I. Tujuan
a. Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang HIV/AIDS pada ibu hamil,
diharapkan peserta penyuluhan dapat lebih memahami tentang penyakit
HIV/AIDS pada kehamilan.
b. Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan mampu
menjelaskan kembali :
1) Pengertian HIV/AIDS
2) Etiologi/Penyebab
3) Gejala-gejala Penyakit HIV/AIDS
4) Penularan HIV/AIDS
5) Pencegahan dan penanganan HIV/AIDS
II. Metode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
III. Alat bantu/peraga
1) Leaflet
IV. Sumber
Maryunani, Anik & Puspita, Eka. (2013). Asuhan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal. Jakarta : CV Trans info media.
V. Kegiatan
Terlampir
VI. Evaluasi
Mengajukan pertanyaan mengenai
a. Apa itu HIV/AIDS?
b. Apa penyebab dari HIV/AIDS?
c. Apa saja gejala HIV/AIDS?
d. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
e. Bagaimana pencegahan dan penanganan HIV/AIDS?
LAMPIRAN KEGIATAN
LAMPIRAN MATERI
D. Stadium HIV
Infeksi HIV memiliki 4 stadium sampai nantinya menjadi AIDS, yakni :
1. Stadium I
Ibu dengan HIV positif tidak akan menunjukan gejala klinis yang berarti,
sehingga ibu akan tampak sehat seperti orang normal dan mampu melakukan
aktifitasnya seperti biasa.
2. Stadium II
Gejala ringan seperti penurunan berat badan kurang dari 10%, infeksi yang
berulang pada saluran nafas dan kulit.
3. Stadium III
Ibu dengan HIV sudah tampak lemah, gejala dan infeksi sudah mulai
bermunculan, ibu akan mengalami penu runan berat badan yang drastis, diare
yang tidak kunjung sembuh, demam yang hilang timbul, mulai mengalami
infeksi jamur pada rongga mulut bahkan infeksi sudah menjalar ke paru-paru.
4. Stadium IV
Pasien akan menjadi AIDS, aktivitas pasien akan banyak dilakukan di tempat
tidur karena kondisi dan keadaan sudah mulai lemah, infeksi mulai bermulai
bermunculan dimana-mana dan cenderung berat, salah satu kesulitan mengenali
infeksi HIV adalah masa laten tampa gejala yang lama antara 2 bulan hingga 2
tahun, umur rata rata saat diagnosis infeksi HIV di tegakkan adalah 35 tahun.
E. Prognosis
1. Kelompok resiko tertinggi terhadap infeksi HIV adalah homoseksual, pria
biseksual, penyalahguna obat-obatan intravena dan penderita hemofilia yang
mendapat transfusi darah
2. Kelompok resiko tinggi lainnya adalah kaum prostitusi dan mitra homoseksual
pria yang berada dalam kelompok resiko tinggi
3. Semua darah harus diskrining terhadap HIV sebelum ditransfusikan untuk
memperkecil risiko melalui transfusi
4. Wanita lebih mudah medapat virus dari pria dibanding sebaliknya karena
konsemtrasi HIV dalam semen tinggi dan robekan mukosa pada introitus atau
vagina saat berhubungan seksual lebih sering terjadi dibanding kerusakan kulit
penis (Benson. 2009)
5. Transmisi vertikal merupakan penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan
anak-anak di Amerika Serikat
6. Transmisi HIV ibu ke janin dapat terjadi intrauterine (5-10%), saat persalinan
(10-20%), dan pasca persalinan (5-20%)
7. Kelainan yang dapat teradi pada janin antara lain, berat badan lahir rendah,bayi
lahir mati, partus preterm, dan abortus spontan (Prawirohardjo, 2008)
F. Pencegahan
1. Tidak melakukan hubungan seksual (abstinentia) atau hanya menjalin
hubungan seksual dengan satu mitra saja yang diketahui tidak terinfeksi,
penggunaan kondom lateks yang sudah dilumasi dengan nonoxynol 9
merupakan metode yang paling efektif dalam membetasi resiko infeksi
2. Jika seorang wanita positif HIV, ia harus diberikan nasihat untuk :
Tidak mendonorkan darah, plasma, jaringan, atau organnya
Menghindari kehamilan
Menjaga hubungan dengan satu pasangan
Tekun menggunakan kondom yang telah dilumasi dengan nonoxynol 9
selama kontak seksusal apapun
G. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Ibu dengan positif HIV dapat mengurangi risiko bayinya tertular dengan :
1. Mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV)
Risiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai
Angka penularan hanya 1%-2% bila ibu memakai ART
Angka ini kurang lebih 4% bila ibu memakai AZT selama 6 bulan
terakhir kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama 6 minggu
pertama kehidupannya
Jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai melahirkan :
o Ada 2 cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini : AZT
dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan
bayi selama satu minggu setelah lahir
o Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan,
kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2-3 hari setelah lahir
o Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2%
o Namun, resistensi terhadap neviraphine dapat muncul pada
hingga 20% perempuan yang memakai satu tablet saat hamil
o Hal ini kemudian mengurangi keberhasilan ART yang dipakai
oleh ibu
o Resistensi ini juga dapat disebarkan pada ibu bayi waktu
menyusui
o Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di
Negara berkembang
2. Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya :
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan
Bila ibu memakai AZT dan mempunyai viral load dibawah 1000, maka
dikatakan risiko hampir nol
Ibu dengan viral load yang tinggi dapat mengurangi risiko dengan
memakai bedah besar
3. Menghindari menyusui :
Kurang lebih 14% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi
Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI atau
susu formula)
Namun jika PASI tak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya,
semakin tinggi
Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya
menyebabkan kesulitan dalam pemberian formula, lebih baik bayi
disusui
Yang terburuk adalah ASI dicampur PASI
Cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah
menyusui secara eksklusif (tidak dicampur dengan PASI) selama 3-4
bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif
(tidak dicampur dengan ASI)
4. Melakukan diet khusus untuk orang HIV :
Mengkonsumsi protein yang berkualitas dari sumber hewani dan nabati
seperti daging telur, ayam, ikan, kacang-kacangan, dan produknya
seperti tempe yang mengandung VIT B12 berfungsi sebagai,
bakterisida yang dapat mengobati dan mencegah diare
Banyak mengkonsumi sayuran dan buah-buahan secara teratur,
terutama sayuran dan buah-buahan berwarna yang kaya vitamin A (beta
karoten), zat besi, vitamin C dan E sebagai anti radial bebas
Mengindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi
(tape,brem,roti)
Pastikan makanan bersih dari pestisida dan zat-zat kimia berbahaya,
cuci bahan makanan sebelum dikonsumsi
Bila ODHA mendapat obat antiretroviral, pemberian makanan disesuai
dengan jadwal meminum obat, dimana obat yang diberikan saat
lambung kosong, pada saat lambung penuh, atau diberikan bersama
sama dengan makanan
Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk
mecegah mual)
Menghindari rokok, kafein, dan alkohol
Makan sedikit namun sering (kebutuhan gizi ODHA ditambah 10%-
25% dari kebutuhan minimum yang dianjurkan
Minum susu setiap hari, susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi,
jika tidak dapat menerima susu sapi, bisa diganti denga susu kedelai
Sesuaikan dengan syarat diet penyakit infeksi yang menyertai, misalnya
rendah serat, makanan lunak dan cair jika ada gangguna saluran
pemcernaan, rendah laktosa dan rendah lemak jika ada diare.