Anda di halaman 1dari 19

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KONVERGENSI PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING DI PROVINSI RIAU


(DI KABUPATEN LOKUS DAN DI LUAR LOKUS) TAHUN 2019

A. Pendahuluan
Salah satu target sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) bidang Kesehatan Tahun 2015-2019 adalah meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi
Masyarakat dengan menurunkan prevalensi stunting pada anak baduta (bawah 2 tahun)
menjadi 28% dan kekurangan gizi (underweight) pada anak balita menjadi 17%.
Stunting merupakan kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding
tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Kondisi stunting membawa dampak pada
perkembangan seseorang dimasa dewasanya. Kemampuan kognitif yang rendah, mudah
terinfeksi penyakit, menjadi kurang produktif dan tentunya akan melahirkan anak-anak yang
kondisinya juga sama, sehingga masalah stunting menjadi penghambat dari Pembangunan
manusia Indonesia yang cerdas dan produktif.
Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar merupakan 2 kabupaten dari 160
kabupaten/kota wilayah prioritas penanganan stunting tahun 2018 dan 2019 yang ditetapkan
Tim Nasional Penanggulangan dan Penurunan Kemiskinan (TNP2K). Penetapan wilayah prioritas
didasarkan pada data masalah gizi kronis (stunting) menurut Riskesdas 2013 dan tingkat
kemiskinan. Adapun data kemiskinan dan stunting menurut TNP2K di kabupaten Rokan Hulu
dan Kampar adalah sebagai berikut :

N
Kriteria Rokan Hulu Kampar
o
1 Jumlah Kecamatan/desa 21/249
2 Jumlah Penduduk 2016 610.380 jiwa 807.940 jiwa
3 Prevalensi Stunting 59% 31,99%
4 Jumlah Balita Stunting (data 2016) 42.142 jiwa 28.789 jiwa
5 Tingkat Kemiskinan 11,05% 8,38%
6 Jumlah penduduk miskin 67.420 jiwa 67.680 jiwa
7 10 Desa Lokus Menaming Bangun Sari
Suka Maju Tanjung Karang
Tambusai Timur Danau Lancang
Kepenuhan Hilir Pulau Jambu
Ulak Patian Pandau Jaya
Rambah Samo Aur Kuning
Marga Mulya Terusan
Teluk Aur Gajah Bertalut
Bangun Purba Barat Sungai Bungo
Kepayang Ranah Singkuang

Sebagai komitmen bersama, pemantauan dan evaluasi penanganan stunting di


Kabupaten Rokan Hulu yang sudah dimulai tahun 2018 oleh tingkat pusat, provinsi, kabupaten
sampai tingkat desa terus dilanjutkan pada tahun 2019. Sedangkan kegiatan upaya penanganan
di Kabupaten Kampar baru dimulai tahun 2019.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 dan 2018 di Provinsi Riau terdapat penurunan
prevalensi stunting pada balita, yaitu dari 36,8% menjadi 27,4%. Trend prevalensi stunting
menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau terjadi penurunan di 8 kabupaten/kota, yaitu
Kabupaten Rokan Hulu, Pelalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kuantan Singingi, Kepulauan
Meranti, Pekanbaru dan Dumai. Kabupaten yang meningkat atau tetap proporsi stuntingnya
berdasarkan Riskesdas tahun 2013 dan 2018 adalah Kabupaten Kampar, Bengkalis dan Siak.
Menurut WHO 2010, batasan yang dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat
menurut indikator status gizi adalah :
a. Prevalensi berat-kurang (BB/U) serius bila antara 20,0 - 29,0 persen, dan prevalensi
sangat tinggi bila ≥30 persen.
b. Prevalensi tinggi bila kependekan (TB/U) sebesar 30 – 39 persen, dan prevalensi
sangat tinggi bila ≥40 persen.
c. Prevalensi kekurusan (BB/TB) antara 10,0- 14,0 persen sebagai masalah serius, dan
dianggap kritis bila ≥15,0 persen.
Mengacu kepada ketetapan WHO diatas, maka dapat dianalisa lebih lanjut untuk
menentukan 6 kabupaten prioritas intervensi di Provinsi Riau, yaitu :
1. Kabupaten Rokan Hulu, adalah kabupaten yang masih dalam pemantauan terhadap upaya
penanganan stunting yang sudah dilakukan tahun 2018. Walaupun sudah terjadi penurunan
prevalensi stunting dari 58,9% mejadi 27,3%, akan dilakukan evaluasi terhadap upaya-upaya
yang sudah dilakukan dan dapat dijadikan pemodelan dalam penanganan stunting yang
telah melibatkan seluruh OPD terkait di wilayah tersebut.
2. Kabupaten Indragiri Hulu. Terjadi penurunan dari 40,5% menjadi 32,2%, namun angkanya
masih diatas 30%, dianggap prevalensi tinggi sebagai masalah kesehatan masyarakat.
3. Kabupaten Indragiri Hilir, terjadi penurunan dari 39,9% menjadi 32,2%, juga masih dianggap
sebagai prevalensi tinggi masalah kesehatan masyarakat.
4. Kabupaten Kampar, prevalensi selama 5 tahun dari 2013 sampai 2018 stagnan, 32%.
Merupakan wilayah prioritas penanganan dan intervensi nasional tahun 2019, serta
menunjukkan prevalensi tingga masalah kesehatan masyarakat.
5. Kabupaten Bengkalis terjadi peningkatan angka stunting dari 27,3% menjadi 38,1%
6. Kabupaten Rokan Hilir, terjadi peningkatan prevalensi stunting dari 26,9% menjadi 32,2%.
Prevalensi Stunting Menurut Kabupaten/Kota Berdasarkan Riskesdas 2013
dan Riskesdas 2018

58.9 Riskesdas 2013 Riskesdas 2018

44.4
40.5 39.9 38.7 38.1
37 34.7
32.2 32.2 34.1 32.1
32.1 32.3
29.9
27.3 25.5 27.3 26.9 24.4
24.6
21
16 17.3

Rhul Pllw Inhu Inhil KS Mrnt Pku Dmi Kmpr Rhil Bkls Siak

B. Tujuan
Kegiatan Sosialisasi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting bertujuan agar semua pihak
terkait tersosialisasi mengenai Stunting, penyebab, dampak dan upaya-upaya yang harus
dilakukan secara terkoordinasi.
1. Terdapat persamaan persepsi mengenai stunting, besaran masalah, penyebab dan
dampaknya terhadap SDM
2. Tersusunnya regulasi dan kebijakan dari masing-masing kabupaten dalam upaya
penanganan masalah stunting
3. Tersusunnya Rencana Aksi dari setiap OPD terkait, yang akan dilaksanakan secara
konvergensi dan terkoordinasi
4. Tersusunnya POA
5. Tersusunnya rencana monitoring dan evaluasi

C. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting ini adalah semua pihak yang
terlibat dari unsur Kesehatan dan lintas sektor.

D. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan pertemuan selama 1 hari yaitu pemaparan materi, diskusi, tanya jawab
dan penyusunan Rencana Aksi.
Materi yang disampaikan dan didiskusikan adalah :
1. Gambaran besaran dan sebaran masalah gizi stunting di wilayah tersebut, diperoleh dari
pendataan ePPGBM, by name by address.
2. Gambaran factor-faktor determinan terjadinya masalah gizi, diperoleh dari data
cakupan program kesehatan dan non kesehatan, hasil kunjungan rumah, pendataan
lainnya
3. Regulasi/kebijakan/komitmen bersama
4. SDM, sarana prasarana, sumber pembiayaan

E. Tahapan Pelaksanaan
1. Pertemuan di tingkat provinsi 2 kali
Peserta yang diundang :
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Sekretaris Dinas Kesehatan
 Kepala Bidang Kesmas dan semua Kepala Seksinya
 Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan semua kelapa seksinya
 Kepala Bidang SDK dan semua kelapa seksinya
 Kepala Bidang P2P dan semua kepala seksinya
 Bappeda
 Dinas Tanaman Pangan
 Dinas Perikanan
 Dinas Peternakan
 Dinas PUPR
 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
 Dinas Sosial
 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
 Dinas Penddikan
 Kanwil Kemenag

2. Pertemuan di tingkat kabupaten di 6 kabupaten yang sudah ditetapkan, sebanyak 2 kali


Peserta yang diundang :
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Sekretaris Dinas Kesehatan
 Kepala Bidang Kesmas dan semua Kepala Seksinya
 Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan semua kelapa seksinya
 Kepala Bidang SDK dan semua kelapa seksinya
 Kepala Bidang P2P dan semua kepala seksinya
 Bappeda
 PKK Kabupaten
 Dinas Tanaman Pangan
 Dinas Perikanan
 Dinas Peternakan
 Dinas PUPR
 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
 Dinas Sosial
 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
 Dinas Penddikan
 Kandep Kemenag
 PKK

3. Pertemuan di Desa Lokus Stunting yang ada di 6 kabupaten yang sudah ditetapkan, 2 kali
 Kepala Puskesmas
 Pelaksana Gizi Puskesmas
 Bidan Koordinator/ Pengelola KIA
 Bidan Desa
 Promkes
 Kesling
 Surveilans dan imunisasi
 Camat
 Kepala desa
 PKK Desa

F. Waktu dan Tempat


Waktu :
Jadwal Tentatif
No Kegiatan Maret September
Mgg 1 Mgg 2 Mgg 3 Mgg 4 Mgg 1 Mgg 2 Mgg 3 Mgg 4
1. Konvergensi tk Provinsi X X
2. Konvergensi tk Kabupaten X X
3. Konvergensi di Desa Lokus X X

Tempat :
- Tingkat Provinsi : Aula Dinas Kesehatan Provinsi
- Tingkat Kabupaten : Aula Dinas Kesehatan Kabupaten
- Tingkat Desa : Aula Puskesmas/Aula pertemuan di Kantor Kecamatan/Kantor
Desa

G. Biaya
Biaya yang dibayarkan berupa :
1. Konsumsi rapat di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan/desa
2. Bantuan transport peserta rapat di tingkat kabupaten sebanyak 20 orang.
Sumber biaya dari anggaran Dekonsentrasi Program Pembinaan Gizi Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2019.

H. Penutup
Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk dijadikan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting di 6 Kabupaten di Provinsi Riau.

Pekanbaru, Januari 2019


Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat

Drs. Dedi Parlaungan, Apt, MH


NIP. 19640228 1989111001
A. KEBIJAKAN
Dalam rangka percepatan Penanggulangan Masalah Gizi pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
gizi fokus pada 1000 hari pertama kelahiran.
Kementeriaan Kesehatan menyiapkan “Rencana Aksi” (Renaksi) Intervensi spesifik dan
Intervensi sensitif yang meliputi :
Renaksi Spesifik
1. Pemberian tablet tambah darah
2. Pemberian makanan tambahan pada ibu KEK dan Balita
3. Pemberian obat cacing dan tatalaksana kecacingan
4. Mengatasi kekurangan yodium
5. Melindungi Bumil dan Baduta dari malaria
6. Mendorong Inisiasi menyusui dini, asi ekslusif, asi lanjut
7. Pencegahan dan pengobatan diare dengan suplementasi zinc
8. Fortifikasi zat besi pada makanan
9. Imunisasi lengkap
10. Perencanaan dan Pelaksanaan Monev terpadu Lintas Program dan lintas sektoral
11. Penanganan Stunting Terintegrasi
12. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Renaksi Sensitif

1. Peningkatan akses air bersih dan sanitasi


2. Jaminan Persalinan ( jampersal)
3. Peningkatan pengetahuan tentang Pendidikan dan Pola asuh serta gizi seimbang
4. Pendidikan Kesehatan Sexual dan Reproduksi
5. Penugasan Tenaga Kesehatan secara team base dengan progran Nusantara Sehat
6. Penanganan Stunting Terintegrasi
7. Pemberantasan TBC
8. Pemberantasan HIV
9. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
10. Pelaksanaan Akreditasi di Rumah sakit dan Puskesmas

B. TUJUAN
Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
mempunyai Tujuan :
a. Umum
Memastikan kesiapan dan implementasi Rencana Aksi Intervensi Spesifik dan Sensitif di lokus
prioritas stunting di 10 Desa yaitu : Desa Menaming, Suka Maju, Tambusai Timur,Kepenuhan
Hilir, Ulak patian, Rambah Samo,Marga Mulya, Teluk Aur, Bangun Purba Barat, dan Kepayang.
b. Khusus
- Diperoleh data dan informasi kesiapan lokus dari 10 Desa tersebut, meliputi profil
desa,profil tenaga kesehatan di Puskesmas, Profil Logistik berupa ketersediaan maupun
kebutuhan dan Profil anggaran intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
- Memadukan pelaksanaan program,pemantauan dan evaluasi kegiatan di lokus stunting
10 Desa, antar pengelola program di pusat,provinsi,kabupaten dan Puskesmas

C. PERSIAPAN KEGIATAN
Pelaksanaan Monitoring dan evaluasi terpadu stunting di kabupaten Rokan Hulu ini melalui
beberapa tahapan kegiatan :
1. Koordinasi Pusat,Provinsi dan Kabupaten dilaksanakan sebagai persiapan untuk
memastikan kesiapan sasaran dalam pelaksanaan Monitoring dan evaluasi
2. Melakukan sosialisasi Tujuan Umum dan Khusus kepada stake holder terkait Monitoring dan
evaluasi terpadu stunting yang dilaksanakan.
3. Melakukan Rekap data dan kegiatan intervensi stunting di Kabupaten
4. Melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas dan dan desa lokus stunting, serta keluarga
dengan stunting.
5. Melakukan Identifikasi dan pencatatan kendala serta tantangan dalam pelaksanaan
intervensi stunting
6. Memverifikasi kondisi penderita stunting dan melakukan pendalaman terhadap penyebab
stunting.
Dalam Pelaksanaan Kegiatan Monev Terpadu stunting ini, desa lokus stunting yang
dikunjungi sebanyak 10 desa, yaitu : Desa Menaming, Suka Maju, Tambusai Timur,Kepenuhan
Hilir, Ulak patian, Rambah Samo,Marga Mulya, Teluk Aur, Bangun Purba Barat, dan Kepayang.

D. HASIL KEGIATAN
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan diperoleh data dan informasi kesiapan lokus dari 10 Desa
tersebut, meliputi profil desa,profil tenaga kesehatan di Puskesmas, Profil Logistik berupa
ketersediaan maupun kebutuhan dan Profil anggaran intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Berikut ini dipaparkan data dan informasi kesiapan lokus dari lokus dari 10 Desa tersebut :
1. Profil Desa

Tabel 1: PROFIL DESA LOKUS STUNTING DI KABUPATEN ROKAN HULU


TAHUN 2018
Prevalen Jumla Bumil
Indeks Jumlah Prevalensi Jumlah Prevalen Jumlah
JUMLAH Jumlah Penduduk Balita si h dengan
DESA Luas Wilayah Kesulitan Penderita Bumil Balita Kurus Jumlah Stunting Bumil si bumil Pemilik Jumlah PBI
PENDUDUK Miskin Desa kurus Stunting sasar HIV
Geografis Gizi Buruk (%) KEK KEK (%) Kartu JKN
(%) an yang
2.023 362 12 35 - 56 10 27 58 21 6 11 8
Menaming
4.233 535 13 21 - 91 3 15 82 16 8 9 9
Suka Maju

Tambusai Timur 2247 1081 15.000 42,21 1 52 8,3 44 114 29,5 2 4,8 4

Kepenuhan Hilir 1.539 145 19 46 3 45 6 12 70 37 2 4 2

Ulak Patian 1.826 347 20 49 - 95 6 14 83 37 2 4 3 31 210.679 92.132

2.554 350 20 27 1 67 6 20 72 37 3 4 5
Rambah Samo

Marga Mulya 2.456 304 38 39 - 84 6 23 70 37 2 4 4

2.268 456 11 29 - 53 6 12 48 37 4 4 5
Teluk Aur
Bangun Purba
2.054 225 36 - - 60 5 11 66 29,4 2 3 3
Barat
Kepayang 3.238 311 24 42 1 51 6 24 147 37 3 4 5
24.438 4.116 15.193 331 6 654 63 190 810 290 34 50 48 31 210.679 92.132

Dari tabel 1 diatas didapatkan gambaran jumlah stunting dari Riskesdas 2013, sebanyak 810
orang, yang terbanyak berada didesa Kepayang, dan desa yang paling sedikit jumlah stuntingnya
desa Teluk Aur.

Grafik : Prevalensi Stunting Balita di 10 Desa Lokus


Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2018

Stunting
35
30 29.5
30
25.9
25 24.1 23.2
20.4 19.6 19.4
20 17.9 17.5
15

10

Hasil penimbangan ulang balita di 10 desa Lokus, diperoleh data bahwa Desa Tambusai Timur
merupakan prevalensi tertinggi (30%) dan yang paling rendah adalah Desa Marga Mulya (17,5%).

TABEL 3 : PROFIL TENAGA KESEHATAN DI 10 DESA LOKUS STUNTING DI KABUPATEN ROKAN


HULU
TAHUN 2018
PUSKESMAS (SDM)
Puskesmas Puskesmas Ahli
Puskesmas DESA Nakes Nakes Ahli
PIS-PK Akreditasi Dr Drg Bidan Perawat Teknologi Tenaga Gizi
Masyarakat Lingkungan Kefarmasian
Lab. Medik
Menaming 3 1 36 12 2 1 1 1 2
RAMBAH Sudah (2017) Sudah
Suka Maju 3 1 36 12 2 1 1 1 2

Tambusai
Tambusai Sudah (2017) Sudah 1 1 48 27 5 1 1 2 1
Timur
Kepenuhan
Hilir
Kepenuhan - Sudah 2 1 24 11 1 1 1 1 2
Ulak Patian

Rambah
Samo
Rambah Samo Marga
I Mulya
- Sudah 2 0 25 9 3 0 1 0 1

Teluk Aur

Bangun
Bangun Purba
Purba Barat
- - 1 1 20 12 0 0 0 0 0

Kepenuhan
Hulu
Kepayang lokus 2018) - 0 1 13 12 3 0 1 0 2

3 4 12 6 202 95 16 4 6 5 10

Dari tabel diatas terlihat masih ada 2 (dua) Puskesmas yang belum Akreditasi, yaitu
Puskesmas bangun Purba dan Desa Kepayang. Desa Kepayang sudah menjadwalkan akreditasi
dibulan Agustus 2018. Puskesmas yang melaksanakan PIS-PK baru 2 Puskesmas yaitu Puskesmas
Rambah dan Puskesmas Tambusai, 4 (empat) Puskesmas lainnya belum. Untuk Ketenagaan,
Puskesmas Kepenuhan Hulu belum mempunyai tenaga dokter, tenaga Kesehatan Lingkungan,
tenaga Gizi. Ada 2 (dua) Puskesmas lagi yang tidak memiliki tenaga Gizi, yaitu Puskesmas
Rambah Samo I dan Bangun Purba.

TABEL 4 : PROFIL LOGISTIK PEMBERIAN SUPLEMEN GIZI DI 10 DESA LOKUS STUNTING DI


KABUPATEN ROKAN HULU
TAHUN 2018
Logistik Pemberian Suplemen Gizi

Jumlah Vit
Kebutuhan Jumlah Vit
Kebutuhan Jumlah Jumlah A Merah
Puskesmas Desa Buku Juknis TTD A biru (6-11
TTD ibu PMT balita PMT bumil (12 - 29
PMT Rematri bulan)
Hamil (tablet) kurus (kg) KEK (kg) bulan)(kap
(tablet) (kapsul)
sul)
(Tersedia awal (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia
Februari Thn sepanjang Thn sepanjang sepanjang sepanjang sepanjang sepanjang
2018) 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018)
Menaming 5.040 5.856 405 84 60 388
RAMBAH 1 Buku
Suka Maju 8.190 13.008 225 112 90 760
Tambusai Tambusai Timur 1 Buku 6.475 4.798 210 14 55 328
Kepenuhan Hilir 4.606 3.413 149 10 23 356
Kepenuhan 0
Ulak Patian 3.882 2.876 126 9 20 300
Rambah Samo 6.750 936 263 9 38 245
Rambah Samo I Marga Mulya 1 Buku 6.210 611 90 6 37 279

Teluk Aur 6.030 3.822 180 12 33 238

Bangun Purba Bangun Purba Barat 1 Buku 5.400 3.072 109 18 50 398
Kepenuhan Hulu Kepayang 1 Buku 8.168 6.052 264 18 41 632
6 60.752 44.443 2.021 292 447 3.924

Dari Tabel diatas terlihat bahwa kebutuhan logistik kesehatan dan suplemen gizi tersedia
berupa : Buku Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan, Tablet Tambah Darah Ibu,
Tablet tambah darah Remaja Putri, Pemberian makanan tambahan untuk Balita Kurus,
Pemberian makanan tambahan untuk Bumil KEK, Vitamin A Biru dan Vitamin A Merah.
Persedian ini mencukupi untuk diberikan pada sasaran sesuai kebutuhan.

TABEL 4 : PROFIL GIZI BURUK DAN IBU HAMIL


DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2018
% Gizi Buruk
Mendapat % Ibu Hamil yang % Ibu Hamil KEK
Perawatan Mendapat 90 TTD

Jumlah
o Puskesmas Desa Jumlah
Jumlah Bumil Ibu Bumil
Gizi Jumla
Gizi Mendap Hamil KEK
Buruk % h Ibu % %
Buruk at 90 KEK dapat
Ditem Hamil
Dirawat TTD ditemuk PMT
ukan
an

1 Rambah Menaming 0 0 100 95 67 70.5 5 4 80.0

2 Sukamaju 1 1 100 149 126 84.6 7 6 85.7

Rambah Samo
61 2 2
3 I Rambah Samo 0 0 100 92 66.3 100.0

4 Marga Mulya 1 1 100 102 70 68.6 3 2 66.7

5 Teluk Aur 0 0 100 96 72 75.0 4 3 75.0

6 Kepenuhan Kepenuhan Hilir 0 0 100 37 54 145.9 2 2 100.0

7 Ulak Patian 0 0 100 35 22 62.9 3 3 100.0

Kepenuhan
116 1 -
8 Hulu Kepayang 0 0 100 124 93.5 0.0

9 Tambusai Tambusai Timur 0 0 100 115 102 88.7 19 13 68.4

Bangun Purba
64 60 28 28
10 Bangun Purba Barat 0 0 100 93.8 100.0

2 2 100 909 750 82.5 74 63 85.1

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat kasus gizi buruk di Desa Suka Maju dan
Marga Mulya,
TABEL 5 : PROFIL LOGISTIK KEBUTUHAN VAKSIN DI 10 DESA LOKUS STUNTING DI KABUPATEN
ROKAN HULU
TAHUN 2018

Kebutuhan Vaksin ( Tersedia Sepanjang Thn 2018 )


Puskesmas Desa

Jenis Kondisi BCG Polio DPT-HB-Hib Campak/MR IPV Td Bumil

Menaming PQS WHO Berfungsi 12 30 45 10 12 12


RAMBAH
Suka Maju PQS WHO Berfungsi 29 78 117 26 30 30
Tambusai Tambusai Timur PQS WHO Berfungsi 12 25 25 25 9 12
Kepenuhan Hilir PQS WHO Berfungsi 15 43 43 15 12 20
Kepenuhan
Ulak Patian PQS WHO Berfungsi 17 55 55 17 15 25
Rambah Samo 22 44 44 44 17 20
Rambah Samo I Marga Mulya NON PQS Berfungsi 37 73 73 73 27 34
Teluk Aur 21 41 41 41 16 19
PQS WHO DAN
Bangun Purba Bangun Purba Barat Berfungsi 12 31 20 12 12 11
NON PQS
Kepenuhan Hulu Kepayang NON PQS Berfungsi 15 29 29 29 11 14
- - 192 450 493 293 161 197

Dari Tabel diatas terlihat, bahwa vaksin yang dibutuhkan tersedia untuk memenuhi
kebutuhan sasaran di 10 Lokus Stunting ini.

TABEL 6 : PROFIL LOGISTIK PENYAKIT MENULAR DI 10 DESA LOKUS STUNTING DI KABUPATEN


ROKAN HULU
Logistik
Logistik Diare Logistik Malaria Logistik Penyakit KecacinganPenyakit Logistik Penyakit TB
HIV Aids
Bumil
Jumlah Kebutuhan
dengan
Primaquin artesunate Kina Injeksi sasaran Kebutuhan Obat Kebutuhan Reagen TB (1
Oralit (SU) Zink (Tab) Injeksi (vial)
Kina tab
(ampul) minum obat Cacing
HIV yang
Obat TB kit untuk 40
Puskesmas Desa Mendapat
cacing pemeriksaan)
kan ARV

(Tersedia
(Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia (Tersedia bulan (Tersedia (Tersedia (Tersedia
bulan Jan
sepanjang sepanjang sepanjang sepanjang sepanjang sepanjang Jan dan Juli sepanjang sepanjang sepanjang Thn
dan Juli Thn
Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) Thn 2018) 2018)
2018)

Menaming 600 6000 254 508,0 8 paket 4 kit


RAMBAH
Suka Maju 1440 14400 470 940,0 9 paket 5 kit
Tambusai
Tambusai 110 110 583 1.282,0 4 paket 2 kit
Timur
Kepenuhan
325 339 388 768,6 2 paket 1 kit
Kepenuhan Hilir
Ulak Patian 274 285 286 911,9 3 paket 2 kit
Rambah Samo 489 509 200 16 60 40 619 1.238,0
31 Paket
5 paket 3 kit
Rambah Samo
I
Marga Mulya 471 491 553 1.106,0 4 paket 3 kit
Teluk Aur 492 512 748 1.496,0 5 paket 3 kit
Bangun Purba
Bangun Purba 821 821 525 1.050,0 3 paket 2 kit
Barat
Kepenuhan
Kepayang 577 601 735 1.617,1 5 paket 3 kit
Hulu
5.600 24.067 200 16 60 40 5.161 10.917 - - -

Dari tabel diatas terlihat kebutuhan akan obat-obatan untuk penyakit menular berdampak
pada status gizi seperti diare, malaria, Kecacingan,HIV dan TB tersedia dengan baik sepanjang
tahun.

E. ANALISA MASALAH
Setelah 3 (tiga) hari melaksanakan survey di 5 (lima) Puskesmas , maka dapat dipaparkan
disini hasil penelusuran terhadap sasaran di semua desa lokus stunting.
1. Puskesmas Rambah
Di Puskesmas Rambah terdapat 2 desa yang menjadi lokus, yaitu Desa Sukamaju dan Desa
Menaming. Berdasarkan hasil penimbangan ulang yang dilakukan petugas Puskesmas dan
Kabupaten, diperoleh data jumlah balita Stunting di Desa Suka Maju 101 orang dan Desa
Menaming 65 orang.
Desa Sukamaju terdiri dari 4 dusun dan 4 posyandu. Posyandu Dahlia yang dikunjungi,
mempunyai sasaran balita sekitar 200 anak, namun yang rutin datang memantau berat badan
hanya sekitar 50-70 balita (35%-40%). Jumlah kader 6 orang, dan belum pernah dilakukan
refreshing tentang penyelenggaraan posyandu, termasuk tentang penimbangan BB, pencatatan
pada register dan di KMS/buku KIA.

2. Puskesmas Kepenuhan Hulu

Puskesmas Kepenuhan Hulu Desa Kepayang, terdiri dari 3 dusun, jumlah posyandu 15 pos,
PAUD 5 (1 perdesa) 1 buah TK.Dusun I jumlah balita stunting 13 orang, Dusun II jumlah balita
stunting 1 orang, Dusun III jumlah balita stunting 44 anak, yang berada dalam kawasan
perusahaan.
Data logistic suplementasi gizi dari Puskesmas :
a. Jumlah vitamin A biru : 273 kapsul (sasaran bayi 6-11 bulan 273 anak)
b. Jumlah vitamin A merah : 2.153 kapsul (sasaran balita 12-59 bulan 2153 anak) cukup
untuk 1 kali pemberian di bulan Februari
c. Jumlah vitamin A merah : 1172 kapsul untuk 586 ibu nifas
d. Jumlah tablet Fe : untuk 615 orang ibu hamil adalah 55.350 tablet dan untuk 478
remaja putri tersedia 22.944 tablet.
e. Ketersediaan obat cukup untuk sasaran yang ada.

Untuk persediaan logistik di Puskesmas Kepenuhan Hulu, tidak tersedia obat cacing, dari
petugas laboratorium dikatakan belum pernah melakukan pemeriksaan faeces dan reagen tidak
tersedia, petugas juga mengatakan dokter tidak pernah menganjurkan untuk pemeriksaan
faeces. Dalam intervensi spesifik tercantum pemberantasan kecacingan dan penatalaksanaan
kecacingan, yang mana ini merupakan kondisi yang bisa menyebabkan stunting dan juga
memperburuk kondisi anak dengan stunting. Dari 53 Penderita stunting, 44 orang diantaranya
merupakan anak dari pekerja pabrik yang tidak menetap di Desa Kepayang tersebut.

Di Desa Tambusai Timur sama halnya dengan 2 desa lainnya.Kondisi ini perlu kajian lebih
lanjut dan intervensi yang lebih spesifik. Penderita stunting yang berpindah tempat akan sulit
dilakukan pemantauan terhadap keberhasilan program yang dilakukan. Untuk persediaan
logistik di Puskesmas Kepenuhan Hulu, tidak tersedia obat cacing, dari petugas laboratorium
dikatakan belum pernah melakukan pemeriksaan faeces dan reagen tidak tersedia, petugas juga
mengatakan dokter tidak pernah menganjurkan untuk pemeriksaan faeces. Dalam intervensi
spesifik tercantum pemberantasan kecacingan dan penatalaksanaan kecacingan, yang mana ini
merupakan kondisi yang bisa menyebabkan stunting dan juga memperburuk kondisi anak
dengan stunting.

3. Puskesmas Rambah Samo


Puskesmas Rambah Samo Desa Lokus Rambah Samo tidak memiliki tenaga kesehatan ahli
gizi. Sasaran yang dikunjungi tidak memiliki buku KIA. Hal ini perlu menjadi perhatian karena
dengan tidak dimilikinya tenaga ahli gizi, pelaksanaan intervensi yang berhubungan dengan
penatalaksanaan masalah gizi tidak akan optimal dan pemantauan yang dilakukan tidak
maksimal. Di Desa Rambah Samo, semua penderita stunting merupakan anak dari pekerja
pabrik, tidak leluasa bagi petugas puskesmas untuk melakukan intervensi.

4. Puskesmas Tambusai Timur


Di Desa Tambusai Timur sama halnya dengan 2 desa lainnya. Sasaran yang dikunjungi
memiliki rumah yang belum memadai, sarana MCK tidak punya, pembuangan limbah tidak ada,
air bersih juga belum memadai. Higiene perorangan juga masih belum memadai, anak-anak
bermain tidak memakai alas kaki dan kuku panjang hitam. Kesulitan mendapatkan air bersih dan
sarana MCK yang tidak memadai menyebabkan mudahnya sasaran terkena penyakit yang
berhubungan dengan hygiene yang kurang. Diare,TBC, Kecacingan,ISPA dan lainnya.

Dari ke 10 desa yang dikunjungi, didapatkan fakta sebagai berikut :


1. Mayoritas penderita stunting bukan penduduk asli, mereka adalah pekerja diperusahaan
sawit, yang sering berpindah tempat tinggal.
2. Jarang terpapar informasi tentang kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Kondisi Rumah / Tempat Tinggal dengan sarana yang minim, tidak memiliki sumber air
bersih dan MCK yang memadai.
4. Belum memiliki jaminan kesehatan (BPJS/KIS)
5. Kurang terpapar dengan petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan disebabkan kondisi
geografis yang jauh dari Fasilitas Kesehatan.
6. Pengetahuan rendah tentang pemenuhan kebutuhan gizi, tentang stunting dan masalah
kesehatan yang menjadi sebab dan akibat dari stunting.

F. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN


Dalam Penanggulangan stunting ini Dinas kesehatan Provinsi Riau sudah melaksanakan :

1. Memberi Instruksi kepada Kepala Puskesmas sebagai berikut :


- Menetapkan penanggung jawab dari masing-masing penderita stunting yang melibatkan
semua Staf Puskesmas mulai dari Kepala Puskesmas sampai Tenaga harian lepas/Honor.
Surat Penetapan dilaporkan ke Sub. Bagian Perencanaan.
- Semua penderita stunting dilakukan pemeriksaan kesehatan, sebagai upaya
mendapatkan penyebab sekunder stunting diluar masalah asupan gizi, bila ada penyakit
dilakukan pengobatan/penanggulangan.
- Penanggung jawab sasaran memantau pemberian PMT dan suplemen sampai benar-
benar dikonsumsi oleh sasaran,sesuai anjuran.
- Penanggung jawab memastikan sasaran ditimbang dan diukur BB dan TB setiap bulan
dan dipantau dengan KMS/buku KIA serta dicatat dalam kohort
- Memastikan semua sasaran mendapatkan haknya berupa kepesertaan BPJS atau KIS,
fasilitasi sasaran mendapatkan kepesertaannya
- Lakukan pendataan kebutuhan logistik dan pastikan tersedia
- Lakukan Pendataan sarana dan prasarana kesehatan yang harus dipenuhi sehingga bisa
dijadikan bahan untuk lintas sektoral
- Lakukan pendekatan dan advokasi penanggulangan stunting yang penderitanya
merupakan pekerja perusahaan dengan melibatkan Camat dan pemuka masyarakat
lainnya.

2. Peningkatan Kapasitas Petugas Gizi melalui Bimbingan Teknis dan mengusulkan


penambahan tenaga gizi.
3. Pemenuhan kebutuhan obat dan logistik yang berhubungan dengan perbaikan status gizi
4. Melakukan pendampingan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melakukan
monitoring - evaluasi penanggulangan stunting terpadu dengan mengoptimalkan
penggunaan Dana BOK ( Bantuan Operasional Kesehatan) untuk penanggulangan masalah
stunting.
5. Disamping Instruksi diatas upaya spesifik dan sensitif juga dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Riau melalui Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi yang meliputi :
- Penyediaan Biskuit dan makanan tambahan untuk ibu hamil KEK dan Balita Kurus
- Pelacakan masalah Gizi ibu hamil melalui Pemberian Makanan Tambahan
- Pertemuan evaluasi pencatatan pelaporan pemberian PMT
- Peningkatan cakupan pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil dan remaja putri
- Pemantauan status gizi
- Koordinasi, sosialisasi pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil dan remaja.
- Pelacakan dan penanggulangan kasus gizi buruk.
Disamping itu, kesinambungan Kegiatan di Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
dilanjutkan dengan membuat Rencana Aksi di Tahun 2018, seperti berikut ini :

- Pendistribusian biscuit makanan tambahan untuk ibu hamil KEK dan Balita
- Orientasi Pedoman Asuhan Gizi terstandar bagi Petugas Puskesmas dan e-PPGBM
- Pemantauan Gizi balita
- Pembahasan Kecamatan rawan Gizi
- Pembinaan ke Kabupaten/Kota
- Pencapaian ASI ekslusif dan Inisiasi menyususi dini
- Penguatan Intervensi Paket gizi( PMT, vitamin A, Tablet Tambah darah)
- Pelacakan dan penanggulangan masalah gizi buruk
- Pemantauan garam beryodium

G. REKOMENDASI
Dalam upaya penanggulangan stunting, bersama ini disampaikan rekomendasi sebagai
berikut :
1. Pemerintah daerah mulai dari kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan / Desa dan Rukun
warga memiliki kesamaan Persepsi dalam menanggulangi masalah stunting, melalui
penyebaran informasi yang merata tentang stunting terutama dampak terjadinya stunting
dalam pembangunan manusia Indonesia
2. Kesamaan Persepsi ini akan memudahkan Program Kerja yang dapat mendukung
Penanggulangan Masalah Stunting, karena stunting dalam skala besar disebabkan oleh
kemiskinan dan pola asuh yang salah.
3. Pemerintah kabupaten/Kota menetapkan kebijakan mengalokasikan minimal 10 % dari dana
desa untuk pembangunan Kesehatan.
4. Kerjasama lintas sektoral terkait Pertanian,peternakan, perikanan dan perkebunan
hendaknya dapat memberi kontribusi melalui program-program pemicuan sehingga
ketersedian pangan yang baik di daerah bisa optimal.
5. Pemberian informasi dapat dilakukan melalui Pendidikan, seperti mengintegrasikan
Kegiatan posyandu dengan Pendidikan anak usia dini ( PAUD ), mengintegrasikan Usaha
Kesehatan Sekolah dengan program pemberian tablet zat besi, kesehatan sexual dan
reproduksi, serta pemaparan pola hidup sehat seimbang sebagai bagian dari Program
Indonesia Sehat melalui pendekatan keluarga.
6. Pengaktifan menanam sayuran dan buah dipekarangan, dapat dilakukan secara mandiri
melalui peran serta aktif masyarakat dan sistem gotong royong.
7. Pengaktifan konsep kewilayahan dimana semua petugas puskesmas diberikan tanggung
jawab mengelola satu wilayah secara tim, sehingga semua masalah kesehatan dapat di
kumpulkan, dideteksi dini dan dilakukan intervensi sesegera mungkin. Dengan konsep ini
tidak hanya masalah stunting yang dapat dikelola, tapi masalah kesehatan lainnya dapat
dikelola dengan lebih komprehensif.

H. KESIMPULAN

Stunting merupakan masalah kekurangan gizi yang berlangsung kronis. Dari semenjak persiapan
kehamilan,konsepsi, kehamilan, menyusui dan nantinya dalam pengasuhan. Penanggulangan
masalah stunting bukan menjadi domain dari gizi kesehatan masyarakat saja, tapi menjadi
tanggung jawab semua program dan sektor. Kondisi ini akan berlangsung terus bila stakeholder
terkait lambat dan berat dalam memberikan dukungan. Keberlangsungan kehidupan berbangsa
dan bernegara menjadi taruhan dalam mengatasi masalah stunting yang ada di masyarakat.

Penanganan stunting tidak bisa hanya mengandalkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang sudah
ada seperti : Pemberian makanan tambahan, Pemberian suplemen makanan, dan Kunjungan ke
posyandu.

Penanganan stunting hendaknya dimulai dari kesiapan seorang ibu hamil dalam mencukupi
kebutuhan gizi sehingga dalam proses kehamilan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi yang
dikandungnya. Hendaknya penanganan stunting dimulai sejak seorang ibu berkeinginan hamil
dan dinyatakan positif hamil.

Upaya promosi kesehatan dan konsultasi yang melibatkan tenaga kesehatan ahli gizi,perawat,
bidan dan dokter perlu lebih ditingkatkan, dalam arti kata, pencegahan merupakan tindakan
utama.

Untuk kondisi stunting yang telah terdeteksi, yang bisa dilakukan selanjutnya adalah menjaga
kesehatan dalam kondisi optimal, bisa beraktifitas dengan baik dan produktif dimasa
dewasanya.

Dari semua hal diatas, penanggulangan masalah stunting merupakan tanggung jawab semua
pihak, Pemerintah Kabupaten/kota dan OPD terkait hendaknya bergerak bersama dalam
mengentaskan stunting dari Provinsi Riau.

I. REFERENSI
- Riskesdas 2013
- Evaluasi PSG 2017
- Panduan Monitoring dan Evaluasi Terpadu penanggulangan Stunting

Anda mungkin juga menyukai