Abstrak
Aktivitas penggunaan media sosial di Indonesia didominasi oleh kalangan remaja. Media sosial memberikan
dampak negatif pada remaja, salah satunya adalah kecanduan. Hal tersebut dikarenakan dapat mengganggu
berbagai kegiatan dalam kehidupan nyata remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
kecanduan media sosial pada remaja. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi
yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMAS Plus Al-Falah kelas X, XI dan XII yang tinggal
bersama orang tua. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling, sehingga sampel
yang diperoleh sebanyak 72 siswa. Data dikumpulkan menggunakan instrumen yang dibuat oleh Sahin (2018)
dan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja atau
sebanyak 51,4% mengalami kecanduan media sosial tingkat rendah, sedangkan hampir setengah dari remaja
atau sebanyak 48,6% mengalami kecanduan media sosial tingkat tinggi. Kecanduan media sosial pada remaja
penting untuk segera diatasi agar tidak semakin mengalami peningkatan. Oleh karena itu, disarankan bagi
pihak sekolah untuk bekerjasama dengan perawat komunitas terkait pencegahan pada kecanduan media sosial
tingkat rendah yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan media sosial yang
baik dan dampak negatif kecanduan media sosial. Sedangkan, penanganan yang dapat dilakukan bagi remaja
yang mengalami kecanduan media sosial tingkat tinggi yaitu dengan memberikan terapi CBT pada remaja.
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validity didapatkan bahwa nilai r hitung
gambaran tingkat kecanduan media sosial berkisar dari 0,446-0,584. Sedangkan, hasil
pada remaja di sekolah tersebut. uji reliabilitas didapatkan bahwa nilai alpha
Cronbach adalah 0,884. Oleh karena itu
instrumen ini valid dan reliabel serta dapat
Metode Penelitian digunakan untuk penelitian ini.
Pengambilan data dilakukan pada
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif bulan Maret tahun 2019. Data dianalisis
kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui menggunakan nilai mean, apabila total skor
gambaran tingkat kecanduan media sosial kurang dari sama dengan nilai mean maka
pada remaja di SMAS Plus Al-Falah. tingkat kecanduan dikategorikan rendah dan
Populasi yang digunakan dalam penelitian apabila total skor lebih dari nilai mean maka
ini adalah siswa di SMAS Plus Al-Falah yang tingkat kecanduan dikategorikan tinggi.
tinggal dengan orang tua, yaitu sebanyak 72 Kemudian data disajikan dalam bentuk
responden yang terdiri dari 29 siswa kelas tabel distribusi frekuensi. Pada penelitian
X, 17 siswa kelas XI dan 26 siswa kelas XII. ini, peneliti telah mendapatkan persetujuan
Teknik yang digunakan dalam pengambilan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
sampel pada penelitian ini menggunakan Universitas Padjadjaran dengan nomor
total sampling yaitu pengambilan sampel surat 347/UN6.KEP/EC/2019, dan dalam
dimana jumlah sampel sama dengan jumlah melakukan penelitian, peneliti senantiasa
populasi. menerapkan dan sangat memperhatikan
Peneliti menggunakan instrumen Social serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika
Media Addiction Scale-Student Form (SMAS- penelitian.
SF) yang dibuat oleh Sahin (2018) untuk
menentukan kecanduan media sosial pada
Siswa Menengah Atas (SMA). Instrumen ini Hasil Penelitian
terdiri atas 29 item pertanyaan dengan empat
komponen yaitu virtual tolerance, virtual Data yang telah terkumpul dalam bentuk
communication, virtual problem dan virtual kuesioner mencakup data demografi dan data
information. Instrumen asli menggunakan penelitian. Data tersebut kemudian dianalisis
bahasa Inggris, sehingga peneliti melakukan menggunakan deskriptif secara statistik yaitu
back translate, content validity, face validity, semua data disusun ke dalam tabel melalui
construct validity dan uji reliabilitas pada 20 perhitungan distribusi frekuensi.
siswa SMAS Darul Fatwa. Hasil uji construct
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecanduan Media Sosial pada Remaja di SMAS Plus Al-
Falah (n=72)
Tabel 1 menunjukkkan bahwa hasil tingkat kecanduan media sosial pada remaja di SMAS Plus
Al-Falah secara keseluruhan dinilai dari empat komponen yang ada, bahwa sebagian besar dari
responden berada pada tingkat kecanduan media sosial rendah yaitu sebesar 51,4%.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecanduan Media Sosial pada Remaja di SMAS Plus Al-
Falah (n=72)
Tabel 1 menunjukkkan bahwa hasil tingkat kecanduan media sosial pada remaja di SMAS Plus
Al-Falah secara keseluruhan dinilai dari empat komponen yang ada, bahwa sebagian besar dari
responden berada pada tingkat kecanduan media sosial rendah yaitu sebesar 51,4%.
Tabel 2 Tingkat Kecanduan Media Sosial pada Remaja di SMAS Plus Al- Falah
berdasarkan Data Demografi Responden (n=72)
Rendah Tinggi
Data Demografi f %
f % f %
Tahap Perkembangan 72 100 37 51,4 35 48.6
Remaja Pertengahan (15-18 tahun)
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 43.1 19 26,4 12 16.7
Perempuan 41 56.9 18 25.0 23 31.9
Media Sosial yang Paling Sering Diakses
Whatsapp 47 65.3 26 36.1 21 29.2
Facebook 14 19.4 7 9.7 7 9.7
Youtube 4 5.6 2 2.8 2 2.8
Twitter 3 4.2 1 1.4 2 2.8
Instagram 4 5.6 1 1.4 3 4.2
Line 0 0 0 0 0 0
BBM 0 0 0 0 0 0
Linkedin 0 0 0 0 0 0
Skype 0 0 0 0 0 0
Wechat 0 0 0 0 0 0
Perangkat yang Digunakan Untuk Mengakses Media
Sosial
Smartphone 69 95.8 36 50.0 33 45.8
Laptop 3 4.2 1 1.4 2 2.8
Komputer 0 0 0 0 0 0
Tablet 0 0 0 0 0 0
Frekuensi mengakses media sosial
≤ 3 jam dalam sehari 32 44.4 19 26.4 13 18.1
4-6 jam dalam sehari 23 31.9 12 16.7 11 15.3
≥ 6 jam dalam sehari 17 23.6 6 8.3 11 15.3
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa seluruh responden berada pada tahap perkembangan remaja
pertengahan (15-18 tahun). Sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan dan
menggunakan media sosial whatsapp. Berdasarkan perangkat yang digunakan untuk mengakses
media sosial didominasi oleh smartphone yaitu 66 lebih banyak dibandingkan dengan laptop.
Sedangkan, jika dilihat berdasarkan frekuensi mengakses media sosial, hampir setengah
responden mengaksesnya selama kurang dari 3 jam dalam sehari.
Tabel 3 Komponen Kecanduan Media Sosial pada Remaja di SMAS Plus Al-Falah (n=72)
Rendah Tinggi
Komponen Kecanduan Media Sosial f %
f % f %
Virtual Tolerance 29 40.3 16 22.2 13 18.1
Virtual Communication 7 9.7 5 6.9 2 2.8
Virtual Problem 3 4.2 1 1.4 2 2.8
Virtual Information 33 45.8 15 20.8 18 25.0
Total 72 100 37 51.3 35 48.7
Tabel 3 menjelaskan mengenai komponen kecanduan media sosial yang terdiri atas virtual
tolerance, virtual communication, virtual problem dan virtual information. Berdasarkan tabel
tersebut didapatkan hasil bahwa rata-rata komponen kecanduan media sosial tertinggi adalah
virtual information yaitu sebanyak 33 siswa (45,8%). Komponen kecanduan media sosial yang
paling banyak dialami oleh responden kecanduan media sosial tinggi adalah virtual information,
sedangkan komponen paling banyak yang dialami oleh responden kecanduan media sosial
rendah adalah virtual tolerance.
data demografi pada penelitian ini didapatkan kecanduan media sosial rendah. Akan tetapi,
bahwa 19 siswa laki-laki dan 18 siswa whatsapp juga merupakan media sosial yang
perempuan mengalami kecanduan media paling sering diakses oleh responden yang
sosial rendah. Sedangkan, sebanyak 12 siswa mengalami kecanduan media sosial tinggi
laki-laki dan 23 siswa perempuan mengalami yaitu sebesar 29,2%. Sedangkan, twitter
kecanduan media sosial tinggi. Dapat dan instagram merupakan media sosial yang
dilihat dari hasil tersebut, bahwa laki-laki paling jarang diakses oleh responden yang
mendominasi kecanduan media sosial rendah mengalami kecanduan media sosial rendah
dan perempuan mendominasi kecanduan yaitu dengan presentase 1,4%. Youtube
media sosial tinggi. Hal ini sesuai dengan dan twitter merupakan media sosial yang
hasil penelitian yang didapatkan Lubis (2014) paling jarang diakses oleh responden yang
bahwa responden perempuan (76%) lebih mengalami kecanduan media sosial tinggi
mendominasi dalam penggunaan media sosial yaitu dengan presentase 2,8%.
jika dibandingkan dengan laki-laki (72%) Penggunaan media sosial whatsapp
dan sebanyak 30% perempuan menggunakan paling dominan digunakan karena pada
waktunya untuk berkomunikasi melalui media sosial ini dilengkapi oleh fitur foto,
media sosial, sementara laki-laki hanya video, pesan suara dan juga dokumen yang
menggunakan 26% dari waktunya untuk dapat lebih memudahkan seseorang untuk
menggunakan media sosial. berkomunikasi dengan keluarga dan sahabat
Hasil analisis data demografi responden serta menyebarkan berbagai informasi
menunjukkan bahwa usia responden berupa pengumaman hingga membagikan
didominasi oleh usia 15-18 tahun, dimana materi pelajaran oleh guru melalui chat
pada usia tersebut responden berada pada usia group (Pangestika, 2018). Selain itu, pada
remaja pertengahan. Menurut teori Hurlock whatsapp juga tidak ditemukan iklan-iklan
(2011) pada masa ini remaja berada pada tahap seperti media sosial lainnya, sehingga
pencarian identitas diri, sangat membutuhkan pemberitahuan terkait informasi yang
peran teman sebaya, cenderung memiliki sifat disampaikan pada pesan akan lebih efektif
mencintai dirinya sendiri (narcistic) dan juga serta whatsapp akan langsung terhubung
mengalami kebingungan dalam pengambilan dengan kontak yang terdapat pada telepon
keputusan. Sedangkan, berdasarkan penggunanya (Rahmansari, 2017).
tahapan perkembangan psikososial Erikson Pada penelitian ini media sosial line, bbm,
remaja mengalami keingintahuan yang linkedin, skype dan wechat tidak digunakan
tinggi dan selalu mencoba berbagai hal oleh remaja di SMAS Plus Al-Falah. Padahal
baru dan langsung menerima berbagai menurut data We Are Social dan Hootsuite
informasi yang didapat tanpa mengetahui (2018) media sosial tersebut merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang akan media sosial yang paling sering digunakan di
ditimbulkan. Penggunaan media sosial pada Indonesia. Alasan remaja tidak menggunakan
remaja juga tidak jarang merupakan suatu line dikarenakan pada pada media sosial
hal yang dilakukan untuk memenuhi rasa tersebut banyak ditemui pesan dari akun
keingintahuannya terhadap sesuatu yang official yang seringkali mengganggu
baru. Pada penelitian ini didapatkan bahwa penggunanya, membutuhkan jaringan internet
usia 15-18 tahun merupakan usia sebagian yang sangat stabil, ukuran media sosial ini
besar respoden dan mengalami kecanduan cukup banyak menyita memori internal dan
media sosial rendah yaitu sebanyak 37 siswa RAM yang dapat mempengaruhi kinerja
(51,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian line dan juga handphone penggunanya,
yang dilakukan oleh Oberst et al. (2016) pada cukup banyak menyita memori handphone
responden usia 16-18 tahun merupakan usia sehingga dapat membuat kinerja handphone
tertinggi yang mengalami kecanduan media menjadi lebih lambat. Alasan remaja tidak
sosial. menggunakan bbm dikarenakan aplikasi
Hasil data demografi responden tersebut sudah ditutup dan kini hanya dapat
berdasarkan media sosial yang paling sering ditemukan pada pengguna balckberry. Alasan
diakses yaitu whatsapp dengan presentase remaja tidak menggunakan skype dan wechat
36,1% pada responden yang mengalami diakarenakan teman-teman sebayanya tidak
virtual problem. Artinya, remaja menjadikan berbagai hal baru yang belum ia ketahui
media sosial suatu media yang paling utama (Sarwono, 2011). Remaja menjadikan media
dalam mendapat berbagai informasi dan sosial sebagai suatu fasilitas yang dapat
membuat komunikasi dengan orang-orang memenuhi kebutuhan akan informasi dalam
dalam kehidupan nyata menjadi berkurang kehidupannya. Hal tersebut dibuktikan oleh
dikarenakan mereka selalu ingin tetap survei Pew Research Center (2010) bahwa
terhubung dengan media sosial. remaja sebagai generasi millenial memiliki
Pada kecanduan media sosial tingkat sifat yang penuh ingin tahu dan lebih
tinggi, walaupun komponen virtual problem memilih mencari informasi paling terbaru
rata-rata memiliki nilai rendah pada terkait keadaan sekitar melalui media sosial
responden tetapi jika tidak segera diatasi maka dibandingkan dengan televisi, koran atau
dapat membuat remaja mengalami dampak sumber informasi lainnya yang menyebabkan
negatif bagi kehidupannya. Oleh karena itu, sehingga membuat remaja harus selalu
pada tingkat kecanduan media sosial tinggi terhubung dengan media sosial.
remaja harus dibantu untuk mengurangi atau Apabila dilihat berdasarkan item
bahkan sama sekali tidak mengakses media pertanyaan pada komponen virtual
sosial dalam jangka waktu tertentu dan information, maka tingginya komponen ini
apabila remaja kembali mengakses media menunjukkan adanya penggunaan positif
sosial harus dilakukan pengontrolan dalam media sosial. Hal ini dikarenakan remaja
penggunaannya. menggunakan media sosial sebagai suatu
Kecanduan media sosial tingkat tinggi media untuk mendapatkan informasi secara
harus ditangani secara serius dan sesegera cepat, seperti informasi yang dibagikan
mungkin untuk meminimalisir terjadinya teman-temannya melalui grup yang ada di
dampak negatif yang dapat ditimbulkan pada media sosial, melihat beberapa pengumuman
remaja. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) khusus, mendapatkan informasi terkait
adalah suatu perawatan yang didasarkan bahwa pelajaran yang ada di sekolah (tugas atau
pikiran dapat menentukan perasaan (Fuggle, kegiatan sekolah) serta berbagai informasi
Dunsmuir & Curry, 2013). CBT digunakan yang dibagikan oleh teman dan kerabat yang
untuk membantu remaja untuk mengganti isi membuat remaja untuk terus aktif di media
pikirannya menjadi lebih rasional dan dapat sosial.
membuat remaja memiliki perilaku adaptif Komponen terendah pada kecanduan
dalam menggunakan media sosial, seperti media sosial tingkat tinggi maupun rendah
adanya perilaku mengontrol penggunaan pada remaja di SMAS Plus Al-Falah adalah
media sosial. CBT dapat dilakukan oleh virtual problem dengan persentase 4,2%.
perawat yang sudah mendapatkan pelatihan Pada komponen tersebut mulai muncul
terkait terapi ini, sehingga perawat tersebut banyak masalah dalam kehidupan remaja
dapat memberikannya secara benar dengan dikarenakan mengakses media sosial secara
proses berkelompok pada remaja (Young, terus menerus, misalnya mengabaikan
2007). hubungan dengan orang lain dalam kehidupan
Komponen tertinggi pada kecanduan nyata, terjadi masalah pada pendidikan dan
media sosial pada remaja di SMAS Plus Al- dapat memperburuk suasana hati seseorang
Falah terdapat pada virtual information yaitu (Sahin, 2018).
sebnayak 33 siswa (45,8%) dan komponen Peneliti berpendapat bahwa remaja yang
ini juga merupakan komponen tertinggi mengalami kecanduan media sosial, baik pada
pada remaja yang mengalami kecanduan tingkat tinggi maupun rendah tidak terlalu
media sosial tinggi. Pada komponen tersebut mengalami masalah atau dampak-dampak
mengakses media sosial merupakan suatu negatif dalam kehidupannya. Sebanyak 3
keinginan yang mengobsesi seseorang untuk dari 72 remaja saja yang mengalami masalah
selalu mendapatkan berita atau informasi akibat kecanduan media sosial. Hal-hal
terbaru dimanapun dan kapanpun ia berada. yang terjadi pada remaja yang menunjukkan
Penyebab tingginya komponen virtual adanya komponen ini, seperti mengabaikan
information karena remaja memiliki tugas sekolah karena sibuk mengakses
keingintahuan yang tinggi terhadap media sosial, merasa tidak bahagia apabila
harus mengurangi atau menghentikan atau bercerita secara leluasa dengan teman
penggunaan media sosial, hubungan dengan yang ada di media sosial dibandingkan
keluarga menjadi tidak baik, tidak menyadari dengan teman yang ada di lingkungan sekitar.
timbulnya rasa lapar dan haus karena terlalu Ditinjau dari hasil analisis komponen
asik mengakses media sosial serta timbulnya kecanduan media sosial pada remaja di
masalah fisik pada remaja. SMAS Plus Al-Falah dapat disimpulkan
Komponen lain yang merupakan komponen bahwa komponen tertinggi yang terdapat
tertinggi yang terdapat pada kecanduan media pada kecanduan media sosial adalah virtual
sosial tingkat rendah adalah virtual tolerance information, sedangkan komponen terendah
yaitu dengan persentase 22,2%, sedangkan yang terdapat pada kecanduan media sosial
pada kecanduan media sosial tingkat tinggi adalah virtual problem. Apabila dilihat dari
virtual tolerance juga merupakan komponen komponennya, maka kecanduan media sosial
tertinggi setelah virtual information yaitu yang terjadi pada remaja di sekolah tersebut
dengan persentase 18,1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan media
menunjukkan bahwa virtual tolerance sosial yang dialami remaja di sekolah tersebut
merupakan komponen yang banyak terdapat positif. Hal tersebut dikarenakan remaja
pada kecanduan media sosial, baik kecanduan menggunakan media sosial sebagai sarana
media sosial tinggi maupun rendah. Pada untuk memenuhi keingintahuannya yang
komponen ini remaja selalu berusaha untuk tinggi terhadap berbagai informasi dan untuk
dapat terhubung dengan media sosial agar mendapatkan informasi tersebut secara cepat
mencapai kepuasan yang diinginkan (Sahin, dan dalam waktu yang singkat. Hal tersebut
2018). Hal-hal yang terjadi pada remaja yang tanpa disadari membuat remaja kehilangan
menunjukkan adanya komponen ini, seperti kontrol dalam menggunakan media sosial
selalu ingin menggunakan media sosial setiap yang menyebabkan meningkatnya waktu
saat, mencari konektivitas internet agar tetap dalam penggunaan media sosial secara
bisa selalu terhubung dengan media sosial terus-menerus hingga remaja mengalami
dan menjadikan media sosial sebagai suatu kecanduan media sosial. Namun, hal
pelarian dari maslaah yang terjadi pada tersebut memberikan dampak yang positif
kehidupan nyata. bagi kehidupan remaja dikarenakan dapat
Komponen lainnya yang juga terdapat menambah wawasan remaja akan berbagai
pada kecanduan media sosial adalah virtual hal.
communication. Komponen ini memiliki
persentase 9,7% dari nilai total dengan
pembagian, 6,9% terdapat pada kecanduan Simpulan
media sosial rendah dan 2,8% terdapat
pada kecanduan media sosial tinggi. Pada Pada penelitian ini yang telah dilakukan
komponen ini interaksi melalui media kepada 72 remaja di SMAS Plus didapatkan
sosial lebih disukai oleh remaja dari pada hasil bahwa sebagian besar dari responden
interaksi secara langsung atau tatap muka mengalami kecanduan media sosial tingkat
dengan orang lain (Sahin, 2018). Hal tersebut rendah, sedangkan hampir setengah dari
sejalan dengan alasan remaja menggunakan responden mengalami tingkat kecanduan
media sosial yaitu sebagai sarana untuk media sosial tinggi. Sehingga diharapkan
berinteraksi dengan teman, keluarga dan pihak sekolah dapat bekerjasama dengan
jauh serta berkomunikasi kembali dengan perawat yang bertanggung jawab terhadap
teman yang sudah lama tidak bertemu tanpa program UKS di puskesmas terkait dalam
adanya batasan jarak, waktu dan biaya hal pencegahan pada kecanduan media sosial
(McQuail (2002) dalam Putri, 2012). Hal-hal tingkat rendah yaitu dengan memberikan
yang terjadi pada remaja yang menunjukkan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan
adanya komponen ini, seperti lebih memilih media sosial yang baik dan dampak negatif
menggunakan media sosial walaupun kecanduan media sosial. Sedangkan,
ada orang lain di sekitar, lebih menyukai penanganan yang dapat dilakukan bagi
komunikasi, interaksi dan pertemanan melalui remaja yang mengalami kecanduan media
media sosial serta dapat mengungkapkan diri sosial tingkat tinggi yaitu dengan memberikan
Andarwati, L. (2016). Citra diri ditinjau dari Fitri, S. (2017). Dampak positif dan negatif
intensitas penggunaan media jejaring sosial sosial media terhadap perubahan sosial
instagram pada siswa kelas XI SMAN 9 anak. Jurnal Naturalistic, 1(2), 118–123.
Yogyakarta. Journal Student UNY, 5, 1–12. Retrieved from https://journal.umtas.ac.id/
Retrieved from http://journal. index.php/n aturalistic.
student.uny.ac.id/ojs/ind ex.php/fipbk/article/
viewFile/972/882. Fuggle, P., Dunsmuir, S., & Curry, V.
(2013). CBT with children, young people
Ariani, M., Elita, V., & Zulfitri, R. (2009). & families. New Delhi: Sage Publications
Hubungan intensitas penggunaan jejaring Ltd. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.413
sosial terhadap kualitas tidur remaja di SMAN 5/9781473914858.
3 Siak, 1–11. https://doi.org/10.1016/0378-
7788(82)90008-1. Griffiths, M.D. (2000). Does internet
and computer “addiction” exist?: Some
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet case study evidence. CyberPsychology &
Indonesia. (2016). Penetrasi dan perilaku Behavior, 3(2), 211–218. Retrieved from
pengguna internet Indonesia. Retrieved https://pdfs.semanticscholar.org/4d3e/
from https://apjii.or.id/surveipenetrasiintern 28db77fa52dab9a4461e5185f9a2daca c706.
et2016.pdf. pdf.
Daviz, R. (2001). A Cognitive-Behavioral Mim, F.N., Islam, M.A., & Paul, G.K. (2018).
model of pathological internet use. Impact of the use of social media on students ’
Computers in Human Behavior, 17(2), academic performance and behavior change.
187–195. https://doi.org/10.1016/s0747- International Journal of Statistics and Applied
5632(00)00041-8. Mathematics, 3(1), 299–302. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publicati on.
Ekasari, P., & Dharmawan, H. (2012).
Dampak sosial-ekonomi masuknya pengaruh Montag, C., & Reuter, M. (2015).
internet dalam kehidupan remaja di pedesaan. Internet addiction: N e u r o s c i e n t i f i c
Jurnal Sosiologi Pedesaan, 06(01), 1 – 1 5 . approaches and therapeutical
https://doi.org/DOI:10.22500/sodality. interventions. Switzerland: S p r i n g e r
v6i1.5809. International Publishing. Retrieved
from http://netaddiction.com/wp-content/
Fauziawati, W. (2015). Upaya mereduksi uploads/2012/10/Montag-Reuter-2015-
kebiasaan bermain game online melalui Internet-Addiction-Springer.pdf.
teknik diskusi kelompok. Psikopedagogia,
O’Keeffe, G.S., Clarke-Pearson, K., & Suryani, F.L., & Suwarti, C.H.D. (2014).
Media, C. (2011). Clinical report-The impact Instagram dan fashion remaja (studi kasus
of social media on children, adolescents and peran media sosial instagram terhadap trend
families. https://doi.org/10.1542/peds.2011- fashion remaja dalam akun @ootdindo Tahun
0054. 2014), 1–20. Retrieved from http://www.
jurnalkommas.com/docs/Jurnal-Fitria
Pangestika, N.L. (2018). Pengaruh ListieSuryani-D0210048.pdf.
pemanfaatan media sosial whatsapp
terhadap penyebaran informasi Thakkar, V. (2006). Addiction. New York:
pembelajaran di SMA Negeri 5 Depok. Infobase Publishing. Retrieved from https://
Retrieved from http://repository.uinjkt.ac.id/ epdf.tips/queue/addiction-psychological-
We Are Social dan Hootsuite. (2018). Young, K.S. (2007). Treatment outcomes
Digital in 2018: World’s Internet Users Pass with internet addicts. clinical center for
The 4 Billion Mark. Retrieved from https:// internet addiction recovery. CyberPsychology
wearesocial.com/blog/2018/01/global- & Behavior, 10(5), 671–679. Retrieved from
digital-report-2018. http://netaddiction.com/articles/Treatment.
pdf.