LP ASD MellydiantI-201FK04038
LP ASD MellydiantI-201FK04038
Disusun Oleh:
Mellydianti
201FK04038
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Atrial Septal Defect (ASD)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Atrial Septal Defect (ASD)”. mendapat ridho dari
Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Aamiin…
Penulis
i
D
A
F
T
A
R
I
S
I
ii
BAB I PENDAHULUAN
3
7. Apa saja manifestasi klinis Atrial Septal Defect?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien Atrial Septal
Defect?
9. Bagaimana penatalaksanaan Atrial Septal Defect?
10. Apa saja komplikasi yang timbul akibat dari Atrial Septal Defect?
11. Apa saja asuhan keperawatan teori pada Atrial Septal Defect?
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
2.1 Konsep Teori Atrial Septal Defect
2.1.1 Definisi Atrial Septal Defect
5
dengan komplikasi. Akan tetapi, prognosis yang buruk terlihat pada
pasien dengan gejala sianosis yang disebabkan oleh defek yang lebar dan
tidak ditangani.
6
4) Lahir dengan kelainan bawaan lain
5) Faktor Hemodinamik Tekanan di atrium kiri lebih tinggi dari
pada tekanan di natrium kanan sehingga memungkinkan aliran
darah dari atrium kiri ke atrium kanan
7
primum tadi yang kemudian berfungsi sebagai katup foramen ovale,
yang menjamin aliran darah dari atrium kanan ke kiri, namun
menghalangi aliran balik darah dari atrium kiri ke atrium kanan pada
sirkulasi fetal.
Pada kasus ASD tipe sekundum yang merupakan tipe ASD terbanyak,
di mana terjadi resorpsi berlebihan dari septum primum pada
pembentukan ostium sekundum sehingga katup foramen ovale relative
memendek, atau dapat pula disebabkan oleh kurang berkembangnya
septum sekundum pada saat pembentukan foramen ovale sehingga
terbentuk foramen ovale yang besar.
Pada tipe ASD primum, terjadi kegagalan fusi septum primum dengan
endocardial chusion menyebabkan terdapatnya defek septum. Defek ini
sangat berdekatan dengan katup atrioventrikular, dan sering
mengakibatkan kelainan pada katup mitral pars septal atau anterior,
namun katup tricuspid biasanya masih intak. Selanjutnya pada ASD tipe
sinus venosus, terjadi abnormalitas fusi antara sinus venosus embrional
dengan atrium. Pada sebagian besar kasus tipe ini, defek terjadi pada
8
aspek superior septum interatrium dekat dengan jalur masuk vena cava
superior.
2) Ostium Primum
Kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Terjadi pada
bagian superior-posterior septum atrium dan kadang-kadang meluas
9
ke dalam vena kava. Keadaan ini selalu disertai dengan drainase
abnormal dari vena pulmonaris ke dalam atrium kanan.
Biasanya disertai dengan berbagai kelainan seperti katup
atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas. Kerusakan primum
jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3) Sinus Venosus
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena
besar (vena cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium
kanan. Sering disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal,
dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava
superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal dengan
ASD I,
10
Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD
II.
11
-25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising
sistolik (jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relatif katup pulmonal).
Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga
disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar
bising diastolik. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus
pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan
tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan
tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD
terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya
bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah
dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri
dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi
pada ASD II. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri
sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang
rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak
deras karena perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar
(tekanan atrium kiri lebih besar dari tekanan atrium kanan. Beban pada
atrium kanan, atrium pulmonalis kapiler paru, dan atrium kiri meningkat,
sehingga tekanannya meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul
bising sistolik karena stenosis relative katup pulmonal, Juga terjadi
stenosis relative katup trikuspidal, sehingga terdengar bising diastolic.
Penambahan beban atrium pulmonal bertambah, sehingga tahanan katup
pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Kejadian ini berjalan lambat.
Pada ASD primum bisa terjadi insufisiensi katup mitral atau
trikuspidal sehingga darah dari ventrikel kiri atau kanan kembali ke
atrium kiri atau kanan saat sistol. Defek septum atrium merupakan
penyakit kongenital di mana terdapat defek pada septum yang
menghubungkan antara atrium kiri dan kanan, sehingga memungkinkan
12
terjadinya arus darah antar atrium. Pergerakan darah di jantung sangat
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antar ruang jantung, komplians
dinding ruang jantung (atrium/ventrikel), dan pada ASD juga sangat
dipengaruhi oleh luas defek septum. Semakin beda tekanan, komplians,
dan besar defeknya, semakin besar pirau yang terjadi, dan semakin besar
pula dampak yang terjadi dalam sirkulasi. Siklus jantung terdiri dari fase
sistol dan diastol, di mana pada saat sistolik terjadi pemompaan darah
dari jantung ke paru-paru atau ke seluruh tubuh melalui ventrikel kanan
dan kiri yang bertekanan tinggi, sedangkan pada fase diastolic terjadi
pengisian darah di jantung dari paruparu dan dari seluruh tubuh. Atrium
kiri menerima darah dari paru, dan atrium kanan menerima darah dari
seluruh tubuh.
Secara umum, jantung terdiri dari ruang kanan dan kiri, di mana
ratarata tekanan di sisi kiri lebih tinggi dari sisi kanan, karena kerja
mereka lebih berat. Maka ketika fase diastolik pengisian darah di kedua
atrium, pada umumnya terjadi aliran darah dari atrium kiri ke kanan
karena tekanan di atrium kiri lebih tinggi beberapa mmHg dari atrium
kanan, setelah itu darah mengalir ke ventrikel kanan dan dipompa
kembali ke paru, sedangkan darah di sisi kiri jantung yang berada di
ventrikel kiri relatif lebih sedikit, sehingga lebih sedikit pula yang
dipompa. Proses tersebut di atas dinamakan left to right shunt sehingga
vaskularisasi paru lebih banyak dari vaskularisasi sistemik (Qp>Qs).
Pada sebagian besar kasus ASD tidak menimbulkan gejala,
tergantung pada seberapa besar volume darah yang berpindah. Jika hal
ini terus berlangsung, maka akan terjadi volume overload pada sisi kanan
jantung yang menyebabkan dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
Karena banyaknya beban yang harus dipompa, maka regangan dinding
jantung meningkat dan membutuhkan daya pompa yang lebih kuat
sehingga menyebabkan hipertofi ventrikel kiri. Vaskularisasi paru yang
terus meningkat menyebabkan vascular bed paru yang terus terisi, lama
kelamaan menyebabkan hipertensi pulmonal, yang semakin
13
meningkatkan lagi pressure overload yang terjadi pada sisi kanan
jantung. Ketika tekanan di sisi kanan lebih tinggi baik itu akibat
hipertensi pulmonal atau kongesti, maka dapat terjadi pirau dari atrium
kanan ke kiri (right to left shunt) yang disebut sebagai sindrom
eisenmenger yang memiliki prognosis lebih buruk. Hal ini disebabkan
darah dari sisi kanan jantung yang cenderung hipoksik langsung
dialirkan ke seluruh tubuh.
14
PATHWAY
15
dalam 37 tahun dan 90% pada usia 60 tahun (Kurniawaty & Baskoro,
2016).
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala
(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang
dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan
pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada
dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik
jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-
kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang
ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek).
Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak
napas, kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat
capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
elektrokardiografi (EKG), rontgent dada dan echocardiografi,
diagnosis ASD dapat ditegakkan. Gejalanya bisa berupa: 1) Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran napas berulang pada masa kanak-kanak bisa
menjadi petunjuk bahwa terdapat kelainan jantung kongenital.
Pasien dengan kelainan jantung kongenital dengan left to right
shunt seperti defek septum ventrikel, defek septum atrium dan
paten duktus arteri menyebabkan aliran darah paru meningkat,
yang pada ujungnya menyebabkan edema paru.
Edema paru dapat menjadi focus infeksi bakteri yang
menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi saluran napas
bagian bawah berulang. Gejala berupa batuk, sesak,dan demam.
2) Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
Sesak (dyspnea) disebabkan oleh hipervaskularisasi paru
yang menyebabkan vascular bed paru sehingga mengisi ruang
interstisial dan menghalangi proses difusi oksigen. Sesak ini
cenderung bertambah jika beraktivitas, karena pada saat aktivitas
16
kebutuhan oksigen meningkat disamping itu pada saat aktivitas
terjadi takikardi di mana periode diastolik menurun dan cardiac
output ke paru meningkat sehingga menyebabkan darah cenderung
tertahan di paru.
3) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4) Cepat lelah
Keluhan cepat lelah jelas disebabkan karena menurunnya
cardiac output ke seluruh tubuh sehingga suplai darah dan oksigen
ke seluruh organ menurun menyebabkan menurunnya kapasitas
kerja setiap organ. Bahkan pada sebagian kasus terjadi perlambatan
pertumbuhan pada anak akibat kurangnya sirkulasi sistemik.
5) Nyeri dada
Keluhan nyeri dada disebabkan oleh ketidakseimbangan
kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen. Mekanisme yang
mendasari hamper mirip dengan kelelahan tubuh, di mana karena
terdapat pirau dari kiri ke kanan, maka suplai darah koroner
cenderung berkurang, di saat yang bersamaan jantung bagian kanan
terus bekerja keras karena beban yang berlebihan.
Keadaan hipoksia ditingkat selular menyebabkan
metabolism bergeser dari aerob ke anaerob dan dilepaskannya
sejumlah zat termasuk adenosine, laktat, norepinefrin yang
merangsang serabut saraf simpatik aferen yang menyebabkan
terjadinya nyeri. Mekanisme ini mirip dengan angina pectoris pada
penyakit jantung koroner.
6) Bising (murmur) sistolik dini hingga bising midsistolik pada ruang
sela iga ke dua atau ke tiga kiri yang disebabkan tambahan darah
yang melewati katup pulmoner.
7) Bising sistolik bernada rendah pada tepi sternum kiri bawah dan
terdengar lebih jelas pada saar inspirasi. Keadaan ini disebabkan
oleh peningkatan aliran darah melalui katup tricuspid pada pasien
dengan pintasan yang lebar.
17
8) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
Adanya pirau kiri ke kanan, menyebabkan dilatasi atrium
kanan. Adanya dilatasi menyebabkan perpanjangan jalur konduksi.
Jalur konduksi yang memanjang rentan mencetuskan fenomena
reentry. Hal ini dapat mencetukan terjadinya aritmia, terutama
fibrilasi atrial, flutter atrial, dan paroksismal atrial takikardia yang
dapat dirasakan sebagai keluhan berdebar-debar.
18
Terlihat pelebaran atrium dan ventrikel kanan,
pelebaran arteri pulmonalis dan
peningkatan vaskularisasi pulmonal.
2) Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB (Right bundle branch block) pada
95%, yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi
sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum
membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi
sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval
PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum.
3) Ekokardiografi
Ekokardiogram: Ekokardiogram M-mode memperlihatkan
dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak
paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi
dan besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling
terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak
pada defek septum atrium yang besar.
Adanya pelebaran dari arteri pulmonal karena peningkatan
shunt dari kiri ke kanan. Vaskularisasi pulmonal juga tampak ramai
pada paru karena peningkatan volume aliran darah yang masuk dari
ventrikel kanan Terlihat pelebaran atrium dan ventrikel kanan,
19
pelebaran arteri pulmonalis dan peningkatan vaskularisasi
pulmonal. Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek
septum atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga
dapat terlihat.
Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek,
arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan
pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan
katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain. Ekokardiografi
Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai di
dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran
sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan
bila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk
mengevaluasi pirau dari kiri kekanan di tingkat atrium antara lain
adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
4) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit
(Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya
hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara
5065 %, menunjukkan peningkatan tekanan partial karbon
dioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan
penurunan PH.pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi.
b. Analisa Gas Darah
20
PCV meningkat lebih besar 65% dapat menimbulkan
kelainan koagulasi; waktu perdarahan memanjang, fragilitas
kapiler meningkat, umur trombosit yang abnormal.
5) Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk
mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan
arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah. Evaluasi invasive diperlukan apabila hasil pemeriksaaan
nonivasif tidak mencukupi. Dapat ditentukan besarnya pirau
/Qp:Qs, pengukuran tekanan pulmonalis. Angiografi koroner
dianjurkan pada pasien suspek penyakit a.koroner dan pasien umur
> 40 tahun.
21
kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan
bukti cukup untuk maju terus.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat
menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara
spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang
dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah
mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan
masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung
kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi
sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium
varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang
dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali
untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan
duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna
pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah
pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama
atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah
obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–
10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular
pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa
tahun dan 15 dengan sendirinya cukup alasan untuk
mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
2. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung
sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium.
Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok
untuk pendekatan ini.
Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular
dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan
hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar
22
menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk
menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas.
Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium
transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran
dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25
mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus
venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi
jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena
pulmonalis kanan dihindari.
3. Penderita dengan defek yang letaknya sesuai
Ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan
mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80%
lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal
payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi
dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian,
lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral.
Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan.
Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat
dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita
dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila
tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa.
Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada
tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh
darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan
ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch
sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun
1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya
23
mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass)
setahun sebelumnya. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan
pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang
memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%,
angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival
(ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27
tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat
dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan
sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru
4. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD
tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter
secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri
femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan
dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol
yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD.
24
kecil pada paru-paru yang disebut arteriol pulmonal dan pembuluh
kapilernya meyempit, tersumbat, atau rusak. Kondisi ini semakin
lama membuat otot jantung melemah dan dapat memicu gagal
jantung.
3) Aritmia
Aritmia adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung.
Penderita aritmia bisa merasakan irama jantungnya terlalu cepat,
terlalu lambat, atau tidak teratur.
4) Henti jantung
Henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest adalah
kondisi ketika jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba. Kondisi
ini dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran dan napas yang
berhenti.
(Masruri & et al, 2015).
25
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang
hamil dengan banyak mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara
potensial menyebabkan kelainan susunan jantung pada
embrio/sejak lahir.
a. Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu
(infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan
alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
b. Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
c. Riwayat Neonatus
Adanya gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea, anak
rewel dan kesakitan, tumbuh kembang anak terhambat,
terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali, sosial
ekonomi keluarga yang rendah.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit
Rubela / penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi obat-
obatan tertentu seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.
Selain hal tersebut, pengkajian jantung juga harus pula berisi
evaluasi sebagai berikut:
a. Efektivitas jantung sebagai pompa
b. Volume dan tekanan pengisian
c. Curah jantung
d. Mekanisme kompensasi.
6) Pola Aktivitas
Anak-anak yang menderita TF sering tidak dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara normal. Apabila melakukan aktivitas
yang membutuhkan banyak energi, seperti berlari, bergerak,
26
berjalan-jalan cukup jauh, makan/minum yang tergesa-gesa,
menangis atau tiba-tiba jongkok (squating), anak dapat
mengalami serangan sianosis. Hal ini dimaksudkan untuk
memperlancar aliran darah ke otak. Kadang-kadang tampak pasif
dan lemah, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari dan perlu dibantu.
7) Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail
terhadap jantung.
a. Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
b. Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung
yang Abnormal
c. Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang
melalui katup pulmonalis
d. Tanda-tanda gagal jantung
e. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat
peningkatan aliran darah yang mengalir melalui katup
trikuspidalis.
8) Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
9) Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
a. Inspeksi
a) Status nutrisi
Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk
berhubungan dengan penyakit jantung.
b) Warna
Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung
kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan
anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
c) Deformitas dada
Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi
dada.
d) Pulsasi tidak umum
27
Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
e) Ekskursi pernapasan
Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea,
adanya dengkur ekspirasi).
f) Perilaku
Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri
khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
b. Palpasi dan perkusi
a) Dada
Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan
karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan
pemeriksa saat mampalpasi)
b) Abdomen
Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
c) Nadi perifer
Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat
menunjukkan ketidaksesuaian.
c. Auskultasi
a) Jantung
Mendeteksi adanya murmur jantung.
b) Frekwensi dan irama jantung
Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang
membantu melokalisasi defek jantung.
c) Paru-paru
Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
d) Tekanan darah
Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis;
ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah) Bantu
dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; ekg,
radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi,
28
angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin,
volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
29
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Penurunan curah jantung Setelah diberikan 1. Kaji Vital Sign klien 1. Memantau dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan memberikan gambaran umum
peningkatan volume atrium selama 3x 24 jam keadaan klien secara bertahap
kiri dengan tujuan 2. Untuk mengetahui fungsi
peningkatan curah 2. Auskultasi nadi apikal, kaji pompa jantung yang sangat
jantung dengan kriteria frekuensi, irama jantung dipengaruhi oleh pengisian
hasil: curah jantung
1. Blood Pressure dalam 3. Posisikan istirahat semi 3. Biasanya terjadi
rentang 95- 110 fowler takikardia untuk
systole dan 58- 71 mengkompensasi penurunan
Diastole Pulse dalam kontraktilitas jantung
rentang 103- 4. Berikan pengarahan pada 4. Memperbaiki insufisiensi
186 x/Menit keluarga untuk memantau kontraksi jantung dan
2. Bradikadi (-) keadaan klien penurunan venus return
3. Cyanosis (-) 5. Kolaborasi dengan tim 5. Membantu dalam proses kimia
dokter untuk terapi dalam tubuh
30
oksigen, obat jantung, obat
diuretik dan cairan
31
5. Pernafasan cuping serta neurologis
hidung (-) 5. Kolaborasi pemberian terapi 5. Farmakologi merupakan unsur
farmakologi atau zat yang mempengaruhi
tubuh dengan fungsi sesuai
kebutuhan dan dapat juga
menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat, kelelahan, 1. Untuk memberikan informasi
berhubungan dengan hipoksia asuhan keperawatan kemampuan untuk melakukan tentang energi cadangan dan
jaringan selama 3x24 jam ADL respon untuk beraktivitas
masalah intoleransi 2. Berikan periode dan istirahat 2. Untuk meningkatkan istirahat
akvitas dan tidur yang cukup dan menghemat energi
dapat teratasi 3. Hindari suhu lingkungan yang 3. Karena hipertemia/hipote rmia
dengan kriteria ekstrim dapat meningkatkan kebutuhan
hasil: oksigen
1. Tanda-tanda vital
normal. TD :
120/80
32
mmHG
RR : 16-30 x/menit
S : 36,5-37,50c
N : 100-160 x/menit
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mandiri
3. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan alat
33
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping.
35
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atrial Septal Defect adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin. Atrial Septal Defect adalah
suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas
(atrium kiri dan atrium kanan).
3.2 Saran
Diharapkan laporan pendahuluan ini dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan terkait konsep penyakit dan asuhan keperawatan gangguan
sistem integumen yakni penyakit Atrial Septal Defect dan dapat diaplikasikan
dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan Atrial Septal Defect.
36
DAFTAR PUSTAKA
Masruri, L., & et al. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Anak K Dengan Atrium
Septal Defect Di RSUD Mardi Waluyo Blitar
37