PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia normalnya memiliki organ sensori, yaitu organ pembau, pendengaran,
pengecapan, dan penglihatan. Organ - organ tersebut tidak jarang atau bahkan rawan sekali
mengalami gangguan, sehingga terjadi gangguan sensori persepsi pada penderitanya.
Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ penghidu. Jika
hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada beberapa sistem tubuh, seperti
pernapasan dan penciuman.
Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah massa lunak yang
bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin,
berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya
dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip
nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak
mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih
belum diketahui dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi
(13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa
dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki – laki dan perempuan 2:1 atau 3:1.
Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.
Prevalensi polip hidung pada seluruh populasi di dunia adalah sekitar 4% biasanya
dijumpai pada orang dewasa yang berumur diatas 20 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 2 : 1. Hampir 1/3 dari pasien polip hidung memiliki riwayat asma. Hampir 50%
penderita polip hidung memiliki riwayat keluarga yang sama. Pada pasien polip hidung yang
mengalami intoleransi dari NSAIDs akan meningkatkan risiko polip sekitar 36-60 % (Newton &
Sheh, 2008;).
1
Berdasarkan data insiden polip nasi di Rumah Sakit TK II Pelamonia Makassar diperoleh
bahwa jumlah penderita polip hidung yang dirawat pada tahun 2013 (Januari - Desember)
sebanyak 1 kasus dan pada tahun 2014 (Januari – Juni) sebanyak 1 kasus.
B. Rumusan Masalah
Masalah pada penulisan ini adalah bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan dengan
gangguan system pernapasan polip nasi Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar.
C. Batasan Masalah
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis membatasi pembahasan pada “Asuhan
Keperawatan Klien Nn “S” dengan Polip nasi di Ruang Perawatan Bedah ( Mawar ) Lt. III A
Rumah Sakit TK II Pelamonia Makassar.
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi atau gambaran yang nyata tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan klien dengan polip nasi.
2. Tujuan Khusus
a) Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien Polip Nasi.
b) Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Polip Nasi.
c) Dapat menyusun rencana keperawatan pada klien Polip Nasi.
d) Dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan Polip Nasi.
e) Dapat melaksanakan evaluasi pelaksanaan keperawatan pada klien dengan Polip
Nasi.
2
E. Manfaat Penulisan
1. Penulis
a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi
Keperawatan Reformasi Makassar.
b. Menambah khasanah keilmuan bagi penulis tentang Asuhan Keperawatan polip nasi.
2. Untuk akademik
Sebagai bahan referensi untuk penerapan asuhan keperawatan dalam keperawatan
Medikal Bedah.
3. Untuk Rumah Sakit
Sebagai salah satu pedoman/ referensi yang dapat digunakan dalam penerapan asuhan
keperawatan Medikal Bedah.
F. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Dalam studi kepustakaan ini penulis memperoleh informasi dari beberapa
buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2. Studi Kasus
Penulis melakukan penerapan asuhan keperawatan pada kasus nyata. Tekhnik
pengumpulan data selama studi kasus meliputi wawancara, observasi, dan studi
documenter.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Hidung
a) Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
1) Pangkal hidung (bridge)
2) Dorsum nasi
3) Puncak hidung
4) Ala nasi
5) Kolumela
6) Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars
allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit.
Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks
sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior
disebut nares, yang dibatasi oleh :
a) Superior : os frontal, os nasal, os maksila
b) Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor
dan kartilago alaris minor.
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.
Perdarahan :
1) Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.
Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2) A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3) A. Angularis (cabang dari A. Fasialis).
4
Persarafan :
1) Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2) Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior).
b) Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan
dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas –
batas kavum nasi :
1) Posterior : berhubungan dengan nasofaring
2) Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan
sebagian os vomer
3) Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini
dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
4) Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan
subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago
ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
5) Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,
konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan
belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis
sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian
ini.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang
merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama
– sama arteri.
5
Persarafan :
1) Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2) Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum
masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N.
Sfenopalatinus.
c) Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian
besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini
dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah
nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri
dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan
pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang
berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel,
yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna
coklat kekuningan.
6
2. Fisiologi Hidung
a. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran
udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui
koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi
di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
b. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
1) Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
2) Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu
udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dan dilakukan oleh :
1) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
2) Silia
3) Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
4) Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
7
d. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
e. Resonansi suara
f. Proses bicara
g. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan
sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
3. Pengertian
Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan (Soepardi dkk,
2011) .
Polip hidung adalah mukosa hidung yang mengalami hipertrofi yang dapat terjadi
akibat edema kronik (Gruendemann, 2010) .
Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus hidung
(Brooker, 2010) .
8
4. Etiologi
a. Faktor Herediter
Seperti : Rhinitis alergika, Asma serta Sinusitis kronis
b. Faktor Non Herediter
Seperti karena: Peradangan mukosa hidung, edema, iritasi, reaksi hipersensitifitas
(Soepardi dkk, 2011).
5. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di
daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab
makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering
adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama
dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi
ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.
Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di
antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang
berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada
rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak
adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam
kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media
( Siswanto, 2012).
6. Manifestasi klinik
a. Bila disebabkan rhinitis alergi,ingus encer.
b. Suara berubah karena hidung tersumbat/bindeng.
c. Indra penciuman berkurang.
d. Nyeri kepala.
e. Hidung tersumbat dan rasa penuh dihidung
9
f. Pada posisi kronis, kadang-kadang agak melebar. (Mangunkusumo, 2011) .
7. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada polip adalah :
a. Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
b. Naso-endoskopi
Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang – kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rhinoskopi anterior, tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.
c. Radiologik
Radiologi dengan polip nasi. CT scan Radiologi dengan posisi Water’s dapat
menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal merupakan pemeriksaan
yang terbaik untuk mengevaluasi pasien koronal dari sinus paranasal sangat baik
untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya penyakit dan
kemungkinan adanya destruksi tulang . (zulkarnain,2012).
8. Komplikasi
Komplikasi polip menurut Iskandar 2011 :
a. Perubahan bentuk tulang.
b. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau hematoma
pada septum.
c. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan
kortikosteroid sistemik atau oral , missalnya prednisone 50 mg/hari atau
deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan.
2) Secara local dapat disuntikan ke dalam polip, misalnya triasinolon
asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
3) Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya
beklometason dipropinoat.
10
4) Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar
serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa
operasi etmoidektomi.
b. Keperawatan
1) Vocational Rehabilitation
Rehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca
operasi karena akan ada bekas luka dalam hidung sehingga harus diajari cara
membuang ingus yang tidak membuat pasien kesakitan.
2) Social Rehabilitation
Rehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan
tubuh sebagai bukti dengan partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan
interaksi positif dengan orang lain bertujuan untuk tidak menarik diri dari kontak
social. (Zulkarnain,2012)
11
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme :
-biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
3) Pola istirahat dan tidur
-selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
4) Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun.
5) Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan fisik
1) status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data subyektif :
a) Hidung terasa tersumbat, susah bernafas
b) Keluhan gangguan penciuman
c) Merasa banyak lender, keluar darah
d) Klien merasa lesu, tidak nafsu makan
e) Merasa pusing
Data Obyektif
a) Demam, drainage ada : Serous, Mukppurulen, Purulen
b) Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus
yang mengalami radang ? Pucat, edema keluar dari hidung atau mukosa sinus.
c) Kemerahan dan edema membran mukosa
12
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d penekanan polip pada jaringan sekitar.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan secret yang encer pada hidung.
i. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri b.d penekanan polip pada jaringan sekitar.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
1) Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau
hilang
2) Klien tidak menyeringai kesakitan
13
Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat nyeri klien 1) Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Mengetahui keadaan umum dan perkembangan
2) Observasi tanda-tanda vital dan keluhan kondisi klien. TTV dapat menunjukkan kualitas
klien nyeri dan respon nyeri oleh tubuh pasien
tersebut
3) Untuk mengetahui pengaruh nyeri yang timbul
pada pola kesehatan pasien
3) Kaji pola tidur , pola makan, serta pola
4) Klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi
aktivitas pasien sehingga dapat mempraktekannya bila
mengalami nyeri.
4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi
5) Menghilangkan / mengurangi keluhan nyeri
(misal: baca buku atau mendengarkan klien. Dengan sebab dan akibat nyeri
music) diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan
untuk mengurangi nyeri.
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi
6) Memberikan pengetahuan pada klien dan
konservatif: pemberian obat acetaminofen; keluarga.
aspirin, dekongestan hidung; pemberian
analgesic 7) Untuk memaksimalkan tindakan (mengurangi
6) Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien ketidak patuhan)
serta keluarganya.
7) Jelaskan pada keluarga dan pasien bahwa
dalam penatalaksanaan ini membutuhkan
kepatuhan penderita utk menghindari
penyebab / pencetus alergi
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan
dalam 3 x 24 jam.
14
Kriteria hasil :
1) Klien tidak merasa lemas.
2) Nafsu makan klien meningkat
3) Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu
4) Kadar albumin > 3.2, Hb > 11
Intervensi Rasional
1) Pastikan pola diet biasa pasien,
1) Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien.
yang disukai atau tidak disukai.
2) Pantau masukan dan pengeluaran
2) Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran
dan berat badan secara pariodik. asuapan makanan.
3) Kaji turgor kulit pasien. 3) Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang
kurang dari kebutuhan
4) Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan
4) Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan glukosa dalam darah
Hb, albumin, dan kadar glukosa
5) Mempertahankan berat badan yang ada agar tidak
darah. semakin berkurang.
6) Meningkatkan nafsu makan pasien.
5) Pertahankan berat badan dengan
memotivasi pasien untuk makan 7) Merangsang nafsu makan pasien.
6) Menyediakan makanan yang dapat
meningkatkan selera makan pasien8) Meningkatkan rasa nyaman pasien untuk makan.
7) Berikan makanan kesukaan pasien
8) Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan
(misalkan, pindahkan barang 9)
- Meningkatkan asupan makanan pada pasien.
barang yang tidak enak dipandang).
9) Dorong makan sedikit demi sedikit
dan sering dengan makanan tinggi
10)Mengetahui adanya bising atau peristaltik usus yang
kalori dan tinggi karbohidrat mengindikasikan berfungsinya saluran cerna
10)Auskultasi bising usus,
11)Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien.
palpasi/observasi abdomen.
15
12)Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
11)Kolaborasi dengan tim analis medis pasien.
untuk mengukur kandungan
albumin, Hb, dan kadar glukosa
13)Memberi rangsangan pada pasien untuk menimbulkan
darah. kembali nafsu makannya
12)Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang TKTP
14)Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara
pada pasien memenuhinya yang sesuai dengan kebituhan.
13)Diskusikan dengan dokter mengeni
15)Agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan
kebutuhan stimulasi nafsu makan harga yang relatif terjangkau.
atau makanan pelengkap.
14)Berikan informasi yang tepat
16)Merangsan nafsu makan pasien
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
15)Ajarkan pada pasien dan keluarga
tentang makanan yang bergizi dan
tidak mahal.
16)Dukung keluarga untuk
membawakan makanan favorit
pasien di rumah
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung
Tujuan : Bersihkan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 – 15menit setelah
dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
1) RR normal (16 – 20 x/menit)
2) Suara napas vesikuler
3) Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan
4) Saturasi oksigen 100%
16
Intervensi Rasional
1) Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas,
1) Mengetahui keefektifan pola napas.
kedalaman inspirasi, dan gerakan dada.
2) Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior.
2) Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya
3) Pantau status oksigen pasien. ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
4) Berikan posisi fowler atau semifowler
3) Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan
tinggi. 4) Mencegah obstruksi/aspirasi, dan meningkatkan
5) Lakukan nebulizing. ekspansi paru.
6) Berikan O2 (oksigenasi). 5) Membantu pengenceran secret.
6) Mengkompensasi ketidakadekuatan O2 akibat
inspirasi yang kurang maksimal.
7) Berikan obat sesuai dengan indikasi
7) Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran
mukolitik, ekspetoran, bronkodilator. untuk membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk meningkatkan
kenyamanan.
8) Ajarkan batuk efektif pada pasien. 8) Membantu pasien untuk mengeluarkan sekret
yang menumpuk.
9) Ajarkan terapi napas dalam pada pasien9) Membantu melapangkan ekspansi paru
Gangguan
d. persepsi sensori : penciuman berhubungan dengan sekret yang encer pada hidung.
Tujuan : mengembalikan fungsi penciuman ke normal
Kriteria Hasil :
1) individu akan mendemonstrasikan penurunan gejala beban
sensori berlebih yang ditandai dengan penurunan persepsi
penciuman
17
Intervensi Rasional
1) Kaji perubahan penciuman yang terjadi. 1) Untuk mengidentifikasi perubahan
2) Orientasikan terhadap bau-bauan. penciuman yang terjadi.
3) Kurangi faktor-faktor penyebab. 2) Dengan bau-bauan hidung akan
merasakan rangsangan
3) Dengan bau-bauan hidung akan
merasakan rangsanganDengan bau-
bauan hidung akan merasakan
rangsangan
e. Gangguan rasa nyaman hidung tersumbat berhubungan dengan terpasangnya tampon.
Kriteria hasil :
1) Pasien akan mengatakan hidung tidak tersumbat lagi
2) Bernafas dengan bebas lewat hidung
Intervensi Rasional
1) Jelaskan sebab jalan nafas tidak efektif
1) Setelah pemberian penjelasan kepada
karena terpasang tampon. pasien, pasien dapat menerima tindakan
yang dilakukan.
2) Anjurkan nafas lewat mulut selama
2) Dngan adanya pemasangan tampon pada
dilakukan pemasangan tampon. hidung maka alternatifnya adalah pasien
dianjurkan bernafas lewat mulut
3) Berikan latihan – latihan nafas secara
3) Pasien lebih relaksasi.
perlahan.
4) Berikan tindakan kenyamanan. 4) Meningkatkan rasa nyaman pasien.
5) Kolaborasi dengan dokter. 5) Kolaborasi dengan dokter maka tujuan
akan tercapai secara optimal.
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan secret yang encer pada hidung.
Kriteria hasil :
1) Menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal realistis tanpa menyimpang
2) Menyatakan menunjukkan peningkatan konsep diri
18
3) Menunjukkan adaptasi yang baik, menguasai konsep diri
Intervensi Rasional
1) Bina hubungan saling percaya perawat dan
1) Meningkatkan kepercayaan pasien pada
pasien. perawat
2) Dorong untuk mengungkapkan
2) Beban yang dirasakan pasien akan lebih
perasaannya. ringan.
3) Jernihkan kesalahan konpsepsi individu
3) Pasien akan mengetahui konsep yang benar
tentang dirinya. tentang diri dan penyakitnya.
4) Lingkungan yang kondusif akan lebih
4) Ciptakan lingkungan yang kondusif. membantu meningkatkan konsep dirinya
karena penyuluhan yang diberikan oleh
perawat.
5) Agar pasien mengerti tentang penyakitnya
5) Lakukan penyuluhan kesehatan
Intervensi Rasional
19
1) Kaji tingkat kecemasan pasien. 1) Mengetahui tingkat kecemasan pasien
2) Tanyakan kepada pasien tentang
2) Mengetahui penyebab kecemasan pasien
kecemasannya. 3) Meningkatkan motivasi diri pasien.
3) Ajak pasien untuk berdiskusi masalah
penyakitnya dan memberikan
kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihan. 4) Tingkat kenyamanan pasien dapat
4) Berikan posisi yang nyaman pada mempengaruhi kecemasan pada pasien.
pasien 5) Hiburan akan mengalihkan fokus pasien
dari kecemasannya.
5) Berikan hiburan kepada pasien. 6) Memberikan bantuan farmakologik untuk
6) Berikan obat- obatan penenang jika menenangkan pasien.
pasien mengalami insomnia. 7) Memberi pengetahuan yang faktual pada
7) Sediakan informasi faktual pasien.
menyangkut diagnosis, perawatan,
dan prognosis. 8) Relaksasi membantu menurunkan
8) Ajarkan pasien tentang penggunaan kecemasan pada pasien.
teknik relaksasi. 9) Kejelasan mengenai prosedur dapan
9) Jelaskan semua prosedur, termasuk mengurangi kecemasan pasien
sensasi yang biasanya dirasakan
selama prosedur
Intervensi Rasional
20
1) Pantau adanya gejala infeksi. 1) Menjaga timbulnya infeksi
2) Kaji faktor yang dapat
2) Menjaga perilakudan keadaan yang
meningkatkan serangan infeksi. mendukung terjadinya infeksi.
3) Awasi suhu sesuai indikasi. 3) Reaksi demam indicator adanya infeksi
lanjut.
4) Pantau suhu lingkungan. 4) Suhu ruangn atau jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
5) Agar pasien merasa nyaman.
5) Menjaga lingkungan, ventilasi, dan
juga pencahayaan dirumah tetap
bersih
i. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip.
Tujuan : peningkatan sosialisasi
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan keterlibatan social
2) Menunjukkan penampilan peran
Intervensi Rasional
1) Kaji pola interaksi antara pasien
1) Mengetahui tingkat sosialisasi pasien
dengan orang lain. dengan orang lain.
2) Tetapkan jadwal interaksi. 2) Pasien dapat beristirahat dan
bersosialisasi dengan maksimal.
3) Identifikasi perubahan perilaku yang
3) Perawat dapat mengerti kondisi psikis
spesifik. pasien.
4) Libatkan pendukung sebaya dalam
4) Keberadaan pendukung sebaya akan
memberikan umpan balik pada menjadi teman untuk bersosialisasi.
pasien dalam interaksi social.
5) Kolaborasi dengan psikolog untuk
5) Motivasi diperlukan dalam mengubah
memberikan motivasi diri pada persepsi pasien menjadi lebih baik.
pasien. 6) Pasien dapat meningkatkan sosialisasi
21
6) Berikan informasi tentang sumber- dengan dengan baik pada komunitas
sumber di komunitas yang akan masyarakat dan sekitarnya.
membantu pasien untuk melanjutkan
dengan meningkatkan interaksi
sosial setelah pemulangan
4. Implementasi
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah
3. Kaji adanya factor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat –
obatan dan suasana ramai.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi
5. Kaji tanda – tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat
untuk menilai keberhasilan dalam asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus
yang diarahkan pada pencapaian tujuan
Menurut Nursalam ada 4 yang terjadi pada tahap evaluasi yaitu :
1. Masalah teratasi
2. Masalah teratasi sebagian
3. Masalah tidak teratasi
4. Masalah teratasi sebagian.Penyimpangan KDM Post Operasi Polip Nasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
22
Pada bab ini penulis akan membahas pelaksanaan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan pada klien Nn. “S” dengan post op. Polip Nasi di lantai III A Ruang
perawatan Bedah Rumah Sakit TK. II Pelamonia Makassar.
Asuhan keperawatan dilaksanakan selama 2 hari yaitu dari tanggal 26 s.d 27 Juni
2014 dengan pendekatan proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Pasien
1) Nama : Nn “S”
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Umur : 27 tahun
4) Status : Belum Nikah
5) Agama : Islam
6) Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia
7) Pendidikan : S1
8) Pekerjaan : Guru
9) Alamat : Bantaeng
10)Tgl Masuk RS : 24 – 06 – 2014
11)Dx. Medis : post op. polip Nasi
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama : Ny “Sr”
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Umur : 33 Tahun
4) Status : Nikah
5) Agama : Islam
6) Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia
7) Pendidikan : SMA
8) Pekerjaan : IRT
9) Hub. Dengan Klien : Kakak
10)Alamat : Bantaeng
23
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama : nyeri hidung bekas luka operasi
2) Riwayat Keluhan Utama
Saat dikaji tanggal 26 – 06 – 2014 klien sudah dirawat 3
hari dan post op hari ke – 2. Klien mengatakan nyeri pada daerah
hidung bekas luka operasi, klien bernapas melalui mulut, klien
merasakan sakit pada kepala jika timbul nyeri. Nyeri yg dirasakan
seperti tertusuk – tusuk, nyeri dirasakan pada bagian hidung, dan
dirasakan juga pada bagian kepala jika nyeri timbul, skala nyeri
sedang (5), lamanya nyeri yang dirasakan 3 – 5 menit dan nyeri yg
dirasakan hilang timbul.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
- Klien belum pernah mengalami operasi sebelumnya
- Klien mempunya riwayat alergi terhadap makanan
- Tidak ada riwayat penyakit keluarga
c. Riwayat psikososial
1) Pola konsep diri
- Klien mengatakan bahwa dirinya lagi sakit
- Klien mengatakan tidak ada yang istemewa dalam dirinya
2) Kognitif
- Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya.
- Klien bertanya pada perawat mengenai penyakit yang dideritanya
3) Koping
- Klien berharap cepat sembuh
4) Interaksi social
- Orang yang dianggap terdekat adalah keluarganya
- Klien mudah berkomunikasi dengan perawat dan pasien lainnya
- Hubungan klien dengan keluarga harmonis.
d. Riwayat Spritual
24
1) Ketaatan beribadah
- Klien beragama islam.
- Klien rajin sholat 5 waktu sebelum sakit
- Keluarga klien selalu mengingatkan untuk minum obat.
2) Dukungan Keluarga
- Keluarga klien selalu mendoakan agar klien cepat sembuh.
3) Kebiasaan / Ritual
- Klien tidak memiliki ritual khusus.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda – tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 89x / i
Suhu : 36.9o C
Pernapasan : 23x / i
d. System Pendinderaan
1) Mata
- Inspeksi : Simetris, tidak tampak ada kelainan pada kedua
kelopak mata, refleks pupil normal, pupil isokor, penglihatan baik.
- Palpasi : Tidak terjadi nyeri tekan.
2) Hidung
- Inspeksi terdapat luka bekas operasi pada hidung, Nampak
terpasang verband hidung terpasang tampon, fungsi penciuman
terganggu.
- Palpasi : terdapat nyeri tekan
3) Telinga
- Inspeksi: Simetris, tidak Nampak cairan keluar dari telinga,
fungsi pendengaran baik tidak ada serumen.
- Palpasi: Tidak terjadi nyeri tekan.
25
e. System pernapasan
1) Hidung
- Inspeksi : terjadi perubahan pola napas akibat adany massa
yang membuntu jalan napas, Nampak klien bernapas melalui mulut.
- Palpasi : terdapat nyeri tekan.
2) Leher
- Inspeksi : Tidak ada bekas operasi, tidak tampak adanya
pembesaran kelenjar thyroid.
- Palpasi :Tidak ada nyeri tekan.
3) Dada
- Inspeksi: simetris, bentuk dada normal, tidak tampak adanya
kelainan pada dada
- Palpasi Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Bunyi sonor
- Auskultasi:Bunyi nafas vasikuler
f. System Kardiovaskuler
- Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, bibir tidak sianosis.
- Palpasi: Arteri karotis teraba kuat.
- Perkusi: Terdengar bunyi pekak pada jantung.
- Auskultasi: Terdengar bunyi jantung S1 dan S2, terdengar suara
ekres atau suara tambahan.
g. System pencernaan
1) Mulut
- Inspeksi: Tidak nampak stomatitis, bibir tampak kering, gigi
sudah tidak ada.
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
2) Abdomen
- Inspeksi: Simetris, tidak tampak adanya bekas operasi, tidak
adanya pembengkakan, pergerakan abdomen mengikuti gerak
nafas.
26
- Auskultasi: terdengar bunyi peristaltik usus 2 x dalam 15
menit (10-16 x / i)
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba
adanya massa atau benjolan.
- Perkusi : terdengar bunyi timpani pada area gaster.
h. System Muskuloskeletal
1) Kepala
- Inspeksi: Mesosephal, warna rambut hitam, rambut terdistribusi
keseluruhan kulit kepala, tidak ada ketombe.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
2) Ektermitas Atas dan bawah
- Fungsi Motorik
Tonus otot : N N
N N
Kekuatan : 5 5
5 5
i. System Persyarafan
1) Tingkat kesadaran : Composmentis, karena klien dapat membedakan
waktu, tempat dan orang
2) Fungsi nervus
- Nervus I (Olfactorius) : klien dapat membedakan bau
- Nervus II (Opticus) : klien dapat melihat dengan baik
- Nervus III (Okululomotorius) : pupil mengecil kena sinar
- Nervus IV (Trochlearis) : pergerakan kelopak mata bagus
- Nervus V (Trigeminus) : klien dapat mengunyah dengan baik
- Nervus VI (Abdusens) : pergerakan bola mata baik
- Nervus VII (fasialis) : dapat mengerakan otot wajah dan mampu tersenyum
- Nervus VIII (Auditorius)
Pendengaran : klien nampak mendengar dengan baik
Keseimbangan : tidak dikaji
27
- Nervus IX (Glassopharingeus) : klien dapat berbicara dan dapat membuka
mulut
- Nervus X (Vagus) : tidak ada kesulitan menelan
- Nervus XI (Accessoris) : klien dapat menggerakan badan
- Nervus XII (Hipoglossus) : klien mampu menggerakan lidah
j. System Endokrin
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Klien tidak deman
- Tidak ada pembesaran limfe dan nyeri tekan.
k. System Perkemihan
- Inspeksi :
Tidak nampak terpasang kateter
Tidak nampak adanya edema palpebra
- Palpasi : Tidak terjadi nyeri tekan
l. System integument
1) Rambut
- Inspeksi : sudah beruban, nampak berketombe
2) Kulit
- Inspeksi : Sawo matang, kulit elastis
3) Kuku
- Inspeksi : Kuku nampak panjang dan kotor.
- Palpasi : tidak dikaji
28
- Jenis makanan Nasi, lauk pauk, Bubur, Lauk pauk
- Frekuensi 3x sehari 3x sehari
- Porsi Dihabiskan dihabiskan
2. Minum
- Jenis minuman Air putih, teh Air putih
- Frekuensi 2000-2500 cc 2000-2500 cc
3. Eliminasi
BAK
- Frekuensi 3-5x sehari 3x seminggu
- Bau Amoniak Amoniak
- Tempat pembuanagan WC WC
BAB
- Frekuensi 1x sehari Belum pernah
- Konsistensi Lunak _
- Tempat pembuangan WC _
4. Istrahat dan tidur
- Tidur malam 21.00 - 05.00 wita 20.00-03.00 wita
- Tidur siang 14.00 - 15.00 wita 10.00-11.00 wita
5. Personal hygiene
- Mandi 2x sehari Belum pernah
- Menyikat gigi 2x sehari Belum pernah
- Kebersihan rambut 2x seminggu Belum pernah
Test Diagnostic
1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
GDS 92 Mg/dl 70 – 140
RBC 4.91 106/mm3 4.00 – 5.00
HGB 14.2 g/dl 12.0 – 16.0
29
HCT 37.4 % 36 – 48
MCV 76 Pm3 84 – 96
MCH 28.8 Pg 28 – 34
MCHC 37.9 H g/dl 32 – 36
RDW 13.5 % 11.5 – 14.5
PLT 267 103/mm3 170 – 400
MPV 7.6 Pm3 7.4 – 10.4
PCT 0.202 % 0.150 – 0.500
PDW 12.0 % 11.0 – 18.0
WBC 11.9 h 10 /mm3
3
5.0 – 10.0
30
Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengatakan nyeri pada hidung Klien Nampak lemah
Klien mengatakan lemah Nampak ada bekas luka operasi
Klien mengatakan selama sakit belum dihidung
pernah mandi mandi Nampak terpasang verband
Klien mengatakan hidungnya Klien Nampak meringis bila timbul
tersumbat nyeri
Klien mengatakan bernafas lewat Skala nyeri sedang
mulut Terpasang tampon pada hidung
Klien Nampak kotor
Nampak terpasang tampon
TTV : TD : 120/70 mmHg
N : 89x / i
S : 36.90 C
P : 23x / i
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Tindakan Operasi di hidung Gangguan
Klien mengatakan nyeri pada Rasa Nyaman
hidung Terputusnya kontinuitas Nyeri
DO : jaringan
Klien Nampak meringis bila
timbul nyeri Spinal Cordn
Skala nyeri sedang
TTV : Mid Brain
31
TD : 120/70 mmHg
N : 89x / i Thalamus
S : 36.90 C
P : 23x / i Cortex cerebri
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa nyaman nyeri
DS : Tindakan operasi di hidung Perubahan
Klien mengatakan pola napas
hidungnya tersumbat Terpasang tampon
Klien mengatakan bernafas
lewat mulut Hidung tersumbat
DO :
Nampak terpasang tampon Perubahan pola napas
DS : Kontraksi otot rangka menurun Personal
Klien mengatakan selama hygiene
sakit belum pernah mandi Kelemahan kurang
DO :
Klien Nampak kotor Ketidak mampuan melakukan
aktivitas sendiri
Aktivtas klien terbatas
Personal hygine kurang
Faktor resiko : Tindakan Opreasi Resiko infeksi
Nampak ada bekas luka
operasi dihidung Terputusnya kontuinitas
Nampak terpasang verband jaringan
TTV :
TD : 120/70 mmHg Media masuknya kuman
32
N : 89x / i
0
S : 36.9 C Resiko Infeksi
P : 23x / i
Diagnosa keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl teratasi
1 Nyeri berhubungan dengan 26–06–2014 Belum teratasi
terputusnya kontinuitas jaringan,
ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan nyeri pada hidung
DO :
Klien Nampak meringis bila timbul
nyeri
Skala nyeri sedang
TTV :
TD : 120/70 mmHg
N : 89x / i
S : 36.90 C
P : 23x / i
2 Perubahan pola napas berhubungan 26–06–2014 Belum teratasi
dengan terpasangnya tampon,
ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan hidungnya
tersumbat
Klien mengatakan bernafas lewat
mulut
DO :
Nampak terpasang tampon
3 Personal hygine kurang berhubungan 26-06-2014 Teratasi
dengan kelemahan, ditandai dengan : (27-06-2014)
33
DO :
Klien mengatakan selama sakit belum
pernah mandi mandi
DS :
klien Nampak kotor
4 Resiko infeksi berhubungan dengan 26-06-2014 Teratasi
tindakan operasi, ditandai dengan : (27-06-2014)
Faktor resiko
Nampak ada bekas luka operasi
dihidung
Nampak terpasang verband
TTV :
TD : 120/70 mmHg
N : 89x / i
S : 36.90 C
P : 23x / i
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri berhubungan nyeri berkurang1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengetahui tingkat
dengan terputusnya atau hilang klien nyeri klien dlm
kontinuitas jaringan, Kriteria hasil: menentukan tindakan
ditandai dengan : Klien selanjutnya.
DS : mengungkapkan
2. Observasi TTV dan 2. menunjukkan kualitas
Klien mengatakan kualitas nyeri keluhan klien. nyeri dan respon nyeri
nyeri pada hidung yg dirasakan
3. Pertahankan istrahat3. agar klien merasa
berkurang / dengan posisi semi nyaman
DO :
hilang fowler.
Klien Nampak
Klien tdk
4. Kolaborasi dengan 4. Menghilangkan/
meringis bila timbul
kesakitan tim medis untuk mengurangi keluhan
nyeri
34
Skala nyeri ( 7 ) Tdk ada terapi pemberian nyeri klien.
TTV : kegelisahan dan obat analgesic
TD : 120/70 mmHg ketegangan otot
N : 89x / i
S : 36.90 C
- P : 23x / i
2. Perubahan pola Pola napas klien1. Kaji perubahan pola1. Untuk mengidentifikasi
napas berhubungan akan kembali napas yang terjadi perubahan penciuman
dengan normal dan yang terjadi. yang terjadi.
terpasangnya bernapas 2. Orientasikan 2. Dengan bau-bauan
tampon, ditandai melalui hidung terhadap bau-bauan. hidung akan merasakan
dengan : dengan criteria rangsangan
DS : hasil : 3. Kurangi faktor- 3. Dengan bau-bauan
Klien mengatakan Pasien akan faktor penyebab. hidung akan merasakan
hidungnya mengatakan rangsanganDengan bau-
tersumbat hidung tidak bauan hidung akan
Klien mengatakan tersumbat lagi merasakan rangsangan
bernafas lewat mulut Bernafas dengan
DO : bebas lewat
Nampak terpasang hidung
tampon
3. Personal hygine Personal 1. Kaji personal 1. Mengetahui personal
kurang berhubungan hygiene teratasi hygiene. hygiene.
dengan kelemahan, dengan kriteria : 2. Menjaga kebersihan diri
ditandai dengan : Kuku klien 2. Bantu klien dalam dan memberikan rasa
DO : nampak pendek memenuhi nyaman.
Klien mengatakan dan bersih. kebutuhan personal3. Memandikan klien dapat
selama sakit belum Klien hygiene mencegah pertumbuhan
pernah mandi mengatakan sdh3. Anjurkan kepada kuman.
DS : mandi. keluarga untuk
klien Nampak kotor memandikan pasien4. Kebersihan kulit terjaga,
tiap hari tercipta rasa nyaman
35
4. Anjurkan keluarga dan perasaan segar.
klien untuk 5. Agar klien kelihatan
mengganti pakaian besih dan merasa
tiap hari. nyaman.
5. Anjurkan kepada
keluarga klien untuk
membantu klien
dalam menggosok
gigi setiap hari.
Implementasi
No. Dx Kep Hari/tanggal Pukul Implementasi
36
1 Kamis 14.151. Mengkaji tingkat nyeri klien
26-06-2014 Hasil : nyeri sedang
14.252. Mengobservasi TTV dan keluhan klien.
Hasil : TD : 120/70 mmHg
N : 89x / i
S : 36.90 C
P : 23x / i
14.353. Mempertahankan istrahat dengan posisi semi fowler.
Hasil : klien tidur posisi semi fowler
4. Mengkolaborasi dengan tim medis untukterapi
pemberian obat analgesic
14.45 Hasil : injeksi ketorolac 1 amp / 8 jam / IV
37
07.555. Menganjurkan kepada keluarga klien untuk membantu
klien dalam menggosok gigi setiap hari.
Hasil : klien baru selesai sikat gigi
4 09.151. Memantau adanya gejala infeksi.
Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
09.252. Mengganti balutan hidung setiap hari.
Hasil : verband diganti di poloklinik THT
3. Mengganti balutan dengan teknik aseptic
09.35 Hasil : klien sudah mengganti verband
4. mengawasi suhu sesuai indikasi
Hasil : suhu klien dalam batas normal 36,9o C
09.455. Menganjurkan pasien untuk menjaga luka.
Hasil : klien selalu memperhatikanlukanya agar tidak
terjadi infeksi
09.556. Mengkolaborasi pemberian antibiotik sesuai program
Hasil : injeksi cefotaxime 1 amp / 8 jam / IV
Evaluasi
No. Dx Kep Hari/tanggal Pukul Evaluasi
1 Jum’at 13.20 S : klien mengatakan masih nyeri
27-06-2014 O : Nampak klien meringis bila timbul nyeri
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Observasi TTV dan keluhan klien.
3. Pertahankan istrahat dengan posisi semi fowler.
4. Kolaborasi dengan tim medis untukterapi pemberian
obat analgesic
38
2 Jum’at 13.35 S : klien mengatakan masih nyeri
27-062014 O : Klien masih bernapas melalui mulut
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Mengkaji perubahan pola napas yang terjadi.
2. Orientasikan terhadap bau-bauan.
3. Kurangi faktor-faktor penyebab.
3 Jum’at 13.50 S : klien mengatakan sudah mandi
27-06-2014 O : Nampak klien merasa segar
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
1. Kaji personal hygiene.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene
3. Anjurkan kepada keluarga untuk memandikan pasien
tiap hari
4. Anjurkan keluarga klien untuk mengganti pakaian
tiap hari.
5. Anjurkan kepada keluarga klien untuk membantu
klien dalam menggosok gigi setiap hari.
4 Jum’at 14.00 S:-
27-06-2014 O : tidak ada tanda-tanda infeksi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
1. Pantau adanya gejala infeksi.
2. Ganti balutan hidung setiap hari.
3. Ganti balutan dengan teknik aseptic
4. Awasi suhu sesuai indikasi
5. Anjurkan pasien untuk menjaga luka.
6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai program
39