Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Komunitas
Pembimbing/Dosen mata kuliah: Neneng Widyaningsih. SST., M.Keb
Jalum 3A
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................60
i
PRIMARY CARE PROVIDER DAN CARE GIVER
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Jalum 3A
2018
1
A. PERAN BIDAN SEBAGAI CARE GIVER
1. Pengertian Care Giver
Care giver adalah seorang Individu yang secara umum merawat
dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya (Awad dan
Voruganti, 2008 : 87). Caregiver adalah seseorang yang memberikan
bantuan kepada orang lain yang mengalami ketidakmampuan dan
memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya.(Sukmarini,
2009 dalam Juliyanti, 2013)
Caregiver mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat
pasien (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan,
mempersiapkan obat), mengatur keuangan, membuat keputusan
tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan
formal (Kung, 2003: 3). Selain itu, fungsi caregiver sendiri adalah
merawat klien yang menderita suatu penyakit termasuk juga
menyediakan makanan, membawa klien ke pelayanan kesehatan,
memberikan dukungan emosional, kasih sayang dan perhatian
(Tantono, et al.,2006 dalam Juliyanti, 2013).
Sehingga dari pemahaman teori di atas tentang caregiver, yang
dapat di sebut juga dengan orang yang merawat atau pendamping.
Bidan memiliki peran sebagai Care Giver yang artinya bidan
menjadi pendamping serta merawat seorang ibu yang membutuhkan
asuhan sepanjang siklus hidup perempuan salah satunya dengan cara
pemberian pelayanan yang dilandasi dengan ketulusan, penuh
perhatian, dan emosional support yang bisa memotivasi ibu.
2
b) Memberikan asuhan pada klien secara individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas
Bidan dapat memberikan pelayanan kepada ibu dan anak meliputi
pelayanan asuhan kebidanan pada ibu bersalin, asuhan
kebidanan pada ibu nifas dan menyusui, asuhan pada bayi baru
lahir, asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
reproduksi, dan lain-lain.
c) Membantu dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Dengan adanya bidan sebagai caregiver, bidan dapat membantu
masyarakat untuk bisa bersosialisasi karena dalam prosesnya,
caregiver tentu memerlukan adanya komunikasi antara bidan
dengan ibu yang diasuh sehingga menimbulkan interaksi
d) Memberikan dukungan emosional, kasih sayang,dan perhatian
Pemberian dukungan emosional, kasih sayang, dan perhatian
harus diberikan bidan kepada klien pada setiap asuhannya untuk
memberi motivasi kepada klien sehingga klien mau berusaha
menyayangi kesehatan dirinya. Selain itu, hal ini juga berfungsi
untuk mengkaji mengenai apa yang klien rasakan dan bagaimana
kondisi psikologis klien karena dapat mempengaruhi kesehatan
fisik dan asuhan yang diberikan.
3
Akan tetapi, barangkali tak banyak bidan atau paramedis lain yang
memiliki pengalaman bagaimana membantu ibu dengan gangguan jiwa
yang bersalin. Salah satu yang memperoleh pengalaman langka itu
adalah bidan-bidan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Goeteng
Taroenadibrata, Purbalingga, Jawa Tengah.
Akhir November 2017 lalu, RSUD Goeteng menerima pasien
rujukan, seorang ibu hamil dari Puskesmas Bobotsari. Sebenarnya, tak
ada masalah dengan ibu hamil yang diperkirakan sudah memasuki hari
perkiraan lahir (HPL) ini. Hanya saja, si ibu menderita gangguan jiwa. Ia
pun tanpa identitas.
Ia dirujuk lantaran Puskesmas Bobotsari memang tidak memiliki
ruangan untuk menangani pasien gangguan jiwa. Saat itu, kondisi ibu
yang belum diketahui identitasnya itu sungguh memprihatinkan.
Tubuhnya kotor, bajunya kumal, dan rambutnya menggimbal penuh
kutu.
Maklum, si ibu hamil ditemukan oleh masyarakat berkeliaran di
jalan. Masyarakat menduga si ibu akan melahirkan. Sebab itu, mereka
lantas membawa ibu itu ke Puskesmas Bobotsari.
Lantaran puskesmas tak memiliki instalasi untuk menangani
pasien khusus gangguan jiwa, si ibu hamil itu dirujuk ke RSUD Goeteng.
Perawat dan bidan pun jatuh iba. Mereka berinisiatif
membersihkan tubuh si ibu. Para bidan ini harus memastikan, sebelum
persalinan, ibu hamil dengan gangguan jiwa itu siap dan dalam keadaan
higienis. Itu untuk memastikan agar ibu dan bayi tak terinfeksi saat
proses persalinan.
Direktur RSUD Goeteng, Nonot Mulyono menyebut standar
pelayanan persalinan di RSUD tak membedakan kelas. Semuanya
dilayani sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang telah
ditetapkan rumah sakit.
Meski tanpa identitas, ibu dengan gangguan jiwa itu tetap
memperoleh pelayanan standar persalinan. Akhirnya, si ibu melahirkan
dengan gilang-gemilang.
Bayinya perempuan, cantik pula. Ibu dan bayi dalam keadaan
sehat. Ibu melahirkan dengan normal nyaris tanpa penanganan khusus.
4
Soal biaya persalinan, Nonot menerangkan RSUD menggunakan
dana Jaminan Kesehatan (Jamkes) Kartu Purbalingga Sehat (KPS).
Dengan begitu, persalinan ibu yang menderita gangguan jiwa tersebut
gratis. Begitu pula dengan perawatan bayi cantiknya.
"Sudah melahirkan dengan selamat. Persalinanannya normal,"
katanya, kepada Liputan6.com, Selasa (5/12/2017).
Setelah bersalin, tiba waktunya perawatan setelah melahirkan
atau nifas. Salah satu bidan yang memperoleh pengalaman berharga itu
adalah Bidan Dona Wahyuni de Fretes. Dialah salah satu bidan yang
menangani si ibu tanpa identitas.
"Saya menangani si ibu setelah melahirkan, di ruang nifas," ucap
Bidan Dona.
Dengan sabar, ia memandikan, mengeramasi, dan bahkan
memotong kuku-kuku si ibu yang menghitam. Dona dan rekannya juga
mengganti pakaian si ibu dengan baju yang lebih layak.
Ia mengakui agak khawatir pada awalnya. Sebelum ini, Dona
pernah menangani persalinan ibu dengan gangguan jiwa.
Pengalamannya tak begitu baik. Ia ditendang oleh ibu yang tengah
dibantu persalinannya.
Barangkali kisah Bidan Dona ini bisa menjadi cermin bahwa
seorang bidan tak hanya bekerja dengan keahlian semata. Bidan,
seperti juga Dona dan rekannya, bekerja dengan hati.
Kabar melahirkannya seorang ibu dengan gangguan jiwa itu
tersebar luas di Purbalingga. Foto-foto bayi cantiknya pun tersebar. Tak
pelak lagi, banyak pihak yang ingin mengadopsinya. Hingga saat ini,
bayi cantik masih dalam perawatan RSUD Goeteng, Purbalingga.
Pembahasan kasus :
Bidan-bidan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Goeteng
Taroenadibrata, Purbalingga, Jawa tengah melakukan caregiver kepada
ibu hamil dalam tahap bersalin yang mengalami gangguan jiwa dan
tanpa identitas. Mereka membersihkan terlebih dahulu tubuh pasien
agar ibu hamil dengan gangguan jiwa itu siap melahirkan dengan normal
dan dalam keadaan higieinis.
5
Setelah ibu dengan gangguan jiwa ini melahirkan. Bidan-bidan
pun dengan sabar memandikan, memotong kuku, dan mengganti
pakaian ibu dengan layak.
Dari kasus tersebut bidan sebagai caregiver melakukan pelayanan
dan memenuhi kebutuhan pasien dengan gangguan jiwa ini dari
bersalin, nifas dan menyusui lalu perawatan bayi baru lahir.
Bidan sebagai caregiver memberikan perhatian dan kasih sayang
khusus sehingga pasien dengan gangguan jiwa ini bisa bersalin dengan
normal dan selamat bahkan dalam masa nifas dan perawatan bayi baru
lahirnya dirawat dengan baik.
Kasus lainnya peran bidan sebagai care giver adalah sebagai
berikut :
6
Pembahasan kasus:
Bidan di pagelaran utara, yaitu bidan Melia melakukan salah satu
peran bidan sebagai care giver di masyarakat daerah tersebut. Bidan
Melia melakukan berbagai pelayanan sebagai care giver seperti
pelayanan posyandu bagi Ibu Hamil, layanan kesehatan Lanjut Usia
(Lansia) dan pemberian kapsul vitamin A serta pemberian makanan
tambahan bagi balita.
Kedua tokoh diatas menunjukkan peran bidan sebagai care giver
karena memberikan asuhan salah satunya kepada individu dan
7
komunitas, namun bukan hanya pelayanan yang diberikan, tetapi harus
diikuti dengan kesungguhan hati dan kasih sayang pada setiap
pelayanan yang diberikan.
8
11) Melaksanakan pendidikan kesehatan didalam pelayanan kebidanan
12) Mengkaji status kesehatan klien dan identifikasi masalah
13) Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
14) Kenalkan dukungan pelayanan lainnya sesuai kebutuhan
15) Mengajarkan selfcare
9
3. Contoh kasus peran bidan sebagai Primary Care Provider
10
Pembahasan Kasus :
Pada kisah Bidan Maidiana, dia menunjukkan bidan sebagai primary care
provider karena sebagai bidan yang bertugas di desa yang jauh dari akses ke
fasilitas kesehatan, ia melayani pasien dengan berbagai keluhan ddan berfokus
pada kesehatan ibu dan anak. Ia membantu ibu-ibu disana untuk persalinan.
selain itu, dia pun membantu ibu-ibu disana untuk merawat diri dan bayinya,
terutama dalam pemberian ASI Ekslusif karena warga disana selalu memberikan
11
makanan pada masa bayi. Ia mempromosikan bagaimana pentingnya ASI
Ekslusif dengan caranya sendiri, memantau hingga datang ke rumah-rumah
warga untuk memantau pemberian ASI Ekslusif.
12
EDUCATOR DAN CASE MANAGER
Disusun oleh :
Kelompok 2
Jalum 3A
2018
13
A. Pengertian
1. Educator
Educator adalah pendidik, pengajar, guru (KBBI, 2013). Educator
adalah seorang pendidik informasi yang diberikan mudah dipahami ,
memberikan waktu untuk bertanya dan peka terhadapat tanda-tanda
non verbal klien.
2. Case manager
Case menejer dibagi dua kata yaitu case adalah kasus atau
pengelolaan dan manajer adalah orang yang berwenang dan
bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin, dan
mengendalikan pelaksanaanya untuk mencapai sasaran tertentu.
(KBBI, 2012)
Case manajer atau pengelolaan pelayanan pasien adalah
seleuruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan
dalam system pelayanan kesehatan yang mempunyai program
pengelolaan sumber daya manusia agar pelayan kebidanan berjalan
efektif dan efesien. (Maternity d, Putri D R, dan Aulia D L N ,2017)
B. Tugas dalam Kebidanan Komunitas
1. Educator
a. PERAN BIDAN SEBAGAI EDUCATOR (PENDIDIK)
1) Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seseorang individu. Tidakan yang
dapat dilakukan oleh bidan dengan perannya sebagai
educator adalah sebagai berikut:
a) Memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi
wanita.
b) Memberikan KIE tentang bahaya seks bebas.
c) Memberikan KIE tentang bahaya narkoba.
2) Masa Hamil
Kehamilan adalah masa dimana terdapat janin didalam
rahim seorang wanita tindakan yang dapat dilakukan oleh
bidan adalah sebagai berikut:
14
a) Mengajarkan pada ibu tentang perubahan tubuh selama
proses kehamilan.
b) Mengajarkan pada ibu mengenai keluhan yang umumnya
terjadi saat hamil dan cara mengatasinya.
c) Mengajarkan pada ibu tentang pentingnya menjaga
personal higene.
d) Membina dukun bayi dan kader posyandu.
e) Mengajarkan pada ibu senam hamil.
f) Mengajarkan pada ibu tentang bahaya tanda-tanda
kehamilan.
g) Memberikan konseling gizi.
3) Masa Bersalin
Persalinan adalah saat yang paling ditunggu namun juga
mendebarkan bagi ibu dan keluarga. Peran bidan sebagai
Edukator dalam menghadapi masa bersalin antara lain
sebagai berikut:
a) Mengajarkan pada ibu dan keluarga tanda-tanda
persalinan.
b) Mengajarkan pada ibu cara meneran yang benar.
c) Mengajarkan keluarga masase uterus sehingga mampu
untuk mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik dan
untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum.
d) Memberitahu ibu tentang tanda bahaya pada persalinan.
4) Masa Nifas
a) Mengajarkan kepada ibu tentang cara mobilisasi.
b) Mengajarkan kepada ibu perawatan bayi baru lahir.
c) Mengajarkan kepada ibu cara menyendawakan bayi.
d) Mengajarkan kepada ibu dan keluarga cara perawatan tali
pusat.
e) Mengajarkan kepada ibu dan keluarga cara memandikan
bayi.
f) Mengajarkan kepada ibu tentang personal hygiene.
15
g) Mengajarkan kepada ibu dan keluarga tentang tanda-tanda
bahaya dan penyakit pada masa nifas.
h) Mengajarkan kepada ibu tentang KB pascasalin.
16
2) Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik
kebidanan dan keperawatan, serta membina dukun di wilayah
atau tempat kerjanya, mencakup:
a) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader,
dukun bayi, serta peserta didik.
b) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai
dengan hasil pengkajian.
c) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA)
dan bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan
sesuai dengan rencana yang telah disusun.
d) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader
sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan
melibatkan unsur-unsur terkait.
e) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan
dalam lingkup kerjanya.
f) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
g) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program
bimbingan.
h) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil
evaluasi pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan
lengkap.
2. Case manager
Peran bidan sebagai case manager (pengelola)
a. Peran bidan adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit
KIA, puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan.
b. Sebagai pengelola, bidan memimpin dan mengelola bidan lain
atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.
c. Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama
pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus
17
dan masyarakat di wilayah kerjanya dan melibatkan keluarga dan
masyarakat.
d. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan
dan program sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan
kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan
lain yang berada di wilayah kerjanya.
C. Contoh Kasus
1. Educator
18
2. Case manager
Kisah Nurlina, Bidan yang Peduli Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus
19
sela-sela penganugerahan tenaga kesehatan teladan tingkat nasional
tahun 2016 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman,
Senin (15/8/2016).
Nurlina merekrut kader-kader di puskesmas untuk turut serta
memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah
tersebut. Mereka belajar secara otodidak untuk menghadapi anak
berkebutuhan khusus.
Tantangan lain yang harus dihadapi Nurlina dan rekan-rekannya
adalah sarana dan prasarana sekolah yang belum terpenuhi. Meski
demikian Nurlina dan kadernya selalu bersemangat memberikan yang
terbaik bagi muridnya.
Untuk mendukung para siswanya, Nurlina menggandeng
puskesmas dalam pemberian makanan bergizi. Selain itu dokter ahli
jiwa pun secara sukarela memberikan konsultasi.
Tak cuma itu, Nurlina juga peduli benar dengan perilaku bersih
dan sehat masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan adalah
dengan mendirikan bank sampah, sehingga masyarakat terbiasa
mengelola lingkungannya agar tetap bersih dari sampah.
"Rencananya dari warung-warung kita minta sampah untuk
diberikan. Tapi kadang masyarakat lihat negatifnya dulu, contohnya
kalau sampah nggak diambil mending dibakar saja," tuturnya
menirukan komentar orang lain.
Tetap semangat, Bu Bidan!
20
COORDINATOR DAN COLABORATOR
Disusun oleh:
Kelompok 3
Jalum 3A
21
2018
1. Peran Bidan sebagai Coordinator
A. Penjelasan
1. Kebutuhan koordinasi
Jika suatu kegiatan hanya dikerjakan oleh satu orang saja,
pengkoordinasian tampaknya tidak diperlukan, tetapi jika kegiatan
dikerjakan lebih dari satu orang seperti pada organisasi, maka
kebutuhan pengkoordinasian menjadi sangat terasa. Organisasi
memerlukan pengkoordinasian karena faktor faktor berikut :
a. Adanya pembagian kerja
b. Keadaan saling bergantung antara individu yang satu dengan
yang lain, antara kelompok yang satu dengan lain, antara
kelompok yang satu dengan yang lain, dan anatara organisasi
yang satu dengan yang lain serta dengan kekuatan-kekuatan
yang ada di luar organisasi
c. Kepentingan perseorangan versus kepentingan organisasi
2. Ruang lingkup koordinasi
Ruang lingkup koordinasi mencangkup :
a. Koordinasi dalam individu
b. Koordinasi antar individu-individu dari suatu kelompok
c. Koordinasi antar kelompok-kelompok dalam organisasi.
22
d. Koordinasi antara organisasi-organisasi dengan kekuatan-
kekuatan yang mempengaruhinya.
3. Jenis-jenis koordinasi
a. Koordinasi horizontal, koordinasi horizontal adalah koordinasi
antar orang orang atau anatar-pejabat yang mempunyai
tingkatan yang sama dalam organisasi
b. Kordinasi vertical atau structural, koordinasi vertical adalah
koordinasi antara atasan dengan bawahan.
c. Koordinasi intern , koordinasi intern merupakan koordinasi
antara orang orang di dalam suatu organisasi.
d. Koordinasi ektern, koordinasi antara atasan dengan bawahan
antar-departemen yang berbeda.
e. Koordinasi diagonal. Koordinasi antar orang orang atau unit
unit pada fungsi yang sama dalam organisasi.
f. Korrdinasi procedural , koordinasi antar orang orang atau unit
unit sesuai dengan struktur organisasi.
g. Koordinasi substantive, koornisasi yang bdiperlukan untuk
melaksanakan setiap pekerjaan atau kegiatan.
4. Syarat -syarat koordinasi
23
i. Lakukan kontrol yang efektif
j. Tempatkan pemimpin yang efektif dan pemimpin yang efektif
inilah yang merupakan kunci keberhasilan organisasi.
B. Peran Bidan
Kemenkes (2010)
1. Melaksanakan penyeliaan, pemantauan dan evaluasi kinerja
bidan di wilayah kerjanya terhadap aspek klinis profesi dan
manajemen program KIA.
2. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor secara
horizontal dan vertikal ke dinas kesehatan kabupaten/ kota
maupun pihak lain yang terkait.
3. Membina hubungan kerja bidan dalam tatanan organisasi
puskesmas maupun hubungannya dengan organisasi dinas
kesehatan kabupaten/ kota, serta organisasi profesi yang
berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi bidan.
C. Kasus
“Bidan Desa Cibogo yang bernama Ibu Hetty Sulistiyani, AM, Keb.
telah meraih juara II Bidan Teladan Tingakat Provinsi Jawa Barat,
melalui program yang di usungnya yaitu BUGIZA (Lumbung Gizi
Masyarakat)”, terang Sekdes Cibogo, Imat, Jumat (20/07/18).
24
“Inovasi ini telah di terapkan di Desa Cibogo selama kurun waktu
2 tahun, yang alhamdulillah hasilnya memuaskan seperti sekarang
ini”, ujarnya
25
kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-
masing bertanggung jawab pada pekerjaannya. Adapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
B. Peran Bidan
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan
keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatan
yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatan
dan hasil kolaborasi serta kerja sama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan
melibatkan klien
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat catatan dan pelaporan.
2. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan
pertama dan tindakan kolaborasi.
26
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko
tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama
sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil risiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat catatan dan pelaporan.
3. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam
persalinan dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan pertolongan pertama dan tindakan
kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan risiko tinggi dan tindakan pertolongan
pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama pada ibu hamil dengan risiko tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/ keluarga.
g. Membuat catatan dan pelaporan
4. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
27
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi yang melibatkan
klien dan keluarga.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
nifas dengan kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan pertolongan pertama dan tindakan
kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
nifas dengan risiko tinggi dan tindakan pertolongan pertama
sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu dalam masa
nifas dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama
sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.
g. Membuat catatan dan laporan.
5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko
tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawatdaruratan
yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi serta melibatkan klien dan keluarga.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan risiko tinggi dan tindakan pertolongan pertama sesuai
dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
28
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama yang telah diberikan.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/ keluarga.
g. Membuat catatan dan pelaporan
6. Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan
yang mengalami komplikasi serta kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada balita dengan
risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan
risiko tinggi dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama yang telah diberikan.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/ keluarga.
g. Membuat catatan dan pelaporan.
C. Kasus
29
Kegiatan ini merupakan inovasi dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu (AKB) dan angka kematian bayi (AKB) melalui
pemeriksaan ANC pada ibu hamil dengan 10 (T).
30
LIAISON DAN LEADER
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Jalum 3A
31
2018
A. LIAISON
1. Pengertian
Peran bidan sebagai Liaison adalah seseorang bidan yang bertugas
menghubungkan dua lembaga untuk berkomunisasi dan berkoordinasi
mengenai kegiatan antarlembaga.
2. Peran Bidan sebagai Liaison dalam Komunitas
a. Penghubung antara klilen dan institusi pelayanan kesehatan.
b. Memfasilitasi hubungan lintas sektor
3. Contoh Kasus Bidan Sebagai Liaison
32
33
34
35
36
B. LEADER
1. Pengertian
Bidan adalah suatu profesi yang memiliki kompetensi, serta memiliki
pengaruh besar dalam bidang kesehatan. Sedangkan kepemimpinan
adalah cara seseorang mempengaruhi orang lain sehingga orang
tersebut dapat melakukan sesuatu yang diinginkan sehingga tercapainya
suatu tujuan, kepemimpinan juga adalah unsur fundamental dalam
menghadapi gaya atau prilaku seseorang
Dari hal itu seseorang yang memiliki karakter seorang pemimpin akan
mampu membuat orang lain mengikuti apa yang dikehendaki. Bidan
merupakan suatu profesi yang harus memiliki sifat/karakter seorang
pemimpin agar mempermudah pekerjaannya dalam mengkoordinasikan
seluruh aspek yang dikelolanya. Contohnya; seorang bidan yang memiliki
37
RB, ia harus memiliki sikap seorang pemimpin agar segala sesuatu yang
dikerjakan didalamnya akan menunjang pencapaian suatu tujuan
organisasi yang dikelolanya. Ada dua hal yang sangat menunjang
kesuksesan seorang bidan dalam profesinya, yaitu :
1. Memiliki impian yang kuat
Impian merupakan sesuatu yang dapat mendorong terwujudnya
tujuan tertentu, dengan impian seseorang akan dapat menentukan
arah, jika memiliki suatu impian seseorang tidak akan jenuh
menjalankan pekerjaannya. Hal ini harus diperhatikan bagi seorang
bidan.
2. Memiliki tujuan
Jika seorang bidan memiliki tujuan yang penting, maka seseorang
tidak akan berlaawanan dari tujuan tersebut dan tidak akan
menemukan suatu kendala yang dapat menghambat tercapinya
tujuan tersebut. Dengan tujuan seseorang juga tidak akan menjadi
kecil dengan hambatan-hambatan yang ada dalam proses
pencapaian tujuan
38
berorientasi pada mutu. Bidan dituntut harus mampu menerapkan aspek
kepemimpinan dalam organisasi & manajemen pelayanan kebidanan
(KIA/KB), kesehatan reproduksi dan kesehatan masyarakat di komunitas
dalam praktik kebidanan (Permenkes 149 pasal 8). Bidan sebagai
seorang pemimpin harus ;
a. Berperan serta dalam perencanaan pengembangan dan evaluasi
kebijakan kesehatan.
b. Melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik
kebidanan di masyarakat.
c. Mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan data serta
mengimplementasikan upaya perbaikan atau perubahan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di masyarakat.
d. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah secara proaktif, dengan
perspektif luas dan kritis.
e. Menginisiasi dan berpartisipasi dalam proses perubahan dan
pembaharuan praktik kebidanan.
f. Mengenali keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan dan menolak
setiap tugas atau tanggung jawab diluar wewenang dan tanggung
jawab bidan.
g. Menerima tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik kebidanan.
h. Menggunakan kemampuan untuk berfikir secara proaktif, perspektif
luas dan kritikal dalam konteks penyelesaian masalah.
39
3. Contoh Kasus Bidan Sebagai Leader
40
41
ADVOKATOR, AGEN PERUBAHAN, DAN RESEARCH/PENELITI
Disusun oleh :
Kelompok 5
Jalum 3A
42
ADVOKATOR
43
Kasus
44
Salah satunya adalah pantangan makan makanan bergizi bagi ibu nifas.
Menurut adat, selama 40 hari pasca melahirkan ibu hanya diperbolehkan
mengkonsumsi nasi putih dan kecap asin dengan alasan dilarang oleh dukun
karena akan mendatangkan sakit pada bayi yang mereka susui apabila mereka
makan sayuran dan ikan. Kebiasaan ini berakibat kurang baik bagi kesehatan ibu
dan bayi karena dapat menimbulkan kekurangan nutrisi.
Selain itu, terdapat pula ritual Nyebur ke Ayek, dimana 7 hari setelah
dilahirkan, bayi akan dimandikan dengan air kembang di sungai Batang Hari
yang dingin. Menurut adat, hal ini perlu dilakukan untuk memperkenalkan anak
ke dunia luar tempatnya hidup nanti. Padahal hal ini bisa membahayakan
keselamatan bayi. Pernah suatu ketika seorang bayi prematur meninggal karena
hipotermia karena dimandikan di sungai yang dingin.
45
AGEN PERUBAHAN
46
memberikan pengetahuan bagaimana memilih pelayanan kesehatan terbaik dan
hak-hak reproduksi di Indonesia berdasarkan pada :
1. UU No.7 tahun 1984 hasil replikasi CEDAW tahun 1979
2. UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera
3. UU No.23 tahun 1992 BAB II Pasal 3 BAB III Pasal 4, BAB V pasal
18:1 dan Pasal 12
47
Agen perubahan bertanggungjawab untuk menganalisis masalah para
klien untuk menentukan mengapa alternatif yang ada tidak cocok dengan
kebutuhan mereka. Dalam menuju kesimpulan analisis, agen perubahan harus
melihat situasi dengan empatik dari sudut pandang klien. Disini agen perubahan
akan mencoba untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi klien dan mencoba
menemukan inovasi yang paling tepat.
Agen perubahan mungkin secara efektif menstabilkan tingkah laku baru sampai
menguatkan pesan kepada klien yang telah mengadopsi, dengan demikian
seperti “membekukan” tingkah laku/sikap baru dari klien. Bantuan ini diberikan
ketika seorang klien sedang berada pada tahap implementasi atau konfirmasi
dalam proses keputusan inovasi.
48
perubahan harus dapat menarik dirinya untuk keluar dari urusan dengan
mengembangkan kemampuan klien untuk menjadi change agent bagi dirinya
sendiri. Dengan kata lain, change agent berusaha untuk merubah sistem klien
dari posisi mempercayai change agent menjadi mempercayai dirinya sendiri atau
seseorang dari kalangan mereka sendiri.
49
1. Bidan Sri Ariati - Majene, Sulawesi Barat Lain lagi dengan bidan Sri Ariati yang
mengabdi di Kelurahan Banggae, Majene, Sulawesi Barat. Kebiasaan
masyarakat lokal yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan ibu
pascapersalinan berhasil diubahnya. Sebelumnya, masyarakat setempat taat
pada adat yang mengharuskan ibu pascamelahirkan untuk mengangkat air dari
sumur ke rumah. Menggunakan bahasa Mandar, bidan Sri mengajak masyarakat
Banggae untuk mulai meninggalkan tradisi ini. Ia berhasil melakukan pendekatan
kepada dukun beranak atau disebut Sando, yang jumlahnya dua kali lipat dari
jumlah bidan di daerah tersebut. Sosok bidan Sri tak asing di tengah masyarakat
Banggae. Atas kontribusinya, ia pun dinilai layak menerima penghargaan Bidan
Inspirasional Srikandi Award 2011.
2. Bidan Rosalinda Delin - Belu, Nusa Tenggara Timur Desa Jenilu, Kecamatan
Kakuluk Atapupu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berlokasi 12 kilometer
dari perbatasan Timor Leste. Di desa ini, masyarakat setempat mengenal budaya
panggang api pasca persalinan. Selama 40 hari pascapersalinan, ibu dan bayi di
Jenilu harus melakukan ritual panggang api yang berisiko menimbulkan anemia
pada ibu, dan mengganggu pernafasan bayi. Adalah bidan Rosalinda Delin yang
menggerakkan sosialisasi dari rumah ke rumah mengenai risiko ini. Perlahan,
masyarakat mulai meninggalkan budaya panggang api. Atas perjuangannya,
penghargaan Bidan Inspirasional Srikandi Award 2011 diberikan kepadanya.
50
RESEARCHER/PENELITI
51
KASUS
https://www.liputan6.com/health/read/2646099/bidan-di-pacitan-ajak-ibu-hamil-
berantas-anemia?source=search
52
Apa yang dialami Sri merupakan gambaran dari permasalahan kesehatan ibu
hamil di Desa Sidomulyo. Pada 2013, sekitar setengah atau tepatnya 52 persen
dari 70-an ibu hamil mengalami anemia.
"Jadi tak heran, dulu saya sering merujuk ibu hamil yang anemia untuk
melahirkan di rumah sakit. Kalau sudah dirawat di rumah sakit kan saya jadi lebih
tenang," kata Siwi saat dihubungi Health-Liputan6.com ditulis Selasa
(8/11/2016).
Sebenarnya, Siwi tak ingin ada banyak kasus anemia pada ibu hamil di desanya.
Ia pun menggali ide hal-hal sederhana yang mudah dilakukan namun signifikan
memangkas angka anemia pada ibu hamil.
Akhirnya pada 2013 pula Siwi mengajak para ibu hamil di desanya melakukan
program Jamini alias jaga ibu dari anemia. Ia mewajibkan ibu-ibu hamil untuk
menanam bayam dan katuk, memelihara ayam serta mengonsumsi tablet fe (zat
besi).
"Kalau menanam bayam itu bisa diambil daunnya untuk dimasak, karena
mengandung zat besi. Begitu juga daun katuk. Memelihara ayam untuk diambil
telurnya, kemudian direbus. Ini baik dikonsumsi ibu hamil," papar Siwi.
Melalui program menanam dan memelihara ayam, para ibu ini pun lebih hemat
dan gizi pun didapat. Para ibu bisa menghemat paling tidak Rp 3.000 per hari
untuk membeli sayuran. Coba kalikan selama masa kehamilan. Ibu dan janin
bisa sehat namun tetap hemat.
Ibu dua anak ini mengingatkan kepada ibu-ibu hamil tentang asupan mereka
setiap hari lewat SMS Gateway. Dalam SMS tersebut misalnya mengirimkan
pesan 'Sudahkan mengonsumsi tablet fe?', atau 'Sudahkah ibu makan bayam
hari ini?'.
Penyuluhan pentingnya
mengonsumsi makanan sehat dan
bernutrisi pada ibu hamil bukan
53
saja melalui kelas senam ibu hamil, tapi juga di pertemuan lain seperti PKK,
pengajian atau lainnya, ia selalu mengingatkan hal tersebut.
Siwi pun menyarankan pada ibu-ibu hamil tersebut untuk menanam di pot
maupun memanfaatkan barang bekas pakai. Bisa menjadikan bekas bungkus
minyak atau produk lainnya sebagai pot untuk menanam bayam maupun katuk.
Jika memang hal tersebut tidak bisa dilakukan, wanita kelahiran 21 Agustus 1974
ini pun menyarankan untuk menanam di lahan tetangga. "Kalau di desa gotong
royong masih tinggi, sehingga bisa menanam di (lahan) punya tetangga," papar
Siwi
Setelah satu tahun program Jamini berjalan, hasilnya mulai terasa. Semakin
banyak ibu hamil yang mengonsumsi bayam, katuk, mengonsumsi telur rebus,
dan teratur mengonsumsi tablet fe.
Pada 2014 lalu, angka ibu hamil yang mengalami anemia pun menurun menjadi
34 persen. Sedangkan di 2015, hasilnya makin baik. Jumlah ibu hamil yang
anemia sekitar 11 persen dari rata-rata 70-an ibu hamil setiap tahunnya.
Hasil membanggakan pun ditorehkan pada 2016. Hingga bulan November ini
belum ada ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit. "Insya Allah, saya menargetkan
tidak ada ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit karena anemia pada tahun ini,"
harapnya.
Jika memang berhasil menekan angka anemia pada ibu hamil hingga nol di
desanya, Siwi berharap mengurangi beban masyarakat bisa tercapai.
54
"Kalau ibu tidak anemia kan artinya tidak terjadi rujukan. Berarti ibu itu cukup
melahirkan di pustu (puskesmas pembantu). Kalau ibu tidak anemia kan tidak
terjadi pendarahan. Anak yang dilahirkan juga cerdas nantinya," tutur wanita
lulusan Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Kebidanan Universitas Kadiri,
Kediri, Jawa Timur.
Berburu ASI
Kehadiran program ini tentu bukan tanpa sebab. Siwi melihat banyak para ibu,
sesudah melahirkan dua atau tiga bulan sesudahnya akan kembali bekerja di
kota-kota besar. Sementara, bayi mereka ditinggal di rumah di bawah
pengasuhan kakek-nenek.
"Kadang-kadang ibu-ibu di sini ada yang melahirkan, tapi habis itu bayinya tidak
disusui malah pergi cari uang, anaknya minum susu dot. Saya tidak rela seorang
anak ditinggal begitu saja," cerita Siwi.
Siwi pun melakukan pendekatan persuasif agar bayi tersebut tetap bisa
mendapatkan ASI bukan susu formula. Bisa dengan meminta kakek-nenek ikut
ke tempat ibu bekerja. Atau bisa juga mempersuasi ibu untuk fokus mengurus
buah hati dan menunda bekerja sementara.
Siwi menerangkan betapa pentingnya ASI bagi anak. Mulai dari imunitas tubuh,
kecerdasan hingga kesehatan jiwa mental anak yang lebih baik. Pendapatan
yang diperoleh ibu saat bekerja jauh dari anak tentu tidak setara dengan manfaat
besar yang didapat pada anak.
"Jadi sebagian besar ibu memilih untuk berhenti bekerja sementara untuk
mengurus anak," kata Siwi.
Saat menjalankan program Jamini Berburu ASI yang mulai dilakukan pada 2013,
Siwi melakukannya sepenuh hati. Namun siapa sangka pada 2016, Siwi terpilih
55
menjadi salah satu tenaga kesehatan teladan tingkat puskesmas dari
Kementerian Kesehatan.
Ia pun tak terlena dengan penghargaan tersebut, aneka rencana jangka pendek,
menengah, panjang pun sudah ia siapkan. Ini semua demi menyukseskan
program Jamini Berburu ASI.
56
REFERAL RESOURCES DAN ROLE MODEL
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Jalum 3A
57
PERAN BIDAN PADA KONSEP KEBIDANAN KOMUNITAS
1. REFERAL RESOURCES
a. Penjelasan dan Pengaplikasian
Peran bidan sebagai referral resources dalam komunitas berarti
bidan sebagai sumber informasi atau sumber referensi bagi
masyarakat mengenai isu-isu yang berhubungan dengan asuhan
kebidanan yang disampaikan atau diinformasikan kepada masyarakat
itu sendiri. (Shaflody, 2012)
Pengaplikasian peran referral resources seorang bidan dalam
komunitas ialah ketika bidan berbagi informasi mengenai kebutuhan
masyarakat terhadap kesehatan, terutama asuhan kebidanan yang
didasari ilmu kebidanan yang ia punya dan midwifery update yang
telah bidan tersebut ikuti, misalnya bidan tersebut melakukan
penyuluhan pada suatu RW mengenai penyakit menular seksual.
Maka informasi dari penyuluhan yang telah bidan tersebut sampaikan
pada masyarakat diharapkan berdampak baik bagi pengetahuan
maupun perilaku masyarakat yang akan datang dan dapat
mengurangi angka penyakit menular seksual pada RW tersebut.
Aplikasi lainnya ialah ketika disuatu desa tertentu tidak terdapat
dokter maupun tenaga kesehatan yang memadai dan hanya terdapat
bidan desa, maka masyarakat sekitar tentunya akan lebih memilih
untuk bertanya dan mendapatkan informasi kesehatan dari bidan
tersebut dibandingkan harus menemui dokter diluar wilayah yang
terbilang jauh dari kediaman mereka. Selain itu, karena peran bidan
sebagai pendamping perempuan maka kebanyakan wanita lebih baik
berkunjung ke bidan atas keluhan yang ia rasakan. Oleh karena itu,
bidan disebut juga sebagai sumber informasi atau referensi
berdasarkan perannya di komunitas referral resources. Sehingga,
bidan harus selalu siap dalam menjawab pertanyaan klien
berhubungan dengan kesehatannya didasari pada ilmu kebidanan
yang telah ia peroleh saat mengikuti pendidikan formal (perkuliahan)
maupun nonformal (pengalaman dalam bekerja).
58
Bidan dalam peran ini harus bisa menentukan informasi yang
layak untuk disampaikan pada masyarakat, menetapkan kebutuhan
prioritas informasi yang disampaikan, membuat rujukan, dan follow up
rujukan (Shaflody, 2012).
b. Contoh Kasus
Terkait dengan petugas/tenaga kesehatan tenaga kesehatan
merupakan komponen penting dalam pendekatan berbagai pelayanan
kesehatan kepada pasien dengan HIV-AIDS. Dengan jumlah tenaga
dokter dan bidan yang demikian besar, seharusnya target tes HIV
tidak mengalami kendala jika seluruh tenaga dokter dan bidan
melaksanakan apa yang sudah direncanakan oleh pemerintah dalam
rangka menghambat laju HIVAIDS di Indonesia, yaitu menyarankan
semua ibu hamil untuk melakukan tes HIV. Beberapa permasalahan
dalam pengobatan HIV-AIDS antara lain fasilitas kesehatan terutama
rumah sakit (RS) yang melayani pengobatan HIVAIDS masih
terbatas, tidak hanya pada jumlah RS, tetapi juga pada keterbatasan
sumber daya manusia (SDM) yang menangani kasus HIVAIDS, ARV
untuk anak, anti infeksi untuk anak, alat kesehatan, fasilitas
laboratorium, dan kondisi sosial ekonomi orang tua/wali anak dengan
HIVAIDS.
Penanganannya
Salah satu upaya yang dilakukan perlu pemetaan kebutuhan
jumlah tenaga kesehata untuk pelayanan kesehatan khususnya pada
pasien anak dengan HIV-AIDS. Selain itu, tenaga kesehatan perlu
diikutkan untuk mengikuti pelatihan terkait ketepatan pemberian
dosis/perbandingan obat, cara menangani pasien anak dengan HIV-
AIDS, dan pemeriksaan laboratorium HIV-AIDS untuk menjaga kualitas
layanan dan seharusnya pemerintah dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV-AIDS yaitu dengan disediakannya Klinik
Voluntary Counseling and Testing (VCT) di fasilitas kesehatan seperti
RS dan puskesmas. VCT merupakan pintu masuk untuk mendapatkan
layanan yang dibutuhkan oleh penderita HIVAIDS. Selain itu, terdapat
59
pula klinik Care, Support, and Treatment (CST) yang merupakan
layanan terpadu dan berkesinambungan untuk memberikan dukungan
bagi penderita HIV-AIDS selama perawatan dan pengobatan.
Harapannya, klinik tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat, terutama mereka yang berisiko HIV-AIDS dan penderita
HIV-AIDS. Rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan berkualitas dan munculnya permasalahan pada rujukan
serta penanganan pasien untuk kasus tertentu dapat disebabkan
belum memadainya jumlah, jenis, dan distribusi tenaga kesehatan.
Dalam kasus HIV-AIDS, penderita memerlukan pengobatan seumur
hidup, sehingga kontak dengan tenaga kesehatan juga akan lebih
sering terjadi, karena mereka Kecukupan Tenaga Kesehatan dan
Permasalahannya dalam (Mujiati, Heny Lestary, dan Sugiharti)
memerlukan layanan pengobatan HIV-AIDS yang bersifat kontinu. Isu
strategis terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan tenaga
kesehatan antara lain distribusi tenaga kesehatan belum merata, mutu
tenaga kesehatan belum memadai, dan dukungan regulasi dalam
upaya pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan juga
belum optimal.
2. ROLE MODEL
a. Penjelasan dan Pengaplikasian
Menurut shaflody (2012), peran bidan komunitas sebagai role model
yaitu dengan menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh klien
atau masyarakat. Sebagai panutan atau contoh bidan tidak hanya
berfokus pada masalah kesehatan ibu hamil namun harus
memperhatikan mengenai kesehatan masyarakat dan lingkungan
sekitar. Sehingga sebagai bidan harus menjaga sikap dan berperilaku
dengan baik karena klien atau masyarakat akan mencontoh dan
mengikuti perilaku atau sikap yang dilakukan bidan.
b. Contoh Kasus
Sebagai salah satu contohnya bidan menganjurkan klien untuk
memberikan ASI secara eksklusif namun ada beberapa kasus bidan
60
yang memberika paket susu formula pada ibu postpartum sehingga
membuat klien malah memilih menggunakan susu formula.
Bidan Rahmi mengembangkan program ASI Bukti Cinta Ibu. Hal
ini untuk melawan mitos yang salah pada masyarakat bahwa bayi
tidak akan kenyang hanya dengan air susu ibu (ASI). Bidan Rahmi
keluar sebagai pemenang kategori inisiatif Peningkatan Kesehatan
Anak karena perjuangannya melawan budaya kurang tepat di
daerahnya. Masyarakat Muna, Sulsel memiliki budaya untuk selalu
memberi makan bayi, meski ia baru lahir sekalipun karena tangisan
bayi dinilai sebagai indikator lapar. Maka bayi disana sudah diberikan
pisang ataupun madu di usia-usia yang seharusnya masih
mendapatkan ASI eksklusif.
Rahmi yang sudah 17 tahun menjadi bidan disana mampu
mengubah budaya masyarakat dengan memberikan edukasi tentang
pentingnya pemberian ASI eksklusif. Upaya edukasi tidak cukup ia
lakukan kepada para ibu dan calon ibu, ia juga memulai sosialisasinya
kepada orang-orang yang berpengaruh di desanya, seperti Kepala
Desa, aparat desa, tokoh masyarakat dan para suami. “Saya
berharap dengan program yang saya lakukan dapat memberikan
contoh bagi seluruh daerah yang belum menerapkan ASI eksklusif,”
kata Rahmi. Menurut dia, profesi bidan selama ini tanpa disadari
menjadi sosok yang berada di garda terdepan upaya pertolongan
persalinan sekaligus dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. “Kami bangga pada akhirnya usaha kami mendapatkan
apresiasi,” katanya.
Contoh lainnya yaitu bidan dapat mengajak dan mencontohkan
perilaku sehat baik pada ibu hamil ataupun masyarakat dengan
mengajak berolah raga bersama atau kerja bakti.
61
DAFTAR PUSTAKA
Antara News. (2012). Tiga bidan di pelosok menangkan srikandi award. [Online].
Diakses dari: https://www.antaranews.com/berita/349354/tiga-bidan-di-
pelosok-menangkan-srikandi-award. Diakses pada 14 Agustus 2018.
Atmasari, Nina. (2018). Diakses dari
http://lifestyle.harianjogja.com/read/2018/07/31/508/931102/mencegah-
stunting-harus-dimulai-sejak-masih-calon-pengantin
Dadang. (2017) . Diakses dari http://porosnusantara.co.id/2017/08/20/bidan-
jubaidah-kordinator-mr-puskesmas-guntur-minta-kerjasamanya-antar-
lintas-sektor-dalam-pelaksanaan-program-mr/
Deni. (2018). Melalui prgram BUGIZA hetty sulistiyani raih penghargaan bidan
teladan tingkat jabar. Diakses dari :
https://kicaunews.com/2018/07/20/melalui-program-bugiza-hetty-sulistiyani-
raih-penghargaan-bidan-teladan-tingkat-jabar/. Diakses pada 14 Agustus
2018).
Haili, N. (2017). 130 ibu hamil ikuti kegiatan ANC terpadu di UPT puskesmas
kowel pamekasan. Diakses dari :
http://m.suarajatimpost.com/read/10784/20171130/132831/130-ibu-hamil-
ikuti-kegiatan-anc-terpadu-di-upt-puskesmas-kowel-pamekasan/. (Diakses
pada 13 Agustus 2018).
62
KBBI, 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Avalible at :
http://www.ahlibahasa.com/2013/06/edukator.html. [Diakses 14 agustus
2018]
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman bidan koordinator.
63
Ratna, Ery dan Sriati. (2008). Buku ajar asuhan kebidanan komunitas. Numed:
Jakarta
Ridlo, M. (2017). Keikhlasan bidan bantu persalinan ibu gangguan jiwa. [Online].
Diakses dari https://www.liputan6.com/regional/read/3185649/kisah-
keikhlasan-bidan-bantu-persalinan-ibu-gangguan-jiwa. Diakses pada 13
Agustus 2018
Shaflody, V. (2012). Perbedaan Kepmenkes 369 th 2007 dengan Kepmenkes
572 th 1996. [Online]. Diakses dari
http://viorenshaflody/2012/01/perbedaan-kepmenkes-369- th-2007-
denganhtml&hl=en-ID
Syafrudin dan Hamidah . (2009) . Kebidanan Komunitas . Jakarta : EGC
Syafrudin, Hamidah. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
64
65