Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu ukur tanah)

Disusun Oleh:

Kelompok VII-D

Amalia Sholikhah NIM. 21110122130060

Arya Yustisia Erlangga Wibawa NIM. 21110122140111

Redy Juniar Ganefri NIM. 21110122140135

Hayu Ridayanto NIM. 21110122140141

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

DESEMBER 2023
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini telah diperiksa, disetujui, dan disahkan oleh
Asisten Praktikum dan Dosen sebagai tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I Departemen
Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Disusun Oleh

Kelompok VII-D

Amalia Sholikhah NIM. 21110122130060

Arya Yustisia Erlangga Wibawa NIM. 21110122140111

Redy Juniar Ganefri NIM. 21110122140135

Hayu Ridayanto NIM. 21110122140141


Semarang, Desember 2023

Mengetahui,

Asisten Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Dhany Eka Pamesta Putra


NIM 21110121130057

Menyetujui
Dosen Pengampu Mata Kuliah Dosen Pengampu Mata Kuliah
Ilmu Ukur Tanah I Ilmu Ukur Tanah I

Arwan Putra Wijaya, S.T., M.T. Bambang Darmo Yuwono, S.T.,MT


NIP. 198501252012121005 NIP. 197401252006041001
ii
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

iii
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, puja dan puji syukur penyusun haturkan kepada


Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I ini dengan baik. Tidak lupa
penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam
penyusunan Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I, antara lain :
1. Dr. Yudo Prasetyo, S.T., M.T., selaku ketua Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Arwan Putra wijaya, S.T., M.T., dan Nurhadi Bashit, S.T., M.Eng., selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I.
3. Ratih Puji Purwaningsih, selaku asisten laboratorium Pengukuran dan
Pemetaan Dasar yang telah membimbing penyusun dalam pelaksanaan
praktikum di lapangan.
4. Seluruh pihak yang telah membantu penyusun dalam menyusun laporan
praktikum Ilmu Ukur Tanah I.
5. Orang tua, sahabat, dan teman-teman Teknik Geodesi Angkatan 2022 atas
dukungan moral, spiritual, maupun materil.

Penyusun menyadari bahwa dalam laporan praktikumnya masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penyusun memohon bimbingan, kritik, dan saran untuk
mendorong kearah yang lebih baik lagi. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua orang. Terima kasih.

Semarang, November 2022

Penyusun

iv
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

v
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................I-iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................I-v

DAFTAR TABEL...................................................................................................I-1

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................I-2

I. BAB I PENDAHULUAN..............................................................................I-1

I.1 Latar Belakang...........................................................................................I-1

I.2 Rumusan Masalah.........................................................................................I-2

I.3 Tujuan Kegiatan............................................................................................I-2

I.4 Sistematika Penulisan Laporan....................................................................I-2

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................II-1

III. BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM...........................................III-1

IV. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................IV-1

V. BAB V PENUTUP.......................................................................................V-1

VI. DAFTAR PUSTAKA..............................................................................VI-3

vi
DAFTAR TABEL

Tabel IV-1 Pengolahan Data Penampang Memanjang..................................................IV-1


Tabel IV-2 Pengolahan Data Penampang Melintang P1 (STA P1)...............................IV-3
Tabel IV-3 Pengolahan Data Poligon.............................................................................IV-5
Tabel IV-4 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P3..................................................IV-8
Tabel IV-5 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P4..................................................IV-8
Tabel IV-6 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P5..................................................IV-9
Tabel IV-7 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P6..................................................IV-9
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 Waterpass................................................................................................................II-3

Gambar II-1..............................................................................................................

Gambar II-2..............................................................................................................

Gambar II-3..............................................................................................................

Gambar II-4..............................................................................................................

Gambar II-5..............................................................................................................

Gambar II-6..............................................................................................................

Kelompok VII-D viii


Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

I. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di era pembangunan saat ini khususnya di Indonesia, dimana negara yang
sedang berfokus pada pengembangan infrastruktur dan pemerataan fasilitas di
berbagai wilayah dibutuhkan berbagai macam keahlian di bidang pembangunan,
salah satunya adalah para ahli di bidang pengukuran. Ilmu tentang pengukuran
tidak bisa dipandang sebelah mata, mengingat kondisi geografis Indonesia
sangatlah luas, beragam, dan memiliki karakteristik berbeda-beda di tiap
wilayahnya. Salah satu disiplin ilmu yang dapat menyelesaikan masalah tersebut
adalah ilmu geodesi.
Geodesi adalah bidang yang meneliti tentang bumi dan benda-benda lain,
seperti diukur dan diwakili, termasuk ruang tiga dimensi yang bervariasi dari
medan gravitasi yang berbeda dari waktu ke waktu(Basuki, 2011). Namun, seiring
berjalannya waktu geodesi semakin berkembang ke cakupan yang lebih luas tidak
terbatas di permukaan bumi saja, tetapi juga termasuk pengukuran di luar angkasa
dan kedalaman laut. Geodesi terbagi menjadi 3 area, diantaranya global geodesy,
geodetic surveys, dan plane surveying. Namun, dipraktikum kali ini penulis akan
berfokus pada area plane surveying. Plane surveying adalah cabang ilmu geodesi
yang berfokus pada permukaan bumi di area yang terbatas atau local, dimana
kelengkungan dan gravitasi bumi masih diabaikan(Torge, 1975)
Ilmu ukur tanah merupakan cabang dari plane surveying, ilmu ukur tanah
bertujuan menggambar bayangan Sebagian atau seluruh permukaan bumi pada
selembar kertas yang disebut peta dan untuk menentukan bentuk bumi.
Pengukuran adalah penentuan posisi relatif diatas atau dibawah permukaan bumi.
Pengukuran disini berhubungan dengan jarak, sudut, arah vertical, dan arah
horizontal. Selain digunakan dibidang pembangunan, ilmu ukur tanah juga
digunakan dibidang pertambangan dan pemetaan area baru. Ilmu ukur tanah
digunakan sebagai penanda suatu bahan tambang ditemukan tanpa adanya survey
ukur tanah maka akan terjadi banyak kesalahan dalam mencari lokasi tambang.
Praktikum Ilmu Ukur Tanah I merupakan kegiatan pengukuran dengan
menggunakan dua alat, yaitu waterpass dan theodolite. Waterpass digunakan

Kelompok VII-D 1
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

untuk mengukur long section dan cross section, sedangkan theodolite digunakan
untuk mengukur sudut pada polygon tertutup dan detail situasi (Torge, 1975)
Dalam pengukuran menggunakan theodolite khusus yang dilengkapi
benang-benang stadia dan lensa-lensa analitis terdapat metode yang sangat
berguna bagi lokasi yang sulit dijangkau, seperti membuat kontur bagi
pembangunan perumahan dan bendungan.
Tujuan praktikum ini dilaksanaan untuk medapatkan data-data spasial
berupa ukuran, sudut, dan koordinat polygon mengelilingi objek yang akan diukur.
Dalam praktikum ini, terdapat metode pengukuran untuk menentukan titik detail
jatuh air di suatu bangunan. Setelah data berhasil didapatkan, data akan diolah dan
dianalisa sehingga didapatkan output berupa gambar sketsa bangunan yang diukur.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 ini adalah :

1. Bagaimana analisis dari pengukuran poligon ?


2. Bagaimana analisis dari pengukuran penampang memanjang dan
penampang melintang ?
3. Bagaimana analisis dari pengukuran tachimetri ?
I.3 Tujuan Kegiatan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 ini dimaksudkan sebagai bentuk
pengaplikasian secara langsung dari teori-teori Ilmu Ukur Tanah 1 yang telah
diberikan pada perkuliahan seperti perhitungan poligon, pengukuran long section,
dan pengukuran cross section. Adapun tujuan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah 1
ini:
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan melakukan pengukuran
poligon tertutup dengan menggunakan alat ukur theodolite.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui hasil pengukuran long
section dan dan cross section dengan menggunakan alat ukur waterpass.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui hasil pengukuran poligon
tertutup dan tachimetri dengan menggunakan alat ukur theodolite.
I.4 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika dari penyusunan laporan ini terdiri atas 5 bab, yaitu sebagai
berikut:

Kelompok VII-D 2
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

BAB I PENDAHZULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan,

dan sistematika penulisan laporan.

BAB II DASAR PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori ilmu ukur tanah, alat ukur, pengukuran

beda tinggi, pengukuran poligon, pengukuran poligon, pengukuran tachimetri, dan

kesalahan dalam pengukuran.

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Bab ini berisikan tentang pengambilan data dan pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil dan pembahasan data yang didapat dari proses

pengambilan data dan pengolahan data.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapatkan dari pelaksanaan praktikum
pengolahan data ini serta saran dalam melakukan pengolahan data, agardalam proses
selanjutnya dapat terlaksana denganlebih baik.

Kelompok VII-D 3
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Kelompok VII-D 4
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

II. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ilmu Ukur Tanah
II.1.1 Ilmu Ukur Tanah

Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai keperluan, seperti
pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah yang relatif sempit sehingga unsur
kelengkungan permukaan buminya dapat diabaikan. Ilmu ukur tanah bisa disebut juga
plan surveying yaitu ilmu yang mempelajari cara menyajikan bentuk permukaan bumi,
baik unsur alam maupun unsur manusia (mencakup seni dan teknologi) di atas
permukaan bumi yang dianggap datar. Ilmu ukur tanah memiliki tiga unsur yang harus
diukur di lapangan, yaitu : jarak antara dua titik, beda tinggi, dan sudut arah. Secara
ilmiah, ilmu ukur tanah memiliki tujuan menentukan bentuk bumi. Dalam ilmu ukur
tanah, pekerjaan pengukuran dibedakan menjadi dua, yaitu : ukur tanah datar (Plane
Survey) dan geodesi (Geodetic Survey) (FD Rassarandi, 2022).

Ilmu ukur tanah memiliki tiga unsur yang harus diukur di lapangan, yaitu: jarak
antara dua titik, beda tinggi dan sudut arah. Pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan alat ukur sederhana sering disebut pula dengan istilah pengukuran secara
langsung karena hasilnya dapat diketahui sesaat setelah selesai pengukuran. Sebagai
contoh alat tersebut adalah pita ukur, bak ukur, yalon dan abney level. Selain alat ukur
sederhana terdapat alat lain yang digunakan untuk pengukuran dilapangan yang dikenal
dengan tacheometer. Tacheometer merupakan alat pengukuran cepat yang dilengkapi
oleh peralatan optis, misalnya lensa sehingga dapat melakukan pengukuran secara optis
(A Darmawan, 2020).
II.1.2 Manfaat Ilmu Ukur Tanah

Ilmu ukur tanah berperan dalam melaksanakan kegiatan pengambilan data di


lapangan sampai proses pengamatan lokasi, menganalisa bentuk permukaan tanah dan
menyajikan hasil pengukuran dalam bentuk gambar ataupun dalam bentuk yang lainnya.
Ilmu Ukur Tanah atau “Surveying” merupakan kegiatan penentuan kedudukan titiktitik
atau penggambaran keadaan fisik yang terdapat di permukaan bumi (MT Muzayanah,
2020). Ilmu Ukur Tanah juga dapat digunakan untuk :

Kelompok VII-D 1
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

a. Mencari Luas Tanah

Luas tanah sangat diperlukan untuk keperluan jual beli, penentuan pajak dan
perencanaan pengembangan daerah, rencana jalan, rencana pengairan dan
rencana transmigrasi.
b. Mengetahui Beda Tinggi Tanah

Sebelum mendirikan bangunan, terlebih dahulu harus diketahui tinggi permukaan


tanah dan rencana perataan tanahnya sehingga dapat dihitung urugan dan galian
tanah yang diperlukan. Selain itu juga untuk menentukan ketinggian suatu
bangunan sebagai pedoman ketinggian lantai dan sebagainya.
c. Pembuatan peta

Untuk memberi petunjuk berapa jauh antara tempat A ke tempat B maka harus
dibuat sket jalan dari tempat A ke tempat B. Gambar sket tersebut walaupun tidak
sempurna dinamakan peta. Pemerintah mulai dari tingkat desa, kecamatan,
kabupaten, propinsi bahkan setiap negara mempunyai gambar daerahnya yang
disebut peta. Peta tersebut digambar berdasarkan hasil pengukuran tanah maupun
fotogrametrik.
II.2 Alat Ukur

Bentuk relief permukaan bumi tidaklah rata, maka dari itu kita memerlukan alat-
alat yang sesuai untuk menghitung dan mengetahui besarnya sudut dan jarak pada
permukaan bumi. Untuk melakukan pengukuran tanah, diperlukan beberapa alat yang
menunjang agar mendapatkan perhitungan yang tepat (R Nuraini, 2022). Alat ukur yang
digunakan dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini adalah sebagai berikut :
II.2.1 Waterpass

Waterpass adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk mengukur
beda tinggi antar titik-titik yang berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan oleh garis-
garis horizontal yang ditunjukkan ke arah rambu ukur berdiri vertikal. Alat didirikan
pada suatu titik yang diarahkan pada rambu ukur berdiri vertikal. Beda tinggi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus pengurangan antara bacaan benang tengah
belakang dan benang tengah muka. Dalam pengukuran biasanya terjadi kesalahan
dalam pembacaan angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang
didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.
Kelompok VII-D 2
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Peralatan yang digunakan dalam pengukuran waterpass ini adalah sebagai berikut :
waterpass, statif, unting-unting, payung, rambu ukur, meteran, nivo, paku payung, dan
tipe-X. Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain merancang jalan raya, jalan
kereta api, saluran-saluran yang mempunyai garis gradien sesuai dengan topografi,
merencanakan proyek-proyek konstruksi berdasarkan evaluasi yang telah direncanakan,
menghitung volume pekerjaan tanah, menyelidiki karakteristik aliran di suatu wilayah,
dan mengembangkan peta- peta yang menunjukkan bentuk umum tanah.

Gambar II-1 Waterpass

(Sumber: indosurtamanado.com)

Bagian-bagian waterpass dan fungsi dari masing-masing bagian adalah


sebagai berikut :
1. Plat dasar : berfungsi sebagai landasan alat ke statif.

2. Skala gerakan sudut horizontal : berfungsi sebagai bacaan sudut horizontal.

3. Sekrup penggerak horizontal : berfungsi untuk menggerakan secara halus


arah bidikan horizontal teropong.
4. Nivo : berfungsi untuk mengetahui kedataran alat.

5. Visir bidikan : berfungsi untuk melihat target secara kasar.

6. Cermin nivo : berfungsi untuk memantulkan bayangan nivo.

7. Lensa okuler : berfungsi untuk mengamati objek yang dibidik.


Kelompok VII-D 3
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

8. Sekrup levelling : berfungsi buntuk membantu mengatur gelembung nivo

agar berada di tengah lingkaran.

9. Body teropong : badan teropong.

10. Rumah lensa depan (lens lood) : berfungsi untuk melindungi lensa objektif
dari pancaran sinar matahari secara langsung.
11. Teropong sekrup fokus benang : berfungsi untuk memperjelas penglihatan
pada benang diafragma.
12. Sekrup fokus objek : berfungsi untuk memfokuskan objek bidikan.

13. Nomor seri alat : nomor seri untuk identifikasi alat.

II.2.2 Theodolite

Theodolite adalah suatu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi
tanah pengukuran sudut, yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut horizontal
dan sudut tegak yang dinamakan dengan sudut vertikal. Pada dasarnya, alat ini berupa
sebuah teleskop pada suatu alas berbentuk membulat (piringan) dan dapat diputar-putar
mengelilingi sumbu vertikal sehingga memungkinkan sudut horizontal dapat dibaca.
Teleskop juga dipasang pada piringan kedua yang dapat di putar-putar mengelilingi
sumbu horizontal sehingga memungkinkan sudut vertikal dapat dibaca. Kedua sudut
dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Survei theodolite digunakan ketika
situs yang akan dipetakan cukup luas dan sulit untuk diukur, terutama saat situs tersebut
memiliki perbedaan ketinggian yang cukup besar. Dengan memanfaatkan alat ukur ini,
keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien.
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran theodolite adalah sebagai berikut :
theodolite, statif, unting- unting, payung, rambu ukur, meteran, nivo, batu baterai, paku
payung, dan tipe-X. Dalam beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah,
theodolite biasanya digunakan dalam bentuk pengukuran poligon, pemetaan situasi,
maupun pengamatan matahari. Theodolite juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti
pesawat penyipat datar bila sudut vertikalnya dibuat 90º. Dalam pembangunan gedung,
theodolite biasanya digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan atau
pekerjaan pondasi, theodolite juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian suatu

Kelompok VII-D 4
Laporan Paktikum Ilmu Ukur Tanah 1

bangunan bertingkat.

Kelompok VII-D 5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar II-2 Theodolite

(Sumber: indosurtamanado.com)

Bagian-bagian theodolite dan fungsi dari masing-masing bagian adalah


sebagai berikut :
1. Pengarah kasar : berfungsi untuk membantu pembidikan yaitu
membantu mengarahkan teropong ke target secara kasar.
2. Klem pengunci vertikal : berfungsi untuk mengunci teropong agar
tidak dapat digerakkan secara vertikal.
3. Penggerak halus vertikal : berfungsi untuk menggerakkan teropong
secara vertikal ke arah rambu ukur (objek) secara halus.
4. Tempat baterai : berfungsi sebagai tempat batu baterai dengan jumlah
6 buah batu baterai yang berjenis A2.
5. Klem pengunci lingkaran horizontal : berfungsi untuk mengunci
badan pesawat agar tidak dapat diputar secara horizontal.
6. Penggerak halus lingkaran horizontal : berfungsi untuk menggerakkan
teropong horizontal ke arah rambu ukur (objek) secara halus.
7. Skrup pengantar nivo : berfungsi untuk mengatur posisi gelembung
nivo berada pada titik tengah.
8. Handle : berfungsi buntuk pegangan tangan pada alat.

Kelompok VII-D
6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

9. Fokus lensa okuler : berfungsi untuk fokus lensa okuler ke objek.


10. Nivo tabung : berfungsi untuk menyetel posisi sumbu II pesawat secara
horizontal dan dapat diatur dengan 3 sekrup penyama rata.
11. Display dan papan tombol : berfungsi untuk pembacaan skala lingkaran
vertikal dan horizontal.
12. Nivo kotak : berfungsi untuk menyetel posisi sumbu I berada pada posisi
vertikal.
13. Plat dasar : berfungsi untuk bertumpunya pesawat theodolite.
14. Lensa verticalizing : berfungsi untuk melihat dan memposisikan sumbu I
berimpit dengan titik berdiri pesawat atau titik tertentu di bumi.
15. Klem pengatur fokus benang : berfungsi untuk memperjelas benang pada
lensa.
II. 3 Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar
(waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang
berdiri vertikal. Maka beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan pengurangan
antara bacaan muka dan bacaan belakang.
Rumus beda tinggi antara dua titik:
BT = BTB – BTA ……………………………………………(II.1)
Keterangan:
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik diperlukan dulu pembacaan benang
tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus:
BT = (BA + BB) / 2 …………………………………………(II.2)
Keterangan:
BT = bacaan benang tengah
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Kelompok VII-D
7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

J = (BA-BB) X 100 ……………………………………….(II.3)


Keterangan:
J = Jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka,
sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil
dari perhitungan.

Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :

1. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis
gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.

2. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.

3. Menghitung volume pekerjaan tanah.

4. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.

5. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.

Digunakan untuk menentukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan


tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur).

1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling) adalah pengukuran


sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua
station. Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang
lebar.

2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling) adalah pengukuran sipat


datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti.

Kelompok VII-D
8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

II.3.1 Pengukuran Penampang Memanjang


Penampang memanjang adalah suatu pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui beda tinggi antar titik-titik dalam satu jalur rute pengukuran. Penampanng
memanjang digunakan untuk melakukan pengukuran jarak jauh, oleh sebab itu perlu
dilakuakan pengukuran secara berulang. Langkah-langkah dalam pengukuran
penampang memanjang antara lain :

1. Meletakkan alat ukur waterpass diantara patok BM 08 dan patok P1. Lakukan
centering dan levelling hingga nivo kotak benar-benar ditengah.
2. Meletakkan rambu ukur di patok BM 08 dan patok P1.
3. Membaca bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah
(bb) pada rambu ukur di patok BM 08 dan patok P1
4. Menghitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT belakang.
5. Menghitung jarak antara alat dengan BM 08.
6. Menghitung jarak antara alat dengan P1.
7. Menghitung jarak antara BM 08 dan P1.
8. Pada slag berikutnya, rambu 1 menjadi bacaan muka dan rambu 2 menjadi
bacaan:
a. Usahakan jarak antara patok dengan alat sama.
b. Slag dibagi dalam jumlah yang genap.
c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka.
d. Diukur dengan metode pergi-pulang dalam waktu satu hari.
e. Jumlah jarak muka sama dengan jumlah jarak belakang.

Pada saat pembacaan rambu ukur harus selalu diperhatikan bahwa :

2𝐵𝑇 = 𝐵𝐴 + 𝐵𝐵………………………………………………………….(II.4)

BA = Bacaan benang atas

BT = Bacaan benang tengah

BB = Bacaan benang bawah

Kelompok VII-D
9
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Apabila hal di atas tidak terpenuhi, maka kemungkinan salah pembacaan atau
pembagian skala pada rambu ukur tersebut kurang tepat.
II.3.2 Pengukuran Penampang Melintang
Berikut metode dalam melakukan pengukuran penampang melintang
menggunakan alat waterpass :

1. Mengatur panjang statif hingga ketinggian yang dikehendaki dan


mengencangkan sekrup pada setiap kakinya.
2. Pasang alat ukur waterpass di atas statif, kemudian kencangkan sekrup pada
tengah statif agar waterpass tidak jatuh.
3. Lakukan centering dan levelling hingga nivo kotak benar-benar ditengah.
4. Untuk pengukuran cross section dilakukan dalam keadaan alat berdiri di atas
patok. Mendirikan alat di atas patok, kemudian mendirikan rambu ke arah titik
10 meter di kiri alat dan bidik di setiap detail beda tinggi yang ada. Catat bacaan
benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb),serta tinggi
alatnya. Kemudian lakukan pengukuran yang sama ke arah titik 10 meter di
kanan alat.
II.4 Pengukuran Poligon
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 kelompok VII-D menggunakan polygon
tertutup. Poligon tertutup adalah suatu poligon yang titik awal dan titik akhirnya
bertemu pada satu titik yang sama sehingga rangkaiannya tertutup. Urutan pelaksanaan
pengukuran dari poligon tertutup dengan alat ukur theodolite adalah sebagai berikut :

1. Mendirikan statif di atas BM 08 untuk membidik BM 04 dan P1.


2. Pasang theodolite di atas statif tersebut. Kemudian lakukan centering, pastikan
titik tepat dengan center.
3. Lalu lakukan centering pada nivo kotak dan nivo tabung hingga gelembung
kedua nivo tersebut tepat berada di tengah-tengah.
4. Melakukan bacaan sudut biasa (B) dengan cara mengarahkan theodolite pada
rambu ukur yang berdiri di BM 04. Kemudian reset bacaan arah horizontalnya
menjadi 0°0’0”, lalu lakukan pembacaan dan catat benang atas (ba), benang
tengah (bt), dan benang bawah (bb) pada rambu ukur sekaligus sudut horizontal,

Kelompok VII-D
10
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

sudut vertikal, serta tinggi alatnya.


5. Putar theodolite berlawanan arah jarum jam ke arah frontside yaitu P1 untuk
melakukan pembacaan sudut biasa (B). Lakukan pembacaan dan catat benang
atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb) pada rambu ukur sekaligus
sudut horizontal, sudut vertikal, serta tinggi alatnya.
6. Saat theodolite masih membidik P1, lakukan bacaan sudut luar biasa (LB)
dengan cara memutar teropong pada theodolite secara horizontal sebesar 180°
dan memutar lensa vertikal sebesar 180°. Baca dan catat bacaan benang atas
(ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb) sekaligus sudut horizontal,
sudut vertikal, serta tinggi alatnya.
7. Putarlah berlawanan arah jarum jam alat ukur theodolite untuk melakukan
pembacaan sudut luar biasa (LB) pada BM 04. Baca dan catat bacaan benang
atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb) sekaligus sudut horizontal,
sudut vertikal, serta tinggi alatnya.
8. Pindahkan alat ke patok selanjutnya, lalu lakukan hal yang sama hingga patok
terakhir.
II.5 Pengukuran Tachimetri

Tachimetri merupakan salah satu cara pemetaan dimana kedudukan tinggi dari
tanah dinyatakan dengan garis-garis tinggi. Dengan metode tachimetri kita dapat
menentukan titik-titik yang ada dilapangan, dimana helling diantara titik-titik tersebut
dianggap berbanding lurus. Kemudian titik-titik ini dilukis di atas peta menurut letak
dan tingginya sehingga garis tinggi dapat disisipkan diantara titik- titik yang diukur
tersebut. Tujuan pengukuran situasi dengan metode tachimetri adalah
menggambarkan kembali bentuk lapangan.

Pengukuran metode tachimetri dilakukan dengan menggunakan alat ukur


theodolite, baik yang bekerja secara optis maupun elektronis digital yang sering
dinamakan dengan Total Station. Alat theodolite didirikan di atas patok yang telah
diketahui koordinat dan ketinggiannya hasil pengukuran kerangka dasar. Patok
tersebut mewakili titik-titik ikat pengukuran. Rambu ukur atau target diletakkan di
atas titik-titik detail yang akan disajikan di atas peta. Titik-titik detail dapat berupa

Kelompok VII-D
11
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

unsur alam atau unsur buatan manusia. Unsur alam misalnya adalah perubahan slope
(kemiringan) tanah yang dijadikan titik-titik tinggi (spot heights) sebagai acuan untuk
penarikan dan interpolasi garis kontur. Unsur buatan manusia misalnya adalah pojok-
pojok bangunan. (Muda, 2008)
Pengukuran dengan metode tachimetri ada dua cara, yaitu :

1. Pengukuran dan perhitungan untuk menentukan koordinat dan tinggi dari tiap
kedudukan tachimetri.
2. Pengukuran dari titik detail yang dapat dilihat dari tiap-tiap kedudukan
tachimetri.

Besaran-besaran yang diukur pada metode tachimetri adalah arah utara peta
(dapat juga dengan bantuan Kompas), jarak (optis), dan sudut tegak. Oleh karena itu,
dengan menggunakan alat theodolite dapat diukur besarnya sudut tegak dan jarak
optis karena pada teropongnya menggunakan benang silang diafragma (BA, BT, dan
BB). Dari jarak optis dan sudut tegak dapat dihitung jarak mendatar dan beda tinggi.
Berikut ini adalah contoh sketsa pengakuran detail situasi.

Gambar II- 3 Sketsa Pengukuran Detail Situasi

(Sumber https://www.slideshare.net)

Kelompok VII-D
12
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Rumus jarak Optis

𝑑 = (100 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) × sin² α………………………………….(II.5)

Keterangan:

BA = Benang Atas

BB = Benang Bawah

𝛼 = Sudut Zanit

Rumus beda tinggi

∆H = 𝑇𝐴 + 𝐻𝐼 + (100 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)) × sin 𝛼 × cos 𝛼 – BT ……(II.6)

Keterangan:

∆H = Beda tinggi

TA = Tinggi alat

HI = Tinggi patok

BA = Benang atas

BB = Benang bawah

BT = Bacaan benang tengah masing-masing diukur dilapangan

α = Sudut vertikal

Rumus sudut azimuth

α = α berdiri alat + β − 180°..……………………………………..(II.7)


Keterangan:
α = Azimuth
β = Sudut horizontal
Rumus selisih absis
Selisih absis= D × sin α……………………………………………(II.8)
Keterangan:

Kelompok VII-D
13
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

D = Jarak
α = Azimuth
Rumus selisih ordinat
Selisih ordinat = D × cos α………………….……………………..(II.9)
D = Jarak
α = Azimuth
Rumus koordinat X
Koordinat X = Koordinat berdiri alat + selisih absis……………..(II.10)
Rumus koordinat Y
Koordinat Y= Koordinat berdiri alat + selisih ordinat……………..(II.11)
Pada pengukuran metode tachimetri terdapat lima tahapan yaitu: tahap
persiapan,tahap pemasangan titik, tahap pengukuran titik utama, tahap pengolahan data,
dan tahap penyajian data.
II. 6 Kesalahan Dalam Pengukuran

Berdasarkan penyebabnya, kesalahan pada pengukuran dapat diklasifikasikan


sebagai berikut :
1. Kesalahan yang bersumber dari pengukur (personal errors)
Kesalahan yang bersumber dari pengukur dapat disebabkan karena
keterbatasan pengukur dalam memahami prosedur pengukuran, kurangnya
ketelitian mata dalam pembacaan alat, dan kesalahan saat pencatatan data.
2. Kesalahan yang bersumber dari alat ukur (instrumental errors)
Kesalahan yang bersumber dari alat ukur ini terjadi akibat
ketidaksempurnaan pada alat ukur yang menyebabkan pengukuran menjadi
kurang maksimal. Kesalahan kalibrasi, faktor usia alat, dan lain sebagainya
dapat menjadi faktor terjadinya kesalahan alat ukur.
3. Kesalahan yang bersumber dari alam (natural errors)
Kesalahan yang bersumber dari alam ini terjadi karena kondisi alam dan
permukaan yang berubah-ubah pada saat pengukuran dilakukan. Beberapa
contoh sumber kesalahan pengukuran[ karena alam, antara lain perubahan suhu,

Kelompok VII-D
14
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

perubahan cuaca yang tidak menentu, hembusan angin yang kencang, bencana
alam, pengaruh lengkung bumi, dan cahaya matahari.

Kelompok VII-D
15
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

III. BAB III


PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1 Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan adalah kegiatan untuk melakukan peninjauan dari area yang
akan digunakan sebagai lokasi praktikum. Langkah awal yang dilakukan kelompok VII-
D sebelum memulai kegiatan praktikum adalah melakukan survei lapangan agar
mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya. Survei lapangan ini dilakukan satu
sampai tiga hari sebelum melakukan kegiatan praktikum.

Dalam survei pendahuluan, hal awal yang dilakukan adalah pengenalan lokasi
praktikum yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan patok pada lokasi
praktikum. Fungsi pemasangan patok adalah sebagai titik yang akan dibidik ketika
praktikum. Dalam pemasangan patok, posisi antar patok harus dapat dilihat agar bisa
dilakukan pengukuran menggunakan alat ukur. Titik patok dapat ditandai dengan paku
payung/tipe-X. Aturan yang harus dilakukan untuk pemasangan patok supaya data patok
yang dibuat benar dan akurat adalah sebagai berikut :

1. Patok yang dibuat dengan menggunakan paku payung harus menancap


dengan kuat supaya ketika praktikum paku payung tersebut tidak hilang dan
goyah. Selain itu, patok juga dapat ditandai dengan menggunakan tipe-X.
2. Patok yang sudah ditancapkan ke tanah diberi nama sesuai urutannya.
3. Berikan tanda yang mudah terlihat pada patok supaya ketika praktikum
patok dapat dengan mudah ditemukan.
4. Jarak maksimal untuk pemasangan patok yaitu 50 meter, tetapi pemasangan
patok harus disesuaikan dengan lokasi praktikum yang akan diukur.
III.2 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Lokasi praktikum Kelompok VII-D dilaksanakan di lingkungan Gedung
Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Waktu
pengukuran dilaksanakan pada tanggal 19-23 September 2022.

III.3 Diagram Alir Pengukuran


Diagram alir merupakan representasi grafis dari langkah-langkah. Dalam
Konteks ini merupakan perepresentasian yang menampilkan informasi dan visualisasi

Kelompok VII-D
1
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

proses-proses dalam pengukuran Ilmu Ukur Tanah I. Berikut visualisasi dari diagram
alir praktikum dan pengukuran Ilmu Ukur Tanah I yang dilakukan oleh kelompok VII-
D:

Gambar III.3 Diagram Alir Pengukuran

Kelompok VII-D
2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

III.4 Alat dan Bahan


Dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah 1 dilakukan praktikum pengukuran dan
pemetaan yang membutuhkan beberapa alat dan bahan dari proses pelaksanaan
pengukuran seperti pengukuran dengan waterpass dan theodolite.

III.4.1 Alat dan Bahan Pengukuran Beda Tinggi


1. Waterpass
Waterpass adalah alat ukur yang berfungsi untuk menentukan
tingkat ketegakan suatu permukaan. Alat ini biasanya digunakan
untuk mengukur perbedaan ketinggian antara satu titik acuan ke titik
acuan yang lainnya. Bermacam-macam jenis waterpass kini sudah
diciptakan untuk mempermudah mendapatkan hasil pengukuran yang
akurat namun semuanya tetap memiliki kegunaan yang sama.

Gambar III- 1 Waterpass

2. Tripod atau statif


Statif merupakan alat penegak atau mendirikan alat yang disimpan
diatas tripod kaki tiga. Fungsi utama statis adalah untuk menstabilkan
alat yang dipasang, dengan pengaturan yang tepat akan diperoleh
statis yang stabil. Cara penggunaan Statis atau Tripod yaitu dengan
cara membuka tali pengikat statis atau tripod dan pasangkan
sedemikian rupa sehingga ketigakakinya terbuka untuk berdiri dengan
baik. Pemasangan atau penyetelan statis atau tripod harus sesuai

Kelompok VII-D
3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

dengan tinggi orang yang membidik 0 mengukur, angkat anak tripod


ke arah yang ditentukan, tidak rendah dan tidak tinggi. Lalu kunci
pengait anak tripod.

Gambar III- 2 Statif

3. Rambu Ukur
Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran
alumunium yang diberi skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar
ukur yang besar, mistar ini mempunyai panjang 3, 4 bahkan ada yang
5 meter. Skala rambu ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih
atau hitam menyatakan 1 cm, setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E
yang menyatakan 5 cm, tiap 2 buah E menyatakan 1 dm. Tiap-tiap
meter diberi warna yang berlainan, merah-putih, hitam-putih, dll.
Kesemuanya ini dimaksudkan agar memudahkan dalam pembacaan
rambu.

Kelompok VII-D
4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar III- 3 Rambu Ukur

4. Nivo
Nivo adalah bejana gelas tertutup yang pada satu sisinya cembung,
berisi cairan (biasanya ether) hampir penuh sehingga ada bagian sisa
berupa gelembung udaranya (uap ether). Fungsi nivo adalah sebagai
patokan atau acuan untuk memastikan alat tegak lurus dengan
permukaan.

Gambar III- 4 Nivo

5. Tipe-x dan Paku Payung


Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah I, kami menggunakan Tipe-x
dan paku untuk menandai patok yang kami buat di sepanjang rute
pengukuran. Paku Payung berfungsi untuk sebagai penanda suatu
patok atau titik yang telah diukur menggunakan pita ukur dan

Kelompok VII-D
5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

merupakan tempat berdirinya rambu.

Gambar III- 5 Paku Payung

6. Payung
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, kami menggunakan payung
untuk melindungi alat dari sinar matahari ketika di lapangan.

Gambar III- 6 Payung

7. Kalkulator
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 kami menggunakan kalkulator
yang berfungsi untuk penghitungan saat pelaksanaan praktikum.

Kelompok VII-D
6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar III- 7 Kalkulator

8. Pita Ukur
Pita ukur memiliki kegunaan utama yaitu untuk mengukur jarak
atau panjang. Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, kami menggunakan
pita ukur untuk mengukur jarak antar patok. Pada pita ukur beberapa
satuan yaitu meter, sentimeter, dan inci.

Gambar III-8 Pita Ukur

9. Unting-unting
Fungsi dari unting-unting yaitu untuk memproyeksikan suatu titik
pada pita ukur di permukaan tanah atau sebaliknya.

Kelompok VII-D
7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar III- 9 Unting Unting

10. Alat Tulis dan Lembar Topo


Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, alat tulis dan lembar topo
berfungsi untuk mencatat atau menuliskan hasil pengukuran dan
perhitungan pada bacaan alat. Fungsi dari kertas topo adalah untuk
menyimpan data seperti bacaan vertikal, bacaan horizontal, benang
atas, benang bawah, benang tengah, dan data-data penting lainnya
yang dibutuhkan selama pengukuran.

Gambar III-10 Alat Tulis dan Lembar Topo

III.4.2 Alat dan Bahan Pengukuran Poligon dan Tachimetri


1. Theodolite
Theodolite merupakan suatu alat pengukuran yang dirancang
untuk dapat mengukur sudut vertikal dan horizontal sampai pada
satuan sekon (detik). Theodolite dapat digunakan untuk mengukur ke

Kelompok VII-D
8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

segala arah karena pada teropong dan badan alatnya dapat diputar
sebesar 360°. Beberapa fungsi theodolite antara lain menghitung sudut
vertikal dan sudut horizontal, menentukan jarak optis, serta mengukur
sudut jurusan. Keunggulan utama theodolite jika dibandingkan dengan
alat ukur sejenis ialah dapat memetakan suatu area dalam waktu yang
lebih cepat. Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, kami menggunakan
theodolite untuk metode pengukuran poligon tertutup. Theodolite yang
kami gunakan bermerek Nikon.

Gambar III.4.2.1 Theodolite

2. Tripod atau statif


Statif merupakan alat penegak atau mendirikan alat yang disimpan
diatas tripod kaki tiga. Fungsi utama statis adalah untuk menstabilkan
alat yang dipasang, dengan pengaturan yang tepat akan diperoleh
statis yang stabil. Cara penggunaan Statis atau Tripod yaitu dengan
cara membuka tali pengikat statis atau tripod dan pasangkan
sedemikian rupa sehingga ketigakakinya terbuka untuk berdiri dengan
baik. Pemasangan atau penyetelan statis atau tripod harus sesuai
dengan tinggi orang yang membidik 0 mengukur, angkat anak tripod
ke arah yang ditentukan, tidak rendah dan tidak tinggi. Lalu kunci

Kelompok VII-D
9
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

pengait anak tripod.

Gambar III.4.2.2 Statif

3. Rambu Ukur
Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran
alumunium yang diberi skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar
ukur yang besar, mistar ini mempunyai panjang 3, 4 bahkan ada yang
5 meter. Skala rambu ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih
atau hitam menyatakan 1 cm, setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E
yang menyatakan 5 cm, tiap 2 buah E menyatakan 1 dm. Tiap-tiap
meter diberi warna yang berlainan, merah-putih, hitam-putih, dll.
Kesemuanya ini dimaksudkan agar memudahkan dalam pembacaan
rambu.

Kelompok VII-D
10
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar III.4.2.3 Rambu Ukur

4. Nivo
Nivo adalah bejana gelas tertutup yang pada satu sisinya cembung,
berisi cairan (biasanya ether) hampir penuh sehingga ada bagian sisa
berupa gelembung udaranya (uap ether). Fungsi nivo adalah sebagai
patokan atau acuan untuk memastikan alat tegak lurus dengan
permukaan.

Gambar III.4.2.4 Nivo


5. Tipe-x dan Paku Payung
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah I, kami menggunakan Tipe-x
dan paku untuk menandai patok yang kami buat di sepanjang rute
pengukuran. Paku Payung berfungsi untuk sebagai penanda suatu
patok atau titik yang telah diukur menggunakan pita ukur dan

Kelompok VII-D
11
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

merupakan tempat berdirinya rambu.

Gambar III.4.2.5 Paku Payung dan Tipe-X

6. Payung
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, kami menggunakan payung
untuk melindungi alat dari sinar matahari ketika di lapangan.

Gambar III.4.2.6 Payung

7. Kalkulator
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 kami menggunakan kalkulator
yang berfungsi untuk penghitungan saat pelaksanaan praktikum.

Kelompok VII-D
12
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Gambar III.4.2.7 Kalkulator

8. Pita Ukur
Pita ukur memiliki kegunaan utama yaitu untuk mengukur jarak
atau panjang. Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, kami menggunakan
pita ukur untuk mengukur jarak antar patok. Pada pita ukur beberapa
satuan yaitu meter, sentimeter, dan inci.

Gambar III.4.2.8 Pita Ukur


9. Alat Tulis dan Lembar Topo
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1, alat tulis dan lembar topo
berfungsi untuk mencatat atau menuliskan hasil pengukuran dan
perhitungan pada bacaan alat. Fungsi dari kertas topo adalah untuk
menyimpan data seperti bacaan vertikal, bacaan horizontal, benang

Kelompok VII-D
13
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

atas, benang bawah, benang tengah, dan data-data penting lainnya


yang dibutuhkan selama pengukuran.

Gambar III.4.2.9 Alat Tulis dan Lembar Topo

III.5 Metode Pengukuran


Metode pengukuran digunakan menghitung, mengolah, dan mengoreksi data
untuk menentukan posisi atau koordinat di setiap titik yang terukur dalam suatu wilayah
pemetaan. Pemilihan metode pengukuran dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor,
seperti tujuan pengukuran, ketelitian yang diinginkan, dan ketersediaan alat ukur.

III.5.1 Pengukuran Penampang Memanjang

Penampang memanjang adalah suatu pengukuran yang dilakukan untuk


mengetahui beda tinggi antar titik-titik dalam satu jalur rute pengukuran. Penampanng
memanjang digunakan untuk melakukan pengukuran jarak jauh, oleh sebab itu perlu
dilakuakan pengukuran secara berulang. Langkah-langkah dalam pengukuran
penampang memanjang antara lain :
1. Meletakkan alat ukur waterpass diantara patok BM 08 dan patok P1.
Lakukan centering dan levelling hingga nivo kotak benar-benar ditengah.
2. Meletakkan rambu ukur di patok BM 08 dan patok P1.
3. Membaca bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah
(bb) pada rambu ukur di patok BM 08 dan patok P1.
4. Menghitung beda tinggi dengan mengurai BT muka dan BT belakang

Kelompok VII-D
14
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

5. Menghitung jarak antara alat dengan BM 08.


6. Menghitung jarak antara alat dengan P1.
7. Menghitung jarak antara BM 08 dan P1.
8. Pada slag berikutnya, rambu 1 menjadi bacaan muka dan rambu 2 menjadi
bacaan belakang. Adapun yang diperhatikan dalam pengukuran adalah :
a. Usahakan jarak antara patok dengan alat sama.

b. Slag dibagi dalam jumlah yang genap.

c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka.

d. Diukur dengan metode pergi-pulang dalam waktu satu hari.

e. Jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang.

Pada saat pembacaan rambu ukur harus selalu diperhatikan bahwa:

2𝐵𝑇 = 𝐵𝐴 + 𝐵𝐵……………………(III.1)

BA = Bacaan benang atas

BT = Bacaan benang tengah

BB = Bacaan benang bawah

Apabila hal di atas tidak terpenuhi, maka kemungkinan salah pembacaan atau
pembagian skala pada rambu ukur tersebut kurang tepat.
III.5.2 Pengukuran Penampang Melintang

Berikut metode dalam melakukan pengukuran penampang melintang


menggunakan alat waterpass:

1. Mengatur Panjang Statif hingga ketinggian yang dikehendaki dan


mengencangkan sekrup pada setiap kakinya

2. Pasang alat ukur waterpass di atas statif, kemudian kencangkan sekrup


pada tengah statif agar waterpass tidak jatuh.

3. Lakukan centering dan levelling hingga nivo kotak benar-benar ditengah.

4. Untuk pengukuran cross section dilakukan dalam keadaan alat berdiri di

Kelompok VII-D
15
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

atas patok. Mendirikan alat di atas patok, kemudian mendirikan rambu ke


arah titik 10 meter di kiri alat dan bidik di setiap detail beda tinggi yang
ada. Catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang
bawah (bb), serta tinggi alatnya. Kemudian lakukan pengukuran yang
sama ke arah titik 10 meter di kanan alat.
III.5.3 Pengukuran Poligon
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 kelompok VII-D
menggunakan poligon tertutup. Poligon tertutup adalah suatu poligon
yang titik awal dan titik akhirnya bertemu pada satu titik yang sama
sehingga rangkaiannya tertutup. Urutan pelaksanaan pengukuran dari
poligon tertutup dengan alat ukur theodolite adalah sebagai berikut :

1. Mendirikan statif di atas BM 08 untuk membidik BM 04 dan P1.


2. Pasang theodolite di atas statif tersebut. Kemudian lakukan
centering, pastikan titik tepat dengan center.
3. Lalu lakukan centering pada nivo kotak dan nivo tabung hingga
gelembung kedua nivo tersebut tepat berada di tengah-tengah.
4. Melakukan bacaan sudut biasa (B) dengan cara mengarahkan
theodolite pada rambu ukur yang berdiri di BM 04. Kemudian reset
bacaan arah horizontalnya menjadi 0°0’0”, lalu lakukan pembacaan
dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah
(bb) pada rambu ukur sekaligus sudut horizontal, sudut vertikal, serta
tinggi alatnya.
5. Putar theodolite berlawanan arah jarum jam ke arah frontside yaitu
P1 untuk melakukan pembacaan sudut biasa (B). Lakukan
pembacaan dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt), dan
benang bawah (bb) pada rambu ukur sekaligus sudut horizontal,
sudut vertikal, serta tinggi alatnya.
6. Saat theodolite masih membidik P1, lakukan bacaan sudut luar biasa
(LB) dengan cara memutar teropong pada theodolite secara
horizontal sebesar 180º dan memutar lensa vertikal sebesar 180º.

Kelompok VII-D
16
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Baca dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan
benang bawah (bb) sekaligus sudut horizontal, sudut vertikal, serta
tinggi alatnya.
7. Putarlah berlawanan arah jarum jam alat ukur theodolite untuk
melakukan pembacaan sudut luar biasa (LB) pada BM 04. Baca dan
catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah
(bb) sekaligus sudut horizontal, sudut vertikal, serta tinggi alatnya.
8. Pindahkan alat ke patok selanjutnya, lalu lakukan hal yang sama
hingga patok terakhir.
III.5.4 Pengukuran Tachimetri
Pengukuran metode tachimetri dilakukan dengan menggunakan alat ukur
theodolite. Langkah awal yang dilakukan sebelum melakukan pengukuran adalah
survei lapangan dan menentukan patok mana saja yang akan digunakan untuk
mendirikan alat. Alat akan didirikan di atas patok yang telah diketahui koordinat dan
ketinggiannya hasil pengukuran kerangka dasar. Kelompok VI-D menggunakan patok
P3, P4, P5, dan P6 untuk mendirikan alat theodolite karena dari patok dapat mewakili
titik-titik ikat pengukuran. Selain itu, membuat sketsa yang berisi perencanaan kode
tiap detil-detil berupa pojok-pojok bangunan yang akan digunakan untuk meletakkan
rambu ukur.

Langkah-langkah dalam pengukuran metode tachimetri, antara lain :

1. Mendirikan alat ukur theodolite di patok yang telah ditentukan sebelumnya yaitu
di P3.

2. Lakukan centering dan pastikan titik tepat dengan center. Lalu lakukan centering
pada nivo kotak dan nivo tabung hingga gelembung kedua nivo tersebut tepat
berada di tengah-tengah.

3. Arahkan teropong dalam keadaan biasa ke salah satu titik poligon yang digunakan
sebagai titik acuan. Kemudian baca dan catat catat benang atas (ba), benang
bawah (bb), dan benang tengah (bt) pada rambu ukur sekaligus sudut horizontal,
sudut vertikal, serta tinggi alatnya.

Kelompok VII-D
17
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

4. Dirikan rambu ukur di atas titik detail.

5. Arahkan teropong pada rambu ukur. Baca dan catat catat benang atas (ba), benang
tengah (bt), dan benang bawah (bb) pada rambu ukur sekaligus sudut horizontal,
sudut vertikal, serta tinggi alatnya.

6. Pindahkan alat ke patok selanjutnya yaitu P4, lalu lakukan hal yang sama juga
pada P5 dan P6.
III.6 Metode Pengolahan
Data yang diperoleh melalui pengukuran di lapangan tidak bisa langsung
digunakan, akan tetapi harus diolah terlebih dahulu melalui proses pengolahan. Metode
pengolahan yang digunakan perhitungan, pengolahan, dan koreksi data untuk
menentukan posisi (koordinat) setiap titik yang terukur dalam wilayah pemetaan
tersebut. Praktikum Ilmu Ukur Tanah I dilaksanakan menggunakan metode-metode
pengolahan yang harus diperhatikan dan dipahami, baik alat ukur waterpass
maupun theodolite. Dalam praktikum ini metode pengolahan dilakukan kelompok VII-
D antara lain :

1. metode pengolahan penampang memanjang.

2. Metode pengolahan penampang melintang.

3. Metode pengolahan poligon.

4. Metode pengolahan tachimetri.


III.6.1 Pengolahan Penampang Memanjang
Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk
menentukan ketinggian titik-titik sepanjang garis rencana proyek,
sehingga dapat digambarkan irisan tegak keadaan permukaan tanah
sepanjang garis rencana proyek tersebut. Jadi, profil adalah irisan tegak
permukaan bumi (Wongsotjitro, 1964). Adapun langkah-langkah
pengolahan data hasil pengukuran penampang memanjang adalah
sebagai berikut :

1. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan

Kelompok VII-D
18
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

dimasukkan ke dalam excel.


2. Menghitung beda tinggi setiap patok dengan rumus :
𝛥ℎ = 𝐵𝑇 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔– 𝐵𝑇 𝑚𝑢𝑘𝑎 ………….…………
(III.2)
Keterangan:
Δh = beda tinggi
BT belakang = bacaan benang tengah belakang
BT muka = bacaan benang tengah muka
Dengan toleransi yg diizinkan sebesar + 0,002 m.

3. Menghitung jarak antara titik dengan rumus berikut :

𝐷𝐴𝑃 = 100 𝑥 (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) …………………………..


(III.3)

Keterangan :
D = jarak
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
4. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan menggunakan rumus pada
persamaan berikut :
Δh pergi+ Δh pulang
Δh rata−rata= …………………
2
(III.4)
5. Menghitung koreksi tiap patok menggunakan rumus pada
persamaan berikut :
ΣΔh
Koreksi= ……………………………...………..
n
(III.5)
Keterangan :
Σ∆h = Jumlah koreksi
n = Jumlah titik/patok
6. Menghitung beda tinggi definitif dengan menggunakan rumus
pada persamaan berikut :

Kelompok VII-D
19
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

𝐷𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑓 = ∆ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 + 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖….…………


(III.6)
Jika jumlah beda tinggi definitifnya 0,000 m, maka
perhitungannya benar.
7. Menghitung elevasi tiap titik menggunakan rumus yang terdapat
pada persamaan berikut :
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 + ∆ℎ 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑓……….
(III.7)
Jika perhitungan sudah benar, maka elevasi titik akhir akan kembali
lagi ke elevasi titik awal.
8. Terakhir mencari toleransi kesalahan penutup pengukuran
menggunakan rumus pada persamaan berikut :

Toleransi=12mm √ D ……………………………..(III.8)
9. Lakukan cross check pada data pengukuran, jika tidak masuk
toleransi maka lakukan pengecekan kembali data atau melakukan
pengukuran ulang.
III.6.2 Pengolahan Penampang Melintang
Penampang melintang (cross section) adalah suatu pengukuran
beda tinggi dari detail-detail jalan tiap titik dan memperoleh benang atas
(ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb) tiap titik yang
digunakan untuk mencari tinggi masing- masing detail tiap titik yang
diukur. Dengan diketahuinya tinggi titik detail-detail pada titik kita dapat
merencanakan pekerjaan selanjutnya seperti pengukuran jalan raya,
saluran irigasi, atau jalan kereta api, dan lain-lain. Adapun cara untuk
pengolahan data hasil cross section adalah sebagai berikut :

1. Menghitung beda tinggi setiap titik detail dengan menggunakan


rumus berikut :
𝛥ℎ = 𝑇𝐴 − 𝐵𝑇……………………………….………..
(III.9)

2. Menghitung elevasi setiap titik dengan rumus berikut :

Kelompok VII-D
20
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 − (𝐵𝑇 − 𝑇𝐴) ………………


(III.10)
Keterangan :
∆h = Beda tinggi
TA = Tinggi alat
BT = Benang tengah
III.6.3 Pengolahan Poligon
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah 1 kelompok VII-D
menggunakan poligon tertutup. Poligon tertutup adalah poligon dimana
dan titik akhirnya mempunyai posisisi yang sama. Untuk memudahkan
memahami sudut-sudut dalam pengukuran poligon maka perlu dijelaskan
hal-hal sebagai berikut :

1. Sudut dalam adalah selisih antara dua arah yang saling berlainan.
2. Azimuth adalah sudut yang dihitung terhadap arah utara magnetis dan
saling berhimpit dengan sumbu Y pada peta.
3. Unsur-unsur yang dicari dalam melakukan pengukuran poligon
tertutup adalah semua jarak dan sudut (Di, βi). Kedua unsur ini telah
cukup untuk menggambarkan poligon di atas peta, jika tidak terikat
pada sistem koordinat yang ada dan tidak menghiraukan orientasi
pada poligon tersebut. Agar poligon tersebut terarah, maka perlu
salah satu sisi diketahui azimuthnya.
Untuk memperoleh azimuth dari tiap sisi poligon, syaratnya harus
diketahui azimuth awalnya (α1) terlebih dahulu. Penentuan azimuth
awal dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Atur sumbu I theodolite dalam keadaan vertikal (gelembung nivo
di tengah- tengah) dan bacaan sudut horizontal menunjukkan
angka 00˚00’00” pada arah magnetis bumi.
b. Putar theodolite sebesar 180° dan arahkan ke titik P1 pada bacaan
sudut biasa (B), kemudian balikkan teropong pada keadaan sudut
luar biasa (LB), dan bacalah sudut yang dibentuk dengan arah

Kelompok VII-D
21
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

titik.
c. Penentuan azimuth awal (α1) dapat dihitung dengan rumus
berikut:
−1 Xb−Xa
α 1=tan ………………………….
Yb−Ya
(III.11)
d. Untuk azimuth selanjutnya dihitung dengan rumus berikut :
1. Untuk pengukuran searah jarum jam :
𝛼2 = 𝛼1 + 180° − ( 𝛽2 ± ∆𝑓𝛽) ………………….
(III.12)
2. Untuk pengukuran berlawanan jarum jam :
𝛼2 = 𝛼1 − 180° + ( 𝛽2 ± ∆𝑓𝛽) …………………….
(III.13)
Agar titik koodinat dapat diketahui dalam sistem koodinatnya,
maka poligon perlu diikat dengan titik yang diketahui
koodinatnya atau titik tetap (X1, Y1). Koodinat dihitung dari
unsur-unsur jarak dan sudut arah sebagai berikut :

𝑋2 = 𝑋1 + 𝐷 sin 𝛼1 ± ∆𝑓𝑥…………………..
(III.14)

𝑌2 = 𝑌1 + 𝐷 cos 𝛼1 ± ∆𝑓𝑦…………………..
(III.15)

Keterangan :

Α = Azimuth

D = Jarak

𝛽 = Sudut dalam

∆fx = Koreksi sumbu x


∆fy = Koreksi sumbu y

Kelompok VII-D
22
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

III.6.4 Pengolahan Tachimetri


Dengan pengukuran tachimetri maka beda tinggi titik-titik yang
diukur dan jarak datar dilakukan dengan cara tidak langsung karena yang
diukur adalah sudut miring atau sudut zenith dan jarak optis. Rumus
perhitungan detil dengan metode tachimetri adalah sebagai berikut :

1. Jarak dengan menggunakan rumus berikut :


𝐷𝑥 = 100(𝑏𝑎 − 𝑏𝑏) 𝑠𝑖𝑛2𝛼………………….....
(III.16)
𝐷𝑦 = 100(𝑏𝑎 − 𝑏𝑏) 𝑐𝑜𝑠2𝛼…………………....
(III.17)
2. Menghitung beda tinggi titik detail dengan rumus berikut :
∆ℎ = 𝑇𝐴 + 𝑣 – 𝐵𝑇…………………………....
(III.18)
3. Tinggi titik tiap detil (nilai Z) dengan rumus berikut :
zB = Za + ∆ℎ………………………………....
(III.19)
III.7 Metode Penggambaran
Penggambaran dari hasil pengukuran secara manual harus memperhatikan
ukuran kertas dan skala gambar yang akan digunakan, sedangkan penggambaran secara
digital lebih meperhatikan koordinat yang akan digunakan serta satuan unit yang akan
dipakai dalam gambar digital.

III.7.1 Penggambaran Penampang Memanjang


1. Menyiapkan kertas gambar milimeter block A3 serta peralatan untuk
gambar
2. Menentukan skala gambar yang terdiri dari skala jarak (horizontal)
dan skala elevasi (vertikal). Pada penggambaran penampang
memanjang, kelompok kami menggunakan 1:100 untuk yang
vertikal dan 1:250 untuk yang horizontal.
3. Membuat kolom yang terdiri dari nomor patok, jarak, jarak
komulatif, elevasi, dan kemiringan pada bagian bawah.

Kelompok VII-D
23
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

4. Menentukan elevasi terendahnya.


5. Tarik garis vertikal (elevasi) dan beri angka elevasi dari nilai
elevasi yang terendah.
6. Tarik garis horizontal (sebagai jarak antara titik poligon) dan
beri keterangan jarak yang dimulai dari titik BM.
7. Menentukan titik BM kemudian menentukan titik poligon
selanjutnya dengan jarak yang sesuai dalam kdata yang telah
diskalakan.
8. Plotting nilai-nilai ketinggian (elevasi) di setiap titik sesuai
dengan data pengukuran.
9. Menghubungkan semua hasil plotting dari titik BM sampai
dengan titik poligon yang terakhir.
10. Ketika penggambaran di kertas milimeter block telah selesai,
gambar kemudian dipindah ke kertas kalkir ukuran A1.
III.7.2 Penggambaran Penampang Melintang
1. Menyiapkan kertas gambar milimeter block A3 serta peralatan untuk
gambar.
2. Menentukan skala gambar yang terdiri dari skala jarak (horizontal)
dan skala elevasi (vertikal). Pada penggambaran penampang
memanjang, kelompok kami menggunakan 1:50 untuk yang vertikal
dan 1:100 untu yang horizontal.
3. Membuat kolom yang terdiri dari jarak, jarak komulatif, dan elevasi
pada bagian bawah.
4. Menentukan elevasi terendahnya.
5. Tarik garis vertikal (elevasi) dan beri angka elevasi dari nilai
elevasi yang terendah.
6. Tarik garis horizontal (sebagai jarak antara titik poligon) dan
beri keterangan jarak yang dimulai dari titik BM.
7. Menentukan titik BM kemudian menentukan titik poligon
selanjutnya dengan jarak sesuai dengan data yang telah
diskalakan.

Kelompok VII-D
24
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

8. Plotting nilai-nilai ketinggian (elevasi) di setiap titik sesuai


dengan data pengukuran.
9. Menghubungkan semua hasil plotting dari titik BM sampai
dengan titik poligon yang terakhir.
10. Ketika penggambaran di kertas milimeter block telah selesai,
gambar kemudian dipindah ke kertas kalkir ukuran A1.
III.7.3 Penggambaran Poligon
Penggambaran poligon bertujuan untuk mengetahui lokasi
pengukuran dan memperkirakan area yang akan dilakukan pengerjaan
proyek. Adapun langkah- langkah untuk penggambaran poligon adalah
sebagai berikut :

1. Menyiapkan kertas milimeter block ukuran A3 dan peralatan untuk


menggambar.
2. Menentukan skala penggambaran. Pada penggambaran poligon
tertutup ini, kelompok kami menggunakan skala 1:250.
3. Membuat grid batas pada sumbu X dan Y, dari angka terkecil hasil
perhitungan koordinat (X dan Y).
4. Menggambarkan grid sesuai dengan hasil perhitungan koordinat (X
dan Y) di kertas milimeter block.
5. Menentukan koordinat awal (titik BM) yang telah diketahui dan
gambarlah titik BM tersebut.
6. Menggambarkan titik poligon dengan menggunakan metode
koordinat, yaitu titik poligon yang digambarkan sesuai dengan titik
koordinat dari perhitungan data di lapangan.
7. Apabila penggambaran titik poligon sudah selesai, selanjutnya
adalah menggambarkan titik-titik situasi.
8. Ketika penggambaran di kertas milimeter block telah selesai, gambar
kemudian dipindah ke kertas kalkir ukuran A1.

Kelompok VII-D
25
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

III.7.4 Penggambaran Tachimetri


Tujuan penggambaran detail adalah untuk menggambarkan
keadaan bangunan yang diukur serta mengetahui posisi vertikal dan
horizontal secara bersamaan. Adapun langkah-langkah untuk
penggambaran detail adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan kertas milimeter block ukuran A3 dan peralatan


untuk menggambar.
2. Menentukan skala penggambaran. Pada penggambaran detail ini,
kelompok kami menggunakan skala 1:250.
3. Membuat grid batas pada sumbu X dan Y dari angka terkecil hasil
perhitungan koordinat (X dan Y). Membuat grid batas pada sumbu
X dan Y dari angka terkecil hasil perhitungan koordinat (X dan Y).
4. Menggambarkan grid sesuai dengan hasil perhitungan koordinat (X
dan Y) di kertas milimeter.
5. Menggambarkan tiap titik-titik detail bangunan sesuai dengan
data perhitungan.
6. Ketika penggambaran di kertas milimeter block telah selesai,
gambar kemudian dipindah ke kertas kalkir ukuran A1.

Kelompok VII-D
26
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

IV. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil dan Pembahasan Pengukuran Penampang Memanjang
Pengukuran penampang memanjang dilakukan dengan menggunakan metode
pergi-pulang. Dalam pengukuran penampang melintang diperoleh data berupa bacaan
ba, bt, dan bb dari tiap titik detail yang kemudian diolah menjadi beda tinggi dan
digunakan untuk mencari elevasi tiap titik detail.

Tabel IV-1 Pengolahan Data Penampang Memanjang

No Titik Beda Tinggi


Tinggi titik
No Titik
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif (m)

188,594 GD08
GD08 P1 1,098 -1,096 1,097 0,0002500 1,098
189,692 P1
P1 P2 1,784 -1,783 1,784 0,0002500 1,784
191,476 P2
P2 P3 1,252 -1,251 1,252 0,0002500 1,252
192,728 P3
P3 P4 -0,208 0,209 -0,208 0,0002500 -0,208
192,520 P4
P4 P5 0,008 -0,007 0,008 0,0002500 0,008
192,528 P5
P5 P6 -0,400 0,400 -0,400 0,0002500 -0,400
192,128 P6
P6 P7 -1,830 1,831 -1,831 0,0002500 -1,830
190,298 P7
P7 GD08 -1,703 1,704 -1,704 0,0002500 -1,704
188,594 GD08

JUMLAH 0,001 0,007 -0,002 0,002 0,000

Ada beberapa komponen pembahasan terkait pengukuran penampang


memanjang adalah sebagai berikut :

1. Toleransi kesalahan penutup beda tinggi


Untuk menghitung toleransi kesalahan penutup beda tinggi dapat
menggunakan rumus 12√D dimana D (dalam km) merupakan jarak total.

12 𝑚𝑚 √𝐷 = 12 √ 0,2979

Kelompok VII-D
1
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

= 6,549 mm
= 0,006 m
2. Menghitung koreksi
Berdasarkan perhitungan tabel di atas, jumlah beda tinggi rata-rata -0,002 m,
maka koreksi yang diperoleh sebesar +0,002 m, sehingga masih memenuhi
toleransi. Terdapat tujuh patok yang harus di koreksi, dimana koreksi tiap
patok sebesar +0,00025 m dan beda tinggi rata-rata harus sama. Kesamaan
tersebut menghasilkan jumlah beda tinggi yang dikoreksi menjadi 0.
3. Menghitung beda tinggi definitif
Beda tinggi definitif memiliki syarat jumlah seluruh definitif harus sama
dengan nol, dimana dapat dirumuskan menjadi :

𝐷𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑓 = ∆ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 + 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖……………


(IV.1)
Misal, beda tinggi definitif dari GD 08 ke P1 yaitu;

𝐷𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑓 = ∆ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 + 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖


= 1,097 + 0,00025
= 1,098 m
4. Menghitung elevasi

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, diketahui elevasi awal = 188,594


m. Untuk menghitung elevasi menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 + ∆ℎ 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡…………….


(IV.2)

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑃1 = 188,594 + 1,098

= 189,692 m
Lakukan hal yang sama hingga semua titik diketahui elevasinya dan
pengukuran kembali ke titik awal.
5. Kesalahan Penutup Beda Tinggi

Menghitungan kesalahan penutup beda tinggi sama dengan jumlah


koreksi beda tinggi.

Kelompok VII-D
2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

𝛴∆ℎ 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 0,002 m


Dari hasil perhitungan di atas, kesalahan penutup beda tinggi yang didapat
yaitu 0,002 m sehingga memenuhi toleransi yang ada yaitu sebesar 0,006 m
IV.2 Hasil dan Pembahasan Pengukuran Penampang Melintang
Pengukuran penampang melintang (cross section) akan memperoleh data berupa
tiga bacaan, yakni bacaan benang atas (ba), benang tengah (bb), dan benang bawah (bb)
disetiap titik detailnya. Ketiga bacaan ini akan diolah menjadi beda tinggi yang akan
digunakan untuk mencari elevasi tiap titik detail. Berikut adalah tabel hasil pengukuran
penampang melintang :

Tabel IV-2 Pengolahan Data Penampang Melintang P1 (STA P1)

titik Bacaan Benang Tinggi atas


Beda
yang Jarak Elevasi
Atas Tengah Bawah Tinggi Patok
dibidik (m)
BM08
2,743 2,512 2,282 188.594
6 2,091 2,048 2,001 -0,538 -9 1,51 189.154
5 1,542 1,501 1,459 0,009 -8,3 1,51 189.701
4 1,525 1,491 1,457 0,019 -6,8 1,51 189.711
3 1,758 1,724 1,691 -0,214 -6,7 1,51 189.478
2 1,666 1,661 1,656 -0,151 -1 1,51 189.541
1 1,432 1,428 1,424 0,082 -0,8 1,51 189.774
P1 0 0 0 0 189,692
A 1,607 1,602 1,596 -0,092 1,1 1,51 189.691
B 1,518 1,511 1,502 -0,001 1,6 1,51 190.010
C 1,199 1,192 1,183 0,318 1,6 1,51 190.039
D 1,188 1,163 1,136 0,347 5,2 1,51 189.753
E 1,478 1,449 1,423 0,061 5,5 1,51 189.691
Berikut ini adalah pembahasan dari pengukuran penampang melintang
(cross section) pada P1 :

a. Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan menghiraukan


koreksi.

Kelompok VII-D
3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

b. Menentukan detail-detail tiap titik jalan yang akan diukur.


c. Mengukur jarak titik-titik detail dengan menggunakan pita ukur.
d. Membuat sketsa detail dan memberikan nama setiap titik detail dengan
angka untuk mempermudah dalam pengukuran, seperti T1, T2, T3 dan
seterusnya.
e. Untuk pengukuran penampang melintang (cross section) dengan alat yang
berdiri di atas patok dilakukan dengan cara berikut : mendirikan alat di
atas patok, ukur tinggi alat, kemudian bidik rambu ukur yang berdiri
padatiap titik detail. Selanjutnya catat bacaan benang atas (ba), benang
bawah (bb), dan benang tengah (bt) dan seterusnya sampai ke titik detail
terakhir.
f. Menghitung beda tinggi tiap titik detail dengan rumus berikut :

𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑇𝐴 – 𝐵𝑇…………………………..………………………


(IV.3)
Misal, beda tinggi pada T1 di P1 yaitu :
𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑇1 = 𝑇𝐴 − 𝐵𝑇 𝑇1
= 1,51 − 1,428
= 0,082 m
g. Lakukanlah terus sampai ke titik detail terakhir.
h. Menghitung elevasi tiap titik detail dengan cara menjumlahkan elevasi
titik yang telah diketahui yaitu 188,594 m dengan beda tinggi detail-detail
pada titik P1. Misal, elevasi T1 di P1 yaitu :

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑇1 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 P1 +(𝐵𝑇 𝑇1 − 𝑇𝐴) …………


(IV.4)
= 189,692 + (1,428 − 1,51)
= 189,774 m
i. Lakukan penghitungan sampai diketahui elevasi titik detail terakhir pada
titik P1.
j. Lakukan langkah-langkah yang sama untuk mencari elevasi titik-titik
detail pada titik yang lainnya.

Kelompok VII-D
4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

IV.3 Hasil dan Pembahasan Pengukuran Poligon


Setelah melakukan pengukuran poligon tertutup menggunakan alat ukur
theodolite diperoleh data sudut, kemudian data tersebut diolah sehingga diketahui
koordinat-koordinat yang dapat digunakan dalam memetakan lokasi yang diukur.
Berdasarkan data yang kelompok VII-D dapatkan dari pengukuran poligon tertutup
menggunakan alat ukur theodolite, berikut adalah hasil pembahasan data
pengukurannya

Tabel IV-3 Pengolahan Data Poligon


Sudut Sudut Terkoreksi (β) Azimuth Sin kor. d.cos Kor. Koordinat
KOR

Titik Desimal Desimal Desimal Jarak No.


° ' " ° ' " ° ' " (D.Y) (D.Y) (D.Y) (D.Y) X(meter) Y(meter)
.

GD 04 438413,5445 9220746,0830 GD 04
191 12 22,799 191,206
GD 08 75 27 40 75,461 0,0005 75 27 41,88 75,462 438397,1873 9220663,5210 GD 08
295 44 41 295,745 46 -41,434 0,120 19,981 -0,159
P1 189 22 50 189,381 0,0005 189 22 51,88 189,381 438355,8730 9220683,3425 P1
286 21 49 286,364 44 -42,218 0,114 12,396 -0,152
P2 187 31 30 187,525 0,0005 187 31 31,88 187,526 438313,7698 9220695,5865 P2
278 50 17 278,838 33 -32,608 0,086 5,070 -0,114
P3 262 56 45 262,946 0,0005 262 56 46,87 262,946 438281,2474 9220700,5425 P3
195 53 30 195,892 39,7 -10,871 0,103 -38,183 -0,137
P4 279 39 20 279,656 0,0005 279 39 21,88 279,656 438270,4800 9220662,2225 P4
96 14 8 96,236 42,1 41,851 0,110 -4,573 -0,146
P5 154 28 25 154,474 0,0005 154 28 26,88 154,474 438312,4404 9220657,5040 P5
121 45 42 121,762 30 25,507 0,078 -15,792 -0,104
P6 235 13 50 235,231 0,0005 235 13 51,88 235,231 438338,0259 9220641,6087 P6
66 31 50 66,530 32,9 30,178 0,086 13,103 -0,114
P7 173 55 25 173,924 0,0005 173 55 26,88 173,924 438368,2897 9220654,5976 P7
72 36 23 72,606 30,2 28,819 0,079 9,028 -0,104
GD 08 316 51 40 316,861 0,0005 316 51 41,88 316,862 438397,1873 9220663,5210 GD 08
295 44 41 295,745

Σ 1799 59 45 1.799,996 0,004 1800 0 0 1800,000 1413 58 20 1413,972 297,9 -0,775 0,775 1,031 -1,031

1. Untuk mengetahui koreksi sudut harus mengetahui syarat besarnya sudut dan
jumlah sudut ukuran (β). Karena kelompok VII-D menggunakan sudut luar,
maka untuk mencari syarat koreksi menggunakan rumus berikut :

∑𝛽 = (𝑛 + 2) 𝑥 180°…………………………………………………...
(IV.5)

= (8 + 2) 𝑥 180°
= 1800°

Kelompok VII-D
5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Hasil pengukuran di lapangan ternyata jumlah sudut ukuran (∑β) yang telah
dihitung dengan menggunakan rumus sebesar 1799º 59’ 45”. Maka koreksi
sudutnya dapatdihitungdengan menggunakan rumus berikut :

𝑓𝛼 = [(𝑛 +2)𝑥180°]− 𝛴𝛽………………………………….………


(IV.6)

1799°59’45” = 1800° + 𝑓𝛼

𝑓𝛼 = 0°0’15”
Setelah koreksi sudut didapat, menghitung koreksi sudut pertitiknya
dengan menggunakan rumus :
Koreksi tiap sudut =

2. Menghitung Sudut Terkoreksi

𝛽 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝛽 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑘𝛽……………………………………


(IV.7)
= 75°27ʹ40” + 0°00ʹ1,88”
= 75°27ʹ41,88ʺ
Lakukan cara tersebut sampai (β) terakhir.

3. Menghitung Azimuth

Berdasarkan data dari kedua BM, azimuth awal dapat diketahui


yaitu 191°12’22,799”. Untuk azimuth selajutnya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝛼 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑢𝑡𝑛𝑦𝑎 = 𝛼 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑘𝛽 + 180°……………………………
(IV.8)
𝛼 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 = 191° 12′22,799" − 75° 27’ 41,88" + 180°
= 295°44′41"
Perhitungan tersebut dilakukan hingga azimuth terakhir.
4. Perhitungan Fx
Untuk mengetahui Fx, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

𝐹𝑥 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 = 𝐷 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 × sin 𝛼 𝐵𝑀 08 − 𝑃1...
(IV.9)
= 46 × sin 295°44′41"

Kelompok VII-D
6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

= −41,434 m
Perhitungan tersebut dilakukan sampai dengan Fx terakhir. Jika sudah
dihitung semua, Fx dijumlahkan dan hasilnya adalah :

𝛴𝐹𝑥 = 𝛴𝐷 sin 𝛼……………………………………….


(IV.10)
𝛴𝐷 sin 𝛼 = −0,775 m
5. Perhitungan Fy
Untuk mengetahui Fy, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

𝐹𝑦 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 = 𝐷 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 ×cos 𝛼 𝐵𝑀 08−𝑃1...
(IV.11)
= 46 × cos 295°44′41"
= 19,981 m
Perhitungan tersebut dilakukan sampai dengan Fy terakhir. Jika sudah
dihitung semua, Fy dijumlahkan dan hasilnya adalah :

𝛴𝐹𝑦 = 𝛴𝐷 cos 𝛼……………………………………


(IV.12)
𝛴𝐷 cos 𝛼 = 1,031 m
6. Perhitungan Koreksi Jarak X
Untuk mengetahui koreksi jarak X, rumus yang digunakan sebagai berikut :

D
kΔx= (−ΣD sin α ) ……………………………...
ΣD
(IV.13)
D BM 08−P1
kΔx BM 08−P 1= (−ΣD sin α )
ΣD
46
kΔx BM 08−P 1= x (−(−0,775))
297 , 9
¿ 0,120 m
7. Perhitungan Koreksi Jarak Y
Untuk mengetahui koreksi jarak Y, rumus yang digunakan sebagai berikut :

D
kΔy= (−ΣD sin α ) ……………………………………….
ΣD
(IV.14)

Kelompok VII-D
7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

D BM 08−P 1
kΔy BM 08−P 1= (−ΣD sin α )
ΣD
46
kΔy BM 08−P 1= x (−1,031)
297 , 9
¿−0,159 m
8. Perhitungan Absis

Dengan data yang sudah ditemukan sebelumnya yaitu koordinat


awal X, koreksi jarak absis dan selisih jarak absis, maka
selanjutnya bisa dilakukan perhitungan absis dengan rumus
sebagai berikut :

𝑋 = 𝑋 𝑎𝑤𝑎𝑙 + 𝐷 sin 𝛼 + 𝐾∆𝑥……………………………….…


(IV.15)
𝑋 𝑃1 = 𝑋 𝑎𝑤𝑎𝑙 + 𝐷 sin 𝛼 𝐵𝑀 08 − 𝑃1 + 𝐾∆𝑥 𝐵𝑀 08 −𝑃1
𝑋 𝑃1 = 438397,1873 + (−41,434) + 0,120
IV.4 Hasil dan Pembahasan Pengukuran Metode Tachimetri
Pengukuran titik detil atau Tacimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap
(situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri yang artinya
menentukan posisi dengan jarak untuk membuat peta yang dilengkapi dengan data- data
koordinat (X,Y) dan koordinat tinggi (Z) atau membuat peta situasi secara menyeluruh
dari permukaan bumi. Hasil pengukuran tachimetri dari kelompok VII- D sebagai
berikut :

Tabel IV-4 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P3

Beda Tinggi
Nomor Patok Benang Bacaan Sudut Sudut Miring /
Tinggi Naik Turun Tinggi
Teropong Horizontal Zenit Atas
Jarak
Tempat

Tengah

Bawah
i Alat

Atas (+) (-) Tanah


Berdir

Yang

Atas
Dibidi

Patok ◦ ' " ◦ ' " (m) (m) (m)


k

P2 1,700 0,871 0,705 0,542 0 0 0 80 21 20 44 1,031 192,73


P3
A 1,700 0,802 0,669 0,538 145 11 40 82 33 20 25,9568 1,031 193,759

Tabel IV-5 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P4

Beda Tinggi
Nomor Patok Benang Bacaan Sudut Sudut Miring /
Tinggi Naik Turun Tinggi

Kelompok VII-D
8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Teropong Atas
Atas Horizontal Zenit Jarak (+) (-) Tanah
Tempat

Tengah
Dibidik
Berdiri

Bawah
Yang

Atas
Alat
Patok (m) (m) (m)
◦ ' " ◦ ' "

P3 1,620 1,012 0,791 0,57 0 0 0 91 44 30 1,8 0,336 206,69


P4 B 1,620 1,293 1,284 1,275 94 25 10 95 44 30 1,7820 1,808 208,500

Tabel IV-6 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P5

Beda Tinggi
Nomor Patok Tinggi Benang Bacaan Sudut Sudut Miring /
Naik Turun Tinggi
Teropong Horizontal Zenit Atas
Jarak
Tempat

Tengah

Bawah
i Alat
Berdir

Atas (+) (-) Tanah


Yang

Atas
Dibidi

Patok ◦ ' " ◦ ' " (m) (m) (m)


k

P4 1,570 1,313 1,303 1,292 0 0 0 91 0 10 10,9 0,230 206,39


P5
C 1,570 1,313 1,303 1,292 55 11 0 92 12 10 2,20 0,186 206,575

Tabel IV-7 Pengolahan Data Tachimetri dari Titik P6

Beda Tinggi
Nomor Patok Benang Bacaan Sudut Sudut Miring /
Tinggi Naik Turun Tinggi
Teropong Horizontal Zenit Atas
Jarak
Tempat

Tengah

Bawah
i Alat

(+) (-) Tanah


Berdir

Atas
Yang

Atas
Dibidi

Patok ◦ ' " ◦ ' " (m) (m) (m)


k

P5 1,620 1,939 1,793 1,646 0 0 0 90 11 0 29,30 -0,266 206,92


P6 D 1,620 2,151 1,994 1,838 65 41 0 88 18 40 31,17 0,548 207,470

Kelompok VII-D
9
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

V. BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Ilmu Ukur Tanah I yang telah kelompok VII-D
laksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengukuran poligon tertutup dengan menggunakan alat theodolite


dapat menghasilkan data berupa benang atas (ba), benang tengah (bt), dan
benang bawah (bb). Data hasil pengukuran tersebut diolah dan
menghasilkan koordinat dari setiap titik. Dengan menggunakan poligon
tertutup akan dihasilkan sebuah data untuk menghitung jarak, koreksi sudut,
azimuth, selisih absis, selisih ordinat, koreksi jarak absis, koreksi jarak
ordinat, perhitungan absis, serta perhitungan ordinat. Dari pengukuran
poligon tertutup Kelompok VII-D didapat data perhitungan jarak total
sebesar 297,9 m, data koreksi sudut sebesar 0°0'15", data azimuth pada topo
04, data perhitungan selisih absis sebesar -0,775 dan selisih ordinat sebesar
1,031. Untuk pengolahan penampang memanjang (long section) dilakukan
untuk mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan. Pada pengukuran
penampang memanjang kelompok VII-D didapatkan data toleransi
kesalahan penutup beda tinggi sebesar 0,006 m, data koreksi sebesar
+0,002 m sehingga memenuhi toleransi. Hasil perhitungan data beda tinggi
definitif sebesar 0,000 m, data elevasi awal sebesar 188,594 m, dan
kesalahan penutup beda tinggi sebesar 0,002 m.
2. Pada pengukuran penampang melintang (cross section) dilakukan untuk
mencari beda tinggi masing-masing detail tiap titik yang diukur. Pada
pengukuran penampang melintang (crosssection) kelompok VII-D didapatkan
empat data cross section. Masing-masing patok terdapat titik detail 7
sampai 11 titik yang digunakan untuk pengukuran cross section.
Pengukuran cross section dilakukan dalam dua keadaan, yaitu alat berdiri di
atas patok dan alat berdiri setiap jarak 25 meter dari patok. Pada
pengukuram cross section, alat waterpass diletakkan di atas patok dan

Kelompok VII-D
1
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

rambu ukur akan diletakkan diletakkan di atas titik-titik detail untuk


mengukur beda tinggi antara titik detail tersebut.
3. Hasil pengukuran detail situasi Kelompok VII-D menghasilkan 7 titik detail
yang diukur pada titik P3, P4, P5, dan P6. Perhitungan titik detail yang
telah dilaksanakan menghasilkan jarak, beda tinggi, elevasi detail, dan
koordinat.
V.2 Saran
Praktikum Ilmu Ukur Tanah I, banyak sekali hal penting yang perlu diperhatikan
agar proses praktikum dapat berjalan dengan baik dan benar, seperti :

1. Perhitungan dan pengukuran data diperlukan prinsip-prinsip pengukuran


untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
2. Pengecekan sendiri hasil pengamatan dan pembacaan.
3. Mengunakan alat bantu, contoh : kompas, GPS, dan google earth.
4. Setiap pengukuran tiap patok lakukan pembacaan terhadap rambu ukur dan
mencatat hasil pengukurannya.
5. Menggunakan alat-alat ukur tanah seperti waterpass dan theodolite sehingga
diperlukan ketelitian dari segi perhitungan maupun kelengkapan alat-alat.
6. Alat-alat yang digunakan saat praktikum harus lengkap sehingga diperlukan
rasa tanggung jawab yang besar bagi mahasiswa yang menggunakan alat
praktikum.
7. Penggunaan alat ukur waterpass dan theodolite harus menggunakan payung
untuk melindungi alat agar tidak terkena sinar matahari secara langsung,
karena sangat berpengaruh terhadap kinerja alat terlebih pada bagian nivo.
8. Saat pelaksanaan praktikum sangat dianjurkan untuk bertanya kepada
asisten praktikum jika menemukan kesulitan agar tidak terjadi kesalahan
dalam pelaksanaan praktikum.

Kelompok VII-D
2
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

VI. DAFTAR PUSTAKA

(2022, September). Retrieved from Google Earth: https://earth.google.com


Arioarief. (2012, Maret 25). Penampang Melintang dalam Ilmu Ukur
Tanah.

Retrieved from Geophisticated:

http://aryadhani.blogspot.com/2012/03/penampang-melintang-dalam-
ilmu- ukur.html?m=1
Arioarief. (2012, Maret 25). Penampang Memanjang dalam Ilmu Ukur
Tanah. Retrieved from Geophisticated:
http://aryadhani.blogspot.com/2012/03/penampang-memanjang-
dalam- ilmu-ukur.html?m=1

Basuki, S. (2006). Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Basuki, S. (2011). Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.
Basuki, S. (2016). Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Budimantoro, A. (2017). katakangafit. Retrieved


from http://www.katakangafit.com/2017/08/kesalahan-
kolimasi-dan-kesalahan- indeks_20.html
Eliz. (2017, Januari 02). Bagian-Bagian Theodolite. Retrieved from What's on
My Mind: http://theophanyelizabeth.blogspot.com/2017/01/bagian-
bagian- theodolite.html?
showComment=1639240547136&m=1#c3260894939464 828280
Hanafi, R. (2018, Mei 08). Pemakaian Waterpass dan Fungsi Bagian Bagian
Alat waterpass. Retrieved from SIPILKUSIPILMU:
https://www.sipilkusipilmu.com/2018/05/pemakaian-waterpass-dan-
fungsi-bagian.html?m=1

Ketaren, D. Y. (2015). Pengukuran Jarak Langsung Pada Bidang Datar dan

Kelompok VII-D
3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Bidang Miring. Academia.edu.


Muda, I. (2008). Ternik Survei dan Pemetaan Jilid 3. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Salamadin. (2018, Agustus 4). Pengertian Basis Data-Database. Retrieved


from salamadin.com: https://salamadin.com/pengertian-basis-data-
database/

Syaifullah, A. (2014). Modul Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Sekolah Tinggi


Pertahanan Negara.

Wongsotjitro, S. (1964). Ilmu UKur Tanah. Yogyakarta: Kanisius

Lampiran I. Dokumentasi Kegiatan

Kelompok VII-D
4
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Pengukuran Waterpass Pemegangan Rambu Ukur

Pengukuran Waterpass Pengolahan Data

Kelompok VII-D
5
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Pengukuran Theodolite Foto Anggota Kelompok VII-D

Lampiran II. Data Pengukuran Penampang Memanjang

Kelompok VII-D
6
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Kelompok VII-D
7
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Kelompok VII-D
8
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 1

Lampiran III. Data Pengolahan Penampang Memanjang

Kelompok VII-D
9

Anda mungkin juga menyukai