Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas laporan kasus“Tetanus” pada Stase
Ilmu Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Bahan-bahan dalam pembuatan tugas ini
didapat dari buku-buku yang membahas mengenai“Tetanus”, internet, dan beberapa sumber
lainnya.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur dr.
Susanto, Sp.S yang telah membantu dalam terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itukritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................3
BAB II KASUS..........................................................................................................................................4
I IDENTITAS PASIEN......................................................................................................................4
II ANAMNESIS...............................................................................................................................4
IV STATUS NEUROLOGIK................................................................................................................7
V PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................................................14
VI DIAGNOSA...............................................................................................................................16
VII RESUME...............................................................................................................................25
IX PEMBAHASAN MASALAH.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................35
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat ..
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin
seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob
yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890).
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh
tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang
menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato
merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang
terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi
yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora Clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk
ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).
Gambar : Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetani
3
BAB II
KASUS
I IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Buruh harian
Alamat : Cianjur
Status : Menikah
Agama : Islam
Tgl masuk UGD : 15 Mei 2016
II ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Tidak dapat membuka mulut
4
pusing ada, sulit menelan, sesak napas ada, mual dan muntah di sangkal. BAK dan
BAB tidak ada masalah. Badan terasanya nyeri dan berat.
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus yang pernah dimilikinya.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Merokok 1 hari 3 batang ±10 tahun.
Abdomen
- Inspeksi : abdomen datar,
- Palpasi : Spasme otot abdomen (+), nyeri epigastrium (-), turgor baik,
hepar dan lien sulit dinilai.
- Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
- Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
- Superior : Spastik, keadaan ekstensi pada kedua tangan , tonus
meninggi,Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-),
terdapat luka pada plantar sinistra ± 1 cm
- Inferior : Spastik, keadaan ekstensi dan plantar fleksi, tonus meninggi,
Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-).
6
Status Lokalis
Vulnus Eskoriasi pada plantar sinistra, kurang lebih 1cm. Luka kering, pus (-), darah
(-), berwarna kehitaman.
IV STATUS NEUROLOGIK
Rangsang Meningeal
- Kuduk kaku : (+)
- Kaku kuduk : (-)
- Lasegue sign : tidak terbatas / tidak terbatas nyeri (-)
- Kernig sign : tidak terbatas / tidak terbatas nyeri (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Brudzinski III : (-)
SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius)
N.II (Optikus)
7
Mata kanan Mata kiri
Funduskopi
Pupil
3 mm 3 mm
b. Diameter
c. Reflex Cahaya
Direk
(+) (+)
Indirek
d. Refleks (+) (+)
Akomodasi
(+) (+)
(Throklearis)
8
Mata kanan Mata kiri
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri N.
VI
Motorik
Sensibilitas
(+) (+)
b. Bersin
c. Jaw Jerk (+) (+)
(Abdusens)
Mata kanan Mata kiri
9
N.VII (Facial)
Kanan Kiri
Motorik
Keseimbangan
N. XI (Assesorius)
10
Kanan Kiri
N.XII (Hypoglosus)
Posisi lidah Lidah ditengah
MOTORIK
Sikap :
Eksitemitas atas : Ekstensi pada kedua tangan
Ekstremitas bawah : Ekstensi dan plantar fleksi pada kedua kaki
Kekuatan : 5 5
5 5
Tonus : Spastik Spastik
Spastik Spastik
Atropi : - -
- -
Klonus :
Kaki : -/-
Patella : -/-
SENSORIK
Nyeri : Ekstremitas Atas : normoalgesia
Ekstremitas Bawah : normoalgesia
Raba : Ekstremitas Atas : normostesia
Ekstremitas Bawah : normostesia
Suhu : Ekstremitas Atas : thermonormostesia
Ekstremitas Bawah : thermonormostesia
11
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
FUNGSI LUHUR
Dilakukan pada tanggal 20 Mei 2016
Score MMSE : 25 Normal
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks bisep : ++/++
Refleks trisep : ++/++
Refleks brachioradialis : ++/++
Refleks patella : ++/++
Refleks achilles : ++/++
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gardon : -/-
12
V PEMERIKSAAN PENUNJANG
13
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 17 Mei 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa darah
Glukosa darah 60 70 – 110 mg%
puasa
Lemak
- Cholesterol 218 <200 mg/dL
total
- Cholesterol 45,9 >40 mg%
HDL
- Cholesterol 161,9 <130 mg%
LDL
- Trigliserida 51 <150 mg%
Fungsi hati
- AST (SGOT) 24 15 – 37 U/L
- ALT (SGPT) 35 16 – 63 U/L
Fungsi ginjal
- Ureum 37,9 10 – 50 mg%
- Kreatinin 0,9 0,5 – 1,1 mg%
- Asam Urat 5,80 3,4 – 7,0 mg%
Elektrolit
- Natrium (Na) 132,7 135 – 148 mEq/L
- Kalium (K) 3,42 3,50 – 5,30 mEq/L
- Kalsium (Ca) 1,10 1,15 – 1,29 mmol/L
14
VI DIAGNOSA
I. DIAGNOSA BANDING
- Tetani
- Histeria
IV. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
15
FOLLOW UP
Hari/Tgl S O A P
Kesadaran: CM
GCS : E4 M6 V5 =
15
RM : Kuduk
Kaku(+), kaku
kuduk (-) K/L(TT),
BZ1(-), BZ2(-),
BZ3(-), BZ4(-)
N Cranialis :
NIII pupil
bulat isokor,
ɸ 3 mm, RC
direk (+/+),
indirek (+/+)
N III, IV, VI
: GBM ke
segala arah
N V :
motoris dan
sensoris baik,
16
refleks
kornea (+/+)
N VII :
simetris,
trismus 2cm
N XII : lidah
ditengah
Motorik: tonus
meninggi,
spastisitas/ rigiditas
(-/-),
klonus
patella/achilles (-/-),
atrofi (-)
5 5
5 5
Sensorik :
normostesi
RF : BTR(++/++)
KPR (++/++)
APR (++/++)
chaddock (-/-)
17
spasme otot
abdomen (+)
RM : Kuduk
Kaku(+), kaku
kuduk (-) K/L(TT),
BZ1(-), BZ2(-),
BZ3(-), BZ4(-)
N Cranialis :
NIII pupil
bulat isokor,
ɸ 3 mm, RC
direk (+/+),
indirek (+/+)
N III, IV, VI
: GBM ke
segala arah
N V :
motoris dan
sensoris baik,
18
refleks
kornea (+/+)
N VII :
simetris,
trismus 2 cm
N XII : lidah
ditengah
Motorik: tonus
meninggi,
spastisitas/ rigiditas
(+/-),
klonus
patella/achilles (-/-),
atrofi (-)
5 5
5 5
Sensorik :
normostesi
RF : BTR(++/++)
KPR (++/++)
APR (++/++)
chaddock (-/-)
spasme otot
19
abdomen (+)
Opistotonus (+)
RM : Kuduk
Kaku(+), kaku
kuduk (-) K/L(TT),
BZ1(-), BZ2(-),
BZ3(-), BZ4(-)
N Cranialis :
NIII pupil
bulat isokor,
ɸ 3 mm, RC
direk (+/+),
indirek (+/+)
N III, IV, VI
: GBM ke
segala arah
N V :
motoris dan
20
sensoris baik,
refleks
kornea (+/+)
N VII :
simetris,
trismus 2 cm
N XII : lidah
ditengah
Motorik: tonus
meninggi,
spastisitas/ rigiditas
(+/-),
klonus
patella/achilles (-/-),
atrofi (-)
5 5
5 5
Sensorik :
normostesi
RF : BTR(++/++)
KPR (++/++)
APR (++/++)
chaddock (-/-)
21
spasme otot
abdomen (+)
Opistotonus (+)
RM : Kuduk
Kaku(-), kaku kuduk
(-) K/L(TT),
BZ1(-), BZ2(-),
BZ3(-), BZ4(-)
N Cranialis :
NIII pupil
bulat isokor,
ɸ 3 mm, RC
direk (+/+),
indirek (+/+)
N III, IV, VI
: GBM ke
segala arah
N V :
motoris dan
22
sensoris baik,
refleks
kornea (+/+)
N VII :
simetris,
trismus 2 cm
N XII : lidah
ditengah
Motorik: tonus
meninggi,
spastisitas/ rigiditas
(+/-),
klonus
patella/achilles (-/-),
atrofi (-)
5 5
5 5
Sensorik :
normostesi
RF : BTR(++/++)
KPR (++/++)
APR (++/++)
chaddock (-/-)
23
spasme otot
abdomen (+)
Opistotonus (+)
VII RESUME
Anamnesis
Seorang laki-laki 60 tahun, seorang buruh harian datang ke UGD RSUD Cianjur pada
tanggal 15 Mei 2016 dengan :
KU : Tidak dapat membuka mulut selama 4 hari
RPS : Sejak 4 hari yang lalu, pasien mengalami trismus yang mengakibatkan
pasien tidak dapat membuka mulut, makan ataupun minum. Pasien mengatakan 10
hari yang lalu sebelum mengeluh tidak dapat membuka mulut, pasien tertusuk paku di
daerah plantar sinistra. Setelah tertusuk paku, pasien hanya membersihkan luka seperti
biasa dan tidak diobati. Pasien mengaku hanya memijat-mijat luka agar kotoran dari
luka tersebut keluar. Luka tersebut mengeluarkan nanah 2 hari kemudian, dan pasien
mengaku memijat-mijat luka tersebut agar nanahnya keluar. Setelahnya pasien
mengeluh tidak dapat membuka mulut.
Keluhan kejang disangkal oleh pasien dan keluarga pasien. Demam tidak ada,
napas dirasa sesak sedikit. BAK dan BAB tidak ada masalah.
Selama perjalanan penyakit, pasien menyangkal terjadinya kejang dan demam.
Pasien hanya mengatakan tidak dapat membuka mulut, sulit makan dan minum.
pusing ada, sulit menelan, sesak napas ada, mual dan muntah di sangkal. BAK dan
BAB tidak ada masalah. Badan terasanya nyeri dan berat.
24
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus yang pernah dimilikinya.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Merokok 1 hari 3 batang ±10 tahun.
Pemeriksaan Fisik
DIAGNOSA
Tetanus grade II (sedang) ec vulnus ekskoriasi a/r plantar sinistra
DIAGNOSA BANDING
- Tetani
- Histeria
RENCANA TERAPI
- Rawat diruang Isolasi
- Debridement luka
- O2 2-3 L/menit
- NGT
25
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit
- ATS 20.000 unit
- Metronidazole 3x500 mg
- Ceftriaxon 2x1 gr
- Stesolid 3 x 10 mg
- Paracetamol 3x500 mg (bila demam)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
26
BAB III
ANALISA MASALAH
27
Kesadaran : Compos Mentis ( GCS : 15 E4M6V5 )
Kepala :
- Trismus (+) 2 cm
- Abdomen : Spasme otot abdomen (+)
Klasifikasi tetanus
Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan penyakit
tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat berat – ringannya penyakit.
Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:
1. Tetanus ringan : Trismus > 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.
2. Tetanus sedang : trismus < 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3. Tetanus berat : trismus < 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
GRADE DESKRIPSI
Sedangkan Patel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan dengan
berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
28
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100 0 farenheit dan aksila sampai 990 farenheit
Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus
sebagai berikut :
Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %
Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa inkubasi > 7 hari dan
onset > 2 hari, moirtalitas 10 %
Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi < 7 hari dan onset < 2 hari,
mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60%
Tingat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di dalamnya adalah
tetanus neonatorum maupun puerpurium
Pada kasus :
Berdasarkan anamnesis dan perjalanan penyakit pada pasien, didapatkan :
1) masa inkubasi 10 hari (10-14 hari)
2) period of onset >48 jam.
3) kekakuan disertai dengan trismus, kesulitan menelan (spasme local)
4) kekakuan yang semakin lama semakin berlanjut berlangsung dalam beberapa hari,
namun tidak disertai dengan sesak napas dan sianosis.(spasme umum)
Menurut klasifikasi Patel dan Joag pada pasien dikategorikan dalam Tetanus tingkat II
yaitu : Sedang, minimal 2 kriteria (K1 & K2) dengan masa inkubasi >7 hari dan onset >2
hari.
2. Mengapa pada tetanus timbul kejang?
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang
rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada
tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction
serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah
masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian
ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke SSP.
29
Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan
pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini
menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan
gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat
sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon
motorik terhadap rangsangan sensoris.
Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus),
pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada
extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin
mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.
Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis
dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek
yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung
serta kekakuan dari otot leher.
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran
kemih, dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung,
hiperflexi, hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu
jarang karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan
diazepam dosis tinggi dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan
saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level
dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia,
aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog
30
dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara
menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi
trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin
tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yangkuat,
tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot
yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
Antikonvulsan
(Bila terjadi kejang)
Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN
________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam Stupor, Koma
32
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
______________________________________________________
Obat yang lazim digunakan ialah :
- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap
kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung)
dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.
- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau
tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila
ada gangguan saraf otonom.
- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan
dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.
Pada kasus :
- Rawat diruang Isolasi
- Debridement luka
- ATS 20.000 unit Antitoksin
- Ceftriaxone 2x1g Antibiotik
- Metronidazole 3x500mg Antibiotik
- Stesolid 2x10mgDiazepam
DAFTAR PUSTAKA
Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51.
http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
prmh279.htm
33
Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.
34