Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

Harga diri rendah . Isolasi sosial, Halusinasi, Waham, perilaku kekerasan,


defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri

Nama Dosen Pengajar : Ns. Suwarningsih, S.Kep , M.Kep

Disusun Oleh

Nama : Riyan Firman Maulana


Nim : 1032181024
Prodi : S1 Keperawatan

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA
T.A 2019-2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. ( Towsend,2008)
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat
BA,2006)
2. Penyebab
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuannya.( Yosep,2009)
Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang
mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan
faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
sosial.(Stuart & Sundeen, 2006)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara
situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah
sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik
atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat
dirawat.( Yosep,2009)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal.(Townsend,2008)

2. Jenis
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi
merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri.
Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang
kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang
tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai. (Makhripah D & Iskandar, 2012)
b. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan
pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
(Makhripah D & Iskandar, 2012)

3. Rentang Respona.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Akualisasi Konsep Harga Diri Keracunan


Depersonalisasi
Diri Diri Rendah Identitas

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun
yang negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)

b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya
yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak
dapat membina hubungan baik dengan orang lain.(Eko P,2014)

4. Proses terjadinya masalah.


a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011)
adalah penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri
yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran,bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.
Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi gangguan peran
adalah :
(1) Stereotipik peran seks
(2) Tuntutan peran kerja
(3) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :
(a) Ketidakpercayaan orang tua
(b) Tekanan dari peer gruup
(c) Perubahan struktur sosial( Herman,2011)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota
tubuh,berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma
emosi seperti penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-
anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampumelakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering
dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak
peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan
peran yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran
terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau
bingung tentang peran yang sesui
(a)Trauma peran perkembangan
(b)Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
(c)Transisi peran situasi
(d)Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
(e)Transisi peran sehat-sakit
(f)Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian
tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur
medis dan keperawatan. ( Herman,2011)
3) Perilaku
(a) Citra tubuh
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau
cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri
yang tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
(b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,
produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan
peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan
kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada
diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa
bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
(c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif,
perasaan hampa, perasaan mengambang tentang diri, kehancuran
gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu empati pada orang
lain, masalah estimasi
(d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat,
kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan.
Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas
diri,sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh,
dunia seperti dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu,
gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian,
kepribadian ganda. ( Herman,2011)
5. Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Menarik diri dari hubungan social
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Perasaan lemah dan takut
e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
g. Hidup yang berpolarisasi
h. Ketidakmampuan menentukan tujuan
i. Merasionalisasi penolakan
j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )Sedangkan
menurut Stuart (2006) tanda-tanda klien dengan hargadiri rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. .Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri

6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang
rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini menyebutkan penampilan
seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuanya. Ketika seseorang mengalami
harga diri rendah,maka akan berdampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari
kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik diri.( Eko P,2014)
Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi
sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah
laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
(DEPKES,2003)

1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang


terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.Mekanisme pertahanan ego termasuk
penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement,
berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk ). (Stuart,2006)
C. Pohon Masalah

Isolasi Sosial
Effect

Harga Diri Rendah Kronik


Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif


Causa

Isolasi SosialeffectGambar : Mukhripah D& Iskandar (2012)

2) Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
a) Isolasi sosial : Menarik diri
Data Mayor
Subyektif : - mengatakan malas berinteraksi
- mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
- merasa orang lain tidak selevel

Obyektif : - menyendiri
- mengurung diri
- tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain
Data Minor
Subyektif : - curiga dengan orang lain
- mendengar suara-suara / melihat bayangan
- merasa tak berguna
Obyektif : - mematung
- mondar mandir tanpa arah
- tidak berinisiatif berhubungan dengan orang lain
b) Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Data Mayor
Subyektif : - mengeluh hidup tidak bermakna
- tidak memiliki kelebihan apapun
- merasa jelek
Obyektif: - kontak mata kurang
- tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain

Data Minor
Subyektif: - mengatakan malas
- putus asa
- ingin mati
Obyektif: - tampak malas-malasan
- Produktivitas menurun

3.Diagnosa Keperawatan
a) Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
b) Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
tidak efektif .
D. Rencana Tindakan Keperawatan

N
Dx
o Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
keperawatan
dx
1. Isolasi sosial TUM : klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain

TUK:
1. Klien dapat 1. Klien menunjukan 1. Bina hubungan saling
mengidentifikasi tanda-tanda percaya dengan:
isolasi sosial percaya kepada / a. Beri salam setiap
yang di alami terhadap perawat : interaksi
Latihan a. Wajah cerah, b. perkenalan nama, nama
berkenalan. tersenyum panggilan perawat, dan
b. Mau berkenalan tujuan perawat
c. Ada kontak berkenalan
mata c. tanyakan dan panggil
d. Bersedia nama kesukaan klien
menceritakan d. tunjukan sikap jujur dan
perasaan menempati janji setiap
e. Bersedia kali berinteraksi
mengungkapkan e. tanyakan perasaan klien
masalahnya dan masalah yang
dihadapi klien
f. buat kontrak interaksi
2. Klien dapat yang jelas.
menyebutkan g. Dengarkan dengan
minimal satu penuh perhatian ekspresi
penyebab perasaan klien
menarik diri 2. - Tanyakan pada klien
dari : tentang:
a. Diri sendiri a.Orang yang tinggal
b. Orang lain serumah/teman
c. Lingkungan sekamar klien
b.Orang yang paling
dekat dengan klien di
rumah/di ruang
perawatan
c. Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
d.Orang yang tidak dekat
denga klien di rumah/
3. Klien dapat di ruang perawatan
menyebutkan e. Apa yang membuat
keuntungan klien tidak dekat
berhubungan dengan orang tersebut
sosial misalnya : f. Upaya yang sudah di
a. Banyak lakukan agar dekat
teman dengan orang lain
b. Tidak - diskusikan dengan klien
kesepian penyebab menarik diri
c. Bisa diskusi atau tidak mau bergaul
dengan orang lain
- beri pujian terhadap
kemapuan klien
mengungkapkan
perasaan
3. Tanyakan pada klien
tentang :
a. Manfaat hubungan sosial
b. Kerugian menarik diri
- diskusikan Bersama
klien tentang manfaat
berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri
beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya.

E. Referensi
1. Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika.
2. Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama.
3. Prabowo, E. (2014). Konsep&Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.Yogyakarta :
Nuhamedika.

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial: menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya (Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat,
2001)
2. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisiBeberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah:
1) Faktor perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang
harus dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah lakucuriga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini,
agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budayaIsolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktorpendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat
juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
3) Faktor biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang jelas mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologiTingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)

3. Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan
bahwamanusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu
juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Bekerja Sama Ketergantungan Narcisme
Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.(Trimelia, 2011: 9)

4. Proses terjadinya masalah.


a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiaptahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif.(Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptive

3) Faktor sosial budaya


Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal
ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif
seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Seseorang anggota keluarga menerima pesan
yangsalingbertentangandalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah
sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.(Prabowo,
2014: 111)

5. Tanda dan gejalaa.


a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya(Trimelia, 2011:
15)
6. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami
pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

C. Pohon masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori


Halusinasi
Effect

Isolasi Sosial : Menarik Diri


Core Problem

Gangguan Konsep Diri


Harga Diri Rendah
Causa

2. masalah Keperawatan dan data yang diperlu dikaji (data mayor & minor)
Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim, hangat, terbuka, dan interdependen
dengan orang lain.
 Data mayor :
Subyektif:
 Mengatakan malas berinteraksi
 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
 Merasa orang lain tidak selevel

Obyektif:
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain

 Data minor :
Subyektif:
 Curiga dengan orang lain
 Mendengar suara-suara / melihat bayangan
 Merasa tak berguna
Obyektif:
 Mematung
 Mondar-mandir tanpa arah
 Tidak berinisiatif berhubungan dengan orang lain
3. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
(Prabowo, 2014: 114)

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :

1. Klien dapat Tindakan :


membina 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
hubungan saling komunikasi terapeutik dengan cara :
percaya  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat Tindakan:
menyebutkan 2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
penyebab tanda-tandanya.
menarik diri 2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat Tindakan :
menyebutkan 3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
keuntungan terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
berhubungan 3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
dengan orang berhubungan dengan orang lain
lain dan a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
kerugian tidak tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
berhubungan b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang dengan orang lain
lain. c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain

Tindakan:
4. Klien dapat 4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
melaksanakan 4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
hubungan sosial
melalui tahap :
▪ K–P
▪ K – P – P lain
▪ K – P – P lain – K lain
▪ K – Kel/Klp/Masy

4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah


dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

5. Klien dapat Tindakan:


mengungkap 5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
kan perasaannya berhubungan dengan orang lain
setelah 5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan berhubungan dengan orang lain.
dengan orang 5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
lain mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat Tindakan:


memberdayakan 6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
sistem ▪ Salam, perkenalan diri
pendukung atau ▪ Jelaskan tujuan
keluarga ▪ Buat kontrak
▪ Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪ Perilaku menarik diri
▪ Penyebab perilaku menarik diri
▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.

E. Referensi
1. Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
2. Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
3. Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
4. Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua system penginderaan pada seseorang dalam
keadaan sadar penuh ( baik ).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi , suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.
2. Penyebab
Penyebab perubahan sensori persepsi halusinasi adalah isolasi social. Isolasi social adalah
opercobaan untuk mengindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Tanda-gejala isolasi social :
- Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
- Menghindar dari orang lain
- Komunikasi kurang / tidak ada
- Tidak ada kontak mata
- Tidak melakukan aktivitas sehari-hari
- Berdiam diri di kamar
- Mobilitas kurang
- Posisi janin saat tidur

Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:a.
BiologisAbnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan responneurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitianyang berikut :
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi


yangsignifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum).Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
- PsikologisKeluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasirealitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.c.
- Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan,konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertaistress.

Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:a.
- BiologisGangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasiserta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkanketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima
oleh otak untukdiinterpretasikan.
- Stress lingkungan
- Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untukmenentukan terjadinya gangguan perilaku.
- Sumber kopingSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Tanda dan gejala


Gejala dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
a. Tahap 1 (comforting)
- Tertawa tidak sesuai dengan situasi
- Menggerakkan bibir tanpa bicara
- Bicara lambatb.

Tahap 2 (condemning)
- Cemas
- Konsentrasi menurun
- Ketidakmampuan membedakan realita

c. Tahap 3
- Pasien cenderung mengikuti halusinasi
- Kesulitan berhubungan dgn orla
- Perhatian dan konsentrasi menurut
- Afek labil
- Kecemasan berat ( berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

d. Tahap 4 (controlling)
- Pasien mengikuti halusinasi
- Pasien tidak mampu mengendalikan diri
- Tidak mampu mengikuti perintah nyata
- Beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

4. Akibat
Akibat dari perubahan sensoori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain
dan lingkungan. Adalah suatu suatu perilaku maladaptive dalam memanifestasikanperasaan marah
yang dialami oleh sesorang. Perilaku tersebut dapat berupa menciderai diri sendiri, melalukan
penganiayaan terhadap orang lain dan merusak lingkungan.
Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai suatu ancaman ( stuart dan Sundeen,1995).
Perasaan marah sendiri merupakan suatu hal yang wajar sepanjang perilaku yang dimanifestasikan
berada pada rentang adaptif.

C. 1. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi ; halusinasi

Isolasi sosial

2. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data yang perlu dikaji
Data Mayor :
Subyektif
- Mengatakan mendengar suara bisikan / melihat bayangan

Obyektif
- Bicara Sendiri
- Tertawa sendiri
- Marah tanpa sebab

Data Minor :
Subyektif
- Mengatakan kesal
- Menyatakan senang dengan suara – suara

Obyektif
- Menyendiri
- Melamun
3. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :

1. Klien dapat Tindakan :


membina 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
hubungan komunikasi terapeutik dengan cara :
saling percaya a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
dasar untuk b. Perkenalkan diri dengan sopan
kelancaran c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
hubungan d. Jelaskan tujuan pertemuan
interaksi e. Jujur dan menepati janji
seanjutnya f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien

2. Klien dapat Tindakan :


mengenal 2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
halusinasi 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
Nya dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
Tindakan :
3. Klien dapat 3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
mengontrol terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
halusinasinya 3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi

4. Klien Tindakan :
mendapat 4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
dukungan dari halusinasi
keluarga 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
dalam kunjungan rumah):
mengontrol a. Gejala halusinasi yang dialami klien
halusinasinya b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau
orang lain

5. Klien Tindakan :
memanfaatka 5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
n obat dengan dan manfaat minum obat
baik 5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya
5.3 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.4 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
E. REFRENSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Kasus ( Masalah Utama )
.Perubahan Proses Pikir: Waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

2. Penyebab dari Waham

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Faktor Predisposisi
- Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon biologis yang maladaptif.
- Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
- Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
- Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

Faktor Presipitasi
- Proses pengolahan informasi yang berlebihan
- Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
- Adanya gejala pemicu

3. Tanda dan Gejala


- Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
- Klien tampak tidak mempunyai orang lain
- Curiga
- bermusuhan
- Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
- Takut dan sangat waspada
- Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
- Ekspresi wajah tegang
- Mudah tersingung
- Akibat Yang Sering Muncul
4. Akibat Yang Sering Muncul
- Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat) Cara berpikir magis dan primitif, perhatian,
isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
- Fungsi persepsi adalah Depersonalisasi dan halusinasi
- Fungsi emosi adalah Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
- Fungsi motorik adalah Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
- Fungsi sosial : kesepian
- Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

C. 1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain


dan lingkungan

Perubahan Proses Pikir:


Waham

Harga Diri Rendah

2. Masalah Keperawatan Yang Perlu di Kaji


Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham
Data Yang perlu dikaji : Mayor
Subyektif :
- Merasa curiga
- Merasa cemburu merasa di ancam/ diguna guna
- Merasa sebagai orang hebat
- Merasa memiliki kekuatan luar biasa
- Merasa sakit / rusak organ tubuh
- Merasa sudah mati

Obyektif :

- Marah marah tanpa sebab


- Banyak kata

Data Minor
Subyektif :
- Merasa orang lain menjauh
- Merasa tidak ada yang mau mengerti
Obyektif :
- Marah – marah karena alasan sepele
- Menyendiri

3. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Proses Pikir: Waham
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
Tujuan khusus :

1. Klien dapat Tindakan :


membina hubungan a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
saling percaya diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
dengan perawat buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan
anda” disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan
isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.

2. Klien dapat Tindakan :


mengidentifikasi a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
kemampuan yang realistis.
dimiliki b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
Tindakan :
3. Klien dapat a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
mengidentifikasika b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
n kebutuhan yang rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
tidak terpenuhi c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat Tindakan :
berhubungan a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
dengan realitas tempat dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5. Klien dapat Tindakan :


menggunakan obat a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
dengan benar efek dan efek samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6. Klien dapat Tindakan :


dukungan dari a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga
dan follow up obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

E. Refrensi
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK, Universitas
Indonesia
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung
pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).
2. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala
- Perasaan malu terhadap diri sendiri
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri
- Merendahkan martabat
- Gangguan hubungan sosial
- Percaya diri kurang
- Mencederai diri

3. Faktor predisposisi
Faktor biologis
- Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)Teori ini menyatakan bahwa perilaku
kekerasan disebabkan oleh suatudorongan kebutuhan dasar yang kuat.
- Psycomatic theory (teori psikomatik)Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis
terhadap stimuluseksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasamarah

Faktor psikologis
- Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)Menurut teori ini perilaku kekerasan
terjadi sebagai hasil akumulasi frustasiterjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atauterhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku
agresifkarena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
- Behaviororal theory (teori perilaku).Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersediafasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atauluar rumah. Semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilakukekerasan.
- Existentinal theory (teori eksistensi)Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar
manusia apabilakebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif
makaindividu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

Faktor social kultural


- Social environment theory (teori lingkungan)Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap
individu dalammenekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasifagresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasanakan
menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
- Social learning theory (teori belajar sosial)Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui prosessosialisasi.

Faktor prespitasiMenurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilakukekerasan


seringkali berkaitan dengan:
- Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas sepertidalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massaldan sebagainya.
- Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
- Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukankekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
- Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat danalcoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasafrustasi.

4. Tanda dan gejala:


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku
kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi : muka
merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, memaksakan kehendak, memukul
dan mengamuk.
5. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang
lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah
dll. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian
meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang
diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering
pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
C. 1. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Harga Diri :


Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Mayor
Data subyektif :
- Mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan
- Informasi dari keluarga tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasien

Data Obyektif :
- Ada tanda / jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh

Minor
Data subyektif :
- Mendengar suara – suara
- Merasa orang lain mengancam
- Menganggap orang lain jahat

Data Obyektif :
- Tampak tegang saat bercerita
- Pembicaraan kasar jika menceritakan marahnya
3. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan

D. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :

1. Klien dapat Tindakan:


membina 1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati,
hubungan saling sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
percaya. 1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat Tindakan :
mengidentifikasi 2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
penyebab perilaku 2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
kekerasan. 2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat 3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
mengidentifikasi saat jengkel/kesal.
tanda-tanda 3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
perilaku 3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
kekerasan. dialami klien.
4. Klien dapat Tindakan:
mengidentifikasi 4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
perilaku dilakukan.
kekerasan yang 4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
biasa dilakukan. yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat Tindakan:
mengidentifikasi 5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
akibat perilaku 5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
kekerasan digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat Tindakan :
mengidentifikasi 6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
cara konstruktif 6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas
dalam berespon dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
terhadap 6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
kemarahan. tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat 7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
mengidentifikasi cara 7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
mengontrol perilaku 7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
kekerasan. 7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

8. Klien mendapat Tindakan :


dukungan dari keluarga. 8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat Tindakan:


menggunakan obat 9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
dengan benar (sesuai efek dan efek samping).
program). 9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.

E. Refrensi
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
2. Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book
3. Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri, edisi 3.
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Defisit perawatan diri

B. Proses terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalammemenuhikebutuhan guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dankesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggukeperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes, 2000).Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Potter Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampumelakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya.

2. Penyebab
Defisit Perawatan Diri adalah isolasi sosial. (keliat, 2006). Isolasi sosial adalah percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

Tanda dan gejala isolasi sosial adalah


- Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
- menghindari dari orang lain
- Komunikasi kurang / tidak ada
- Tidak ada Kontak mata
- Tidak melakukan aktivitas sehari – hari
- berdiam diri dikamar
- mobilitas kurang

3. Predisposisi
- Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
- Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
- Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitasyang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
- Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan dirilingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri
Presipitasi
- Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yangdialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. (Depkes,
2000, dalam Anonim, 2009) Sedangkan Tarwoto danWartonah (2000), dalam
Anonim(2009), meyatakan bahwa kurangnya perawatandiri disebabkan oleh :
- Kelelahan fisik
- Penurunan kesadaran

4. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000), dalam Anonim (2009), tanda dan gejala klien dengandefisit
perawatan diri yaitu:

1. Fisika.

- Badan bau, pakaian kotor


- Rambut dan kulit kotor
- Kuku panjang dan kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Penampilan tidak rapi

Psikologi.
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik diri, isolasi diri
- Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina

Sosial.
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berperilaku sesuai normad.
- Cara makan tidak teratur
- Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di sembarang tempat
- Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiriSelain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien
yang mengalami DefisitPerawatan Diri adalah sebagai berikut:

Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang mengalami Defisit Perawatan Diri
adalah sebagai berikut :

- Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau,
serta kuku panjang dan kotor
- Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acakacakan, pakaian kotor dan
tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-lakitidak bercukur, pada pasien perempuan
tidak berdandan.
- Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh kemampuanmengambil makan sendiri,
makan berceceran dan makan tidak padatempatnya.
- Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAKtidak pada tempatnya,
dan tidak membersihkan diri dengan baik setelahBAB/BAK (Keliat, 2009).Apabila kondisi
ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat jugamenimbulkan penyakit fisik seperti
kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksisaluran pencernaan dan pernafasan serta adanya
penyakit kulit, atau timbul penyakit yang lainnya (Harist, 2011).

Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat jugamenimbulkan penyakit fisik
seperti kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksisaluran pencernaan dan pernafasan serta
adanya penyakit kulit, atau timbul penyakit yang lainnya (Harist, 2011).

5. Akibat
Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan(keliat, 2005),
gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisabermacam – macam. Bisa terjadinya
infeksi kulit (scabies, panu, kurap) dan juga gangguan lain seperti grastitis kronis (karena
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit orofecal (karena hygiene BAB Atau BAK
sembarangan) dan lain lain.

C. 1. Pohon Masalah

Effect Gangguan pemeliharaan


kesehatan (BAB/BAK,
mandi ,makan minum)

Core Problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam

Isolasi sosial : menarik diri

Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri


(Sumber : Keliat, 2006)
2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses
pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun
Data Mayor
Subyektif :
- Menyatakan malas mandi
- Tidak tau cara makan yang baik
- Tidak tahu cara dandan yang baik
- Tidak tau cara eliminasi yang baik

Obyektif :
- Badan kotor
- Dandanan tidak rapi
- Makan yang berantakan
- BAB/BAK sembarang tempat

Data Minor
Subyektif :
- Merasa tak berguna
- Merasa tak perlu mengubah penampilan
- Merasa tidak ada yang peduli

Obyektif :
- Tidak tersedia alat kebersihan
- Tidak tersedia alat makan
- Tidak tersedia alat toileting

3.Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan,BAB/BAK (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015).
D. Rencana Asuhan Keperawatan

Defisit perawatan diri merupakan core probem atau diagnosa utama dalam pohon masalah di atas,
berikut ini adalah rencana asuhan keperawatan dari defisit perawatan diri menurut (Kelliat,2006) .

Dioagnosa Tujuan Kriteria evaluasai Intervensi


keperawatan
1. Defisit TUM: Ekspresi wajah Bina hubungan saling percaya
perawatan Pasien dapat bersahabat, dengan prinsip komunikasi
diri Memelihara kesehatan menunjukkan rasa terapeutik
diri secara senang, klien 1. Sapa klien dengan ramah
mandiri bersedia berjabat baik verbal
TUK: tangan, klien Maupun nonverbal
1. Klien dapat bersedia 2. Perkenalkan diri
membina menyebutkan nama, dengan sopan
hubungan saling ada kontak mata, 3. Tanyakan nama lengkap
percay klien bersedia duduk klien dan nama
berdampingan panggilan
dengan perawat, 4. Jelaskan tujuan pertemuan
klien bersedia 5. Jujur dan
mengutarakan menepati janji
masalah yang 6. Tunjukan sikap empati dan
dihadapinya menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian pada
pemenuhan kebutuhan dasar
klien
2. Mengidentifikasi Klien dapat 1. Kaji
kebersihan diri menyebutkan Pengetahuan klien tentang
klien. dirinya kebersihan diri
dan tandanya
2. Beri kesempatan
klien untuk menjawab
pertanyan
3. Berikan pujian
Terhadap kemampuan
klien menawab pertanyaan.
3. Menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan
pentingnya memahami Pentingnya kebersihan diri
kebersihan diri pentinya 2. Meminta klien
kebersihan diri Menjelaskan kembali
Pentingnya kebersihan diri
3. Diskusikan dengan klien
tentang tentang
kebersihan diri

4. menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan


peralatan yang menyebutkan dan alat yang dibutuhkan dan cara
digunakan untuk dapat membersihkan
menjaga mendemonstrasikan diri
kebersihan diri dengan alat 2. Memperagakan
dan cara kebersihan Cara membrsihkan
melakukan diri dan mempergunakan alat
kebersihan diri untuk membersihkan
diri
3. Meminta klien
Untuk memperagakan
ulang alat dan
cara kebersihan diri
4. Beri pujian
positif terhadap
klien
5. Menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan cara makan
cara makan yang mengerti cara yang benar
benar makan yang benar 2. Beri kesempatan
klien untuk bertanya dan
mendemonstrasi kan cara
benar
3. Memberikan pujian positif
terhadap klie
6. Menjelasakan Klien dapat 1. Menjelaskan
cara mandi yang mengerti cara cara mandi
benar mandi yang benar yang benar
2. Beri
kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhdap
klien
7. Menjelaskan Klien dapat 1. Menelskan cara
cara berdandan mengerti cara berdandan yang benar
yang benar berdandan yang 2. Beri kesempatan
benar klien untuk bertanya dan
mendemonstrasi kan cara yang
benar
3. Memberi pujian positif
terhdap klien

1. Menjelaskan cara toileting


8. Menjelaskan Klien dapat yang benar
cara toileting toileting yang benar 2. Beri kesempatan klien
yang benar untuk
bertanya dan mendemonstrasi
kan cara yang benar
3. Memberi pujian
positif terhdap
klien

E. REFRENSI
DAFTAR PUSTAKA
Herdman Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Iqbal Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course).
Yogyakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Kasus Masalah Utama
Resiko bunuh diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
DefinisiBunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku”Keperawatan Jiwa’ dinyatakan sebagai suatu
aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas inidapat mengarah pada kematian(2007). Bunuh
diri juga merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi
danmenggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalahsaat ide bunuh diri
timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang
spesifik untuk bunuh diri. (Yusuf,Fitryasari, & Endang, 2015, hal. 140). Bunuh diri adalah tindakan
agresif yangmerusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakankeputusan
terakhir dariindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi(Captain, 2008). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak dirisendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
2. penyebab
1. Faktor PredisposisiLima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilakudestruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
Sifat Kepribadian
- Diagnosis PsikiatrikLebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuhdiri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapatmembuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalahgangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
- Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diriadalah antipati,
impulsif, dan depresi.

- Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadiannegatif dalam hidup, penyakit
kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam
menciptakan intervensiyang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
maslah,respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
- Riwayat keluargaRiwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
- Faktor biokimiaData menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotinin dandopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekamangelombang otak Electro Encephalo
Graph (EEG).

2. Faktor PresipitasiPerilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialamioleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat ataumembaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, haltersebut menjadi sangat rentan.

3. Tanda dan GejalaTanda dan gejala


- Sedih
- Marah
- Putus asa
- tidak berdaya
- Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

4. Akibat Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut #


- keputusasaan
- Menyalahkan diri sendiri
- Perasaan gagal dan tidak berharga
- Perasaan tertekan
- insomnia yang menetap
- Penurunan berat badan
- Berbicara lamban, keletihan
- Menarik diri dari lingkungan social
- Pikiran dan rencana bunuh diri
- Percobaan atau ancaman verba

C. 1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri,orang lain dan
lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga Diri Rendah

2. Masalah Keperawatan dan Data Yang perlu di kaji


Pengkajian faktor resiko bunuh diri
Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
Usia : lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan : menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan masalah
Riwayat keluarga : meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri / penyalahgunaan
zat
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi ) : kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran,mendapat malu di lingkungan sosial
Masalah Keperawatan :
Resiko perilaku Bunuh Diri
Data Mayor
Subyektif :
- Mengatakan hidupnya tak berguna lagi
- Ingin mati
- Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
- Mengancam bunuh diri

Obyektif :
- Ekspresi murung
- Tak bergairah
- Ada bekas percobaan bunuh diri

Data Minor
Subyektif :
- Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
- Mengatakan lebih baik mati saja
- Mengatakan sudah bosan hidup

Obyektif
- Perubahan kebiasaan hidup
- Perubahan perangai

3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Bunuh diri
Tujuan umum : klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :

1. klien dapat membina Tindakan :


Hubungan saling percaya Perkenalkan diri dengan klien, tanggapi pembicaraan klien
dengan sabar dan tidak menyangkal,bicara dengan tegas jelas dan
jujur, bersifat hangat dan bersahabat,temani klien saat keinginan
menciderai diri meningkat.
2. klien dapat terlindung Jauhkan klien dengan benda-benda yang membahayakan
dari perilaku bunuh diri (pisau,silet gunting,tali,kaca, dll) ,tempatkan klien di ruangan
yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat,awasi klien secara
ketat setiap saat.
3. klien dapat Tindakan :
mengekspresikan perasaan Dengarkan keluhan yang di rasakan,bersikap empati untuk
nya meningkat ungkapan keraguan, ketakutan dan kepuasaan, beri
dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapan nya,beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan nya,kematiaan dan lain lain
4. klien dapat Tindakan :
meningkatkan harga diri Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusannya,kaji dan kerahkan sumber – sumber internal
individu,bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,keyakinan,hal-hal yang di selesaikan)
5. klien menggunakan Tindakan : ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-
koping yang adaptif pengalaman yang menyenangkan setiap hari,bantu untuk
mengenai hal –hal yang ia cintai dan ia sayangi dan pentingnya
terhadap kedupan orang lain,beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain yang mempunya suatu masalah dan
atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasin masalah tersebut dengan koping yang efektif

E. REFRENSI
Daftar Pustaka
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa , Jakarta: EGC, 1995.Fitria,Nita.2009.
Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluandan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan .
Jakarta: Salemba Medika.Yosep, Iyus. 2010.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (A. Suslia, & F. Ganiajri, Eds.) Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai