Anda di halaman 1dari 9

ENDOMETRITIS

I. PENGERTIAN
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah
dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi. Terdapat berbagai tipe endometritis, yaitu
endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan), endometritis sinsitial
(peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak),
serta endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi,
biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis ( Ben-zion Tuber, 1994 ).

1. Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari
rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus, 2005 ).

2. Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B.
G., 1998).- Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

3. Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium


dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric
endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric
pendahulunya dalam populasi. (Centers for Disease Control and Prevention, 2010)

4. Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal,
seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran
yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan
untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar
II. Tipe Endometritis
1. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
2. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan
trofoblas yang banyak)
3.Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi,
biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.

III. Etiologi

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus,


Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri
oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium
necrophorum Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran,
sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.

Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio sekundinarum,
distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda Selain itu, endometritis biasa terjadi
setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan
Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang
mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga
sering berkaitan dengan adanya Korpus Luteum Persisten (CLP).

Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab
lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus
dan melahirkan. (Taber, B. 1994).

Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:

1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.


2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Kelahiran secara bedah.
8. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

IV. TANDA GEJALA


Gejala klinis endometritis yaitu lendir vagina yang berwarna keputihan sampai
kekuningan yang berlebihan, dan rahim membesar Penderita dapat nampak sehat, walaupun
dengan lendir vagina yang kekuningan dan dalam rahimnya tertimbun cairan Pengaruh
endometritis terhadap kesuburan dalam jangka pendek adalah menurunkan kesuburan
sedangkan dalam jangka panjang endometritis menyebabkan gangguan reproduksi karena
terjadi perubahan saluran reproduksi

V. PATOGENESIS

Menurut Bagian Obstetri dan Genekologi, 1981. Rahim merupakan organ yang steril
sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina
ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila
jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat
terjadi endometritis .Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik
atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti
bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri
spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).

Jenis infeksi yang paling sering dialami ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki
endometrium, biaanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radangterbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama dengan bekuan darah
menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis serta
cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas
leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.

Gambaran klinik tergantung dari jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan
derajat trauma pada jalan lahir.Kadang-kadang lochea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta,
dan selaput ketuban. Kedaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu
yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada endometritis agak membesar, serta
nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari
pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri.Mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi
cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu normal kembali. Lochea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Tetapi hali ini tidak boleh menimbul kan
anggapan bahwa terjadi infeksi berat, tetapi infeksi berat kadang-kadang disertai lochea yang
sedikit dan tidak berbau.

VI. MACAM-MACAM
Menurut Wiknjosastro (2002),

1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum
terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang
banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi
gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan
melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium,
dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh
gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras,
keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra
uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis
akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen
pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling
penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
· Demam.
· Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang
purulent.
· Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
· Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :
· Uterotonika.
· Istirahat, letak fowler.
· Antibiotika.
· Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat di beri
uterotonika.
2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak
dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga
ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.Gejala-gejala klinis endometritis kronika
adalah leukorea dan menorargia. Sedangkan Pengobatannya tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan pada:
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang
menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan
vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan
polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya
benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
· Flour albus yang keluar dari ostium.
· Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi :
· Perlu dilakukan kuretase.

Patofisiologi
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat
desidua dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun.Pada partus dengan sisa
plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari
jaringan tersebut disertai dengan gumpalan darah.dan.terbentuklah.polip.plasenta.

Terapi
Kuretase untuk DD dengan karsinoma corpus uteri, polip atau mioma submukosa.

VII. DIAGNOSIS

Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis dapat didasarkan pada
riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan kasus endometritis
biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada
endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan
vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di
daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di
dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi). Gambaran
klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat
trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan
lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan
perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu
dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh
lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:

Menurut (Manuaba, I. B. G., 1998)

1. Nyeri abdomen bagian bawah.

2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).

3. Kadang terjadi pendarahan.

4. Dapat terjadi penyebaran.

· Miometritis (pada otot rahim).

· Parametritis (sekitar rahim).

· Salpingitis (saluran otot).

· Ooforitis (indung telur).

· Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:

· Takikardi 100-140 bpm.Suhu 30 – 40 derajat celcius.

· Menggigil.

· Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.

· Peningkatan nyeri setelah melahirkan.

· Sub involusi.

· Distensi abdomen.

· Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.

· Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.

· Jumlah sel darah putih meningkat.

VIII. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan
waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak
seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan
bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan
daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas
endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

IX. Komplikasi
1. Wound infection.
2. Peritonitis.
3. Adnexal infection.
4. Parametrial phlegmon.
5. Abses pelvis.
6. Septic pelvic thrombophlebitis.

X. Penatalaksanaan
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi
klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri
yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut.
Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.
Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta
yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui
endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal
ginjal).
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUP Bandung. (1981). Obstetric Patologi.Bandung: Elstar Offset.

Barlzad, A. (1993). Endokrinologi Ginekologi.Jakarta: KSERI. Media Aesculapius.

Doengoes, Marilynn. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Dokumentasi Perawatan Klien.Jakarta: EGC.

Duenhoelter, J.H. (1989). Ginekologi greenhill (edisi 10)Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 1).Jakarta: Media Aesculapius.

Simmons, Gema T. (2005). Endometritis. Available at: http://www.emedicine.com/med/topic 676.htm.


September 15th, 2005.

Taber, Ben-Zion. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi.Jakarta: EGC.

Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, H. (1991). ILMU KEBIDANAN. Edisi III.Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai