KEMAH KERJA
(Disusun untuk memenuhi prasyarat mata kuliah Kemah Kerja)
Disusun oleh:
Kelompok VIII-A
M. Ihsan (21110115120006)
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Kemah Kerja telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen
Pembimbing Praktikum Kemah Kerja, Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro.
Disusun oleh:
Kelompok VIII-A
M. Ihsan (21110115120006)
Memeriksa,
Menyetujui,
Kelompok VIII-A ii
Laporan Kemah Kerja
KATA PENGANTAR
Pertama kali dan yang paling utama patut kitapanjatkan puja dan puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat, taufik, hidayah serta
inayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Kemah Kerja ini tanpa menemui
hambatan yang berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Sawitri Subiyanto,M. Si. selaku Ketua Jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Bapak Bambang Darmo Yuwono, ST., MT dan Nurhadi Bashit, ST., M.Eng.
selaku dosen pengampu mata kuliah Kemah Kerja yang telah membimbing kami
dalam penyusunan laporan Kemah Kerja ini.
3. Seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun laporan praktikum
Kemah Kerja yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kemah Kerja serta menjadikannya sebagai suatu media pembelajaran bagi kita semua.
Kami sadar bahwa laporan yang kami susun masih sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat
kami harapkan sebagai acuan agar menjadi lebih baik lagi. Terima kasih kami sampaikan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kelompok VIII-A v
Laporan Kemah Kerja
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Lokasi Pengukuran ........................................................................................ I-2
Gambar II-1 Metoda Rapid Statik.................................................................................... II-4
Gambar II-2 Penentuan Jarak antara dua titik dibalik gunung ........................................ II-4
Gambar II-3 Poligon Tertutup Sudut Dalam ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar II-4 Poligon Tertutup Sudut Luar......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar II-5 Tugu Titik Tinggi Geodesi .......................................................................... II-7
Gambar II-6 Penentuan Beda Tinggi dengan Sipat Datar (Basuki, S., 2006) ................. II-9
Gambar II-7Waterpass ................................................................................................... II-10
Gambar II-8 Kaki Tiga (Statif) ...................................................................................... II-10
Gambar II-9 Rambu Ukur .............................................................................................. II-11
Gambar II-10 Jarak Optis pada Teropong Mendatar (Basuki, S., 2006) ....................... II-15
Gambar II-11 Jarak Optis pada Teropong Miring ......................................................... II-16
Gambar II-12 Cara Koordinat Kutub dengan Azimuth ................................................. II-17
Gambar II-13 Penentuan Detail dengan Cara Pemotongan ke Muka ............................ II-18
Gambar II-14 Pembuatan Garis Kontur secara Langsung ............................................. II-22
Gambar II-15 Interpolasi Linier ..................................................................................... II-23
Gambar II-16 Metode Semi Matematis ......................................................................... II-24
Gambar III-1 Receiver Topcon Hiper II Dual Frekuensi ............................................... III-1
Gambar III-2 Controller FC 250.................................................................................... III-1
Gambar III-3 Meteran .................................................................................................... III-1
Gambar III-4 Statif ......................................................................................................... III-2
Gambar III-5 Lokasi titik-titik pengukuran GNSS ........... Error! Bookmark not defined.
Gambar III-6 Total Station Topcon GTS-250 ............................................................... III-3
Gambar III-7 Prisma / Reflektor .................................................................................... III-3
Gambar III-8 Statif / Tripod ........................................................................................... III-4
Gambar III-9 Payung ..................................................................................................... III-4
Gambar III-10 Paku Payung .......................................................................................... III-4
Gambar III-11 Meteran .................................................................................................. III-5
Gambar III.12 Waterpass Digital .................................................................................. III-8
Gambar III.13 Waterpass Manual.................................................................................. III-9
Gambar III.14 Rambu Ukur ........................................................................................... III-9
Gambar III.15 Tripod/Statif ......................................................................................... III-10
Kelompok VIII-A vi
Laporan Kemah Kerja
DAFTAR TABEL
Tabel II-1 Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar .................................................... II-6
Tabel II-2 Interval Kontur berdasarkan Skala Peta dan Kondisi Tanah ........................ II-20
Tabel II-3 Harga Kontur berdasarkan Jenis-jenis Keperluan Teknis............................. II-20
Tabel III.1Tabel hasil pengukuran GNSS .......................... Error! Bookmark not defined.
Tabel IV.1 Data BM ...................................................................................................... IV-1
Tabel IV.2 Hasil koordinat poligon ............................................................................... IV-1
Tabel IV.3 Hasil Poligon Utama .................................................................................... IV-5
Kelompok VIII-A ix
Laporan Kemah Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
1. Poligon tertutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar II-1 Jaring Kontrol Horizontal untuk mendefinisikan SRGI 2013 (srgi.big.go.id, 2015).
Kelompok VIII-A II-1
Laporan Kemah Kerja
Sistem Referensi adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan
geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat
dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. (Andreas, 2013). Dalam pendekatan geodetik,
ada 3 parameter yang mendefinisikan Sistem Referensi, yaitu:
1. Lokasi titik asal (titik nol) dari Sistem Koordinat
2. Orientasi sumbu koordinat
3. Besaran yang digunakan dalam mendefinisikan posisi suatu titik dalam Sistem
Koordinat tersebut.
Menurut (Andreas, 2013), Berdasarkan orientasi sumbunya, Sistem Referensi
(koordinat) ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Sistem terikat bumi (Conventional Terestrial System) sumbu-sumbunya ikut berotasi
bersama dengan bumi, umumnya digunakan untuk menyatakan posisi titik yang
berada di bumi.
2. Sistem terikat langit (Conventional Inertial System) sumbu-sumbunya diikatkan
kepada benda-benda langit lain, umumnya digunakan untuk menyatakan posisi titik-
titik dan objek-objek angkasa (contoh: Sistem Satelit).
Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde jaringan harus dinyatakan dalam system
referensi koordinat nasional, yang pada saat ini dinamakan Datum Geodesi Nasional 1995
(DGN 95). Sistem DGN 95 ini pada prinsipnya adalah sistem koordinat WGS (World
Geodetic System) 1984, yang merupakan sistem koordinat kartesian geosentrik tangan
kanan. (SNI, 2002). Ellipsoid referensi yang digunakan sistem ini adalah ellipsoid
geosentrik WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter utama yang ditunjukkan
pada Tabel
World Geodetic System 1984 (WGS84) memiliki nilai parameter:
Penentuan Posisi dengan metoda Pseudo Kinematik menerapkan dua sesi okupasi
data pada titik yang sama secara singkat (5 menit), dengan perbedaan satu sesi dengan
lainnya kurang lebih 1 (satu) jam. Hal ini dimaksudkan agar kedua sesi pengamatan
dilakukan pada dua geometric satelit yang berbeda.
Penentuan Posisi dengan metoda Stop and Go dilakukan dengan receiver
GPS/GNSS yang bergerak dari satu titik ke titik lainnya, tetapi selama perjalanan dari
satu titik ke titik lainnya receiver tetap melakukan koleksi data. Ukopasi pada titik yang
akan ditentukan posisinya adalah kurang lebih 10 sampai dengan 15 detik. Metoda ini
sangat memerlukan geometri Satelit yang sangat baik (satelit tidak berkumpul pada satu
areal yang sempit) dalamrangka untuk mendapatkan hasil posisi yang baik.
Kegunaan dan kelebihan GPS/GNSS dari penentuan posisi lainnya adalah :
Dapat mengukur jarak panjang secara tidak langsung( lebih dari 2 km), hal ini
tidak dapat dilakuka oleh EDM atau Total Stasion) dan tidak memerlukan saling
melihat antar titik yang diukur (perhatikan gambar 2)
.
Gambar II-3 Penentuan Jarak antara dua titik dibalik gunung
Juru ukur BPN tidak dapat memanipulasi data. Biasanya data-data ukuran polygon
sudut dan jarak, dapat disesuaikan dengan besar koreksi yang diinginkan.
suatu wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi
sebagai ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti terhadap MSL. (Purwaamijaya,
2008)
Tabel II-1 Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar
(SNI 19-6988-2004)
Tingkat/ Orde Toleransi Selisih Beda Tinggi
Pengukuran Pulang Pergi per Seksi
I 4 mm √D
II 8 mm √D
III 12 mm √D
IV > 12 mm √D
TTG terlihat berbentuk kotak beton dengan tinggi tidak lebih dari setengah meter
dari permukaan tanah, yang ditandai dengan pelat keterangan dan batangan logam di satu
sisi vertikal dan pelat keterangan di sisi atas (horizontal). Pada pelat sisi vertikal tertulis
“Jaring Kontrol Tinggi Geodesi, TTG [nomor kode TTG], Milik Negara, Dilarang Merusak
dan Mengganggu Tanda ini, Pemetaan Nasional 1991”. Sedangkan pada pelat sisi horizontal
yang terletak di bagian atas kotak beton ini bertuliskan “Jaring Gaya berat” diikuti angka
kode, lalu tanda “+” yang menandakan posisi yang terukur adalah pada pertemuan/di tengah-
tengah tanda “+”, lalu tulisan “Milik Negara, Dilarang Merusak dan Mengganggu Tanda ini,
Pemetaan Nasional”.
Menurut (Purwaamijaya, 2008), Informasi yang bisa dibaca pada TTG adalah:
1. Nomor Pilar, Nama Setempat, Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, (yang
melakukan) Pengamatan, Tanggal Pasang, Jenis TTG (dua yang diketahui, yaitu
Pilar Tinggi Biasa dan Pilar Tinggi Utama, mungkin ada yang lain lagi), Simpul
(Simpul dan Bukan Simpul), Nomor Jalur, dan Jalur.
Gambar II-5 Penentuan Beda Tinggi dengan Sipat Datar (Basuki, S., 2006)
Keterangan:
A dan B : titik di atas permukaan bumi yang akan di ukur beda tingginya
a dan b : bacaan benang muka dan belakang
ha : tinggi permukaan tanah A
hb : tinggi permukaan tanah B
Δh : beda tinggi antara titik A dan B
Apabila (a-b) hasilnya positif (+), maka dari titik A ke B terjadi kenaikan atau B
lebih tinggi dari A. Sebaliknya, apabila (a-b) negatif (-), maka dari titik A ke B terjadi
penurunan atau B lebih rendah dari A.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengukuran beda tinggi atau pengukuran
sipat datar adalah sebagai berikut:
1. Waterpass
Waterpass dipasangkan di atas kaki tiga (statip) dan pandangan dilakukan melalui
teropong. Bagian-bagian dari waterpass, antara lain:
a. Lup
b. Teropong
c. Tombol fokus
d. Piringan horisontal
e. Sekrup-sekrup level
i. Tabung nivo
Gambar II-6Waterpass
3. Rambu Ukur
Rambu ukur adalah alat sebagai acuan dalam pembidikan, yaitu untuk pembacaan
benang atas, benang bawah, dan benang tengah. Panjang rambu ukur dalam
pengukuran adalah 5 meter dan 3 meter.
yang telah diketahui koordinatnya (x,y) dan ketinggiannya, azimuth awal, jarak, sudut
lurus (sudut dalam / sudut luar) dan beda tinggi.
Urutan kegiatan untuk pengerjaan peta situasi suatu daerah, meliputi pekerjaan-
pekerjaan sebagai berikut.
1. Orientasi/peninjauan lapangan.
Mengumpulkan berbagai informasi tentang daerah yang akan dipetakan untuk
menentukan penyebaran ataupun kerapatan titik-titik kerangka dasar dan titik-titik
detil, metoda pengukuran dan peralatan yang akan dipergunakan.
2. Perencanaan.
Dari hasil orientasi lapangan disusun rencana antara lain :
a) Penempatan titik-titik kerangka dasar.
b) Metoda pengukuran dan alat ukur yang digunakan.
c) Urutan pelaksanaan pekerjaan dan jadwal waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan masing-masing pekerjaan.
d) Pengaturan personil, peralatan dan perlengkapan pengukuran.
3. Pemasangan dan penomoran patok.
Pemasangan patok untuk kerangka dasar peta harus cukup kuat supaya dapat
bertahan dalam periode waktu tertentu selama pekerjaan pengukuran berlangsung
dan beberapa dibuat permanen dengan beton untuk kontrol. Lokasi untuk
pemasangan patok dipilih tempat yang stabil dan memberikan kemudahan untuk
pelaksanaan pengukuran maupun pencarian. Beberapa hal yang penting dalam
pemasangan patok adalah sebagai berikut :
a) Mencantumkan kode / nomor patok sesuai dengan rencana.
b) Membuat sketsa lokasi patok yang telah dipasang.
4. Pengukuran.
Pengukuran yang dilakukan dalam rangka pembuatan peta situasi / peta tranches
meliputi :
a. Pengukuran kerangka peta, meliputi :
1) Pengukuran kerangka dasar horisontal (KDH).
2) Pengukuran jarak (optis) setiap antar dua titik, paling sedikit diukur 2 kali
3) Pengukuran sudut mendatar, paling sedikit diukur dua seri (B-LB, LB, B)
4) Pengukuran azimuth magnetis (azimuth astronomis), paling sedikit 2 seri.
5) Pengukuran kerangka dasar vertikal (KDV)
6) Pengukuran dilakukan dengan alat sipat datar (water pass)
a. Mengikat sembarang
b. Perpanjangan sisi
c. Trilaterasi sederhana
Penggambaran posisi atau plotting-nya dilakukan secara grafis.
2. Metode Polar atau Koordinat Kutub
Metode ini mengukur posisi tiga dimensi (x,y,z) dengan menentukan komponen
azimuth (sudut arah), jarak, dan beda tinggi dari titik ikat. Karena detail yang
diukur banyak, pengukuran dilakukan dengan teknik yang cepat, yang disebut
tachimetri. Pada pengukuran ini azimuth atau sudut diukur dengan alat BTM atau
theodolite, jarak diukur secara optis, dan beda tinggi diukur secara trigonometris.
Pada pengukuran tachimetri, posisi teropong alat ukur (theodolite) dapat mendatar
maupun miring. Penjelasan mengenai kedua posisi teropong tersebut sebagai
berikut :
a. Teropong Mendatar
Garis besar jalannya sinar dari benang silang pada posisi teropong mendatar
adalah:
Dari gambar di bawah dapat dilihat bahwa d : S = f : i
𝑓
𝑑= × 𝑆…………………………….................................................... (3.4)
𝑖
f
DAB c f d c f × S ………………........................................(3.5)
i
Keterangan:
c+f : konstan, misal = B
f
: konstan, misal = A (oleh pabrik biasanya dibuat +100)
i
maka persamaan (3.1) menjadi:
DAB = B + A × S……………………....................................................(3.6)
BA
Sb I (+)
BT
Sb II S
c f d
BB
DAB
Gambar II-9 Jarak Optis pada Teropong Mendatar (Basuki, S., 2006)
Karena B umumnya kecil, maka untuk jarak yang relatif jauh B diabaikan,
bahkan pada alat yang baru dibuat B = 0 dengan sistem optis yang tertentu
(lensa analaktik).
Apabila tinggi garis bidik diukur misal = t, maka beda tinggi (ΔhAB) adalah =
t – BT.
b. Teropong Miring
S S* = S.Cos α
d d* = S. Cos α
B B* = B.Cos α
BA
BT S* S
BB
d*
v
B
a
DAB
A
Jika jarak dari bidang mendatar yang melalui sumbu II sampai BT rambu
dinamakan V (naik/turun), maka:
𝑉
𝑡𝑔𝛼 = ……………………………………....................................... (3.8)
𝐷𝐴𝐵
𝑉 = 𝐷𝐴𝐵 . 𝑡𝑔 𝛼
𝑆𝑖𝑛 α
= (B. Cos α + A. S. Cos2 α).
𝐶𝑜𝑠 α
𝑡 + V = ΔhAB + BT
ΔhAB = 𝑡 + V – BT
Sehingga:
Kelompok VIII-A II-16
Laporan Kemah Kerja
HB = HA + 𝑡 + V – BT ........................................................................ (3.7)
Pengukuran dengan teropong selain digunakan untuk mencari jarak datar, juga
dapat digunakan untuk mengukur beda tinggi.Metode polar atau koordinat kutub
ini dibagi menjadi :
1) Penentuan Arah dengan Azimuth
Metode ini menggunakan peralatan yang dapat menunjukkan azimuth-kompas
seperti BTM, To atau theodolite offset boussole. Pada detail yang akan
ditentukan posisinya didirikan rambu ukur, kemudian arah bidikan atau
azimuth dibaca pada kompas dan pada rambu dibaca BA, BB, BT serta sudut
kemiringan teropongnya.
BA
BT
BB
U
a
h
a ß
P Q
memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Garis kontur
disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah.
(Purwaamijaya, 2008)
Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut :
a. Berbentuk kurva tertutup.
b. Tidak bercabang.
b. Tidak berpotongan.
c. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.
d. Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.
e. Tidak tergambar jika melewati bangunan.
f. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang terjal.
g. Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai
h. Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika
datar maka interval garis kontur adalah 1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta ,
jika berbukit maka interval garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala
peta dan jika bergunung maka interval garis kontur adalah 1/200 dikalikan dengan
nilai skala peta.
i. Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih 3 garis
kontur, pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur sedangkan pada daerah
bergunung setiap selisih 5 garis kontur.
j. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu..
k. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi.
l. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan punggungan
gunung.
m. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan suatu
lembah/jurang.
Tabel II-2 Interval Kontur berdasarkan Skala Peta dan Kondisi Tanah
(Purwaamijaya, 2008)
15 16
22
21
18 20
17 19
8 3
2
10
1
A 11
5
6 12
13
7 14
MB 94.070 m
Misal pada gambar di atas ketinggian titik ikat adalah 94,070 m. Alat ukur
diletakkan pada suatu tempat yang memiliki kapabilitas pengukuran yang baik,
kemudian bidik rambu pada titik ikat, misal terbaca 1630 mm. Berarti tinggi garis
bidik adalah 95,700 m. Apabila ketinggian garis kontur yang dibutuhkan adalah
94,000 m, maka garis bidik di titik detail yang tingginya 94,000 m harus terbaca
1700 mm. Untuk itu orang yang memegang rambu ukur harus maju atau mundur
sedemikian rupa sehingga pengamat membaca pada angka tersebut. Pada titik itu
kemudian diberi patok. Demikian juga untuk seluruh daerah yang akan dipetakan
garis konturnya. Posisi patok-patok ini kemudian diukur dengan alat theodolite
dan kemudian digambarkan pada kertas plot, kemudian dirangkai dengan titik
tinggi lainnya yang berharga sama.Dari uraian di atas terlihat bahwa cara ini
kurang praktis dan akan membutuhkan banyak waktu di lapangan. Cara ini
biasanya dikerjakan hanya untuk pemetaan dengan alat plane table
b. Metode tidak Langsung
Pada metode tidak langsung, garis kontur digambar atas dasar ketinggian detail-
detail hasil plotting yang tidak merupakan kelipatan dari interval kontur yang
diperlukan sehingga diperlukan penentuan posisi (secara numeris/grafis) titik-titik
yang mempunyai ketinggian kelipatan dari interval kontur. Untuk itu ada beberapa
cara atau metode yang dapat dilakukan antara lain :
a) Metode Matematis
Cara ini juga disebut interpolasi linier, maksudnya interpolasi yang sebanding
dengan jaraknya. Misal pada gambar di bawah, titik A tingginya 90,70 m dan
titik B tingginya 92,50 m. Jarak antara keduanya dalam gambar 20 cm (AB’).
Kita akan mencari posisi titik (K) yang berketinggian 92,00 m, yang pada
gambar menjadi K’.
B
K
H
A A
B'
l
L
98.7 B
95.0
13
12
11
10
9
7 8
91.2 6
4 5
3
1 A 2
Gambar II-15 Metode Semi Matematis
c) Metode Grafis
Metode ini sebenarnya hanya perkiraan saja. Namun, karena metode ini
memang lebih cepat, orang biasanya lebih suka menggunakan metode ini.
Untuk peta-peta skala menengah dan kecil di mana ketelitian ketinggian tidak
banyak dituntut, cara ini merupakan pilihan yang dianggap tepat. Namun,
untuk peta-peta teknik, pemakaian metode ini masih perlu dipertimbangkan.
BAB III
TAHAPAN PENGOLAHAN
b. Controller FC 250
c. Meteran
d. Statif
f. Meteran
Meteran adalah alat yang digunakan untuk mengukur jarak. Panjang meteran yang
kami gunakan 50 m.
DATA COLLECT ½
F1 : OCC.PT# INPUT
F2 : BACKSIGHT
F3 : FC/SS
4. Memasukkan informasi tempat berdiri alat, tekan tombol [F1] OCC. ST# INPUT.
PT# : P 1 PT#
N : 1000.000 m
E : 1000.000 m
Z : 100.000 m
>OK? [YES] [NO]
6. Masukkan informasi titik backsight (BS), dari menu DATA COLLECT tekan [F2]
BACKSIGHT
8. Memasukkan informasi titik foresight (FS), dari menu DATA COLLECT pilih
[F3] FS/SS
1. Dua buah waterpass, yaitu waterpass digital (digunakan untuk mengukur kerangka
utama) dan waterpass manual (digunakan untuk mengukur kerangka per
kelompok).
4. Nivo (2buah)
Alat yang digunakan untuk menjaga rambu ukur dapat berdiri tegak pada saat
pengukuran.
5. Payung
6. Paku payung
8. Pita ukur
Spesifikasi :
a. Panjang : 150 mm
d. Gambar : tegak
f. Kuat pemecahan : 3”
2. Statif
3. Jalon
5. Tribach
6. Pita ukur
7. Alat tulis
8. Kalkulator
a. Tinggi alat
7. Apabila semua titik detail telah selesai diukur maka diakhir pengukuran harus
diukur titik control yang akan digunakan untuk tempat pengukuran berikutnya.
Kemudian didapat benang tinggi stand 1 dan stand 2 dan menghitung rata-rata
beda tinggi dengan rumus :
Kemudian didapat benang tinggi stand 1 dan stand 2 dan menghitung rata-rata
beda tinggi dengan rumus :
Setelah mendapatkan beda tinggi pergi dan pulang, kita akan mencari elevasi
titik dengan cara perhitungan :
...........................................(4.5)
..........................................................................(4.9)
B. Menghitung koordinat
III.5 Penggambaran
Pada pengukuran ini kami menggunakan software AutoCAD land desktop 2009,
berikut adalah tahapan penggambaran :
1. Tampilan awal autocad land desktop 2009
3. Setelah membuat project baru kemudian masukan koordinat dengan cara points =>
import/export points => import points berikut adalah tampilannya.
4. Pada praktikum ini kelompok kami menggunakan format pnezd yaitu point,
northing, easting, elevation dan description, berikut adalah tampilan format
notepad untuk import point.
5. Setelah itu klik ok, kemudian pada database import option pilih ignore, use next
point number, dan renumber seperti gambar di bawah, kemudian klik ok
6. Kemudian sambungkan point point dengan menggunakan line, polyline atau arc.
Berikut adalah tampilan jalan setelah menyambungkan point jalan.
7. Kemudian sambungkan point seperti bangunan parkiran selokan sungai dan lain
lain, berikut adalah Tampilan setelah menyambung semua objek pada peta.
10. Kemudian buat contour dengan cara terrain > terrain model explorer.
11. kemudian pada folder terrain klik kanan => create new surface.
12. Pada point files klik kanan =>add point file from AutoCad Objects => Point.
13. Setelah itu klik terrain > create contour, ubah interval menjadi Both minor and
major, kemudian isi nilai minor interval 0.500 dan major interval 2.500 kemudian
klik ok.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengolahan GNSS akan diperoleh koordinat setiap titik. Tabel diatas
menunjukkan koordinat pada BM 28 dan BM 05 yang merupakan hasil dari pengolahan
data GNSS. Apabila menginginkan hasil yang lebih teliti maka pengukuran harus
dilakukan lebih lama.
IV.1.2 Poligon
Dari hasil pengukuran poligon tertutup diperoleh data sudut. Data sudut tersebut
kemudian diolah sehingga mendapatkan koordinat titik pada setiap patok. Pada
pengukuran poligon wilayah SC, Koperasi, UCC, ICT ,TC I, Maskam Undip dan TC II,
diikatkan pada BM 28 dan BM 05. Kedua BM tersebut sudah diketahui koordinatnya
terlebih dahulu, yang diperoleh dari pengukuran GNSS. BM 28 terletak diluar poligon
sebagai titik ikat, sedangkan BM 05 terletak didalam poligon. Tabel di bawah ini
merupakan koordinat yang diperoleh dari hasil perhitungan hasil pengukuran.
437971.816 9220045.486 P9
437925.895 9220054.005 P10
437888.555 9220060.818 P11
437884.739 9220072.445 P12
437845.558 9220085.642 P13
437801.878 9220096.783 P14
437787.311 9220088.378 P15
437729.769 9220105.789 P16
437680.553 9220121.981 P17
437642.878 9220134.109 P18
437671.908 9220174.980 P19
437718.382 9220158.640 P20
437742.143 9220149.185 P21
437780.474 9220144.412 P22
437815.136 9220141.866 P23
437855.738 9220122.964 P24
437884.013 9220113.034 P25
437908.217 9220097.396 P26
437924.916 9220127.365 P27
437973.415 9220146.424 P28
438006.043 9220141.437 P29
438031.361 9220155.066 P30
438021.950 9220229.400 P31
438030.382 9220244.058 P32
437963.901 9220257.927 P33
437966.765 9220277.287 P34
438016.388 9220293.669 P35
438052.634 9220292.254 P36
438102.701 9220279.939 BM
438041.261 9220114.400 PC1
438005.105 9220058.518 PC2
Jadi, kesalahan total penutup sudut pada pengukuran poligon wilayah SC-Maskam
Undip adalah sebesar -0°0’37,5”dan kesalahan penutup sudut per titik adalah sebesar
-0°0’0,9234”.
2. Azimuth
a) Azimuth awal pada pengukuran ini diperoleh dari perhitungan koordinat 2 buah
BM yang dijadikan sebagai titik ikat pada pengukuran poligon. Dimana salah satu
BM berada di dalam poligon dan yang satunya lagi berada diluar poligon.
Dibawah ini merupakan data dari 2 buah BM yang digunakan dalam pengukuran
ini.
d Bm051
kx BM05-1 fx
d
29,653
0.002918
1466,777
0,000449
b) Perhitungan koreksi fy, menghitung d cos α :
d cos α BM05-1 = d BM05-1 cos α BM05-1
= 29.653 cos 182°47’3,253”
= -29.617
fl = 0.16976367
7. Perhitungan ketelitian jarak linier
fl
𝐾=
d
0.16976367
𝐾=
1466.777
1
𝐾=
8640.111302
Jadi, ketelitian linier sebesar 1 : 8640.111302
Toleransi yang diberikan adalah 1 : 7500
Sehingga ketelian linier dari kelompok kami sudah memenuhi syarat dari toleransi
yang diberikan.
IV.1.3 Kesalahan dalam Pengukuran
1. Nivo tabung pada alat yang digunakan susah untuk diatur, sehingga nivo
tabungnya sulit untuk dipaskan ditengah.
2. Ada kekeliruan pengukuran jarak menggunakan pita ukur, sehingga harus
dilakukan pengukuran jarak ulang.
3. Pada saat melakukan penembakan kurang pas di titik karena menggunakan
prisma.
193.0265 P5
193.6453 P6
194.2636 P7
195.6079 P8
195.7202 P9
196.3565 P10
198.4843 P11
199.7992 P12
201.7555 PB4
204.1248 P13
204.3326 P14
204.8414 P15
206.9987 PB5
208.3590 PB6
209.3503 P16
210.8351 PB7
212.7334 P17
214.4918 P18
212.7261 P19
212.9044 PB8
213.4292 P20
211.1830 PB9
209.9708 P21
208.0671 P22
206.9394 PB10
205.7642 P23
204.1735 P24
201.5944 P25
199.5252 P26
198.7065 P27
198.0918 P28
197.5806 P29
198.5844 P30
199.6022 PB11
201.7675 PB12
203.1088 P31
204.6036 P32
204.6335 P33
204.9448 P34
205.5031 PB13
206.2009 P35
207.6827 P36
210.0960 BM5
IV.2.2 Pembahasan
Hasil perhitungan pada Tabel IV.3 diperoleh dari pengukuran dan perhitungan
dengan metode “Pergi Pulang”.
A. Beda Tinggi
Untuk mendapatkan beda tinggi pengukuran dilakukan dengan Pergi dan Pulang.
Berikut langkah kerjanya :
1. Alat didirikan ditengah BM 05 dan P1, mendirikan rambu di BM 05 dan P1. BM
05 sebagai bacaan belakang dan P1 sebagai bacaan muka, kemudian baca dan
catat dH, jarak,ketinggian. Lakukan sampai waterpas berdiri diantara P36 dan BM
05 untuk pengukuran Pergi.
2. Alat didirikan kembali ditempat yang berbeda ditengah P36 dan BM 05,
mendirikan rambu di P36 dan BM 05. BM 05 sebagai bacaan belakang dan P36
sebagai bacaan muka, kemudian baca dan catat dH, jarak,ketinggian. Lakukan
sampai waterpas berdiri diantara P1 dan BM 05 untuk pengukuran Pulang.
Setelah data Pergi dan Pulang didapat, kita melakukan perhitungan untuk
mendapatkan beda tinggi antara kedua titik tersebut.Berikut langkah perhitunganya :
𝐵𝑇 𝑝𝑒𝑟𝑔𝑖 + 𝐵𝑇𝑝𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 =
2
−2.717 + 2.718
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑀05 𝑑𝑎𝑛 𝑃1 =
2
= -2.7177m
Perhitungan terakhir adalah mencari elevasi titik dan terdapat di rumus (2.9).
Untuk elevasi awal diketahui 210.096 m
BM 05 ke P1 = 210.096 m + (-2.7177) m
= 207.3783 m
Melakukan hal yang sama sampai kembali ke elevasi awal yaitu titik BM 23.
C. Limitasi Kesalahan
Pada pengukuran waterpas tertutup terdapat tingkat ketelitian yang dapat dicari
dengan rumus berdasarkan SNI :
Orde 1 = 2.0√ Skm = 2,0√1,466 = 2,4215 mm
Data hasil pengukuran diatas kemudian diubah ke format Microsoft Excel lalu di-
input kedalam AutoCad untuk dilakukan penggambaran.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari serangkaian kegiatan praktikum Kemah Kerja yang telah kami lakukan
memiliki kesimpulan antara lain
4. Pengukuran situasi digunakan sebagai data dalam pembuata peta topografi suatu
daerah.Pengukuran situasi dibagi menjadi tiga tahap pengukuran yaitu, pengukuran
poligon, pengukuran waterpass, dan pengukuran detail situasi.
Azimuth awal yang didapat dari hasil pengukuran sebesar 107°11′ , 2677"
5. Dalam pengukuran poligon utama masih ada beberapa kesalahan, antara lain:
Kesalahan penutup sudut poligon tertutup sebesar -0°0’34,5”, dengan jumlah titik
37 maka jumlah koreksi tiap titik sebesar -0°0’0,9324”.
7. Hasil pengukuran waterpass dengan teknik pulang pergi untuk waterpass tertutup
dengan jumlah koreksi sebesar 9,5 mm dan lebih kecil dari ketelitian orde 3 yaitu
9,6862 mm, jadi pengukuran masuk kedalam orde 3.
V.2 Saran
Setelah kelompok VIII-A melaksanakan pratikum Kemah Kerja sesuai dengan
pelaksanaan pratikum dan berdasarkan dasar teori yang ada serta setelah melakukan
pengolahan data dan mendapatkan suatu hasil, maka kami menyarankan kepada pratikan
untuk :
2. Kegiatan pengukuran sebaiknya tidak dilakukan pada siang hari atau saat matahari
berada tepat di atas kepaka untuk menghindari terjadinya undulasi.
3. Alat water pas pada saat pengukuran sebaiknya diletakkan tepat ditengah-tengah
kedua rambu (depan dan belakang). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
kesalahan yang diakibatkan kelengkungan permukaan bumi, kesalahan nivo, dan
refraksi cahaya.
4. Alat ukur water pas wajib diberikan perlindungan dari teriknya sinar matahari
secara langsung, seperti penggunaan payung untuk menghindari kerusakan optik
pada alat.
5. Jika pengukuran dilakukan dalam beberapa seksi, maka batas akhir pengukuran tiap
seksi seharusnya pada titik BM atau titik kontrol yang tidak dapat berubah
kedudukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Andreas, H. (2013). Review System Geodetic Reference In Some Countries Tinjauan
Sistem Referensi Geodesi Di Beberapa Negara. Indonesian Journal Of Geospatial
Vol. 1, No. 2, 2013, 30-41, 31-33.
Doyle, F. (1981). In Technological Transition In Cartography (pp. 59-67).
Eva Suci Lestari, L. M. (2014). Pembuatan Program Perataan Parameter Jaring Poligon
Dengan Menggunakan Visual Basic For Application (VBA) Microsoft Excel.
Jurnal Geodesi Undip (Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, (ISSN : 2337-845X)),
334-335.
Frick, I. (1979). ILMU DAN ALAT UKUR TANAH. Yogyakarta: Kanisius.
Hajri, A. (2017). KAJIAN PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL
DARI SISTEM TETAP (DGN-95) KE SRGI (Studi Kasus : Sulawesi Barat).
Jurnal Geodesi Undip, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, (ISSN : 2337-845X).
Hajri, A. (2017). KAJIAN PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL
DARI SISTEM TETAP (DGN-95) KE SRGI (Studi Kasus : Sulawesi Barat).
Jurnal Geodesi Undip (Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, (ISSN : 2337-845X)),
50-51.
Hartanto, J. A. (2012). ILMU UKUR TANAH (BAGIAN 2). Malang: Dioma.
Nasional, B. S. (2002). Badan Standardisasi Nasional Jaring kontrol horizontal (SNI 19-
6724-2002). -: Badan Standardisasi Nasional.
Purwaamijaya, I. M. (2008). TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN. Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan.
Purwaamijaya, I. M. (2008). TEKNIK SURVEY DAN PEMETAAN JILID 3. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
SNI. (2002). Badan Standardisasi Nasional Jaring kontrol horizontal (SNI 19-6724-
2002). -: Badan Standardisasi Nasional.
Sutardi, I. (2007). Ilmu Ukur Tanah. Bandung.
Widi Hapsari, B. D. (2016). PENENTUAN POSISI STASIUN GNSS CORS UNDIP
EPOCH 2015 DAN EPOCH 2016 BERDASARKAN STASIUN IGS DAN SRGI
MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK GAMIT 10.6. Jurnal Geodesi Undip
(Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, (ISSN : 2337-845X)), 245.