Anda di halaman 1dari 5

PENERAPAN ANALISIS WACANA SINGKAT FAIRCLOUGH UNTUK IKLAN XL

AMPUH VERSI TUKUL ARWANA

Analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini, adalah sebagai upaya pengungkapan

maksud tersembunyi dari subyek (pembuat iklan) yang mengemukakan suatu pernyataan.

Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembuat iklan dan

konsumen dengan mengikuti struktur makna dari sang pembuat iklan dan konsumen sehingga

bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat di ketahui. Jadi,

wacana dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subyek dan

berbagai tindakan representasi.

Dua di antara sejumlah pakar analisis wacana yang belakangan sangat dikenal adalah Norman

Fairclough dan David Nunan. Apabila keduanya dibandingkan, buah pikiran Nunan dinilai lebih

jelas dalam merinci definisi, komponen linguistik dan contoh wacana. Sedangkan pikiran

Fairclough lebih mengarah kepada studi kritis bahasa, diantaranya adalah masalah kepedulian

sosial dan professional.

Mari kita lihat wacana iklan salah satu operator selular Indonesia yang dibintangi oleh seorang

comedian dan presenter, Tukul Arwana:

1
Tukul : Kerja yang cepet dong, seperti internet saya. Ngga tau internet kan? Ndeso!

Tukul : Masang yang bener. Lihat internet. Ngga tau kan? Ndeso!

Tukul : Mau kerja aman? Lihat internet. Ngga tau ya? Ndeso!

Makanya, pakai XL Super Ampuh. Bayar sekali gratis internetan 24 jam. Puas! Puas!

Tukul : Kembali ke ...

Foreman: Kembali kerja semua! Kamu juga!

Tukul : Lho, yang punya rumah saya ...

Foreman :Yang punya rumah ini artis! Mukamu ndeso! Sana kerja!

Analisa wacana iklan diatas:

a. Dari sudut pandang perusahaan/pembuat iklan

Menurut Fairclough, konsumerisme merupakan bagian dari kapitalisme modern yang melibatkan

pergeseran fokus ideologi dari produksi ekonomi menjadi konsumsi/pengguna ekonomi. Seperti

yang telah diketahui, iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan untuk

mempersuasi/mengajak orang (baik itu penonton, pembaca, atau pendengar) untuk melakukan

kegiatan yang berhubungan dengan produk/barang, ide, atau layanan. Pengiklan komersial sering

berusaha untuk menghasilkan peningkatan konsumsi produk atau jasa melalui 'Branding', yang

melibatkan pengulangan gambar atau nama produk dalam upaya untuk mengasosiasikan

karakteristik tertentu suatu merek di benak konsumen.

2
Berdasarkan model hierarki efek (di Wikipedia), ada enam langkah pergerakan konsumen atau

pembeli melalui saat melakukan pembelian. Langkah-langkahnya adalah: awareness/kesadaran,

knowledge/pengetahuan, liking/keinginan, preferensi, conviction/keyakinan, dan akhirnya

membeli.

Iklan merupakan alat yang ampuh untuk mencapai tujuan strategi penjualan karena iklan dapat

meningkatkan keuntungan perusahaan melalui pencitraan produk/jasa dibenak konsumen.

Berbagai cara akan ditempuh perusahaan/pembuat iklan untuk mendapatkan perhatian dan

simpaty konsumen yang pada akhirnya menyebabkan konsumen membeli produk/memakai

jasanya. Disini, perusahaan (XL) dan pembuat iklan menggunakan „celebrity branding‟ (Tukul

Arwana) untuk memperkenalkan produk/layanan mereka. „celebrity branding‟ menggunakan

kekuatan, daya tarik dan popularitas selebriti untuk memperoleh perhatian konsumen dan

meningkatkan penjualan/pemakaian produk dan jasa tertentu. Mereka menggunakan Tukul

Arwana karena dia merupakan seorang komedian dan pembawa acara yang terkenal di

Indonesia. Iklan ini sukses mendapatkan perhatian karena gaya Tukul yang khas serta

penggunaan kata/frasa unik dank has ala Tukul, seperti: “Puas! Puas!”, “Kembali ke laptop”,

atau “Ndeso!”

b. Dari sudut pandang konsumen

Bagaikan dua sisi mata uang yang berseberangan, kadang perusahaan tidak mempertimbangkan

dampak iklan yang mreka buat. Sebagian orang menganggap iklan tersebut cukup menghibur

selain fungsinya membawa pesan untuk konsumen. Kata/frasa Tukul sering digunakan untuk

bercanda antar sesama teman dan juga bias digunakan untuk menghibur, khususnya anak-anak.

3
Disisi lain, iklan tersebut membawa dampak negative, khususnya bagi anak-anak yang belum

dapat membedakan baik-buruk suatu wacana serta nilai-nilai moral yang mungkin dilanggar jika

terjadi kesalahan interpretasi suatu wacana. Contohnya kata “Ndeso!” Anak-anak begitu

mudahnya mengucapkan kata ini kepada temannya meski cuma untuk bercanda. “Ndeso!” bias

diartikan “kampungan”, “tidak modern,” dan “bodoh.” Kata ini dianggap ‟kasar‟ serta terkesan

kurang berpendidikan bagi sebagian orang, terutama bagi orang tua, oleh karenanya harus

dihindari penggunaannya dalam interaksi sosial.

4
PENERPAN ANALISIS WACANA SINGKAT FAIRCLOUGH

UNTUK IKLAN XL AMPUH VERSI TUKUL ARWANA

Discourse Analysis

Telaah oleh:

Andriya (10706259014)

Kusairi (10706259028)

Usup (10706259054)

LINGUISTIK TERAPAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

Anda mungkin juga menyukai