DISUSUN OLEH:
NIT. 34318057
DISUSUN OLEH:
NIT. 34318057
Oleh
HABIB MUHAMMAD RAFI
NIT : 34318057
Disetujui oleh,
Mengetahui,
Kepala Kantor UPBU H.Asan Sampit
v
LEMBAR PENGESAHAN
Tim Penguji,
Surya Tri S., S.ST., MS.ASM Rendy Tri A P, A,MD M. Herry Prasetyo M
NIP. 19910207 201012 1 004 NIP. 19741028 200604 1 001
Mengetahui,
Kepala Program Studi PKP-PK
Dalam penyusunan laporan OJT ini banyak hambatan serta rintangan yang
penulis hadapi namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupu spiritual. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
vi
BAB III PENUTUP
3.1 Pengertian Obstacle ...................................................................... 30
3.2 Standar Waktu Beraksi (Response Time) ..................................... 30
3.2.1. Pengertian Standar Waktu Beraksi (Respons Time) ............ 30
3.2.2 Keberhasilan Operasi PKP-PK Berdasarkan (Response Time) 30
3.3 Pertolongan Kecelakaan Penerbang dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) ....................................................................................... 31
3.3.1 Pengertian Pertolongan Kecelakaan Penerbang dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK)..................................................... 31
3.3.2 Tugas Pokok PKP-PK............................................................ 32
3.4 Gedung Fire Station........................................................................ 33
3.5 Garasi Kendaraan............................................................................ 34
BAB IV LAPORAN OJT
4.1 Lingkup Pelaksanaan OJT............................................................ . 38
4.1.1 Unit PKP-PK........................................................................ 38
4.2 Jadwal Pelaksanaan OJT............................................................... 40
4.3 Permasalahan/Pengembangan Inovasi........................................... 41
4.4 Penyelesaian Masalah/Pengembangan Inovasi............................. 45
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................... . 47
5.1.1 Kesimpulan BAB IV............................................................ 47
5.1.2 Kesimpulan Pelaksanaan OJT Secara Keseluruhan............. 47
5.2 Saran.............................................................................................. 48
5.2.1 Saran Terhadap BAB IV....................................................... 48
5.2.2 Masukan Terhadap Pelaksanaan OJT Secara Keseluruhan.. 48
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 4.7 Pesawat Parkir di Depan Garasi PKP-PK.......................... 45
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Lalu Lintas Udara Penerbangan Dalam Negeri Melalui
Bandar Udara Haji Asan Sampit................................................................... 3
Tabel 2.1 Data Umum H. Asan Sampit......................................................... 8
Tabel 2.2 Klasifikasi PAPI............................................................................ 13
Tabel 2.3 Klasifikasi Runway Edge Light Eleveted...................................... 14
Tabel 2.4 Klasifikasi Runway Edge Light Insert........................................... 14
Tabel 2.5 Klasifikasi Data Threshold Edge Light.......................................... 15
Tabel 2.6 Klasifikasi Lampu Runway End..................................................... 16
Tabel 2.7 Klasifikasi Taxiway Edge Light..................................................... 17
Tabel 2.8 Klasifikasi Data Turning Area Light.............................................. 18
Tabel 2.9 Klasifikasi RTIL............................................................................. 19
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Politeknik Penerbangan Indonesia Curug adalah Unit Pelaksanaan Teknis
(UPT) Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan yang
mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan profesional diploma dibidang
Teknik dan Keselamatan Penerbangan. Sebagai lembaga pendidikan dan/ atau
pelatihan yang memiliki tugas utama mengembangkan dan melatih Sumber Daya
Manusia Perhubungan Udara, Politeknik Penerbangan Indonesia Curug memiliki
komitmen yang kuat dalam penyelenggaraan fasilitas dan tenaga pengajar yang
profesional untuk mendukung tercapainya keselamatan penerbangan. Program
Studi Diploma IV pada Politeknik Penerbangan Indonesia Curug, yaitu Diploma IV
Penerbang (PNB), Diploma IV Teknik Pesawat Udara (TPU), Diploma IV Teknik
Navigasi Udara (TNU), Diploma IV Lalu Lintas Udara (LLU). Program Studi
Diploma III pada Politeknik Penerbangan Indonesia Curug, yaitu Diploma III
Teknik Bangunan Landasan (TBL), Diploma III Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan (PKP), Diploma III Operasi Bandar Udara (OBU).
1
untuk menjadi individual kompeten dari berbagai pengalaman baik pekerjaan
maupun bermasyarakat.
Salah satu syarat kelulusan bagi taruna adalah On the Job Training (OJT)
dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kurikulum pada tiap-tiap Program
Studi dan berfungsi untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat
selama mengikuti perkuliahan ke dalam dunia kerja nyata baik di bandar udara
maupun di perusahaan atau industri sesuai bidang terkait, karena dengan adanya
praktek kerja lapangan nantinya diharapkan para calon tenaga di bidang manajemen
transportasi udara ini, dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mengembangkan daya
pikir dan melakukan penalaran dari permasalahan-permasalahan kompleks yang
timbul dan dihadapi pada saat melaksanakan On the Job Training dengan
menganalisa serta mengambil keputusan secara cepat, tepat dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas pemberian layanan tranportasi udara.
2
Tabel 1.1 Tabel Lalu Lintas Udara Penerbangan Dalam Negeri Melalui
Bandar Udara Haji Asan Sampit
Pesawat Terbang (Buah) Penumpang (Orang)
Tahun
Berangkat Datang Berangkat Datang Transit
2018 1656 1674 69614 69791 22176
2011 1674 1674 68614 69791 22176
2010 1231 1231 45588 45828 19787
2009 1130 1130 39353 41694 18765
2008 389 389 25966 24848 1062
2007 210 210 11390 10498 206
Sumber: Bandara H.Asan Sampit
Dengan beroperasinya Bandara H. Asan Sampit, maka jumlah pesawat dan
jumlah penumpang yang berangkat dan datang bertambah tiap tahunnya.
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat peningkatan jumlah pesawat dan jumlah
penumpang pada Bandara H. Asan Sampit tiap tahunnya. Hal ini berarti adanya
peningkatan permintaan jasa angkutan udara di Bandara H.Asan Sampit yang cepat
setiap tahunnya. Oleh karena itu, ini dapat dijadikan bukti adanya pertumbuhan dari
Bandara H. Asan Sampit untuk bisa lebih dikembangkan di masa yang akan datang.
Meningkatnya jumlah penumpang tiap tahunnya membuat bandara harus
melengkapi diri untuk memberikan perlindungan terhadap para penumpang dari
bahaya bencana yang dapat terjadi.
Menurut (Hadi Suharno 2009) bandar udara sebagai salah satu sub sistem
transportasi udara pengelolaan terikat pada prinsip-prinsip penyelenggaraan bandar
udara dengan tugas utama: memberikan pelayanan kepada pengguna jasa, merawat
fasilitas yang ada sehingga tingkat pelayanan dapat terjaga (siap di operasikan).
ICAO melakukan program Universal Safety Oversight Safety Audit (USOAP) dan
Universal Security Audit Program (USAP) kepatuhan terhadap standar
penerbangan internasional adalah aspek yang sangat fundamental, penerbangan
yang tidak dikelola dengan standar-standar yang telah ditetapkan sangat berbahaya
karena penerbangan adalah aktivitas yang sangat sarat dengan peraturan dan
prosedur yang ketat (Yadi Supriyadi 2012).
Menurut (Zulfiar Sani, 2010) pelayanan transportasi tidak selalu ada di setiap
tempat dan jenis yang sama, maka penting untuk diikut sertakan dalam analis
3
krateristik lokasi, sarana yang menetap. Jaringan ini merupakan suatu cara yang
mudah untuk menyusun informasi mengenai karakteristik dari berbagai sarana yang
menetap dan arus lalu lintas yang dilayaninya.
Investasi yang diperlukan untuk melayani kegiatan arus lalu lintas secara
efektif dan efisien menurut (Rahardjo Adisasmita, 2010) dibagi 3 (tiga) dasar yaitu:
1) Investasi yang dibutuhkan untuk menentukan kapasitas, 2) Investasi untuk
mengganti peralatan yang lama dengan peralatan yang baru tetapi sejenisnya, 3)
Investasi yang diperlukan untuk mendominasi, dimana peralatannya adalah baru
dan berbeda dengan peralatan yang digantikannya
Pemeliharaan infrastruktur bandar udara tentunya hal yang mutlak dan wajib
dilakukan oleh operator bandar udara agar terjadi kelancaran dalam kegiatan yang
berlangsung di bandar udara tersebut. Cara pengelolaan bandar udara harus sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan dan pemeliharaan yaitu
efektifitas, efisien, dan handal, agar sesuai kualitasnya dengan standar
internasional.
Dalam penulisan laporan On the Job Traning (OJT) penulis melihat adanya
beberapa hambatan saat melakukan operasi PKP-PK di Bandar Udara H.Asan
Sampit. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil judul aspek penghambat
bagi operasi PKP- PK dikarenakan hambatan tersebut dapat memperlambat
melakukan operasi dimana seharusnya gedung PKP-PK dibuat tanpa hambatan.
Sehingga memungkinkan petugas PKP-PK mudah untuk mencapai response time
tersebut. Dengan mengetahui apa saja hambatan yang ada di Bandara H.Asan
Sampit, maka diharapkan dapat memberbaiki sarana dan prasarana tersebut di masa
yang akan dating.
4
taruna mendapat gambaran bagaimana penerapan teori pada dunia kerja yang
sebenarnya sehingga dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan khususnya
sebagai petugas pelayanan PKP-PK, pengawas tugas operasi pelayanan PKP-
PK, petugas teknisi pemeliharaan kendaraan PKP-PK dan petugas aircraft
salvage yang selanjutnya diharapkan dapat memunculkan inovasi yang
bermanfaat untuk dituangkan dalam bentuk laporan pada akhir dari pelaksanaan
On the Job Training (OJT).
1. Aspek penghambat apa saja yang ada di bandar udara haji asan sampit ?
5
BAB II
6
Banjarmasin – Sampit PP. Keterbatasan armada kembali menjadi kendala dan
penerbangan terhenti untuk beberapa tahun lamanya
2.2 Data Umum
Tabel 2.1 Data Umum H. Asan Sampit
Data Administratif Nama Bandara : H. Asan Sampit
Kode IATA : SMQ
Kode ICAO : WAOS
E-mail : humas.bpn@ap1.co.id
Klasifikasi Kelas IIA
Jam Operasi 06:00 - 18:00 WIB
Runway Designations : 13-31
Ukuran / Dimension : 2060 x 30 M
Surface : Asphalt Concrete
Konstruksi : Flexible Pavement
PCN/ Kekuatan : PCN 39 / F/D/X/T
7
Kontruksi : Flexible Pavement
Surface : Aspalt concrete
Kekuatan : T/W Alpa PCN 39 /F/D/X/T ;
T/W Bravo PCN 39 /F/D/X/T
8
Gambar 2.1 Runway 31&13
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
9
Airfield Lighting merupakan sistem penerangan landasan pacu,
taxiway, apron, approach, Threshold pada Bandara, yang lazim disebut
sebagai fasilitas alat bantu pendaratan visual. Berfungsi untuk membantu
pesawat terbang selama take off, landing, dan taxing agar dapat bergerak
secara aman dan efisien dan membantu pada cuaca buruk dan pada malam
hari, Pembagian jenis penerangan landasan pacu tersebut antara lain adalah :
10
runway. Dengan sudut pendaratan (glide slope) 3̊ yang tepat untuk
pendaratan, apabila warna lampu yang terlihat merah-merah berarti
terlalu rendah dan apabila lampu terlihat putih-putih berarti terlalu tinggi
dan apabila lampu yang terlihat berwarna merah-putih atau merah muda
berarti on slope atau tepat.
Posisi PAPI terletak disamping kiri landasan pacu berjarak 300
meter di luar batas landas dari landasan pacu. Dalam kondisi yang baik
pada siang hari bar cahaya dapat dilihat pada jarak 5 mil (8,0 km). pada
malam hari bar cahaya dapat dilihat pada jarak 20 mil (32 km).
11
Gambar 2.5 Interpretasi hasil PAPI
Sumber :Airport Engineering book. Norman J. Ashford2011.
12
kanan runway, rambu ini membantu untuk memberi tuntunan kepada
pilot untuk melakukan landing, take off saat cuaca buruk, dan malam hari
13
Klasifikasi Data
Power 105 W
Trafo Seri 300 W / 6,6 A
Jenis Lampu High Intensity / Insert
Indikasi Warna Clear – Clear
Intensitas Cahaya 12.639 CD
Arus 6,6 A
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
b) Threshold Light
Threshold Light adalah daerah penerangan yang dipasang pada
ambang pintu di perpanjangan awal runway, dapat digunakan sebagai
ambang runway atau batas akhir dari runway
14
c) Runway End Light
Runway End Light adalah daerah penerangan pada ujung – ujung
landasan pacu sebagai petunjuk batasan akhir dari suatu landasan pacu
yang dipasang pada akhir landasan.
15
Gambar 2.10 Konstruksi Taxiway Edge Light
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
16
Gambar 2.11Konstruksi Turning Area Light
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
17
a. Local merupakan sistem control yang dilakukan dengan cara
mensaklar satu daya beban secara langsung oleh operator. Biasanya
digunakan pada saat adanya perawatan ataupun perbaikan saat
penerbangan sedang berlangsung, ataupun di bandara perintis yang
tidak mempengaruhi operasi penerbangan.
b. Remote pada umumnya digunakan pada bandara yang memiliki jumlah
penerbangan nya cukup padat, bertujuan untuk menyesuaikan kondisi
sekitar saat ini, atau dapat juga atas permintaan pilot untuk membantu
pergerakan pesawat. Pada kondisi ini yang memungkinkan untuk
mealaksanakan tugas adalah Air Traffic Control yang bekerja di tower
sehingga di buatkan sebuah panel control yang dapat mengontrol
peralatan peralatan ALS.
18
5. RTIL (Runway Threshold Identification Light)
Runway Threshold Identification Light merupakan lampu alat bantu
pendaratan dengan memancarkan sinar warna putih dan berkedip ( flashing )
30 kali per menit sebagai informasi kepada pilot posisi ambang runway /
Threshold, yang terpasang diujung landasan R/W 11, Jumlah 2 unit.
19
Gambar 2.13. Konstruksi Sirene (HORN)
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
20
Gambar 2.15 standar gambar instalasi sistem penerangan
bandar udara (Airfield Lighting System)
Sumber:SKEP/114/VI/2002
21
teknologi kamera. Sebuah sensor mampu melakukan deteksi dan
mengengetahui keberadaan pesawat, selanjutnya akan dipandu
menuju parkir area. Dalam perkembangan selanjutnya, alat ini
mampu diintegrasikan dengan sistem yang ada di bandara,
sehingga kemudian disebut sebagai Advanced Visual Docking
Guidance System (AVDGS), sehingga alat ini mampu dikontrol
secara remote dan memberikan informasi ke sistem terhadap
pesawat yang sedang parkir. Tentunya sistem ini memberikan
kemudahan bagi pilot saat memarkir pesawat. Dalam cuaca yang
berkabut, hujan deras maupun malam hari, layar LED masih
mampu terbaca dengan baik sehingga pilot tidak perlu khawatir
terhadap kondisi tersebut.
d) Windsock
Windsock merupakan alat yang berupa kantong yang
memiliki fungsi untuk mengetahui berapa kecepatan angin dan
menunjukkan arah angin didarat. dipasang disekitar landasan
yang dapat terjangkau dan dilihat oleh ATC.
22
Gambar 2.17. Konstruksi Windsock
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
23
pengawasan, pengendalian keamanan dan ketertiban di lingkungan kerja serta
pengoperasian, perawatan dan perbaikan fasilitas keamanan penerbangan dan
pelayanan darurat bandar udara, penyusunan Program Keamanan Bandar Udara
(Airport Security Program/ ASP), Program Penanggulangan Keadaan Darurat
(Airport Emergency Plan /AEP, dan contingency plan)
24
Gambar 2.18 Struktur Organisasi UPBU H. Asan Sampit
25
Bandara H. Asan Sampit dipimpin oleh Kepala Kantor UPBU, adapun
susunan direksinya sebagai berikut :
26
- Tsaqib Arsalan
• Teknisi Penerbangan Pelaksana :
- David Yuda A
- Yan Srianto
- M. Ayyib Rosadi
- Kuswanto
• Petugas Senior AVSEC :
- Supriadi B. B
- M. Nurhasani
- Indrawan Migi P
- M. Isrianto
- Vivi Widyawati
- Jhon Ferry Maker
- Purnomo
- Antonius A. M
- Alfiansyah
• Petugas Senior PKP-PK :
- M. Herry P
- Sugianto
- Milianoor Safitri
- Berti
- Noor Fazrin
- Adi Muslim
- Hendra Kurniawan
• Petugas Junior AVSEC :
- Abidin Noor
- Alberth B. Hot D. P
- Ria Octaviary S
- Rinto A. S
- M. Azhar F
• Petugas Basic AVSEC : Asep Mauludin
27
• Petugas Junior PKP-PK :
- Wahyu Nuswantoro
- M. Zachrudin
- M. Wahyu Hidayat
• Petugas Basic PKP-PK : Padzar Pebriadi
• Petugas AVSEC : Harir Kurnia Robbi
• Kepala Seksi Pelayanan dan Kerjasama : Petrus Marina, ST
• Senior AMC :
- Herymawan Dwi S
- Merimawan Pariono
- Muhammad Nur
- Norholis
• Junior AMC : Ipic Hermanto
• Petugas Tata Terminal :
- Sariono, SE
- Juli Rakhman
• Petugas Informasi : Sri Wulandari
• Pemroses Bahan Kerjasama dan Pengembangan
Usaha Jasa Kebandarudaraan : Henny Sepianingsih
• Petugas Hygiene dan Sanitasi
• Petugas Perijinan PAS Bandara :
- Yan Maleh Pandu
- Agnes Yani Widianingrum
• Petugas Pelayanan Jasa Kebandarudaraan : Marsitah
28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian hambatan
Hambatan adalah obyek, hal, tindakan atau situasi yang menyebabkan berbagai
jenis kendala. Hambatan yaitu yang akan menghalangi tindakan dan mencegah
kemajuan atau pencapaian tujuan konkret baik manusia, fasilitas (sarana dan
prasarana) dan faktor cuaca antara lain yaitu :
Tugas utama PKP-PK adalah menyelamatkan jiwa manusia dan harta dari
kejadian dan kecelakaan (incident and accident) di bandar udara dan sekitarnya dan
tugas pokok yaitu operation, maintenance, training. Keberhasilan operasi
ditentukan berdasarkan response time yang berhasil di capai oleh unit PKP-PK,
response time dalam hal ini adalah
1. Waktu untuk mencapai setiap ujung landasan pacu atau tempat lain di daerah
pergerakan pesawat udara dalam kondisi jarak optimum, dan kondisi jalan
yang dilalu dalam kondisi baik (pada siang hari dengan jarak pandang yang
bagus dan tidak ada hujan serta tidak ada genangan air) ditetapkan selama 2
29
menit dan tidak lebih dari 3 menit dihitung mulai dari di terimanya
pemberitahuan di unit PKP-PK atau diketahuinya kecelakaan oleh unit PKP-
PK sampai dengan kendaraan PKP-PK menempatkan posisinya untuk
melaksanakan pemadaman dan telah memancarkan busa minimum 50% dari
rata rata pancaran (discharge rate) yang dipersyaratkan sesuai tabel kategori
bandar udara untuk PKP-PK;
2. Waktu untuk mencapai heliport dalam kondisi jarak pandang optimum dan
permukaan jalan yang dilalui dalam kondisi baik (pada siang hari dengan
jarak pandang yang bagus dan tidak ada hujan serta tidak ada genangan air),
ditetapkan tidak lebih dari 2 menit, dihitung mulai dari diterimanya
pemberitahuan di unit PKP-PK atau saat diketahuinya adanya kecelakaan
oleh petugas PKP-PK sampai dengan kendaraan PKP-PK menempatkan
posisinya untuk melaksanakan pemadaman dan telah memancarkan busa
minimum 50% dari rata rata pancaran (discharge rate) yang dipersyaratkan
sesuai tabel kategori PKP-PK untuk heliport dan helidick;
3. Tenggang waktu antara kendaraan PKP-PK yang terdahulu dengan
kendaraan berikutnya sekurang- kurangnya tidak lebih dari 1 menit telah
sampai dilokasi kecelakaan pesawat udara dan meneruskan pelaksanaan
operasi .
3.3 Pertolongan Kecelakaan Penerbang dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
Dalam sub bab ini akan dibahas sub sub bab yang terdiri dari pengertian
Pertolongan Kecelakaan Penerbang dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dan tugas
pokok PKP-PK
3.3.1 Pengertian Pertolongan Kecelakaan Penerbang dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK)
Pertolongan kecelakaan penerbang dan pemadam kebakaran merupakan salah
satu unit yang terdapat dalam struktur organisasi bandar udara yang merupakan
bagian dari bidang operasi darurat, yang mempunyai tugas melakukan pertolongan
kecelakaan penerbangan dan pemadaman kebakaran serta penanggulangan keadaan
gawat darurat di lingkungan bandar udara yang bersangkutan, menyelamatkan
manusia dan barangnya dari suatu pesawat udara yang mengalami kecelakaan atau
30
kebakaran pada saat take-off atau landing, serta melindungi manusia dan barangnya
yang terancam oleh api dan kebakaran baik itu di pesawat udara atau bukan.
3.3.2 Tugas Pokok PKP-PK
Personil PKP-PK dalam melaksanakan tugasnya memiliki 3 (tiga) tugas
antara lain yaitu :
1. Operation (Operasi)
Melaksanakan pertolongan pada kecelakaan penerbangan meliputi
penyelamatan jiwa, mengurangi rasa sakit dan cedera, dan penyelamatan barang
barang berharga, dan memadamkan kebakaran.
2. Training (Latihan)
Latihan adalah tugas pokok PKP-PK dan juga aspek pengaruh bagi kelancaran
personel PKP-PK saat melakukan operasi. Oleh karena itu personel PKP-PK yang
ada di Bandara H. Asan Sampit wajib melakukan latihan. Latihan terbagi menjadi
2 jenis yaitu latihan fisik dan latihan keterampilan. Latihan fisik merupakan
aktifitas fisik seperti olahraga ringan, olahraga berat, senam, hal ini wajib
dilaksanakan secara teratur dan terus menerus agar tahan dalam melaksanakan
tugas yang berat dan lama. Selanjutnya latihan keterampilan merupakan keahlian
yang dimiliki oleh setiap personel PKP-PK dengan melakukan pemahaman teori
dan praktek agar personil terampil dan cekatan.
Latihan bertujuan untuk menjaga kualitas dari personil PKP-PK dalam
menghadapi kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Hal ini dikarenakan
tidak ada yang mengetahui kapan akan terjadinya kecelakaan pesawat, dan jika
terjadi kecelakaan pesawat di Bandara H. Asan Sampit maka seluruh personil PKP-
PK Bandara H. Asan Sampit sudah siap untuk melakukan operasi.
3. Maintenance (Pemeliharaan)
Pemeliharaan juga termasuk tugas pokok PKP-PK hal ini dilakukan bertujuan
untuk memeriksa kondisi kendaraan siap sedia dan selalu dalam kondisi prima saat
dibutuhkan untuk melaksanakan operasi. Ada beberapa hal yang harus di perhatikan
oleh personil PKP-PK yaitu Peralatan harus selalu siap operasi, Pemeliharan harian,
pemeliharaan mingguan, dan pemeliharaan bulanan dilaksanakan, Uji kemampuan
peralatan.
31
3.4 Gedung Fire Station
Fire station adalah bangunan/ gedung yang terletak di sisi udara yang lokasi
penempatannya strategis berdasarkan perhitungan waktu beraksi (response time)
yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pelaksanaan kegiatan operasi PKP-
PK.
Pada KP 14 tahun 2015, Bab XII pada poin 6 menyatakan bahwa fire station
harus dapat digunakan sebagai pusat kegiatan dukungan operasi PKP-PK seperti
ruang belajar, fasilitas latihan personel, pusat perawatan kendaraan, peralatan
operasi PKP-PK serta dukungan administrasi. Pada poin 10 menyatakan bahwa
pembangunan fire station wajib memenuhi persyaratan dan standar spesifikasi
teknis dan kebutuhan operasional yang di tetapkan direktorat jendral. Lalu pada
poin ke 11 menyatakan Bangunan fire station minimum harus menyediakan 16
ruangan antara lain yaitu :
1. Watchroom (Ruang Pemantau)
2. Chiefs Office (Ruangan Komandan)
3. Electrical Room (Ruang Elektronik)
4. Building Services
5. Workshop (Bengkel)
6. Building Storage (Gedung Penyimpanan)
7. Kitchen Alcove (Ruang Kecil di Dapur),
8. Lecture/Recreation (Tempat Belajar dan Rekreasi)
9. Dormitory (Asrama)
10. Bunkerracks
11. Toilet
12. Shower
13. Cleaner Room (Ruang Alat-Alat Kebersihan)
14. Locker Area (Tempat Penyimpanan)
15. Extinguishing Agents Storage (Tempat Penyimpanan Cadangan Bahan
Pemadam)
16. Vehicle Storage (Tempat Parkir Kendaraan).
32
The location of the airport fire station is a primary factor in ensuring
that recommended response times can be achieved; that is, two minutes and
not more than three minutes to the end of each runway in optimum
conditions of visibility and surface conditions. Other considerations, such
as the need to deal with structural fires or to undertake other duties, are of
secondary importance and must be subordinated to the primary
requirement. At some airports it may be necessary to consider the provision
of more than one fire station, each located strategically in relation to the
runway pattern. Aircraft accident studies have shown that a large
proportion of accidents and incidents occur on, or close to the
runway/accidents in or beyond runway end safety area locations often
produce the more serious consequences in terms of fire situations and
casualties. (ICAO Airport Service Menu. 2015: 9)
Lokasi fire station bandara merupakan faktor utama dalam memastikan bahwa
waktu response time yang direkomendasikan dapat dicapai; yaitu, dua menit dan
tidak lebih dari tiga menit ke ujung setiap landasan pacu dalam kondisi optimal
visibilitas dan kondisi permukaan. Pertimbangan lain, seperti kebutuhan untuk
menangani kebakaran struktural atau untuk melakukan tugas lainnya, merupakan
kepentingan sekunder dan harus tunduk pada persyaratan utama. Mungkin di
beberapa bandara perlu mempertimbangkan penyediaan lebih dari satu stasiun
pemadam kebakaran, masing-masing terletak secara strategis dalam kaitannya
dengan landasan pacu pola. Studi kecelakaan pesawat menunjukkan bahwa
sebagian besar kecelakaan dan insiden terjadi di, atau dekat dengan landasan pacu
/ kecelakaan di dalam atau di luar lokasi area keselamatan ujung landasan pacu
seringkali menimbulkan konsekuensi yang lebih serius dalam hal situasi kebakaran
dan korban jiwa.
3.5 Garasi Kendaraan
Vehicle housing. This is usually provided in a series of bays, providing
sufficient space for each vehicle and a surrounding area in which personnel
can work conveniently. As a general rule a minimum clearance of 1.2 m should
be provided around each fire vehicle. The minimum clearance area should
consider and allow for the way in which fire vehicle cabin doors and locker
doors open as well as rear-mounted fire vehicle engine cowlings that may open
outwards for engine access. The dimensions of each bay, including the working
area, should have regard not only to the vehicles currently in service, but also
to future models which may be acquired to meet increases in the airport RFF
service category. The floors of the fire vehicle bays must provide for any
increase in fire vehicle weights, lengths and or widths which new equipment
33
may impose. The surface finish of floors should be resistant to oil, grease, foam
concentrates, etc. and be easily cleaned. This can be achieved by having a non-
slip tiled surface or a hard top sealed concrete finish. The floors should slope
down towards the doors, where a transverse drain, with heavy gauge cover,
can receive surface water from the bays and the forecourt. The doors to the
bays must be of the quick action type and of robust design, incorporating,
where possible, windows to improve the natural lighting within the bays. Bay
doors may be manually operated or equipped with automatic opening devices,
which may include remote operation from the watchroom or in association with
the operation of the station alarm bells or alerts. Provision should be made for
manual operation in the event of the malfunctioning of any automatic device.
The size of the door opening must allow adequate clearance for the vehicles.
(ICAO Airport Service Menu. 2015: 9)
34
pembuka otomatis, yang mungkin termasuk operasi jarak jauh dari ruang jaga atau
terkait dengan pengoperasian bel atau peringatan alarm stasiun. Ketentuan harus
dibuat untuk manual pengoperasian jika terjadi kerusakan perangkat otomatis.
Ukuran bukaan pintu harus memungkinkan yang memadai untuk kendaraan.
35
pemutusan hubungan langsung dan aman tanpa menunda respon dari kendaraan
pemadam kebakaran ke keadaan darurat.
36
BAB IV
LAPORAN OJT
4.1 Lingkup Pelaksanaan OJT
UPBU Bandar Udara H. Asan Sampit merupakan tempat menggali ilmu yang
sesuai dikarenakan memiliki fasilitas yang memadai dengan pergerakan pesawat
yang tidak terlalu sibuk. Maka dri itu kami dalam melaksanakan On The Job
Training (OJT) dapat menerima ilmu dari dalam maupun luar.
The principal objective of a rescue and fire fighting is to save lives. For
this reason, the provision of means of dealing with an aircraft accident or
incident occuring at, or in the immediate vicinity of, an aerodrome assumes
primary importance because it is within this area that there are the greatest
opportunities of saving lives. This must assume at all times the possibility of,
and need for extinguishing a fire which may occure either immediately
following an aircraft accident i incident, or any time during resue operations.
37
Organization (ICAO). ANNEX 14 Aerodromes (1999) Bab IX, Sub bab 9.2.19
halaman 120 menyatakan bahwa :
The operational objectives of the rescue and fire fighting service should
be to achieve response times of two minutes, and not exceeding three minutes,
to the end of each runway, as well as to any other part of the movement area,
in optimum condition of visibility and surface conditions
Setelah mengetahui tipe dari unit PKP-PK perlu diketahui bahwa personel
PKP – PK mempunyai tugas utama dan tugas pokok, sebagai berikut :
b. Tugas Utama, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dan harta dari kejadian dan
kecelakaan (incident an accident) di bandar udara dan sekitarnya;
c. Tugas pokok, yaitu melakukan kegiatan :
1) Operasional (operation) antara lain administrasi, kesiapsiagaan (stand by),
penyelematan, pencegahan dan pemadaman;
2) Latihan (training);
3) Perawatan (maintenance).
Setiap bandar udara dibedakan berdasarkan kategori pelayanan PKP-PK
terhadap pesawat udara yang beroperasi di bandar udara tersebut. Menurut
38
Dokumen ICAO 9137-AN/898 Part 1 (satu) menyatakan bahwa dimensi dan jumlah
pergerakan pesawat terbesar di bandar udara dengan kurun waktu tiga bulan
berturut-turut akan menentukan kategori bandar udara untuk PKP-PK dan
dituangkan pada Aeronautical Information Publication (AIP). Disamping itu
kerusakan kendaraan utama PKP-PK akan mempengaruhi kategori bandar udara.
Dalam hal ini kami taruna On The Job Training (OJT) selama berada di Unit
PKP-PK mengikuti serta mengamati selama kegiatan Unit PKP-PK itu sendiri.
Mulai dari melakukan pengecekan kebersihan lingkungan, pengecekan kondisi
kendaraan, pengecekan fasilitas, dan juga olahraga rutin. Kami juga melakukan dan
mengamati simulasi saat melakukan operasi melakukan pemadaman beserta
melakukan rescue sederhana saat terjadi accident.
Dalam pelaksanaan On The Job Training (OJT) waktu pelaksanaan OJT PKP-
PK dilaksanakan sesuai jam dinas atau jam staff pada :
Hari Senin s.d Jum’at : pukul 06.00 WIB s.d pukul 16.00 WIB
39
Selama kegiatan On The Job Training (OJT) berlangsung, taruna dibimbing
serta diawasi oleh Dosen pembimbing kampus dan Supervisor Lapangan
40
Gambar 4.1 Ruang Standby
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
41
Gambar 4.3 Ruang Ganti Baju Peersonel PKP-PK
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
42
Gambar 4.4 Pintu Kendaraan Terbatas Mobilitasnya oleh Kendaraan di
Sebelahnya
Sumber : Bandara UPBU H. Asan Sampit
43
PKP-PK.
44
dengan tembok maka pintu kendaraan dapat dibuka sepenuhnya tanpa
menghalangi akses personel PKP-PK. Jika sudah di perluas garasi kendaraan
PKP-PK cukup didirikan tiang saja tanpa ada tembok yang memanjang hal ini
memudahkan personel untuk menuju kendaraan masing masing
4. Parkir Pesawat Berhadapan dengan Garasi Kendaraan PKP-PK
Penyelesaian untuk masalah ini dapat melakukan koordinasi dengan unit
apron movement control untuk tidak mengarahkan pesawat parkir di halaman
depan garasi kendaraan PKP-PK, dan jika telah dilakukan koordinasi akan
tetapi pesawat kembali parkir di depan garasi PKP-PK dikarenakan tempat
pemberhentian pesawat (apron) penuh maka penyelesaian masalah untuk
masalah ini yaitu memindahkan atau membangun fire station di wilayah yang
memudahkan personel PKP-PK untuk mencapai response time dan tidak
terganggu obstacle.
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kesimpulan BAB IV
Aspek penghambat operasi bagi personel PKP-PK di Bandara H. Asan
Sampit cukup minim dan sedikit akan tetapi harus tetap ditanggapi secara serius
karena berkaitan dengan operasi penyelamatan dan nyawa manusia. Aspek
penghambat memerlukan tanggapan dan penanganan dari seluruh personel PKP-
PK dan unit yang terlibat dalam membangun fire station. Penanganan aspek
penghambat didasarkan pada hambatan apa saja yang memungkinkan
mempengaruhi operasi PKP-PK, jenis gangguan dari hambatan tersebut, faktor
yang dapat menghilangkan hambatan, dampak yang dirasakan dari aspek
penghambat seperti dapat menimbulkannya kesulitan bagi personel PKP-PK dalam
melakukan operasi bahkan bisa saja gagal mencapai response time. Semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin berkembang pula
teknik/cara meminimalisir atau bahkan menghilangkan hambatan yang ada di fire
station.
46
4. Pelaksanaan On The Job Training menjadi salah satu sarana untuk menjalin
persaudaraan pada Bandar Udara Haji Asan Sampit
5. On The Job Training juga menjadi sarana untuk melepas beban dan penat
selama berpendidikan di Politeknik Penerbangan Indonesia Curug, dengan
menjelajahi obyek-obyek wisata sekitar lokasi On The Job Training yaitu
di Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
6. Kegiatan On The Job Training juga dapat memberikan penulis pengalaman
dan pengetahuan mengenai budaya lokal yang belum pernah diketahui
oleh penulis sebelumnya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran pejabat dan
seluruh pegawai terlebih Unit PKP-PK Bandar Udara Haji Asan Sampit atas
bantuan, dukungan, fasilitas, pengalaman yang diberikan kepada penulis dan
seluruh taruna D III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan Politeknik Penerbangan
Indonesia Curug dalam masa menjalani kegiatan On The Job Training. Diharapkan
selama penulis dan seluruh taruna peserta On The Job Training dapat memberikan
manfaat khususnya kepada Bandar Udara Haji Asan Sampit.
47
Untuk institusi, diharapkan dapat memberikan pembelajaran dan
pengetahuan lebih kepada taruna program studi PKP-PK mengenai aspek
penghambat yang ada di fire station dan bagaimana penangannya, serta dapat
bermanfaat untuk digunakan di dunia kerja.
48
DAFTAR PUSTAKA
Organization, Internatinal Civil Aviation. 2015. Rescue And Fire Fighting. Airport
Service Manual, 4(1), 9-170
KP 14. 2015. Personel pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran
(PKP-PK), III(7), 26
KP 420. 2011. Waktu beraksi, X(1), 60
49
LAMPIRAN I : SURAT KETERANGAN TELAH MELAKSANAKAN OJT
50
LAMPIRAN II : KEGIATAN TARUNA SELAMA OJT
51
Gambar Lampiran 2.3. Kegiatan Ceklist Kendaraan Foam Tender
52
Gambar Lampiran 2.5. Kegiatan Perawatan BA Set
53
Gambar Lampiran 2.7. Kegiatan Perawatan Gedung PKP-PK
54
Gambar Lampiran 2.9. Kegiatan Latihan Menggelar Selang (Training)
55
LAMPIRAN III : BUKU KEGIATAN BIMBINGAN
56
1. Revisi cover
2. Revisi kata
5 23/01/2021 pengantar
3. Revisi
penulisan sub
bab dan sub –
sub bab yang
harus di bold
dan yang tidak
di bold
Mengetahui,
Ketua Program Studi PKP-PK
57