Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

SINDROM KOMPARTEMEN

KELOMPOK III

SEMESTER VII

REGULER A

INNA (21606021)

ARSIANA

FEBRIA ALSINA LOPES

HUSNA MEINDA

MARIA SAMPONU

NURWAHIDA

DOMINIKUS DARAGULI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAM


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
iniyang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Sindrom kompartemen“.
  Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Makassar, 20januari 2020

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Konsep medis Sindrom kompartemen...................................................6
2.2 Konsep keperawatan Sindrom kompartemen.......................................11
BAB 3 KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan .........................................................................................16
3.2 Saran.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.
Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang
dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang.
Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan
tungkai atas.
Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu
penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen
serta lamanya gejala yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma
kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan
luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat
melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket,
pemain sepak bola dan militer.
Di Amerika, ektremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindrom kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering
untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindrom
kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria dari pada wanita, tapi hal ini
memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen
memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindrom kompartemen, 69% berhubungan
dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958 melaporkan

2
bahwa 2 % iskemi. kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk melaporkan
bahwa sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita
sindrom kompartemen kronis. Sindrom kompartemen akut seringterjadi akibat
trauma, terutama di daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Pada tahun 1981,
Deleedan Stiehl menemukan bahwa 6 % pasien dengan fraktur tibia terbuka
berkembang menjadi sindrom kompartemen, sedangkan 1,2 % fraktur tibia tertutup.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan Sindroma kompartemen?
2 Bagaimana etiologi dari Sindroma kompartemen?
3 Bagaimana patofisiologi Sindroma kompartemen?
4 Bagaimana manifestasi klinis dari Sindroma kompartemen?
5 Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari Sindroma kompartemen?
6 Bagaimana penatalaksanaan dari Sindroma kompartemen?
7 Bagaimana komplikasi dari Sindroma kompartemen?
8 Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dari Sindroma kompartemen?
1.3 Tujuan
1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan Sindroma kompartemen
2 Mengetahui apa saja etiologinya Sindroma kompartemen
3 Menegtahui patofisiologinya Sindroma kompartemen
4 Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Sindroma kompartemen
5 Mengetahui pemeriksaan diagnostic Sindroma kompartemen
6 Mengetahui penatalaksanaan Sindroma kompartemen
7 Mengetahui komplikasi Sindroma kompartemen
8 Mengetahui konsep dasar suhan keperawatan dari Sindroma kompartemen

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP MEDIS
A. Definisi
Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang
bisa mengakibatkan kecacatan hingga mengancam jiwa
akibat terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah
ruangan terbatas  yakni kompartemen osteofasia yang
tertutup. Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah
dan kaki. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan tekanan oksigen jaringan.[ CITATION Tow02 \l
1033 ]
B. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh :
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan

2
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di
anggota gerak bawah.[ CITATION Noo16 \l 1033 ]
C. Klasifikasi
Berikut merupakan klasifikasi sindrom kompartemen berdasar penyebabnya :
a. Sindrom kompartemen Intrinsik : merupakan sindrom kompartemen yang
berasal   dari dalam tubuh,seperti : pendarahan,fraktur.
b. Sindrome kompartemen ekstrinsik : merupakan sindrome kompartemen yang
berasal dari luar tubuh : gift, penekanan lengan terlalu lama [ CITATION
Tow02 \l 1033 ].
D. Patofisiologi
Peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang
yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan
arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah
yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya  tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu,
aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran
oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini
terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel komponen tersebut[ CITATION Noo16 \l 1033 ]
E. Manifestasi klinis
a. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena,  ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang

1
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
b. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah
kompartemen.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi ) catatan bahwa
hilangnya pulasi jarang terjadi pada pasien, hal ini disebabkan tekanan pada
kompartemen syndrome jarang melebihi tekanan arteri.
d. Parestesia (rasa kesemutan) biasanya terjadi ketika diawali terjadinya
kompartemen sndrom karena penekanan pada saraf dan pembuluh darah di
dalam kompartemen.
e. Paralysis : Merupakan tan[ CITATION Her15 \l 1033 ]da lambat akibat
menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian
yang terkena kompartemen sindrom.[ CITATION Tuc98 \l 1033 ]
F. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1) Comprehensive netabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimia tubuh dan metabolism. Metabolism mengacu pada
semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energy.
2) Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : hemoglobin,
hematocrit, leukosit (white blood cell/ WBC), trombosit (platelet).
3) Prothrombin time (pt), activated partial thromboplastin time (apt) bila
pasien diberi heparin
4) Cardiac marker test (test penanda jantung)
5) Urinalisasi and urine drug screen
6) Arterial blood gas (ABG) : cara cepat untuk mengukur deficit ph, laktat

2
7) Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
b. Imaging
1) Rontgen pada ekstremitas yang terkena
2) USG, membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasikan deep vein thrombosis (DVT)
3) MRI[ CITATION Tuc98 \l 1033 ]
G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah
setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.Penanganan kompartemen secara umum meliputi:
a. Terapi Medikal/non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk
dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi, dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen.
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol
dapat mengurangi tekanan kompartemen Manitol mereduksi edema
seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan
mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
b. Terapi Bedah

1
Fasciotomi  dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah  menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya.
Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase
berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan
fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam.Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena
lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi
yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. [ CITATION
Tow02 \l 1033 ]
H. Komplikasi
a. Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera,
akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:
b. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
c. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawa.
d. Trauma vascular
e. Gagal ginjal akut
f. Sepsis
g. Acute respiratory distress syndrome (ARDS).[ CITATION Noo16 \l 1033 ]
I. Pencegahan
Sindrom kompartemen dapat dicegah dengan segera berkonsultasi dengan
dokter jika mengalami cedera, baik ringan ataupun berat. beberapa hal berikut
ini dapat dilakukan:

2
a. Bila menggunakan gips atau alat pembidaian setelah mengalami cedera,
posisikan bagian tubuh yang dibidai lebih tinggi daripada jantung.
Gunakanlah alas yang lembut sebagai penopang.
b. Mengompres luka dengan es untuk menekan pembengkakan.
c. Mengurangi intensitas olahraga dan berhenti saat tubuh sudah merasa lelah.
[ CITATION Noo16 \l 1033 ]

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas pasien (Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat)
2. Keluhan Utama
Pasien dengan sindrom kompartemen keluhan utamanya adalah nyeri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
 Provokes/Pilliates : penyebab nyeri pada pasien sindrom kompertemen
dapat berupa peregangan pasif pada otot-otot yang  terkena.
 Quality : Klien tampak meringis kesakitan akibat nyeri
 Radiates: nyeri hanya pada bagian ektremitas bawah
 Severity : skala pada pasien sindrom kompartemen 7-10
 Time : waktu saat terjadi nyeri pada saat klien mengalami nyeri hebat
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat fraktur ekstermitas, hipotermi,gigitan ular,luka
bakar, 
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: Komposmentis
TTV  :
TD : 140/90 mmHg
N : 40 x/m
R : 16 x/m

1
S : 37,5oC
Airway      : -
Bhreating  : -
Circulation : nadi tidak teraba
Disability   : Paralysis,parastesia
2. Head To Toe : oedema pada ektremitas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi[ CITATION Her15 \l 1033 ]
D. Perencanaan

Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
Nyeri akut  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan  pain control, secara komprehensif
dengan agen  comfort level termasuk lokasi,
cedera biologis Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi
(iskemia) keperawatan selama …. Pasien frekuensi, kualitas dan

tidak mengalami nyeri, dengan faktor presipitasi

kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal

1. Mampu mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan

(tahu penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi


menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui

nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien

mengurangi nyeri, mencari 4. Motivasi pasien untuk

bantuan) istirahat atau tidur yang

2. Melaporkan bahwa nyeri adekuat untuk membantu

berkurang dengan penurunan nyeri

menggunakan manajemen 5. Berikan anaIgetik untuk

2
nyeri mengurangi nyeri[ CITATION
3. Mampu mengenali nyeri Bul16 \l 1033 ]
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang
normal
6. Anoreksia tidak ada[ CITATION
Moo16 \l 1033 ][ CITATION
Bul16 \l 1033 ]
Ketidakefektifan NOC 1. Monitor TTV
perfusi jaringan  Circulation status 2. Monitor adanya paretese
perifer  Tissue Perfusion : cerebral 3. Posisikan pasien untuk
berhubungan Kriteria Hasil : mendapatkan perfusi yang
dengan hipertensi Mendemonstrasikan status optimal
sirkulasi yang ditandai dengan : 4. Kolaborasi pemberian
1. Tekanan systole dan diastole analgetik[ CITATION Bul16 \l
dalam rentang yang 1033 ]

diharapkan
2. Tidak ada ortostatik
hipertensi
3. Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
2. Tidak ada parasthesia
3. Wajah tidak pucat
4. Tanda-tanda vital dalam
keadaan normal[ CITATION

1
Moo16 \l 1033 ]
Ansietas NOC : 1. Gunakan pendekatan yang
berhubungan  Kontrol kecemasan menenangkan
dengan krisis  Koping 2. orong pasien untuk
situasi Setelah dilakukan asuhan selama mengungkapkan perasaan,
…klien kecemasan teratasi dgn ketakutan, persepsi
kriteria hasil: 3. Bantu pasien mengenal
1. Klien mampu situasi yang menimbulkan
mengidentifikasi dan kecemasan
mengungkapkan gejala cemas 4. Instruksikan pada pasien
2. Mengidentifikasi, untuk menggunakan tehnik
mengungkapkan dan relaksasi
menunjukkan tehnik untuk 5. Libatkan keluarga untuk
mengontol cemas mendampingi
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, klien[ CITATION Bul16 \l
bahasa tubuh dan tingkat 1033 ]

aktivitas menunjukkan
berkurangnya
kecemasan[ CITATION Moo16 \l
1033 ]

2
Peningkatan
tekanan darah

Waspada pada situasi

Ansieta
s

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut..
Gejala pada pasien dengan sindrom kompartemen yakni adanya nyeri yang hebat,
parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Paling sering disebabkan
oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Penyebab
umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan
lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar.
3.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi
kesehatan pada. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan
pengetahuan.
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang
menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun
materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar
makalah selanjutnya dapat lebih baik.

2
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing Interventions
Classification (NIC). Jakarta.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, L. M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Jakarta.

Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Townsend, C. M., Beauchamp, D. R., & Mattox, K. L. (2002). Buku Saku Ilmu Bedah
SABISTON. Jakarta: EGC.

Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., & Wells, M. F. (1998). Standar
Keperawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai