Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA PASIEN DENGAN SECTION CAESAREA INDIKASI CPD


( CHEPALO PELVIK DISPROPORTION ) DI RUANG ALZITUN
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

DISUSUN OLEH:

WIDIA MEI LINAGGITA PUTRI

2011040079

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021
A. PENGERTIAN
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gr atau umur kehamilan
> 28 minggu (Manuaba, 2012). Sectio caesarea merupakan tindakan melahirkan
bayi melalui insisi (membuat sayatan) didepan uterus. Sectio caesarea merupakan
metode yang paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih merupakan
prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali dalam
keadaan darurat menurut Hartono (2014).
2. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri.
Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di
bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah
panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu
mekanisme persalinan normal.
3. Post Partum
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa nifas dibagi dalam 3 periode,
yang pertama yaitu puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.. Yang kedua, Puerperium intermedial yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lama 6-8 minggu. Yang ketiga Remote
puerperium adalah waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.Waktu
untuk sehat sempurna biasa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. Post
partum adalah suatu masa antara pelahiran sampai organ- organ reproduksi
kembali ke keadaan sebelum masa hamil (Reeder Martin, 2011)

B. ETIOLOGI

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus,
janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi
menjadi tiga yaitu :
1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2) Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.
3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya.  Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele, panggul
robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma,
fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang
menyempit seluruhnya, yaitu sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas
panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual
yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas
panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5
cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan
persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau
diameter transversal kurang dari 12 cm.
2) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah
panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan
terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps
tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat
didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.
Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu
bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau
kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan
pintu tengah panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang
normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu
juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu
berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit
adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :
a. Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan
ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam.
Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin,
Oseander, Collin, Boudeloque dan sebagainya. Yang diukur adalah :
 Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat
yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari
spina iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.
 Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas
simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
 Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga
menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung jarak dari tulang
kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul
dan pintu tengah panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal.
(Aflah Nur, 2010).

c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan
ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang
panggul.
5. Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang
melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan
bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan
berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal,
biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin
yang beratnya kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya
terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Adanya abnormalitas terhadap perkembangan kehamilnnya
b. Serviks berhenti melebar
c. Tidak kunjung melahirkan
d. Kondisi bayi yang tidak turun melalui panggul
D. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa ,
ketuban pecah dini,untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar
dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum
baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan
dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan
prinsip steril. Nyeri karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadapjanin maupun ibu,
anestesi umum menyebabkan bayi lahir dalam keadaan apneu yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruh anestesi bagi
ibu yaitu terhadap tonus uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup Anestesi ini mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah
makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan
peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan
pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2008)
E. PHATWAYS
Indikasi Ibu: (1) Panggul sempit Indikasi Janin: (1) Kelainan
absolut; (2) Tumor jalan lahir; letak; (2) gawat janin.
(3) Stenosis serviks/vagina; (4)
Plasenra previa; (5) Disproporsi
sefalopelvik; (6) Ruptura uteri.

Sectio caesarea

Dilakukan anestesi Dilakukan insisi

Terjadi immobilasi Defisit Terputusnya jaringan,


Perawatan
pembuluh darah, dan syaraf
Diri
syaraf
Hambatan
Mobilitas Fisik
Terdapat luka post operasi Keluarnya histamin
Post dee entry dan prostaglandin

Resiko Nyeri Akut


Infeksi

Gambar 2.1: Pathways Sectio Caesarea (Prawirohardjo, 2010)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG ( Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
2. Tes LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
3. Laboratorium Darah
Untuk mengetahui leukosit

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum
Perawatan pasca bedah menurut Mochtar (2010)
a. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan natrium clorida lalu di tutup dengan luka kasa
dan di ganti secara periodic.
b. Pemberian cairan
Setelah 24 jam pertama klien pada pasca operasi, maka pemberian cairan per
infus harus banyak mengandung elektrolit yang diperlukan agar jaringan tidak
terjadi hipertermi, dehidrasi dan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang diberikan biasanya ringer laktat. Apabila kadar Hb rendah berikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Diit
Pemberian cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian makanan dan minuman per oral. Sebenarnya pemberian
cairan diperbolehkan pada 6-10 jam pasca operasi berupa air putih. Setelah
diperbolehkan minum pada hari pertama, obat-obatan diberikan secara oral.
Makanan diberikan langsung nasi.
d. Nyeri
Dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi dan untuk
mengurangi dapat di berikan obat-obatan anti sakit dan penenang. Setelah hari
pertama atau kedua rasa nyeri hilang sendiri
e. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus beristirahat tidur terlentang selama 8
jam pasca persalinan, kemudian boleh miring kekanan dan kekiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke dua di
perbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari ke empat lima boleh
pulang.
f. Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dilakukan sejak wanita hamil, supaya puting susu
lemas, tidak kasar dan kering sebagai persiapan untuk menyususi bayinya.
g. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan-perubahan pada kelenjar mamae :
1) Peliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak
bertambah.
2) Keluar jaringan susu dari duktus laktiferus yang disebabkan kolostrum
berwarna kuning putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian diaman vena-vena
berdilatasi sehingga tampak jelas.

H. FOKUS PENGKAJIAN

Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan pada praktik keperawatan


yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis
dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat yang
berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respons pasien terhadap
penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2010).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga aktvitas
dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah dan mengatur data
yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka
kembali (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani (2017)
yaitu sebagai berikut:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa
medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda
vital.
b. Keluhan utama: nyeri pada area post operasi
c. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien
operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (plasenta
previa)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
f. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet
ditentukan)
4) Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh.
8) Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan
atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasikan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Masalah-masalah atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
post operasi sectio caesarea menurut NANDA (2015), diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi berhubungan
dengan kelemahan

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan
dari pasien dan atau tindakan mandiri yaitu yang harus dilakukan oleh perawat dan
tindakan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya. Intervensi
dilakukan untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan (Mayasari, 2012).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
Tujuan, Kriteria Intervensi (NIC) Rasional
Hasil
NOC: 1. Observasi tingkat 1. Mengetahui sampai
1. Kontrol Nyeri nyeri mana tingkat nyeri
2. Tingkat Nyeri yang dialami oleh
klien
Kriteria Hasil:
1. Menggunakan 2. Observasi tanda- 2. Melihat perkembangan
tindakan tanda vital klien keadaan umum klien
pengurangan dimana rangsang nyeri
[nyeri] tanpa dapat meningkatkan
analgesik. tanda-tanda vital
2. Melaporkan
perubahan 3. Mengalihkan perhatian
terhadap gejala ke hal yang lain
nyeri pada 3. Atur posisi sehingga tidak terlalu
profesional berbaring fokus pada nyeri
kesehatan. misalnya dengan
3. Nyeri yang posisi supine 4. Dengan posisi ini
dilaporkan: ringan. dapat mengurangi
4. Ekspresi nyeri tekanan pada area
wajah: tidak ada. operasi sehingga rasa
5. Mengernyit: tidak 4. Lakukan teknik nyeri berkurang
ada distraksi
6. Fokus menyempit: 5. Relaksasi dengan cara
tidak ada. menarik nafas dalam
7. Ketegangan otot: membuat otot – otot
tidak ada. rileks sehingga nyeri
5. Ajarkan teknik berkurang
relaksasi dengan
menarik nafas 6. Membantu dalam
dalam saat nyeri mengurangi rasa nyeri,
timbul dengan memblokade
pusat hantaran nyeri

6. Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik : injeksi
ketorolac
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Tujuan, Intervensi (NIC) Rasional


Kriteria Hasil
NOC: 1. Pantau kemampuan 1. Mengetahui sampai
1. Ambulasi klien dalam sejauh mana
2. Pergerakan beraktivitas kemampuan klien
dalam beraktivitas
Kriteria Hasil:
1. Berjalan dengan 2. Bantu klien dalam 2. Untuk memandirikan
langkah yang memenuhi ibu dan
efektif kebutuhannya meminimalkan
2. Berjalan dalam terjadinya kelemahan
jarak yang dekat fisik yang lebih lanjut
(< 1 blok/20
meter). 3. Mobilisasi
3. Berjalan 3. Bantu klien untuk meningkatkan
mengelilingi mobilisasi secara sirkulasi darah
kamar: tidak bertahap sehingga
terganggu. mempercepat
4. Bergerak penyembuhan luka,
dengan mudah: nyeri berkurang, klien
tidak terganggu. dapat bergerak atau
beraktivitas tanpa
adanya keluhan nyeri

4. Meningkatkan
pengetahuan ibu
4. Berikan pendidikan tentang pentingnya
kesehatan perihal mobilisasi sehingga
tentang pentingnya memotivasi ibu untuk
mobilisasi post SC melakukannya
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan, Kriteria Intervensi (NIC) Rasional


Hasil
NOC: 1. Monitor tanda- 1. Deteksi dini terhadap
1. Status maternal: tanda vital serta adanya tanda – tanda
post partum. tanda – tanda infeksi. Adanya warna
2. Penyembuhan infeksi (jumlah, yang lebih gelap
luka: primer. warna, dan bau disertai bau tidak enak
dari luka operasi) mungkin merupakan
Kriteria Hasil: tanda infeksi
1. Penyembuhan
insisi: tidak ada 2. Mencegah masuknya
deviasi dari kisaran mikroorganisme
normal. melalui luka operasi
2. Jumlah darah 2. Rawat luka
putih: tidak ada dengan teknik 3. Protein berperan
deviasi dari kisaran septik dan mengganti sel – sel
normal. antiseptik yang rusak dan
3. Infeksi: tidak ada. meningkatkan daya
4. Eritema di sekitar tahan tubuh
luka: tidak ada 3. Anjurkan klien
5. Peningkatan suhu untuk 4. Mobilisasi
kulit: tidak ada mengkonsumsi meningkatkan sirkulasi
6. Bau luka busuk: makanan tinggi darah sehingga
tidak ada. protein dan intake mempercepat
cairan yang penyembuhan luka
adekuat
5. Mencegah faktor
4. Anjurkan klien resiko penularan
untuk mobilisasi
secara bertahap

5. Anjurkan klien
untuk menjaga
kebersihan vulva /
tubuh / area 6. Memblok invasi
operasi, berkembangbiaknya
meminimalkan mikroorganisme
infeksi dengan merubah PH
nasokomial jaringan sesuai dengan
dengan menjaga spektrum antibiotik
kebersihan yang digunakan
lingkungan dan
batasi pengunjung
6. Kolaborasi dalam
penatalaksanaan
pemberian
antibiotik : injeksi
cefotaxime

d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi berhubungan


dengan kelemahan
Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
NOC: 1. Monitor 1. Mengetahui sejauh
1. Perawatan Diri: kemampuan mana kemampuan
Kebersihan perawatan diri klien dalam merawat
secara mandiri diri secara mandiri
Kriteria Hasil: dan sebagai data
1. Mempertahankan dasar untuk dilakukan
kebersihan tubuh intervensi selanjutnya
2. Kekuatan tubuh klien
dapat meningkat 2. Membantu memenuhi
kebutuhan perawatan
2. Berikan bantuan diri klien
sampai klien
mampu melakukan
perawatan diri
secara mandiri 3. Melatih kemandirian
klien dalam
3. Dorong memenuhi kebutuhan
kemandirian klien, perawatan dirinya
tapi bantu ketika
klien tak mampu
melakukannya 4. Melakukan aktivitas
secara bertahap dapat
4. Motivasi klien melatih kemandirian
untuk melakukan klien dalam
aktivitas secara perawatan diri
bertahap
5. Orang tua/keluarga
dapat kooperatif
dengan perawat,
5. Ajarkan orang sehingga dapat
tua/keluarga untuk melatih kemandirian
mendukung klien dan dapat
kemandirian membantu klien
dengan membantu memenuhi perawatan
hanya ketika klien diri ketika perawat
tak mampu tidak ada.
melakukan
perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Hamsah, Azmir. Cephalo Pelvic Disporpotion (Cpd). Diakses pada tanggal 6 januari 2018
pukul 00.05 http://azmirhamsah-bloggers.blogspot.co.id/2016/04/cephalo-pelvic-
disporpotion-cpd.html

Hartono, 2014. Pengertian Sectio Caesarea. Jakarta

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC

Manuaba, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

Manuaba, 2009. Indikasi Sectio Caesarea. Yogyakarta: Nuha Medika

Muchtar, 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Reeder, Martin. 2011. Post Partum. Jakarta: Bina Pustaka

Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP,
2008.

Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai