalah balita dengan status gizi buruk yang ada di

wilayah Kabupaten Lombok Barat sebanyak 23 orang, hal ini

berdasarkan pada pengukuran antropometri BB/U.

13
b. Kontrol

Kontrol merupakan balita dengan status gizi baik (berdasarkan

hasil pengukuran antropometri BB/U) dengan jumlah balita sebanyak

23 orang. Kontrol diperoleh dari tetangga terdekat dari kasus dengan

karakteristik sama dengan kasus melalui proses matching umur dan

jenis kelamin. Matching pada kontrol didasarkan pada hanya dua

karakteristik untuk memudahkan mendapatkan kontrol, karena

pengambilan banyak faktor yang harus disamakan dengan kasus akan

menyebabkan kesulitan untuk menentukan kontrol.

c. Teknik pengambilan sampel

Pada penelitian ini pemilihan sampel dilakukan secara total

sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel. Adapun

jumlah sampel pada penelitian ini adalah 23 orang kemudian kontrol

23 orang, sehingga untuk total keseluruhannya adalah 46 orang.

d. Responden

Pada penelitian ini responden adalah ibu dari balita yang

terpilih menjadi sampel dan bersedia untuk menjadi responden pada

penelitian ini.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independent variable) yaitu pola makan, pengetahuan

gizi ibu, tingkat pendapatan dan penyakit infeksi.

b. Variabel terikat (dependent variable) yaitu kejadian gizi buruk pada

balita.

E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

14
a. Status Gizi

Status gizi adalah gambaran keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dilakukan dengan

pengukuran BB/U dan dibandingkan dengan standar WHO-NCHS dengan

simpang baku Z-Score. Adapun kriteria objektifnya yaitu :

1) Gizi baik : Bila Z-Score -2 SD sampai +2 SD

2) Gizi buruk : Bila Z-Score < -3 SD

b. Pola makan

Pola makan adalah kebiasaan makan dari balita yang

memberikan gambaran mengenai macam makanan dan frekuensi makan

seseorang balita. Pola makan diukur melalui nilai dari kuesioner. Adapun

kriteria objektifnya adalah sebagai berikut :

1) Cukup : Bila pola makan balita > 50 % dari

total skor jawaban benar

2) Kurang : Bila pola makan balita 50 % dari

total skor jawaban benar Kriteria penilaian didasarkan atas jumlah

pertanyaan keseluruhan yaitu sebanyak 8 pertanyaan dan setiap

pertanyaan di berikan nilai 1 (satu) jika menjawab benar dan nilai 0

(nol) jika menjawab salah, sehingga diperoleh skor nilai :

Skor tertinggi : 8 x 1 = 8 (100 %)

Skor terendah : 8 x 0 = 0 (0 %)

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus menurut Sudjana (2002)

sebagai berikut :

15
I= R

I = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100 % - 0 % = 100 %

K = Kategori

= Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

I= 100 %

I= 50 %

c. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Merupakan pengetahuan responden (ibu balita) tentang hal-hal

yang berhubungan dengan gizi, yang diukur melalui nilai dari daftar

pertanyaan/kuesioner. Adapun kriteria objektifnya adalah sebagai berikut :

1) Cukup:Bila pengetahuan gizi ibu > 50 % dari total skor jawaban benar.

2) Kurang:Bila pengetahuan gizi ibu 50 % dari total skor jawaban

benar.

Kriteria penilaian didasarkan atas jumlah pertanyaan keseluruhan

yaitu sebanyak 12 pertanyaan dan setiap pertanyaan di berikan nilai 1

(satu) jika menjawab benar dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah, sehingga

diperoleh skor nilai :

Skor tertinggi : 12 x 1 = 12 (100 %)

Skor terendah : 12 x 0 = 0 (0 %)

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus menurut Sudjana

16
(2002) sebagai berikut :

I = R
K
I = Interval kelas
R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah
= 100 % - 0 % = 100 %
K = Kategori
= Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang
I = 100 %
2
I = 50 %

d. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan perkapita yang

diperoleh oleh kepala keluarga, istri, anak maupun anggota keluarga

lainnya yang tinggal pada rumah tangga tersebut yang dinilai dalam bentuk

uang dan barang yang dinilai dengan uang (rupiah) kemudian dibagi

dengan jumlah anggota keluarga. Tingkat pendapatan perkapita keluarga

pada tiap rumah tangga dinilai berdasarkan standar Upah Minimum

Kabupaten Lombok Barat Tahun 2009. Adapun kriteria objektifnya

sebagai berikut :

1) Cukup = Bila pendapatan keluarga Rp. 810.000,- per bulan.

2) Kurang = Bila pendapatan keluarga < Rp. 810.000,- per bulan.

(Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok Barat,

2022).

F. Pengumpulan Data

1. Pemberian Informed Consent (Formulir Persetujuan)

Setiap responden dalam penelitian ini akan dimintai persetujuan

dengan mengisi lembar informed consent yang berisikan tujuan, manfaat

17
dan kejelasan tentang kerahasiaan subyek.

2. Sumber Data

a. Data primer

Data primer diperoleh dengan wawancara secara langsung

dengan orang tua balita (ibu) yang menggunakan alat bantu berupa

kuesioner . Data yang dikumpulkan berupa identitas responden,

identitas sampel (tidak termasuk balita gizi buruk), pola makan,

pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan dan penyakit infeksi.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa

Tenggara Barat Tenggara, Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat,

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok

Barat serta instansi lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data

yang dikumpulkan antara lain : data jumlah kasus balita gizi buruk di

Provinsi Nusa Tenggara Barat Tenggara tahun 2022 ,data jumlah kasus

balita gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat tahun 2022, dan data

Upah Minimum Kabupaten Lombok Barat tahun 2022.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing

variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi disertai

18
penjelasan.

2. Analisis bivariat

Untuk menguji hipotesis nol (Ho) digunakan analisis bivariat

(Odds Ratio) dengan menggunakan tabel 2x2 dengan formulasi sebagai

berikut :

Tabel 2 . kontigensi 2x2 pada kejadian gizi buruk pada balita

Kejadian Gizi Buruk Pada Balita


Faktor Resiko Kasus Kontrol Jumlah

Faktor Resiko + a b a+b

Faktor Resiko - c d c+d

Jumlah a+c b+d a + b + c +d

OR = axd
bxc (Multono, 2000)

Keterangan :

a : jumlah kasus dengan resiko (+)

b : jumlah kontrol dengan resiko (+)

c : jumlah kasus dengan resiko (-)

d : jumlah kontrol dengan resiko (-)

Menurut Multono (2000), estimasi Coefisien Interval (CI)

ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95 % dengan interpretasi :

a. Jika OR > 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus.

19
b. Jika OR = 1, bukan faktor risiko terjadinya kasus.

c. Jika OR < 1, merupakan faktor risiko proteksi/ perlindungan terjadinya

kasus.

Nilai OR dikatakan bermakna apabila nilai lower limit dan upper

limit tidak mencakup nilai 1 (Ho ditolak). Untuk menentukan apakah nilai

OR yang diperoleh mempunyai pengaruh kemaknaan maka harus dihitung

nilai batas bawah (lower limit) dan nilai batas atas (upper limit). Untuk

mengetahui batas atas dan batas bawah tersebut dapat digunakan rumus :

Upper limit : OR x

Lower limit : OR x

Di mana, f=

E = log nature (2,72) (Chandra, 1996)

H. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan selanjutnya dinarasikan.

I. Etika Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain case control yang

tidak dilakukan perlakuan terhadap subjek penelitian ,sehingga tidak ada

kemungkinan resiko yang dapat membahayakan /merugikan subjek penelitian.

Namun, untuk memperhatikan etika profesional dalam penelitian , maka harus

dipertimbangkan adalah menyangkut privasi subjek penelitian yang meliputi

identitas yang diperoleh dari subjek penelitian akan dijaga kerahasiaannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Arsad Rahim.2010.Patogenesis Penyakit Defisiensi Gizi.wordpress.com


http://www.undp.org/content/undp/en/home/ sustainable-development-goals.html.
Akses pada 30 Juni 2022
http://sdgsindonesia.or.id/. Akses pada 30 Juni 2022
https://www.sdg2030indonesia.org/page/5-perpres. Akses pada 30 Juni 2022
Lusa.2015.Gizi Buruk.24 Maret 2013.lusa.web.id
Munif.2012.Epidemiologi Gizi Buruk.30 Juni 2022. helpingpeopleideas.com

21

Anda mungkin juga menyukai