Disusun oleh :
Kelompok VI-A
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini telah diperiksa, disetujui dan
disahkan oleh Asisten Dosen dan Dosen sebagai tugas mata kuliah Ilmu Ukur
Tanah I Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
Kelompok 6–A
1. Putri Lyani Br.Tobing NIM. 21110119120003
2. Hanindya Zahra Maharani NIM. 21110119120027
3. Galih Annartiwang NIM. 21110119130064
4. Tri Karuniawan Simamora NIM. 21110119120071
5. Laurensius Bayu Adji Pratama NIM. 21110119140115
Mengetahui,
Asisten Praktikum,
Eka Yuliandany
NIM. 21110115120029
Menyetujui
Dosen Pengampu Mata Kuliah, Dosen Pengampu Mata Kuliah,
KATA PENGANTAR
Pertama kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Ilmu Ukur Tanah I ini. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yudo Prasetyo, ST., MT., selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Ir. Bambang Sudarsono, M.S, dan Nurhadi Bashit ST,. M.Eng., selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I.
3. Bambang Darmo Yuwono, ST., MT., selaku Kepala Laboratorium Teknik
Geodesi yang telah meminjamkan alat sehingga kegiatan praktikum bisa
berlangsung dengan lancar.
4. Eka Yuliandany selaku Asisten Praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I
yang telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini.
5. Seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun laporan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah I.
Penyusun mengetahui bahwa laporan yang penulis susun ini masih sangat
jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan
yang bersifat membangun untuk sebagai acuan agar menjadi lebih baik lagi.
Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1. Sketsa Daerah Pengukuran .......................................................... I-3
Gambar II-1 Pita Ukur ................................................................................ II.2-2
Gambar II-2 Rambu Ukur ........................................................................... II.2-3
Gambar II-3 Theodolite ............................................................................... II.2-4
Gambar II-4 Waterpas ................................................................................ II.2-5
Gambar II-5 Nivo Kotak ............................................................................. II.2-6
Gambar II-6 Tripod ..................................................................................... II.2-6
Gambar II-7 Waterpas ................................................................................ II.2-7
Gambar II-8 Alat Waterpas ......................................................................... II.2-8
Gambar II-9 Bagian-bagian dari theodolite.................................................. II.2-9
Gambar II-10 Sistem sumbu pada Theodolite ............................................ II.2-10
Gambar II-11 Cara kerja nivo kotak .......................................................... II.2-11
Gambar II-12 Cara kerja nivo tabung ........................................................ II.2-12
Gambar II-13 Koreksi sumbu II tidak tegak lurus sumbu I ........................ II.2-13
Gambar II-14 Mengatur garis bidik tegak lurus sumbu II .......................... II.2-14
Gambar II-15 Uji kolimasi pada Waterpas ................................................ II.3-15
Gambar II-16 Posisi stand 1 pada kesalahan garis ..................................... II.3-19
Gambar II-17 Posisi stand 2 pada kesalahan garis .................................... II.3-19
Gambar II-18 Sketsa Poligon Terbuka....................................................... II.4-20
Gambar II-19 Sketsa Poligon Tertutp ........................................................ II.4-20
Gambar II-20 Sketsa Poligon Bercabang ................................................... II.4-21
Gambar II-21 Sketsa polygon kombinasi ................................................... II.4-21
Gambar II-22 Sketsa Pengukuran Jarak Miring ......................................... II.5-22
Gambar II-23 Pembacaan skala pita ukur dengan banuan tali unting-unting.....
................................................................................................................... II.5-23
Gambar III-1. Waterpas (Kelompok VI-A) ................................................... III-1
Gambar III-2. Tripod (Kelompok VI-A) ....................................................... III-1
Gambar III-3. Rambu ukur (Kelompok VI-A) ............................................... III-1
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
Pita ukur biasanya berbentuk seperti pita yang memiliki panjang tertentu.
Fungsi dari pita ukur yaitu untuk mengukur panjang dan jarak. Biasanya satuan
yang digunakan terdapat 2 ukuran yaitu ukuran satuan metrik (mm, cm, m) dan
satuan inggris (inch, feet, yard). Pembacaan angka 0 ada yang dibaca tepat
diujung pita ukur adapula yang dinyatakan pada jarak tertentu di ujung pita ukur.
Cara menggunakan pita ukur cukup dengan merentangkan pita ukur dari
suatu titik ke titik lainnya pada suatu objek bidang yang akan diukur. Untuk
mendapatkan hasil yang valid, ada baiknya dilakukan oleh dua orang dimana
salah satu berada pada titik awal atau angka 0 dan yang lain bergerak menuju titik
akhir perhitungan sekaligus membaca angka pada pita ukur pada titik tersebut.
2) Rambu Ukur
Alat Rambu Ukur yang Kelompok VI-A pakai seperti Gambar II.2
Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran
alumunium yang diberi skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar ukur yang
besar, mistar ini mempunyai panjang 3, 4 bahkan ada yang 5 meter. Skala rambu
ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih atau hitam menyatakan 1 cm,
setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E yang menyatakan 5 cm, tiap 2 buah E
menyatakan 1 dm. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan, merah-putih,
hitam-putih,dll.
Fungsi yang utama dari rambu ukur ini adalah untuk mempermudah atau
membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah. Hal
yang perlu diperhatikan dari rambu adalah :
a. Skala rambu dalam cm atau mm atau interval jarak pada garis-garis dalam
rambu tersebut setiap berapa cm atau berapa mm.
b. Skala dari rambu, terutama pada daerah sambungan rambu harus benar.
Cara menggunakan rambu ukur:
1. Atur ketinggian rambu ukur dengan menarik batangnya sesuai
dengan kebutuhan, kemudian kunci.
2. Letakkan dasar rambu ukur tepat diatas tengah-tengah patok (titik)
yang akan dibidik.
3. Usahakan rambu ukur tersebut tidak miring atau condong (depan,
belakang, kiri dan kanan), karena bisa mempengaruhi hasil
pembacaan
3) Theodolite
Alat theodolite yang Kelompok VI-A pakai seperti Gambar II.3
Alat ukur optik ini dibuat untuk menentukan tinggi dari tanah
pengukuran sudut yang berupa sudut tegak (sudut vertikal) dan sudut mendatar
(sudut horisontal). Ada 3 macam theodolite:
Fungsi dari theodolite yaitu untuk pengukuran polygon, pemetaan situasi
dan juga pengamatan matahari. Tidak hanya itu, theodolite juga bisa berfungsi
seperti PPD jika sudut vertikalnya diubah menjadi 90 o. Teropong yang ada di
theodolite, membuatnya dapat membidik ke segala arah. Pada konstruksi
bangunan, theodolite dapat berfungsi untuk menentukan sudut siku –siku pada
pondasi dan juga mengukur ketinggian bangunan bertingkat.
Untuk menggunakan theodolite pastikan posisikan tripod atau penyangga
panjang pada tempat yang datar dan atur ketinggiannya sekitar tinggi dada.
Kencangkan sekrup pengunci pada kaki penyangga panjang. Usahakan plat tribar
(untuk meletakan theodolite) dalam keadaan datar. Letakan theodolite kemudian
kencangkan sekrup pengunci. Atur nivo sampai sumbu I berada pada posisi
vertikal dan atur juga nivo pada tabung agar sumbu II berada pada posisi
mendatar, atur theodolite pada hingga berada pada posisi tengah titik ikat (BM).
(Ari, 2019)
4) Waterpas
Alat waterpas yang Kelompok VI-A pakai seperti Gambar II.4
Waterpas adalah alat yang digunakan untuk mengukur beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Waterpas juga merupakan alat survei yang lebih simpel
dibandingkan dengan Theodolite. Selain instrumen ini lebih kecil dan ringan.
Bagian-bagian di dalamnya pun lebih sedikit sehingga fungsi dan kegunaan di
lapangan juga terbatas. Fungsi Waterpas di lapangan di antaranya digunakan
untuk mengukur elevasi atau ketinggian tanah. Biasa digunakan pada proyek
perataan tanah, pembuatan lapangan bola, cross dan long section pada jalan atau
sungai, untuk marking elevasi pada bowplank atau patok, penentuan elevasi bantu
pada kolom bangunan dan sebagainya. Kekurangan dari Waterpas ini tidak bisa
untuk mengukur dengan sudut horizontal maupun vertikal. Sehingga alat ini tidak
bisa digunakan untuk menentukan koordinat suatu titik, hanya elevasi yang
mampu dibaca. Sedangkan kelebihan alat ini lebih simpel, kecil, ringan dan cepat
untuk setting alatnya karena pada instrumen ini tidak terdapat nivo tabung. hanya
ada nivo kotak saja. (Jasasipil, 2014)
II.2.1.1 Bagian-Bagian Waterpas
Berikut ini adalah alat Waterpas yang digunakan dalam pengukuran sipat
datar beserta keterangannya (Octaviantoro, 2017):
(Octaviantoro, 2017)
Keterangan gambar:
1. Lensa bidik, berfungsi untuk membidik objek.
2. Sekrup A, B, dan C, berfungsi untuk mengatur gelembung nivo
agar berada di tengah lingkaran.
3. Nivo, berfungsi untuk menentukan kedataran alat.
4. Pemutar fokus, berfungsi untuk memperjelas objek yang dibidik.
5. Cermin nivo, untuk memantulkan bayangan nivo.
6. Vizier bidikan, untuk mengarahkan arah bidikan teropong.
7. Sekrup fokus benang, untuk memfokuskan benang bidikan.
8. Sekrup penggerak horizontal, untuk menggerakkan secara halus
arah bidikan horizontal teropong.
9. Plat dasar, untuk landasan alat ke tripod.
10. Body teropong, badan teropong.
b) Pasang paku setinggi 2 x tinggi alat ( AA’ = 2 x tinggi alat ), pada paku
tadi digantung unting-unting hingga mencapai beberapa mm di atas lantai
dibawah unting-unting di pasang mistar mendatar dengan angka 5 cm
tepat dibawah unting-unting.
c) Dalam keadaan biasa teropong diarahkan ke paku dengan bantuan skrup
penggerak halus vertikal dan Horizontal lalu teropong diputar dan
diarahkan kemistar, hasil baca = 4,1 cm.
d) Teropong diputar balik menjadi kedudukan luar biasa dan diarahkan
kepaku dengan bantuan skrup penggerak halus vertikal dan horizontal,
lalu teropong diputar dan diarahkan ke mistar lagi, hasil bacaan misal =
5,9 cm.
e) Hitung besar kesalahan = 5,9 – 4,1 / 2 = 0,45 cm. Dengan skrup koreksi
sumbu II teropong diarahkan ke pembacaan 5 + 0,45 = 5,45 cm pada
mistar.
f) Cebagai koreksi langka-langka c sampai dengan e tersebut diulang,
sehingga hasil akhir diperoleh harga = 0
d. Alat diputar balik agar menjadi kedudukan luar biasa ( LB ) arahkan pada
titik ( P ) lagi, baca pembacaan pada mikroskop yang sama dan catat
pembacaan = A2
e. Kemudian hitung = A1 – A2/ 2 + 90o
f. Indek diarahkan pada pembacaan A2 dengan memutar penyetel Nonius
pada menit dan detik dan dengan penggerak halus horizontal indek di
impitkan dengan garis limbus yang ditentukan.
g. Akibat dari penyetelan point ( f ) maka teropong tidak mengarah ketitik ( P
) , maka kita koreksi dengan memutar skrup koreksi diafragma, sehingga
garis Visir mengarah ke titik target lagi.
h. Langkah C s/d g diulang sehingga = 0
Prinsip hitungan bila :
A1 – A2/2 180o Koreksinya + 90o
A1 – A2/2 180o Koreksinya – 90o
4. Mengatur kesalahan indek pada skala lingkaran tegak (vertikal) harus sama
dengan Nol
a. Lingkaran berskala tegak digunakan untuk mengukur sudut miring atau
sudut zenit.
b. Waktu garis bidik dalam keadaan mendatar, maka sudut miring garis
bidik = 0o atau sudut zenit garis bidik = 90o .
a. Waktu garis bidik mendatat pembacaan tidak sama dengan 0o atau 90o,
karena garis skala 0o atau 90o tidak berimpit dengan garis indek nonius,
maka dikatakan ada kesalahan indek
Langkah langkahnya :
a. Buat 4 Titik di atas permukaan tanah, dengan jarak misal 50 m.
Namakan titik tersebut titik A, 1, 2, dan B. Titik 1 dan 2 adalah titik
yang akan diperbandingkan beda tingginya, sementara titik A dan B
adalah titik yang merupakan alat Waterpas .
b. Letakkan alat pada titik A , baca benang tengah rambu ukur di titik 1
dan titik 2 untuk menentukan beda tinggi antara titik 1 dan 2 ( relatif
dari posisi A )
c. Kemudian ubah posisi. Letakkan alat di titik B, dan baca benang
tengah rambu ukur di titik 2 dan titik 1 untuk menentukan beda tinggi
antra titik 1 dan 2 ( relatif dari Posisi B )
d. Hitung kedua hasil , dan perbandingkan. Jika nilainya sama , tapi berbeda
tanda maka alat Waterpas masih bisa digunakan. Jika tidak, maka garis
kolimasi Waterpas sudah tidak berada pada MSL.
Pada Alat yang garis kolimasinya bagus, hitungannya akan seperti ini :
( ) (
..................................... II-1
)
Cara koreksi :
Cara koreksi : jika nilai kesalahan p positif (+) maka koreksinya menjadi
minus(-), begitu juga sebaliknya. Terdapat dua cara tergantung jenis alat ukur
yang digunakan.
1. Pada theodolite yang tidak memiliki nivo alhidade vertikal.
Nilai koreksi p ditambahkan kepada pembacaan yang terakhir dengan cara
memutar skrup penggerak halus vertikal. Sehingga akibatnya garis bidik tidak lagi
mengarah pada target. Maka kembalikan garis bidik pada target dengan cara
memutar skrup koreksi diafragma atas dan bawah menggunakan pen koreksi.
Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan titik
yang berlainan (tidak bertemu pada satu titik).
3. Poligon Bercabang
Poligon cabang adalah suatu poligon yang dapat mempunyai satu atau
lebih titik simpul, yaitu titik dimana cabang itu terjadi.
4. Poligon Kombinasi
Bentuk poligon kombinasi merupakan gabungan dua atau tiga dari
bentukbentuk poligon yang ada.
Gambar II-23 Pembacaan skala pita ukur dengan banuan tali unting-unting
(Syaifullah, 2016)
(hubungan matematik) tertentu dan mempunyai nilai yang sama untuk setiap
pengukuran yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Sumber kesalahannya yaitu
terjadi karena kesalahan alat sehingga menyebabkan hasil pengukuran
menyimpang dari hasil pengukuran yang seharusnya. Cara penanganannya yaitu
harus dideteksi dan dikoreksi dari nilai pengukuran. contohnya dengan melakukan
kalibrasi alat sebelum pengukuran. kesalahan sistematik dapat dieliminasi dengan
melakukan : Kalibrasi peralatan; Menggunakan metoda pengukuran tertentu.
3. Kesalahan Acak (Random/Accidental Error),
Karakteristik pada kesalahan ini yaitu kesalahan yang masih terdapat pada
pengukuran setelah blunder dan kesalahan sistematik dihilangkan dan tidak
memiliki hubungan fungsional yang dapat dinyatakan dalam model deterministik,
tetapi dapat dimodelkan menggunakan model stokastik (berdasarkan teori
probabilitas). Sumber kesalahannya yaitu terjadi karena kesalahan personal, alat,
dan alam. tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan dengan melakukan
pengukuran berulang (redundant observations) dan melakukan hitung perataan
terhadap hasil pengukuran dan kesalahan pengukuran. Salah satu metode perataan
adalah metode perataan kuadrat terkecil (Least Square Adjusment). Jika kesalahan
sistematik, koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan model fungsional dan
kalibrasi alat, maka untuk mengeliminir kesalahan acak digunakan model
probabilitas
(Azizi, 2014)
2. Tripod
3. Rambu ukur
III-1
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
4. Meteran
5. Payung.
6. Kalkulator
III-2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
2. Tripod
3. Rambu ukur.
4. Meteran
III-3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
5. Unting-unting
6. Payung
7. Alat Tulis
8. Kalkulator
III-4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III-5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
2. Setelah itu patok diberi cat atau correction pen serta pita agar terlihat
3. Jarak maksimal antar patok adalah 50 m, namun harus menyesuaikan kondisi
daerah yang akan kita ukur. Karena jika semakin jauh jarak ketelitian pembaca
akan semakin menurun
III.4 Uji Alat
III.4.1 Uji Kolimasi
Pelaksanaan uji kolimasi untuk Theodolite dilakukan pada tanggal 14
Oktober 2019 di sepanjang trotoar Gedung Kuliah Bersama. Uji kolimasi pada
Theodolite ini di lakukan di lima titik di mana masing-masing titiknya berjarak 25
meter. Uji kolimasi dilakukan untuk menguji alat yang kami gunakan benar-benar
datar dan tidak ada kesalahan pada sumbu horizontal. Cara ini dilakukan untuk
pengecekan alat, apabila pembacaan alat pada sudut biasa dan sudut luar biasa
terlalu besar (>180o) maka perlu dilakukan kalibrasi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji kolimasi adalah sebagai
berikut:
a. Didirikan alat Theodolite di atas statif, lakukan sentering dan leveling di
titik 0.
b. Tentukan dua buah objek yang akan dibidik dari tempat kedudukan alat.
c. Bidik target A dengan kondisi teropong Biasa, catat nilai bacaan
Horizontal.
d. Bidik target A dengan kondisi teropong Luar Biasa, catat nilai bacaan
Horizontal.
e. Hitung selisih antara bacaan biasa dan luar biasa. Dengan selisih antara
biasa dan luar biasa sebesar 180o
( )
.............................................. Rumus III-1 Uji Kolimasi
namun hasil bacaan lingkaran vertikal tidak sama dengan 90o dan 270o disebut
kesalahan indeks vertikal.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji kolimasi adalah sebagai
berikut:
a. Dirikan alat Theodolite di atas statif, lakukan centering dan leveling di
titik 0.
b. Tentukan objek yang akan dibidik dari tempat kedudukan alat.
c. Bidik target B dengan kondisi teropong Biasa, catat nilai bacaan vertikal.
d. Bidik target B dengan kondisi teropong Luar Biasa, catat nilai bacaan
vertikal.
e. Hitung selisih antara bacaan Biasa dan Luar Biasa. Dengan selisih sudut
Biasa dan sudut Luar Biasa 360o
(( ))
............................................... Rumus III-2
III-8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(Meduson, 2012)
Keterangan :
ƩS : jumlah sudut
Ʃd : jumlah jarak
α : azimuth
F(S): kesalahan sudut
F(X): kesalahan koordinat X
F(Y):kesalahan koordinat Y
III.5-1
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(Meduson, 2012)
Dimana :
A, n = titik tetap1,2..,n = titik yang akan ditentukan koordinatnya
S1,S2,..,Sn = sudut α = azimuth awal
DA1,DA2= jarak antar titik
Pada poligon jenis ini hanya dapat dilakukan koreksi sudut saja dengan
persyaratan geometris, sebagai berikut:
Keterangan :
Αakhir = azimuth akhir
Αawal = azimuth awal
ƩS = jumlah sudut
F(S) = kesalahan sudut
c. Poligon Terbuka Sempurna
Merupakan poligon terbuka tanpa titik tetap. Pada poligon ini juga hanya
dapat dilakukan koreksi sudut dengan menggunakan persamaan (2.21) dan tanpa
ada pengikat titik.
III.5-2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(Meduson, 2012)
Keterangan :
D12,D23,.., = jarak antar titik
S2,S3,.., = sudut
α12 = azimuth awal
Keterangan :
Αakhir = azimuth akhir
Αawal = azimuth awal
ƩS = jumlah sudut
e. Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat
Poligon terbuka terikat dua koordinat merupakan poligon yang titik awal
dan titik akhirnya berada pada titik tetap. Pada poligon ini hanya terdapat koreksi
jarak sebagai berikut:
Ʃd sin α = jumlah ΓX/jumlah ΓY
X/Yakhir = koordinat X/Yakhir
X/Yawal = koordinat X/Yawal
III.5-3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(Meduson, 2012)
Keterangan :
A(XA;Y) = koordinat awal
DA1, D12 = jarak pengukuran antara titik
B(XB;YB)= koordinat akhir
S1,S2.. = sudut
III.5.2 Metode Poligon Tertutup
Poligon tertutup merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir saling
berimpit atau pada posisi yang sama atau saling bertemu pada poligon tertutup ini
secara geometris bentuk rangkaian poligon tertutup bila memiliki dua titik tetap
biasa dinamakan dengan poligon tertutup terikat sempurna.
Keterangan:
1, 2, 3, ..., n : titik kontrol poligon
D12, D23,..., Dn1 : jarak pengukuran sisi poligon
S1, S2, S3, ..., Sn : sudut
Syarat geometris dari poligon tertutup sebagai berikut.
III.5-4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Keterangan:
Σβ : Jumlah sudut
Σd Sin α : Jumlah ∆x
Σd Cos α : Jumlah ∆y
ΣΓX : Jumlah selisih absis ( X )
ΣΓY : Jumlah selisih ordinat ( Y )
f(β) : Kesalahan sudut
f(x) : Kesalahan koordinat X
f(y) : Kesalahan koordinat Y
n : Jumlah titik pengukuran
d : Jarak / sisi poligon
α : Azimuth
Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup adalah sebagai
berikut :
1) Menghitung jumlah sudut
..................................................................... III-17
III.5-5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Jika kesalahan penutup sudut bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+),
begitu juga sebaliknya.
3) Menghitung sudut terkoreksi
........................................................... III-18
6) Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan ordinat ( kΓXi dan
kΓYi )
( ) .................................................... III-25
( ) .................................................. III-26
Dalam hal ini ƒΓX = ΣΓX dan ƒΓY = ΣΓY. Jika kesalahan absis dan
ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+) begitu juga
sebaliknya.
7) Menghitung selisih absis ( ΓX ) dan ordinat ( ΓY ) terkoreksi
III.5-6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Koordinat ( X,Y )
Misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir sama dengan
koordinat awal maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya jika
koordinat akhir tidak sama dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut
dinyatakan salah karena titik awal dan titik akhir poligon tertutup adalah sama
atau kembali ketitik semula.
a. Untuk mengukur ketelitian polygon
( ) √( ) ( ) ................................................... III-31
∑
( )
..................................................................... III-32
Keterangan:
f(d) : Kesalahan jarak
f(x) : Kesalahan linier absis
f(y) : Kesalahan linier ordinat
Σd : Jumlah jarak
K : Ketelitian linier
Toleransi Pengukuran
............................................................. III-33
fl ( fx) 2 ( fy) 2
............................................. III-34
d d
Keterangan :
fβ : Besaran koreksi sudut
n : Banyak sudut
III.5-7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.5-8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Dimana :
BA = bacaan benang atas (mm)
BB = bacaan benang bawah (mm)
V = sudut vertical (˚)
dij = jarak optis (m)
Karena Waterpas selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚), sehingga
sin2V selalu bernilai satu, sehingga persamaan diatas berubah menjadi:
Penentuan jarak optis ini dapat juga digunakan untuk mengotrol benar atau
tidaknnya benang diafrgama.
2) Hitung beda tinggi dengan persamaan:
Dimana:
Γh = Beda tinggi (mm)
BA = Bacaan benang atas (mm)
BT = Bacaan benang tengah (mm)
BB = Bacaan benang bawah (m)
V = Sudut vertical (˚)
TA = Tinggi alat (m)
Karena alat Waterpas selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚)
sehingga sin 2V bernilai nol, maka persaman di atas menjadi:
Apabila beda tinggi yang diperoleh bernilai negative, berarti titik dimana
alat berdiri lebih tinggi dari titik target. Dan apabila yang diperoleh bernilai
positif, berarti titik target yang lebih tinggi.
3) Hitung elevasi/ketinggian (h) masing-masing titik pengukuran
Dimana:
HA = Elevasi titik acuan (m)
ΓhAB = Beda tinggi hasil pengukuran dari A dan B (m)
III.5-9
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
dm = Jarak miring
dh = Jarak datar
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini, kami mengukur jarang datar
terhadap bidang miring menggunakan pita ukur dan unting-unting. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Tentukan titik awal dimana pengukuran jarak datar tersebut akan dimulai.
2. Tarik pita ukur dengan titik nol dimulai dari titik yang sudah ditentukan.
Usahakan tetap menarik pita ukur sejajar dengan sumbu horizontal
III.5-10
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(mendatar) dan jangan menarik pita ukur terlalu panjang karena akan
memperbesar kesalahan pengukuran.
3. Berhenti di tempat yang akan dijadikan sebagai titik akhir
pengukuran. Bila titik akhir elevasinya lebih rendah daripada titik awal,
gunakan unting-unting dengan cara menjatuhkannya tepat diatas titik
akhir.
III.6 Metode Pengolahan
Pengukuran dan pemetaan poligon merupakan salah satu metode
pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat
planimetris (X, Y) titik-titik ikat pengukuran. Kerangka dasar horizontal
merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi
horizontal-nya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi
tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa
dilakukan menggunakan cara triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara
dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang
dikehendaki (Purwoharjo, 1986)
Metode poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak
titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan
pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon).
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik dipermukaan
bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak (Wongsotjitro,
Ilmu Ukur Tanah, 1977) Pengukuran dengan metode poligon ini terbagi menjadi
dua bentuk yaitu: Dapat disimpulkan bahwa poligon adalah serangkaian garis
berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran di
lapangan. Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudut dan jarak, jika koordinat
awal diketahui, maka titik-titik yang lain pada poligon tersebut dapat ditentukan
koordinatnya.
Pengukuran poligon sendiri mempunyai maksud dan tujuan untuk
menentukan letak titik di atas permukaan bumi serta posisi relatif dari titik lainnya
terhadap suatu sistem koordinat tertentu yang dilakukan melalui pengukuran sudut
dan jarak dan dihitung terhadap referensi koordinat tertentu. Selanjutnya posisi
horizontal/koordinat tersebut digunakan sebagai dasar untuk pemetaan situasi
III.6-11
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
topografi suatu daerah tertentu. Pengukuran dengan metode poligon ini terbagi
menjadi dua bentuk yaitu:
1. Poligon Terbuka
2. Poligon Tertutup
Terdapat metode-metode dalam pelaksanaan pengukuran, baik dengan
menggunakan Waterpas, Theodolite, atau Cross Section.
III.6.1 Pengolahan Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah Poligon yang titik awal dan akhirnya tidak bertemu
di satu titik (Surveying, 2011) Poligon terbuka ditinjau dari sistem pengukuran
dan cara perhitungannya dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Poligon Terbuka Terikat sempurna
Poligon terbuka terikat sempurna adalah poligon yang titik awal dan titik akhir
terikat oleh koordinat dan azimuth atau terikat oleh dua koordinat pada awal dan
akhir pengukuran. Poligon jenis ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
poligon lainnya. Pada poligon ini kesalahan sudut serta kesalahan jaraknya dapat
dikoreksi dengan diketahuinya azimuth dan koordinat awal serta azimuth dan
koordinat akhir.
Dalam poligon terbuka terikat sempurna, besaran - besaran yang harus diukur :
1. Semua sisi jarak
2. Semua sudut horizontal
Syarat-syarat geometris poligon terbuka terikat sempurna :
III.6-12
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
(
........................................ III-50
Σδ = δB + δ1 + δ2 + δ3 + Γp ....................................... III-51
III.6-13
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
d. Menghitung azimuth
III.6-14
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-15
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-16
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-17
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
koordinat titik lainnya. Pada poligon ini tidak ada koreksi sudut maupun koreksi
jarak
Proses perhitungannya :
Hitungan azimuth ( α )
Misal diketahui azimuth ( α 1-2 ) maka :
Hitungan koordinat ( X,Y )
Misal ditentukan koordinat titik awal ( X1,Y1 )
maka :
X2 = X1 + d 1-2 . Sin α 1-2
Y2 = Y1 + d 1-2 . Cos α 1-2
III.6.2 Pengolahan Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah suatu poligon dengan titik awal dan titik akhir
mempunyai posisi yang sama atau berhimpit, sehingga poligon ini merupakan
suatu rangkaian tertutup. (Anonymous, Poligon Tertutup, 2016)
Untuk memudahkan dalam memahami sudut-sudut yang ada dalam
pengukuran poligon, maka perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Sudut dalam adalah selisih antara dua arah (jurusan) yang berlainan.
2. Azimuth (sudut arah) adalah sudut yang dihitung terhadap arah utara magnetis,
dan arah ini berhimpit dengan sumbu Y pada peta.
3. Unsur-unsur yang dicari dalam pengukuran poligon adalah semua jarak dan
sudut (Di, βi). Kedua unsur ini telah cukup untuk melukis poligon di atas peta,
jika kita tidak terikat pada sistem koordinat yang ada dan tidak menghiraukan
orientasi pada poligon tersebut. Agar poligon tersebut terarah (tertentu
orientasinya), maka perlu salah satu sisi diketahui sudut arahnya (azimuth).
Untuk memperoleh azimuth tiap sisi poligon, syaratnya harus diketahui
azimuth awalnya (α1). Penentuan azimuth awal dapat dicari dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Sumbu I Theodolite diatur dalam keadaan vertikal (gelembung nivo
seimbang), dan bacaan sudut horizontal menunjukkan angka 00˚00’00” pada arah
magnetis bumi.
III.6-18
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-19
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-20
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-21
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
11) Setelah mendapat sudut biasa dan sudut luar biasa, kedua sudut tersebut
dijumlah dan dibagi 2 Sehingga mendapat sudut rata-ratanya yang akan
dimasukkan ke topo perhitungan poligon.
III.6.3 Pengolahan Penampang Memanjang
Pengukuran Waterpas adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian
atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran Waterpas ini sangat penting gunanya
untuk mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk
pekerjaan konstruksi.
Hasil-hasil dari pengukuran Waterpas di antaranya digunakan untuk
perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung
yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah,
penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pengukuran tinggi, yaitu :
1. Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang biasanya
dianggap sama dengan titik pusat pada ujung unting-unting.
2. Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap
titik. Bidang horizontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
3. Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk
ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
4. Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
5. Bench Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya
terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah
sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur Waterpas adalah membuat garis sumbu
teropong horizontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horizontal adalah
nivo, yang berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur Waterpas harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
2. Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
3. Benang silang horizontal harus tegak lurus sumbu I.
III.6-22
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-23
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.6-24
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.7-25
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
III.7-26
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.1-27
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.1-28
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Berikut adalah hasil uji kolimasi terhadap Theodolite yang akan kami
gunakan :
IV.1-29
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.1-30
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.2-32
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.2-33
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
b. Pembahasan
1 Toleransi kesalahan penutup beda tinggi
7 Kesalahan penutup
Menghitung kesalahan penutup dengan persamaan jumlah beda tinggi
pergi dikurangi jumlah beda tinggi pulang.
P1
IV.2-2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
b. Pembahasan
Tinggi detail jalan di atas diperoleh dari pengukuran dan perhitungan
sebagai berikut :
1. Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan metode yang sama
dengan pengukuran waterpas terbuka.
2. Menentukan detail-detail tiap titik jalan yang akan diukur.
3. Mengukur jarak antara titik detail jalan dengan pita ukur.
4. Membuat sketsa detail tiap titik detail dan menamainya dengan angka
untuk mempermudah dalam pengukuran.
5. Mendirikan alat di luar patok, setelah itu mengukur tinggi alat , kemudian
bidik rambu ukur yang berdiri pada tiap titik detail lalu catat bacaan BA,
BT, dan BB dan seterusnya sampai ke titik detail terakhir.
6. Menghitung beda tinggi tiap detail dengan cara mengurangi BT titik P1
dengan BT detail-detail lain pada titik P1. Dan seterusnya sampai ke titik
detail terakhir.
7. Menghitung tinggi tiap detail dengan cara menjumlahkan elevasi titik P1
dengan beda tinggi detail-detail pada titik P1. Elevasi titik P1 telah
diketahui dari data hasil pengukuran Waterpas sebelumnya yaitu
210,096 m
Tinggi titik 1 = Tinggi titik P + Elevasi Titik P1
= 210,096 + (-1,480)
= 2208,616 m
Dan seterusnya sampai diketahui elevasi titik detail terakhir pada titik P1.
Kemudian lakukan langkah langkah yang sama untuk mencari elevasi titik
titik detail pada titik P2 dan seterusnya.
9220320,000
438079,4386 9220288,613 P1
9220310,000
9220300,000
438056,2078 9220297,851 P2 9220290,000
9220280,000
438035,5557 9220311,939 P3 9220270,000
9220260,000
438014,1562 9220299,014 P4 9220250,000
437992,0794 9220281,468 P5
438003,3988 9220258,618 P6
b. Pembahasan
Berdasarkan data yang di dapatkan dari pengukuran Theodolite dengan
metode poligon tertutup, diperoleh hasil data pengukuran sebagai berikut :
1. Pertama, alat diletakkan di titik P1 , kemudian bidik ke titik GD 02, lalu set
0°0’0” alat.
2. Kemudian alat membidik P2, didapat sudut horizontal untuk arah biasa
205°9’5″.
3. Kemudian teropong diputar arah luar biasa, kemudian membidik P2,
didapat sudut horizontal arah luar biasa 25°9′5″
4. Melakukan langkah 1-4 sampai titik BM GD 05.
5. Setelah itu menghitung sudut biasa, sudut luar biasa, dan sudut rata-rata
pada titik P1.
Sudut biasa : 205°9’5″.
Sudut luar biasa : 25°09′00″- 180°00′00″ +360°
= 205°9’5″.
( )
Sudut rata-rata =
= 205°9’5″.
IV.3-4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
5) Perhitungan koreksi fy
Menghitung d cos α dengan menggunakan rumus :
Y BM GD 02-P1 = d BM GD 02-P1 cos α BM GD 02-P1
IV.3-5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
= 9220262.73
b. Pembahasan
( )
Sudut rata-rata =
= 205°9’5″.
IV.3-2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
17) Jumlah dari koreksi tiap titik (kY/titik) harus sama dengan
koreksi (kY)
18) Toleransi kesalahan penutup beda tinggi
Menghitung toleransi kesalahan penutup beda tinggi 20 detik
Maka, 20mm n = 20
= 82.4621125124 detik
= 82 detik
19) Masing-masing besarnya koreksi d cos α per titik dapat dilihat
di form poligon tertutup pada halaman lampiran. Perhitungan
terakhir dari poligon tertutup, yaitu perhitungan koordinat.
Koordinat awal (BM) = (438102,859; 922027,867) m sudah
diketahui. Koordinat awal berguna untuk menghitung
koordinat selanjutnya.
e) Ketelitian Linier
Rumus ketelitian linier adalah sebagai berikut :
fl ( fx) 2 ( fy) 2
d d
fx = ( d sin ) = 0,020
fy = ( d cos ) = 0,013
IV.3-3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
IV.3-4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengukuran kelompok kami, dapat diambil beberapa simpulan,
diantaranya ;
1. Tempat pelaksanaan pratikum poligon tertutup dengan Theodolite berada
di Gedung Student Center. Lokasi ini memiliki medan jalan yang
dikatakan Sedikit Miring, Tetapi pengukuran dapat berjalan dengan Baik.
Pada pengukuran poligon tertutup yang dilakukan kelompok VI-A,
kesalahan penutup sudut sebesar 0°1’5’’. Toleransi yang diperbolehkan
pada pengukuran poligon tertutup adalah 0°2’44,92’’ . Sehingga pada
pengukuran poligon tertutup kelompok VI-A memenuhi toleransi.
Ketelitian linier yang dapat oleh kelompok VI-A dari hasil pengukuran
poligon tertutup adalah 1: 18.005. Toleransi ketelitian liniernya adalah 1:
7500. Sehingga pengukuran ini memenuhi syarat.
2. Tempat pelaksanaan pratikum poligon tertutup dengan Waterpas berada
di Gedung Student Center. Lokasi ini memiliki medan jalan yang
dikatakan Sedikit Miring, Tetapi pengukuran dapat berjalan dengan Baik.
Terdapat Bm yang mejewati jalan. Pada pengukuran Waterpas tertutup
yang dilakukan kelompok VI-A, didapat kesalahan penutup beda tinggi
sebesar -0.007 m . Toleransi yang diperbolehkan pada pengukuran
Waterpas tertutup adalah 0.000784. Sehingga pada pengukuran Waterpas
tertutup dari kelompok VI-A memenuhi toleransi. Sehingga pengukuran
ini dapat dikatakan memenuhi syarat.
3. Profil dimana lokasi kami melakukan crosssection yaitu jalan Samping
Gedung Teknik Sipil dan jalan Prof Soedarto. Pada pengukuran
penampang melintang terdapat 6 patok dimana alat Waterpas diletakkan
diantara 2 patok. Masing-masing patok terdapat titik detail 5-16 titik yang
digunakan untuk pengukuran penampang melintang. Pada pengukuran
penampang melintang, alat Waterpas diletakkan diatas patok dan rambu
ukur akan diletakkan diatas titik-titik detail untuk mengukur beda tinggi
antara titik detail.
V.1-5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
V.2 Saran
Dari hasil pengukuran kelompok kami terdapat beberapa saran,
diantaranya :
1. Lakukan pratikum dengan rasa penuh taanggung jawab.
2. Pergunakan payung untuk melindungi alat agar tidak terkena sinar secara
langsung.
3. Pastikan Nivo benar-benar Centering dan pengukuran tidak terjadi
kesalahan.
4. Pada saat pengukuran jarak dengan pita meter pastikan pita meter tidak
cacat dan pastikan mengukurnya menggunakan unting-unting juga agar
jarak yang diperoleh dari patok ke patok lebih akurat.
5. Dalam perhitungan dan pengukuran data-data diperlukan persiapan-
persiapan pengukuran untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang
mungkin terjadi.
6. Susunan dalam laporan harus mengikuti metodologi yang baik dan
pengumpulan data dari berbagai sumber.
7. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi, maka tugas
pengukuran harus berdasarkan pada prinsip-prinsip pengukuran, yaitu :
a. Perlu adanya pengecekkan terpisah
b. Tidak adanya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran
c. Perlu adanya pengecekan data setiap pengukuran selesai.
d. Melakukan pengukuran pada waktu Pagi hari (05.00-11.30), Siang
hari (13.00- 15.00), Sore hari (15.00-17.30).
V.2-6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
DAFTAR PUSTAKA
(2019). Retrieved November 12, 2019, from Google Earth Pro.
Anonymous. (2016, Februari 7). Poligon Tertutup. Retrieved November 12, 2019,
from Land Surveying:
http://geoexpose.blogspot.com/2010/12/pol%20igon.html
Ari. (2019, Maret 19). 7 Jenis Alat Ukur Tanah serta Fungsi dan Cara
Penggunaannya. Retrieved November 12, 2019, from
ILMUGEOGRAFI.COM: https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/alat-
ukur-tanah
Azizi, F. N. (2014, Mei 5). Kesalahan Pengukuran dalam Ilmu Ukur Tanah.
Retrieved November 12, 2019, from Koleksiminisaya:
http://koleksiminisaya.blogspot.com/2014/05/kesalahan-pengukuran-
dalam-ilmu-ukur.html
Basuki, S. (2006). Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Handiri. (2011). Ilmu Ukur Tanah dan Kartografi. Retrieved from Handiri's Blog:
https://handiri.wordpress.com/ilmu-ukur-tanah-dan-kartografi/
Kusumawati, Y. (2014). Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah. Bandung: Pusat Survei
Geologi Bandung.
Surveying, L. (2011, Mei). Poligon Terbuka. Retrieved November 12, 2019, from
Land Surveying: http://geodesi10-materi-
kkh.blogspot.com/2011/05/poligon-terbuka.html
Syaifullah, A. (2016, 12). Modul Ilmu Ukur Tanah. Retrieved November 12,
2019, from Prodi S1 STPN: http://prodi1.stpn.ac.id/wp-
content/uploads/2016/12/Modul-Ilmu-Ukur-Tanah.pdf
V.2-2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
Wongsotjitro. (1980).
V.2-3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI
Kelompok : VI-A
V.2-4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
V.2-5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
DOKUMENTASI
V.2-6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
V.2-7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I
V.2-8