Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEORI BILANGAN

BARISAN BILANGAN BULAT, NOTASI PENJUMLAHAN


DAN PERKALIAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Teori Bilangan

Disusun oleh :

Ulin Liulinuha (200311858014)


Yulia Rahmawati (200311858025)
Gilbert Oralple (200311857316)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN MATEMATIKA

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FEBUARI 2021
1. Barisan (Barisan Bilangan)

Suatu barisan bilangan {an } terdiri dari bilangan-bilangan a 1 , a2 , a3 , …

a n=a1 , a2 , a3 , …

Dalam mempelajari teori bilangan, akan dijumpai banyak jenis dari barisan bilangan.
Berikut merupakan beberapa contoh dari barisan bilangan :

Contoh 1.7.
a) Barisan bilangan kuadrat dari bilangan bulat
Barisan bilangan {an }, dimana
a n=n2 dan n=1,2,3 , …
Maka suku-suku dari barisan bilangan {an } adalah sebagai berikut :
Untuk
o n=1 , a 1=12=1

o n=2, a 2=22=4
o n=3 , a3=3 2=9

Sehingga
{a n }=1,4,9 , …
b) Barisan bilangan 2n
Barisan bilangan {bn }, dimana
b n=2n dan n=1,2,3 , …
Maka suku-suku dari barisan bilangan {bn } adalah sebagai berikut :
Untuk
o n=1 , a 1=21=2

o n=2, a 2=22=4
o n=3 , a3=22=8

Sehingga
{b n }=2,4,8 , …

c) Barisan bilangan biner


Barisan bilangan {c n }, dimana
c n=0 , jika n=himpunan bilangan ganjil,
dan
c n=1 , jika n=himpunan bilangan genap
Maka suku-suku dari barisan bilangan {c n } adalah sebagai berikut :
Untuk
o n=1 , a 1=0
o n=2, a 2=1
o n=3 , a3=0
o n=3 , a4 =1

Sehingga
{c n }=0,1,0,1 , …

Terdapat banyak barisan bilangan yang mana setiap suku yang berurutan diperoleh dari
suku sebelumnya yang dikalikan dengan faktor persekutuan. Misalnya, setiap suku dalam
barisan bilangan 2n sama dengan 2 kali lipat suku sebelumnya.
{a n }=a1 , a 2 , a3 , …
{a n }=2,4,8 , …

Definisi.
Geometric Progression (Progresi Geometri) adalah suatu barisan
bilangan dalam bentuk
a , ar , ar 2 , ar 3 , … , ar k , … ,
dimana
a merupakan suku awal , r merupakanrasio persekutuan .
a dan r merupakan bilanganreal
Contoh 1.8.
Barisan bilangan { a n }, dimana
a n=3.5 n ,dan n=0,1,2 , … ,merupakan barisan geometri:
Diketahui:
suku awal (a)=3,
rasio persekutuan ( r )=5.
Maka suku-suku dari barisan bilangan {an } adalah sebagai berikut :
Untuk
o n=0 , a 0=3.5 0=3

o n=1, a 1=3.51 =15


o n=2 , a2=3. 52=75

Sehingga 3 suku pertama pada barisan geometri { a n } adalah
{a n }=3,15,75 , …

Catatan :Perhatikan bahwa barisan geometri dimulai dengan a 0. indeks dari suku-suku
yang berurutan pada suatu barisan bilangan dapat dimulai dengan 0 atau bilangan bulat
lain yang kita pilih.

Permasalahan umum yang sering dijumpai ketika mempelajari teori bilangan


adalah bagaimana cara untuk menemukan formula (rumus) atau aturan untuk menentukan
suku-suku dari suatu barisan bilangan. Meskipun hanya beberapa suku yang diketahui
(seperti mencoba mencari rumus suku ke−n pada triangular number (bilangan segitiga)
1+2+3+…+ n). Meskipun suku awal dari suatu barisan tidak mendefinisikan barisannya,
akan tetapi dengan mengetahui beberapa suku pertama dapat membantu dalam
memperkirakan rumus atau aturan untuk suku-suku tersebut. Perhatikan gambar
triangular number berikut.
Berdasarkan gambar, diketahui bahwa 6 suku pertama dari triangular number jika
dikonversi dalam bentuk barisan bilangan adalah sebagai berikut
T n=T 1 , T 2 , T 3 , T 4 ,T 5 ,T 6 , … ,dimana n=0,1,2,3,4,5,6 , …
T =1,3,6,10,15,21 ,…
Dengan memperhatikan 6 suku pertama pada barisan bilangan ini, didapat bahwa setiap
suku didapat dari suku sebelumnya ditambah n. Misalkan
Untuk n=2
T 2=T 1 +n
T 2=1+2=3
dst.
namun ini masih berupa dugaan awal, dan efektif untuk menentukan suku ke−n jika suku
sebelumnya diketahui. Akan tetapi jika diminta untuk menentukan suku ke−100 , tidak
akan efektif. Lebih lanjutnya untuk menentukan suku ke−n pada barisan bilangan
tersebut dapat menggunakan rumus
n(n+1)
T n= . dengan n=1,2,3,4,5,6 , …
2
Sehingga dapat ditentukan menentukan suku ke−100 dari barisan bilangan tersebut
dengan lebih efisien
1(1+1) 1( 2) 2
o n=1 , T 1= = = =1
2 2 2
2(2+ 1) 2(3) 6
o n=2 , T 2= = = =3
2 2 2
3(3+1) 3(4) 12
o n=3 , T 3= = = =6
2 2 2

100(100+1) 100(101) 10100


o n=100 , T 100= = = =5.050
2 2 2

Jadi suku ke−100 dari barisan bilangan (triangular number) tersebut adalah 5.050.

Contoh 1.9.
Perkirakan rumus untuk a n, dengan delapan suku pertama dari { a n } adalah
4,11,18,25,32,39,46,53.
a n=a1 , a2 , a3 , a4 , a5 , a6 , a7 , a8 .
a n=4,11,18,25,32,39,46,53
Dengan memperhatikan 8 suku pertama pada barisan bilangan ini, didapat bahwa setiap
suku didapat dari suku sebelumnya ditambah 7. Misalkan

Untuk n=2
a 3=a2 +7
a 3=11+7=18
dst.
sama hal nya dengan dengan rumus pada triangular number , rumus ini tidak efektik
untuk mencari nilai dari suku ke−n.
Akan tetapi dengan memperhatikan rumus awal tersebut, suku ke−nbisa menjadi suku
awal ditambah 7(n−1). Sehingga dapat diperkirakan bahwa rumus untuk barisan
bilangan tersebut adalah
a n=4 +7 ( n−1 )
¿ 7 n−3
Tentukan suku ke−57 dari suatu barisan bilangan yang delapan suku pertamanya adalah
4,11,18,25,32,39,46,53. Dengan n=1,2,3,4,5 , … !
o n=1 , a 1=7 n−3=7 ( 1 )−3=7−3=4
o n=2 , a 2=7 n−3=7 ( 2 )−3=14−3=11
o n=3 , a 3=7 n−3=7 ( 3 ) −3=21−3=18

o n=57 , a 57=7 n−3=7 ( 57 ) −3=399−3=396

Jadi suku ke−57 dari barisan bilangan tersebut adalah 396.
Barisan bilangan seperti pada Contoh 1.9. merupakan sebuah Arithmetic Progression
(Progresi Aritmatika)

Definisi
Arithmetic Progression merupakan sebuah barisan bilangan dalam
bentuk
a , a+ d , a+ 2d , … , a+nd , …

Barisan bilangan pada Contoh 1.9 mempunyai


Suku awal ( a ) =4 ,dan
Rasio persekutuan(d )=7

Contoh 1.10.
Perkirakan rumus untuk a n, dengan delapan suku pertama dari barisan bilangan

{a n } adalah 5,11,29,83,245,731,2189,6563.
a n=a1 , a2 , a3 , a4 , a5 , a6 , a7 , a8 .
a n=5,11,29,83,245,731,2189,6563
Dengan memperhatikan 8 suku pertama pada barisan bilangan ini, didapat bahwa setiap
suku kira-kira 3 kali lipat dari suku sebelumnya.
Dimisalkan rumus untuk suku-suku pada barisan bilangan {a n } adalah 3n . Maka barisan

bilangan { a n } dengan
a n=3n , dimana n=1,2,3

Adalah
o n=1 , a 1=31=3

o n=2 , a 2=32=9

o n=3 , a 3=33=¿ 27

Sehingga suku-suku dari barisan bilangan { a n } dengan a n=3n dan n=1,2,3 , …
a n=3,9,27,81,243,729,2187,6561
Perhatikan suku-suku pada barisan 2 barisan bilangan a n yang berbeda
1. an=5,11,29,83,245,731,2189,6563
2. an=3,9,27,81,243,729,2187,6561
Setiap indeks suku pada masing-masing barisan bilangan a n mempunyai beda sebesar 2.
 a 1=5−3=2

 a 2=11−9=2

 a 3=29−27=2

Sehingga dapat diperkirakan bahwa rumus untuk barisan bilangan tersebut adalah
a n=3n +2
Tentukan suku ke−10 dari suatu barisan bilangan yang delapan suku pertamanya adalah
5,11,29,83,245,731,2189,6563. Dengan n=1,2,3,4,5 , … !
o n=1 , a 1=3n +2=3 1+2=3+2=5

o n=2 , a 2=3n +2=3 2+2=9+2=11

o n=3 , a 3=3n +2=3 3+ 2=27+2=29



o n=10 , a 10=3n +2=310 +2=59.049+ 2=59.051
Jadi suku ke−10 dari barisan bilangan tersebut adalah 59.051
Contoh 1.11
Perkirakan rumus untuk a n, dengan sepuluh suku pertama dari barisan bilangan

{a n } adalah 1,1,2,3,5,8,13,21,34,55.
a n=a1 , a2 , a3 , a4 , a5 , a6 , a7 , a8 , a9 , a10 .
a n=1,1,2,3,5,8,13,21,34,55.
Dengan memperhatikan 10 suku pertama pada barisan bilangan ini, didapat bahwa
setelah kedua suku pertama (a 1 dan a 2) yang berarti suku ke−3 (a3 ) diperoleh dari
penjumlahan 2 suku sebelumnya. Misalkan
Untuk n=3
n=3 , a 3=a2 +a 1=1+1=2
dst.
Sehingga dapat diperkirakan bahwa rumus untuk barisan bilangan tersebut adalah
a n=an −1 +a n−2
untuk 3 ≤ n ≤10

Sekarang akan didefinisikan apa artinya suatu himpunan dapat disebut Countable
(dapat dihitung), dan menunjukkan bahwa suatu himpunan Countable jika dan hanya jika
elemen-elemennya dapat diurutkan sebagai suku dari suatu barisan bilangan.
A={a 0 , a1 , a2 , … }
Definisi
Himpunan disebut Countable (Dihitung) jika himpunan tersebut finite (hingga)
atau infinite (tak hingga) dan terdapat korespondensi satu-satu antara himpunan bilangan
bulat positif dan himpunan tersebut. Suatu himpunan yang tidak bisa dihitung disebut
Uncountable (tak terhitung).
Himpunan tak hingga dapat dihitung jika dan hanya jika elemennya dapat
didaftarkan sebagai persyaratan a urutan diindeks oleh urutan bilangan bulat positif.
Untuk melihat ini, cukup perhatikan bahwa korespondensi satu-satu ke f dari himpunan
bilangan bulat positif ke himpunan S persis sama dengan daftar elemen himpunan dalam
urutan a 1, a 2,…, a n,…, dimana a i = f(i)

Contoh 1.12.

Himpunan bilangan bulat dapat dihitung, karena bilangan bulat dimulai dengan 0, diikuti
oleh 1 dan -1, diikuti oleh 2 dan -2, dan seterusnya. Menghasilkan barisan 0, 1, -1, 2, -2,
3, -3, ..., dimana a 1 = 0, a 2n= n, dan a 2n + l = -n untuk n = 1, 2, .. .

Untuk n = 1

a 1 = 0, a 2 = 1, a 3 = -1

untuk n = 2

a 4 = 2, a 5 = -2

Apakah himpunan bilangan rasional dapat dihitung?

Yang pertama, mungkin atau tidak bahwa akan ada korespondensi satu-ke-satu antara
himpunan bilangan bulat positif dan himpunan semua bilangan rasional. Namun, ada
korespondensi seperti yang ditunjukkan oleh teorema berikut.

Teorema 1.4. Himpunan bilangan rasional dapat dihitung.

Bukti. Kita dapat membuat daftar bilangan rasional sebagai sesuai dengan syarat, sebagai
berikut. Pertama, kami menyusun semua bilangan rasional dalam dua dimensi, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Kami menempatkan semua pecahan dengan
penyebut 1 di baris pertama. Menempatkan pecahan dengan pembilang tertentu dalam
posisi pembilang ini, menempati daftar semua bilangan bulat yang diberikan dalam
Contoh 1 .12. Selanjutnya, kita mendaftar semua pecahan pada diagonal yang berurutan,
mengikuti urutan yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Akhirnya, kami menghapus dari
daftar semua pecahan yang mewakili bilangan rasional yang telah terdaftar. (Misalnya,
kami tidak mencantumkan 2/2, karena kami telah mencantumkan 1/1).
Suku awal dari barisan tersebut adalah 0/1 = 0, 1/1 = 1, -1 / 1 = -1, 1/2, 1/3, -1/2, 2/1 = 2,
-2/1 = -2, -1/3, 1/4, dan seterusnya), untuk melihat bahwa prosedur ini mencantumkan
semua bilangan rasional sebagai suku-suku suatu barisan. Gambar diatas menunjukkan
bahwa bilangan rasional dapat dihitung.

Pemjumlahan Dan Perkalian

Karena penjumlahan dan perkalian muncul begitu sering dalam pembelajaran teori
bilangan, sekarang kami memperkenalkan notasi untuk penjumlahan dan perkalian.
Notasi berikut merepresentasikan penjumlahan bilangan a 1, , a2 ,… …, an , :

Huruf k, indeks penjumlahan, adalah "variabel buatan" dan dapat diganti dengan huruf
apa pun. Contohnya,

Kami juga mencatat bahwa, dalam notasi penjumlahan, indeks penjumlahan dapat
berkisar antara dua bilangan bulat, selama batas bawah tidak melebihi batas atas. Jika m
dan n adalah bilangan bulat sehingga m≤ n. Maka
n

∑ ak ¿ am +a m+1 +¿ …+ an ¿
k=m

contohnya
5 2 1
3 3
∑ k 2=32 + 42 +52=50, ∑ 3k =30 +3 1+3 2=13, dan ∑ k 3=(−2 ) + (−1 ) +03 +13 =−8 .
k =3 k=0 k=−2
Kita perlu mempertimbngkan indeks penjumlahan berkisar pada semua bilangan bulat
yang memiliki sifat tertentu. Kita dapat menggunakan notasi penjumlahan untuk
menentukan sifat tertentu yang harus dimiliki indeks istilah dengan indeks tersebut
disertakan dalam penjumlahan. Penggunaan notasi diilustrasikan dalam contoh sebagai
berikut.
Contoh 1.14. Dapat kita lihat

karena batas dalam penjumlahan adalah semua variabel j adalah bilangan bulat tidak
melebihi 10 yang merupakan kuadrat sempurna.
Tiga sifat berikut untuk penjumlahan sering berguna. Sebagai berkut.

Selanjutnya,terdapat beberapa rumus penjumlahan yang digunakan. Kita perlu


mengevaluasi jumlah batas berurutan dari deret geometris. Dimana rumus untuk jumlah
tersebut dapat diturunkan sebaga berikut.
Contoh 1.15. Untuk mengevaluasi

n
S=∑ ar j
j=0

jumlah dari n + 1 suku pertama dari deret geometri a, ar, ..., ar k, ... , Kami mengalikan

n
j
sisi dengan r dan memanipulasi jumlah yang dihasilkan untuk menemukan:rS=r ∑ ar
j=0

n
¿ ∑ ar j+1
j=0

n+1
¿ ∑ ar k (memindahkan indeks penjumlahan, mengambil k = j + 1)
k=1
n
¿ ∑ ar k +(ar n+1−a) (menghapus batas dengan k = n + 1dari himpunan dan
k=0

menambahkan batas dengan k = 0)

¿ S+( ar n+1 −a)

Oleh karena itu:

rS=S+(ar n +1−a)

Dalam memecahkan masalah S untuk r≠ 1

ar n+1 −a
S=
r −1

Memecahkan masalah untuk S ketika r = 1 kita peroleh

n n
j
∑ ar =¿ ∑ a=¿ ( n+1 ) a ¿¿
j=0 k=0

Contoh 1.16.

Mengambil a = 3, r = -5, dan n = 6 dalam rumus yang ada di contoh 1.15

6 7
∑ 3 (−5)j= 3(−5)
−5−1
−3
=39,063
j=0

Contoh dibawah ini menunjukkan bahwa jumlah dari n pertama perpangkatan dari 2 yang
berdekatan adalah 1 kurang dari perpangkatan dari 2 berikutnya.

Contoh 1.17

Diberikan n adalah bilangan bulat positif. Untuk menentukan jumlahnya.

∑ 2k =20 +21 +22+ …+2n


k=0

¿ 1+2+22 +…+2n

Dengan menggunakan pada contoh 1.15, dengan a = 1 dan r = 2 dan n merupakan


bilangan bulat positif yang dimisalkan = 4 maka diperoleh.
2 n 2n +1−1 n+1
1+2+2 +…+2 = =2 −1
2−1

2 3 24 +1−1
4
1+2+2 +2 +2 =
2−1

¿ 25−1

¿ 32−1=31

n
Suatu penjumlahan dari bentuk ∑ (a j ¿−a j−1) ¿ dimana a 0 , a1 , a2 ,… . an merupakan deret
j=1

penjumalahan yang biasa dinamakan dengan telescoping.

∑ a j −a j−1=( a1 −a0 ) +( a2−a 1) + …+( an−an−1)


j=1

¿ ( a n−a 0 )

Contoh 1.18
Triangular numbers (bilangan segitiga) t 1, t 2 , t 3 , … … , t k , … adalah sebuah barisan
bilangan ketika t k adalah banyak (titik-titik) dalam susunan segitiga dari k baris dengan j
dots (titik-titik) dalam baris ke− j.
Gambar 1.2 mengilustrasikan bahwa t k merupakan penjumlahan titik-titik yang memuat
satu elemen lebih banyak dari baris sebelumnya.dimana k = 1,2,3,4, dan 5

Selanjutnya, kita akan menentukan rumus bilangan segitiga ke-n


Contoh 1.19
Bagaimana cara menemukan rumus ke-n dari bilangan segitiga ?
Yakni dengan menggunakan
(k + 1)2−k 2=2 k +1
k +12−k 2 1
k= −
2 2

Ketika k = 1,2,3,4 dn 5, sehingga didapatkan


n
t n= ∑ k
k=1

=¿
( n+1 )2 1 n
¿ ( 2 )
− −
2 2

n2 +2 n+1−1 n
¿ −
2 2
(n2 +2 n) n
¿ −
2 2
(n2 +n)
¿
2
n(n+1)
¿
2
Sehingga dapat disimpulkan untuk menentukan rumus bilangan segitiga ke-n yaitu

n(n+1)
t n=
2

Kami juga mendefinisikan notation products (notasi perkalian), yang hampir sama
dengan penjumlahan, dengan a 1 , a2 , a 3 , … … , a n sehingga dapat dinotasikan dengan
n

∏ a j=a1 . a2 .a 3 … a n
j=1
Huruf j yang digunakan sebagai indeks disebut “variabel dummy”, dan huruf j dapat
diganti oleh sembarang huruf yang lain.

Contoh 1.20

Untuk mengilustrasikan notasi perkalian, kita mempunyai

∏ j=1.2 .3 .4 .5=120
j=1

∏ 2=2 .2 . 2. 2 . 2=25=32
j=1
5

∏ 2 j=2. 21 . 22 .23 .2 4 .25=215


j=1

Factorial function (fungsi faktorial) ini banyak muncul dalam teori bilangan.

Definisi
Ketika n merupakan bilangan bulat positif yang dinotasikan
dengan n ! (dibaca n factorial) adalah perkalian bilangan bulat dari
1,2,3,….,n.

n !=n × ( n−1 ) × ( n−2 ) … . ×2 ×1


kami juga menetapkan bahwa 0 !=1.
n
Untuk mengisyaratkan notasi perkalian kita punya n !=∏ j
j=1

 Pembuktian 0 !=1.
Seperti yang diketahui bahwa :
n !=n × ( n−1 ) × ( n−2 ) … . ×2 ×1
Karena
( n−1 ) !=¿ ( n−1 ) × ( n−2 ) … . ×2 ×1
Maka
n !=n × ( n−1 ) ! Atau jika dibalik
n × ( n−1 ) ! = n ! Dengan kedua sisi dibagi dengan n
n!
( n−1 ) != masukan nilai n = 1, maka
n
1!
( 1−1 ) !=
1
1
0 !=
1
0 !=1

Contoh 1.21
Dengan menggunakan rumus n !=n × ( n−1 ) × ( n−2 ) × … .× 2× 1
1 !=¿ n
¿1
4 !=n× ( n−1 ) × ( n−2 ) × ( n−3 )
¿ 4 ×3 ×2 ×1=24
12 !=n× ( n−1 ) × ( n−2 ) × ( n−3 ) ×… … . ×2 ×1
¿ 12× 11 ×10 ×9 × 8 ×7 ×6 × 5× 4 × 3 ×2 ×1=479.001.600

Anda mungkin juga menyukai