Rasulullah Mendidik Anak Perempuan.
Rasulullah Mendidik Anak Perempuan.
Berkomunikasi adalah hal yang penting dalam hubungan antara manusia, bahkan di masa
kini, komunikasi sangat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam segala sisi kehidupan.
Rasulullah ﷺadalah seorang komunikator yang handal. Seorang teladan luar
biasa yang sepantasnya kita tiru.1
Beliau juga selalu mengucapkan salam jika melewati anak-anak. Jabir bin Sumarah
meriwayatkan satu hadits yang mengisahkan bahwa Rasulullah ﷺ. tengah
melewati suatu tempat dan disitu beliau melihat beberapa anak sedang berlomba lari. Beliau
bergabung dengan mereka dan ikut pula berlomba.3
Jika Rasulullah ﷺ. sedang menaiki kendaraan dan bertemu seorang anak
yang berjalan sendiri, beliau ajak anak itu ke atas untanya. Jika melihat ada anak yang
bersedih hati, beliau hibur anak itu. Beliau naikkan ke atas unta dan beliau ajak jalan-jalan
sehingga duka hati sang anak terhapus.
Terhadap anak-anaknya sendiri, Rasulullah adalah seorang ayah yang sangat baik. Anas
bin Malik pernah menjadi pelayan di rumah Rasulullah ﷺ. Anas berkata bahwa
1
http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-berkomunikasi-rasulullah-saw/
2
http://www.sdi.id/blog/read/parenting-dan-anak/173/rasulullah-sangat-menyayangi-anak-anak.html
3
Ibid
1
dia tidak pernah melihat ada orang yang lebih baik hati terhadap keluarga dan anaknya
dibandingkan Rasulullah ﷺ.
Usamah bin Zaid, yang ketika umur 18 tahun sudah diangkat Rasul menjadi seorang
panglima perang melawan pasukan Romawi, pernah menuturkan pengalaman indah masa
kecilnya. Kala kecil, Rasulullah saw. pernah menarik aku, lalu mendudukkan aku di atas
pahanya. Dan Al Hasan, cucu beliau didudukkan di atas paha yang lain. Sesudah itu, beliau
merapatkan kedua paha beliau dan berdoa, Ya Allah, rahmatilah mereka berdua, karena
sesungguhnya aku sayang kepada mereka.
Seorang Arab Badui bernama Al Aqra bin Habis, yang datang berkunjung ke Madinah,
amat heran meliihat Rasulullah menciumi cucu-cucu beliau dan anak-anak para sahabatnya.
Ia berkata, Sesungguhnya saya mempunyai sepuluh orang anak, tetapi, tak seorang pun dari
mereka yang pernah saya cium.
Nabi menjawab, Dapatkah aku memberimu manakala Allah telah mencabut rasa belas
kasihan dari hatimu?
Rasulullah ﷺ. tidak ingin para sahabat memiliki perasaan yang kaku dan
keras. Menyayangi anak-anak adalah teladan yang Rasulullah ﷺ. berikan, agar
pada pengikutnya berhati lembut dan penyayang.
Rasulullah pun mengingatkan orang-orang dewasa untu menjaga kata-kata dan sopan
santun dalam majelis-majelis yang dihadiri anak-anak kecil. Thabrani meriwayatkan dari
Sahal bin Sa'ad bahwa Rasululullah ﷺ. bersabda, Dalam suatu majelis tidak
boleh ada yang duduk di antara ayah dan anaknya.
Namun, tidak selamanya kasih sayang menimbulkan keramahan, keceriaan, senang dan
bahagia. Orang dengan perasaan yang lembut seperti Rasulullah ﷺ. juga
menemukan bahwa kasih sayang beringkali berupa air mata dan kesedihan. Hal tersebut tentu
tidak mengurangi keagungan Rasulullah ﷺ.4
Namun kali ini saya penulis akan membahas lebih dalam mengenai cara nabi
berkomunikasi (mendidik) anak perempuan. Saya akan menunjukkan kepada anda semua
pembaca bahwa betapa pedulinya Rasulullah ﷺterhadap anak-anak perempuan
4
Ibid
2
dan begitu juga pada perempuan. Mengapa cara mendidik? Karena komunikasi Rasulullah
ﷺdengan anak kecil itu sebagai tarbiyah Rasulullah ﷺkepada
anak-anak.
Rasulullah ﷺbersabda,
Sejumlah berita mencengangkan terkait anak perempuan beredar akhir-akhir ini. Anak
perempuan sedang menghadapi persoalan serius. Mereka menjadi rentan terhadap kekerasan
dan menjadi korban seksual dari orang-orang dewasa. Sementara para orangtua tampak tak
berdaya menghadapi serbuan itu.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2015 merilis data tentang
kekerasan yang terjadi terhadap anak. Dalam data tersebut, seperti yang dikutip dari koran
Repubika (2015), kasus kekerasan terhadap anak menembus angka 6.000 kasus. Dari jumlah
tersebut, kasus kekerasan tertinggi melibatkan pengasuhan anak (3.160) dan sedikit di
bawahnya terkait pendidikan anak (1.764). Kekerasan terhadap anak perempuan, bahkan
mencapai angka 843 kasus (10%) pada tahun 2015 dari total kekerasan yang dilakukan
terhadap perempuan (Setyawan, tt). Angka-angka ini memaksa KPAI untuk menyatakan
bahwa Indonesia pada saat ini sudah masuk ke dalam situasi darurat kejahatan terhadap anak,
terutama anak perempuan.
3
Harapannya terletak di dua pilar pendidikan, yaitu orangtua dan lembaga pendidikan.
Keduanya digadang-gadang dapat menjadi penyelamat generasi: orangtua berperan dalam
lingkungan keluarga, sedangkan lembaga pendidikan berperan dalam pendidikan formal di
luar rumah. Kedua pihak ini melakukan tiga fungsi sekaligus, yaitu sebagai pengajar, pelaku,
sekaligus pengawas pelaksanaan pendidikan, yang dapat menjadi ujung tombak keselamatan
anak di masa depan.
Sayangnya, kedua pilar tersebut telah mengalami pergeseran fungsi dan penggerusan
nilai. Pihak keluarga dan pihak sekolah sama-sama sudah mengalami perubahan yang
signifikan sehingga mempengaruhi pola asuh dan pola didik terhadap anak. Peran orangtua
dalam hal pendidikan ana-anak semakin menurun. Kecendrungan orangtua, terutama
pasangan muda, untuk bekerja demi memenuhi tuntutan hidup yang semakin mendesak, lebih
tinggi disbanding masa-masa sebelumnya. Sewaktu pasangan itu bekerja, mau tidak mau
mereka harus merelakan buah hati mereka diurus orang lain, entah itu kakek, nenek, saudara,
atau bahkan pembantu. Dengan dalih bekerja, peran orangtua dalam mendidik anak-anak
mereka beralih kepada orang-orang yang tidak begitu “memperhatikan” pendidikan anak,
bahkan hampir tidak ada perhatian sama sekali.5
A. Persfektif Orangtua
1. Mendidik anak adalah bagian dari kewajiban mereka sebagai orangtua.,
2. Pendidikan anak adalah wujud cinta kepada Allah ﷻ,
3. Harapan terbaik bagi anak-anak,
4. Menjadi penyejuk hati apabila seorang anak menjadi anak yang berpendidikan,
5. Agar orangtua tak rugi.
Tidak mendidik anak dengan baik dapat merugikan orangtua. Betapa tidak, pahala
mendidik anak sangat besar. Apalagi anak perempuan. Di dalam salah satu haditsnya,
Rasulullah ﷺmenegaskan pahala seperti apa yang akan diraih orangtua
yang mampu membesarkan anak perempuannya dengan lapang:
“Barang siapa yang memiliki tiga anak perempuan lalu ia bersabar atas mereka, dan
memberi mereka makan, minum, serta memberi pakaian kepada mereka dari kecukupannya,
maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka pada hari kiamat.”
5
Yuswohadi dkk, Marketing to the Midle Class Moslem: Kenali Perubahannya, Pahami Perilakunya, Petakan
Strateginya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014).
4
(HR. Ahmad [24055]6 dan Ibnu Majah [3699], disahahihkan oleh Imam Al-Albani dalam
Ash-Shahihah [2941])
B. Persfektif Anak
1. Sumber daya umat
2. Hak untuk memperoleh pendidikan
Pada dasarnya Islam mengakui perbedaan dua jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan. Allah ﷻmenegaskan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan
dua jenis kelamin yang berbeda dan memiliki sejumlah perbedaan, yang berimplikasi
terhadap pola dan cara mendidiknya. Allah ﷻberfirman mengenai kelahiran
Maryam:
َ ْ ُ َ َ َّ َ ْ َ َ
) (أل عمران...س الذك َر كاألنثي ولي
“…dan laki-laki tidak sama dengan perempuan…”(QS. Ali Imran [3]: 36)
3. Peran sentralnya kelak dalam keluarga
Islam sangat menghargai peran seorang anak perempuan sebagai calon ibu dan
pendidik generasi, sehingga harus disiapkan secara fisik dan mental dengan sebaik-
baiknya. Apabila aset ini dapat tumbuh dengan baik di lingkungan yang juga baik,,
maka kelak dia akan dapat berperan lebih dalam keluarganya.
4. Mereka adalah calon pendidik (Ibu)
5. Calon istri.
Orangtua Muslim harus memiliki setidaknya tujuh kriteria agar sukses dalam mendidik
putri-putri kecilnya, tiga di antaranya merupakan kriteria inti. Ketujuh kriteria tersebut antara
lain ikhlas, ilmu, kasih sayang, sabar, teladan, adil dan pemaaf. Tiga di antaranya menjadi
kriteria inti, yaitu ikhlas, ilmu dan kasih sayang. Ketiga kriteria ini merupakan dasar dari
empat kriteria yang lain. Meski demikian, semuanya merupakan satu kesatuan, bersifat
prinspil dan selalu dibutuhkan untuk pendidikan dalam fase tumbuh kembang anak. Ketujuh
kriteria tersebut terkait satu sama lain.
A. Ikhlas
6
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah, 2001), juz xl, hlm. 61, hadits: 24055.
5
Syaikh Dr.Muhammad Ratib An-Nablusi mengatakan, “Kalau saudara beriman
kepada Allah ﷻ, saudara pasti percaya bahwa mendidik anak merupakan amalan
yang paling besar pahalanya secara mutlak. Tapi jujur, kalau tidak beriman kepada
akhirat, anak akan terasa sebagai beban yang kalau bisa berada jauh dari saudara.
Sangat melelahkan. Ia perlu dijaga, diperhatikan, diajari, ditunjuki, perlu kesabaran
(dalam merawatnya), perlu nafas panjang, dan kesinambungan.7
Benar adanya bahwa jika kita sebagai orangtua tidak ikhlas mengasuh anak-anak,
kita akan merasa mereka hanya sebagai beban, yang mengganggu kesenangan kita,
mengurangi waktu istirahat kita, menambah beban ekonomi dan belanja, membuat
kita lelah, baik secara psikis maupun fisik.
B. Ilmu
Tidak seperti yang banyak orang fikirkan, mendidik anak juga membutuhkan
ilmu. Tidak serta-merta ketika seseorang sudah menikah dan memiliki anak, dia
sudah memiliki kompetensi untuk mendidik anak-anaknya. Setidaknya, setiap
orangtua harus mengetahui sejumlah aspek penting yang harus ditanamkan kepada
putrinya. Aspek-aspek tersebut antara lain: akidah, ibadah, akhlak, mental, serta
jasmani dan kesehatan.
Apalagi, mendidik anak juga harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan
fisik dan mental. Apabila tanpa ilmu, pendidikan anak bisa salah kaprah dan tidak
berhasil karena pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan tahapan
perkembangan anak. Apabila sebuah pengajaran terlalu dini diberikan, anak bisa
merasa terpaksa. Sebaliknya, apabila terlambat diberikan, anak akan susah untuk
dibentuk.
Ketika menyuruh anak shalat, Rasulullah ﷺjuga menyarankan
yang demikian. Diriwayatkan oleh Abdul Malik bin Ar-Rabi’ bin Sabrah, dari
ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah ﷺ, “Suruhlah seorang anak untuk
melakukan shalat kalau usianya sudah tujuh tahun. Apabila sudah mencapai usia
sepuluh tahun, pukullah untuk shalat.” (HR. Abu Dawud [494])
C. Kasih Sayang
7
Muhammad Ratib An-Nablusi, Ahammiyah Tarbiyatul Aulad (2008).
6
Kasih sayang adalah fitrah yang Allah ﷻtitipkan pada setiap orangtua.
Selama tidak melenceng dari fitrah, maka selama itu pula orangtua akan
menyayangi dan mengasihi anak-anaknya.
Sang ayah rela berpenat-penat memenuhi kebutuhan keluarga demi anaknya.
Sang ibunda juga rela begadang malam, bangun untuk menyusui anaknya, walaupun
matanya sedang terkantuk-kantuk. Lihatlah bagaimana seorang ibu di zaman
Rasulullah ﷺrela tidak mencicipi sebutir kurma demi kedua anaknya.
Kasih sayang ini juga berlaku dalam mendidik anak, bahkan pendidikan
merupakan bagian terpenting dari kasih sayang orangtua terhadap anak. Satu hal
yang harus disadari bahwa apapun nilai dan norma yang hendak ditanamkan pada
anak, kalau tidak dilandasi dengan kasih sayang, maka akan sulit tertanam dengan
baik. Sebaliknya, yang timbul justru penolakan dan pembangkangan.
D. Sabar
Kesabaran yang berlipat-lipat juga merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan
pendidikan anak. Tanpa kesabaran, mengasuh dan mendidik anak merupakan
pekerjaan yang teramat berat. Ibunda harus bangun di waktu malam karena putrinya
terbangun, walaupun ia sedang nyenyak-nyenyaknya tidur. Kalau tanpa kesabaran,
seorang ayah tak mungkin mampu pulang berhujan-hujan atau menghirup debu
jalanan hanya demi kehidupan yang layak untuk putrinya, baik di masa kini mau
pun di masa mendatang.
Sebagai bukti, dalam Al-qur’an disebutkan tentang perintah bersabar kala menyuruh
anak untuk mendirikan shalat. Allah ﷻbeerfirman :
ُ َ َ َ ُ ُ ْ َ ُ ْ َ ً ْ َ ُ َ ْ َ َّ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ اَل َ َو ْأ ُم ْر َا ْه َل
العا ِق َبة ِل َّت ْق َوى و, نحن نرزقك, نسألك ِرزقا,الة واصط ِبر عليها
ِ الصبِ ك
“Dan perintahkan kepada keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang
bertakwa.” (Qs. Thaha [20]: 132)
E. Teladan
Sebagian orangtua selalu menuntut putrinya untuk mendengarkan dan menuruti
kata-katanya, tetapi di saat yang sama lupa memberikan keteladanan kepada mereka.
7
Padahal, selaku orangtua, kita dituntut untuk memberikan pengajaran yang juga
disertai keteladanan.
Apa pun yang kita ajarkan kepada putri-putri kita akan menjadi sia-sia apabila
kita tidak memberikan keteladanan. Bagaimana mungkin mereka mau mendengarkan
kita yang menyuruhnya makan sambil duduk, jika kita justru makan sambil berdiri.
Begitulah, terkadang kita lupa. Kita selalu menuntut putri kita untuk mendengarkan
kata-kata kita, tetapi lupa memberikan keteladanan kepada mereka.
F. Adil
Adil adalah sebuah prinsip yang harus selalu di junjung tinggi orangtua dalam
setiap fase pendidikan terhadap anak. Ibunda atau ayahanda yang tidak adil dalam
memperlakukan putra putrinya, membeda-bedakan perlakuan kepada putra maupun
putrinya, sudah melanggar prinsip keadilan dalam mendidik anak.
Pentingnya prnsip adil ini tidak hanya berlaku dalam hal-hal besar, seperti
memberi anak uang, tanah, dan sebagainya. Namun, juga mencakup perlakuan-
perlakuan sederhana, seperti mendudukkan anak di pangkuan, mencium anak,
memeluk anak dan sebagainya.
Dalam sebuah riwayat dari Az-Zuhri dari Anas Rhadiyallahu ‘Anhu, bahwa
seorang laki-laki berada dekat dengan Nabi ﷺ, lalu datang anaknya
yang laki-laki. Ia mencium anak itu dan mendudukkannya di atas pangkuannya.
Kemudian datang pula anak perempuannya, lalu dia dudukkan di depannya (putra
dipangku, tetapi putrinya didudukkan di depannya). Rasulullah ﷺlalu
menegurnya, “Mengapa tidak engkau samakan (perlakuanmu___penerj) kepada
mereka?” (Hr. Al-Bazzar)8
G. Pemaaf
Prinsip lain yang tak kalah pentingnya adalah pemaaf. Dalam kondisi normal,
orangtua tak mungkin sampai hati untuk tidak memaafkan kesalahan-kesalahan
anaknya. Namun, adakalanya lantaran kondisi tertentu---merasa terlalu sakit hati,
misalnya-orangtua justru menyimpan kesalahan anaknya dalam hati dan tidak bisa
memaafkannya. Bisa jadi itu disebabkan kondisi emosi yang memuncak atau karena
anak dianggap sudah melampaui batas wajar seperti mencoreng dan membuat malu
keluarga.
Allah ﷻberfirman :
8
Lihat Kasyful Astar, jilid 2, hlm. 379, hadits: 1893.
8
الج ِاه ِل ْي َن ْ الع ْر ِف َو َا ْع
َ رض َعن َ ُخذ
ُ الع ْف َو َو
ُ أءم ْر ب
ِ
ِ ِ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Qs. Al-A’raf[7]: 199)
Hal terpenting dan yang harus dikenalkan pada anak sejak kecil adalah dekat dengan
Allah ﷻ. Dalam hal ini, orangtua harus mulai mengenalkan ketauhidan.
Ilmu ini sangat penting untuk diajarkan kepada anak semenjak dini. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah. Belia mengajarkan anak-anaknya untuk mengucapkan Lailaha
illaallah yang mana berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Allah itu Maha Esa.
Dijelaskan dari Ibn Abbas, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Bukalah
lidah anak-anak kalian pertama kali dengan kalimat “ Lailaha-illaallah”. Dan saat mereka
hendak meninggal dunia maka bacakanlah, “ Lailaha-illallah. Sesungguhnya barangsiapa
awal dan akhir pembicaraannya “ Lailah-illallah”, kemudian ia hidup selama seribu tahun,
maka dosa apa pun, tidak akan ditanyakan kepadanya.” (syu’abul Iman)9
9
dari diri orang tua sendiri terhadap thalab al-‘ilm. Jangan sampai orang tua enggan
meluangkan waktu untuk mengajak seluruh anggota keluarga menyimak kajian-kajian
agama.10
10
bagi seorang wanita dalam Islam merupakan penanda kedewasaannya. Ketika seorang
anak perempuan mengalami menstruasi pertama, maka ia sudah dinyatakan sebagai
wanita yang baligh.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘anhu dan Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺbersabda, “Apabila
seorang wanita telah memasuki usia 9 tahun, maka ia telah sempurna sebagai
wanita.” (Hr. At-Tirmidzi)12
Imam Al-Baihaqi secara ringkas menjelaskan hadits di atas bahwa yang
dimaksud oleh Rasulullah ﷺdengan usia 9 tahun adalah “mengalami
menstruasi”.13
Secara biologis, menstruasi menunjukkan bahwa system reproduksi baik FSH-
Estrogen maupun LH-Progesteron yang mulai bekerja di dalam tubuh. Biasanya,
menstruasi terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Darah haid
merupakan campuran dari peluruhan lapisan endometrium uteri, bekuan darah yang
telah mengalami proses hemolisis dan aglutinasi, cairan dan lendir serta beberapa
bakteri dan mikroorganisme yang senanstiasa hidup di beberapa daerah kemaluan
wanita (flora normal).14
Rata-rata, seorang anak perempuan akan mengalami masa haid pertama (dalam
istilah medis disebut menarche) pada usia 12 atau 13 tahun. Namun demikian,
menarche dapat dikatakan normal secara medis apabila terjadi dalam rentang waktu 9
tahun hingga 16 tahun. Sebagian anak perempuan, justru ada yang terlambat. Ketika
anak perempuan mengalami haid pertama dalam usia di bawah 9 tahun, maka itu
disebut sebagai menarche premature, begitu juga ketika menarche terjadi di atas usia
16 tahun disebut sebagai menarche yang terlambat.
C. Aspek-Aspek Pendidikan Fase Haid
Sasaran akhir prioritas yang ingin diwujudkan dalam pendidikan anak perempuan
adalah lahirnya Muslimah yang berkarakter dan berkepribadian Islam seluruhnya.
Paling tidak, ada 10 karakter utama dalam diri anak-baik laki-laki maupun
perempuan- yang harus ditanamkan sejak dini oleh orangtua atau pendidik, antara
lain:15
12
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Op.Cit., hadits: 1009. Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih.
13
Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), juz I, hlm. 467.
14
Hendrik, Problema Haid (Solo: Tiga Serangkai, 2006), hlm. 96.
15
Muhammad Sa’id Mursi, Fann Tarbiyatul Aulad fil Islam (Kairo: Dar At-Tauzi wa An-Nasyr Al-Islamiyyah,
1998), juz I, hlm. 271-357.
11
1. Memiliki akidah yang benar (Salimul Aqidah)
2. Mengetahui cara ibadah yang benar (Shahihul Ibadah)
3. Memiliki akhlak yang terpuji (Matinul Khulq)
4. Memiliki wawasan yang luas (Mutsaqaqul Fikr)
5. Memiliki tubuh yang sehat dan kuat (Qawiyyul Jism)
6. Bermanfaat bagi orang lain (Nafi’ li ghairihi)
7. Mampu memanfaatkan waktu (harish ala waqtihi)
8. Bersungguh-sungguh dan disiplin (mujahid li nafsihi)
9. Mampu, mandiri, dan berdikari (Qadir alal kasb)
10. Rapi dan teratur (munazhzham fi syu’unihi).
12
haid, khususnya bagi para wanita. Rasulullah ﷺbersabda, “Kalau
darah haid itu, warnanya hitam dan sudah dikenali (oleh wanita).” (H.r. An-
Nasa’I [215])16
Beritahukan kepada anak bahwa haid adalah sesuatu yang normal yang terjadi
pada setiap wanita. Saat haid, ada wanita yang merasakan sakit pada bagian
pinggul, ada juga yang tidak merasakan sakit. Ada yang keluar didahului dengan
lendir kuning kecokelatan, dan ada pula yang langsung keluar berupa darah
kental.17
Peristiwa haid biasanya akan didahului atau diiringi oleh perubahan-perubahan
krusial pada seorang anak perempuan, di antaranya:
1. Perubahan fisik dan fisiologis (fungsi organ)
Pada hari-hari sebelum mulainya menstruasi pertama, anak perempuan
mungkin merasa tegang atau emosional, merasa nyeri (kram) yang
berlangsung beberapa jam atau lebih di bagian perut, punggung dan kaki.
2. Perubahan psikis
Emoinya meningkat, tidak mood, mudah tersinggung, dan perasaan yang
kurang nyaman.
3. Perubahan sosial
Misalnya, seperti menarik diri dari lingkungan sosial.
Terkait perubahan-perubahan di atas, gejala-gejala yang mendahului terjadinya
haid biasa disebut sebagai Premenstrual Syndrome (PMS) atau sindrom pra-haid,
yaitu sekumpulan gejala normal tidak menyenangkan yang terjadi dan terkait
dengan siklus menstruasi wanita. Pada umumnya, gejala PMS yang terjadi ada
dua yaitu gejala fisik dan mental psikis.18
16
Ahmad bin Syu’aib An-Nasa’I, Sunan An-Nasa’I, Op.Cit., juz I, hlm. 159.
17
Himatu Mardiah Rosana, Doa dan Amalan Istimewa Ketika Datang Bulan (Jakarta: Lembar Langit
Indonesia, 2015), hlm. 8.
18
Nur Aisyah Al-Bantany, Pahala dan Dosa Wanita Ketika Datang Bulan (Jakarta: Lembar Langit Indonesia,
2014), hlm. 35-38.
13
Hanya saja dalam Islam, hasrat tampil cantic tersebut dibatasi oleh rambu-rambu
syari’at, agar kecantikan yang sejatinya merupakan anugerah itu tidak berubah
menjadi bencana yang menyengsarakan. Islam tidak bermaksud mengungkung kaum
wanita dengan mematikan naluri mereka untuk tampil menawan. Islam tidak
mengharamkan perhiasan. Sebaliknya perhiasan emas yang diharamkan bagi kaum
laki-laki justru dihalalkan bagi wanita; kain sutera yang diharamkan bagi laki-laki
juga dihalalkan bagi wanita. Ini membuktikan bahwa Islam menyadari kebutuhan
wanita untuk memiliki dan menggunakan perhiasan – bahkan Islam memandang
wanita sebagai perhiasan (zinah).
Akan tetapi, islam mengatur segala sesuatu pada tempatnya. Islam mengatur
kapan wanita seharusnya berhias, untuk siapa seharusnya dia berhias, dan lain
sebagainya. Karena itu, hijab dan perhiasan merupakan salah satu pembahasan paling
luas dalam fikih wanita. Banyak amalan dan larangan terkait kedua aspek ini.
1. Kewajiban berhijab
Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻdengan tegas memerintahkan setiap wanita yang
beriman untuk berhijab apabila keluar dari rumah, yaitu mengulurkan jilbab ke
seluruh tubuh mereka. Allah ﷻberfirman:
َ َ َ َ اَل َ ُ َ ُ ّ َ ُّ
االن ِب ُّي ق ْل اِل ْز َو ِاج َك َو َب َنا ِت َك َو ِن َس ِاء امل ْؤ ِم ِن ْي َن ُي ْد ِن ْي َن َعل ْي ِه َّن ِم ْن َج ِب ْي ِب ِه َّن ذ ِل َك ا ْدنى ا ْنيآيه
َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُّ ْ َ ْ َ َ اَل
Jان الل ُه غ ُف ْو ًرا َّر ِح ْي ًما يعرفن ف يؤذين و ك
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”(Q.s. Al-Ahzab [33]: 59)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah pakaian
penutup yang melebihi dari sekedar penutup kepala (Khimar).19 Artinya, berjilbab
bukan sekedar menutupi sebagian kepala dengan selendang sehingga rambut atau
bagian leher masih terlihat, melainkan juga menutup seluruh bagian tubuh mulai
dari atas kepala hingga kaki.
2. Bukan budaya Arab
19
Abdul Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Op.Cit., juz vi, hlm. 481.
14
Subhanallah, siapa yang berani mengatakan bahwa hijab yang menjadi perintah
Allah ﷻadalah kebiasaan orang Arab? Kalau memang budaya Arab, lantas
untuk apa Allah ﷻmemerintahkan hijab dalam kitab-Nya? Kalau memang
budaya Arab, apa gunanya Rasulullah ﷺharus mengajarkan hijab
kepada istri beliau dan para shahabiyah?
Tidakkah mereka pernah membaca bahwa wanita-wanita Arab di zaman
jahiliyah dahulu ketika melakukan ritual penyembahan berhala-berhala di dekat
Ka’bah di kota Mekkah, mereka berkeliling tanpa memakai pakaian sehelai
benang pun?
Tidakkah mereka membaca bahwa pasar Ukkazh di zaman Jahiliyah
merupakan tempat pertunjukkan (semacam konser kalau zaman sekarang) yang
laki-laki dan perempuannya berbaur mendengar pujangga-pujangga beradu
kepandaian merangkai syair layaknya selebriti yang dipuja-puja karena
kemerduan suara dan keindahan kata-kata mereka?
Ketika datang hari-hari besar dan perayaan mereka (di zaman Jahiliyah),
seperti ketika datang tamu para pembesar kabilah atau kedatangan penyair
terkenal (artis popular), maka keluarlah gadis-gadis dari rumahnya dengan wajah
dan kepala terbuka, seraya memainkan alat-alat musik dan menari menyambut
mereka, menyanyikan lagu-lagu pujian kepada mereka,20 persis seperti
pertunjukkantarian di negeri kita ketika menyambut kunjungan pejabat-pejabat
yang turun ke daerah! Masihkah berani mengatakan hujab itu kebiasaan orang
Arab?
3. Tabarruj
Tidak sekedar berjilbab, yang tak kalah penting diajarkan kepada anak adalah
tentang larangan tabarruj, yaitu berhias ketika keluar rumah. Allah ﷻ
berfirman:
َ ُ َ و اَل َت َب ُّر ْج َن َت َب ُّر َج...
َ
الج ِاه ِل َّي ِة األ ْولى
“…Dan janganlah kalian bertabarruj seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu….”(Q.s. Al-ahzab [33]: 33)
20
Abdullah bin Afifi Al-Bajuri, Al-Mar’ah Al-Arabiyyah fi Jahiliyyatiha wa Islamiha (Madinah Al-
Munawwarah: Maktabah Ats-Tsaqafah, 1932), hlm. 107.
15
Adapun yang dimaksud dengan tabarruj seperti orang Jahiliyah dalam ayat
di atas adalah keluar dari rumah dengan bergaya dan mempertontonkan perhiasan
dan kecantikan diri kepada laki-laki.21
Larangan Islam terhadap tabarruj sangat tegas, bahkan dalam sebuah hadits
diceritakan bahwa Rasulullah ﷺketika mengangkat bai’at wanita di
masa beliau, salah satu poin yang beliau tekankan adalah masalah tabarruj, dan
beliau mengategorikan tabarruj di antara dosa-dosa besar.
4. Berpakaian tapi telanjang
Rasulullah ﷺmemperingatkan agar jangan sampai kaum wanita
termasuk golongan orang yang berpakaian, tapi telanjang. Ingatlah, bahwa tujuan
utama berpakaian dalam Islam bukan untuk menyalurkan syahwat fashion dan
mode, melainkan untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri sebagai wanita.
Pakaian diciptakan oleh Allah ﷻsebagai penutup aurat dan penjaga
penampilan agar layak dipandang mata. Allah ﷻberfirman,
“Wahai anak Adam, sungguh telah kami turunkan bagi kalian pakaian untuk
menutupi aurat kalian dengan untuk memperindah penampilan. (Q.s. Al-A’raf
[7]: 26)
Aurat adalah kehormatan manusia! Aurat adalah tempat malu manusia! Inilah
yang membedakannya dengan hewan. Bila rasa malu terlihatnya aurat sudah
hilang, maka hilang sudah pembeda manusia dengan hewan. Syaikh WahbahnAz-
Zuhaili menyatakan bahwa pakaian adalah lambing peradaban serta kehormatan
manusia di depan orang lain, sedangkan ketelanjangan adalah ciri manusia
primitif dan terbelakang.22
21
Abu Muhammad bin Mas’ud Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi (Mekah: Dar Thaiba, 1997), juz vi, hlm. 349.
22
Wahbah bin Mushthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Wasith (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1442 H), juz I, hlm. 645.
16
Daftar Pustaka
Misran Jusan, Armansyah. 2016. Prophetic Parenting for Girl: Cara Nabi ﷺ
Mendidik Anak Perempuan. Jakarta: Pro-U Media.
As-Sirjani, Raghib. 2008. Inilah Rasulullah ﷺSang Penyayang. Solo: Aqwam.
https://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/19/06/26/ptpfa8318-mendidik-anak-cara-
rasul.
https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/tiru-cara-nabi-muhammad-saat-mendidik-
buah-hati-1807136.html.
http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-berkomunikasi-rasulullah-saw/.
http://www.sdi.id/blog/read/parenting-dan-anak/173/rasulullah-sangat-menyayangi-anak-
anak.html.
17