Anda di halaman 1dari 8

44

FUNGSI GINJAL PENDERITA TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)


SETELAH PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
KATEGORI 1 (OAT KAT.1) DI PUSKESMAS KATOBU
KABUPATEN MUNA

Mustifa1, Sugireng2
Sugireng92@gmail.com
STIKES Mandala Waluya

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat diobati dengan Obat
Anti Tuberkulosis Kategori 1(OAT Kat.1) selama 6 bulan. Waktu pengobatan
yang cukup lama dapat menyebabkan akumulasi dari obat tersebut, yang dapat
mempengaruhi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar fungsi
ginjal (ureum dan kreatinin) penderita TB Paru setelah penggunaan Obat Anti
Tuberkulosis Kategori 1 (OAT Kat.1) di Puskesmas Katobu, Kabupaten
Muna. Jenis penelitian yang digunakan adalah Cohort Retrospektif dengan
jumlah sampel sebanyak 36 orang. Metode pemeriksaan
menggunakan Spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36
responden, yang memiliki kadar ureum normal adalah sebanyak 30 responden dan
kadar ureum yang abnormal sebanyak 6 responden. Kadar abnormal ini
disebabkan karena kurang mengkonsumsi air putih dan banyak mengkonsumsi
makanan dan minuman yang manis. Sementara kadar kreatinin dari 36 responden,
28 responden memiliki kadar kreatinin normal dan 8 responden memiliki kadar
kreatinin abnormal. Kadar abnormal ini disebabkan oleh obat-obatan dan
makanan yang banyak mengandung garam. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa kadar rata-rata ureum normal yaitu 30 mg/dl dan kadar rata-
rata ureum abnormal yaitu 55 mg/dl. Kadar rata-rata kreatinin dari 28 responden
yang normal yaitu 0,8 mg/dl dan kadar rata-rata kreatinin dari 8 responden yang
abnormal yaitu 1,8 mg/dl.

Kata kunci : TB Paru, OAT Kat.1, Ureum, Kreatinin

PENDAHULUAN penanggulangan TB telah dilaksanakan

Penyakit Tuberkulosis (TB) di banyak negara sejak tahun 1995.

merupakan masalah kesehatan Indonesia merupakan salah satu negara

masyarakat di dunia walaupun upaya dengan prevalensi kasus TB yang

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


45

tinggi di dunia (WHO, 2011). Paru maupun TB ekstra paru langsung


Indonesia merupakan negara pertama diberikan pengobatan OAT Kat. 1
diantara negara-negara dengan beban (Dinkes Kab. Muna, 2017).
Tuberkulosis (TB) yang tinggi di Tuberkulosis (TB) adalah suatu
wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan penyakit kronik menular yang
hasil survey prevalensi TB tahun disebabkan oleh bakteri
2013-2014 angka prevalensi TB di Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
Indonesia adalah 660/100.000 ini berbentuk batang dan bersifat tahan
penduduk. Hal ini menjadikan terhadap larutan asam sehingga dikenal
Indonesia sebagai peringkat kedua dengan nama Basil Tahan Asam
negara dengan beban TB yang tinggi di (BTA). Sebagian besar
dunia (Kemenkes RI, 2017). Mycobacterium tuberculosis
Di Kabupaten Muna, kasus menyerang parenkim paru dan
Tuberkulosis (TB) khususnya TB Paru menyebabkan TB Paru, juga dapat
dari tahun ke tahun semakin menyerang organ tubuh lainnya (TB
meningkat. Pada tahun 2015 penderita ekstra paru) seperti pleura, kelenjar
TB Paru yang mengkonsumsi Obat limfe, tulang dan organ ekstra paru
Anti Tuberkulosis Kategori 1 (OAT lainnya. Saat ini pengobatan
Kat.1) sebanyak 570 orang, pada tahun tuberkulosis diberikan dalam bentuk
2016 penderita TB Paru yang paket berupa Obat Anti Tuberkulosis
mengkonsumsi OAT Kat.1 meningkat KombinasiDosis Tetap (OATKDT) d
menjadi 594 orang dan tahun 2017 engan kandungan Rifampisin,
meningkat lagi menjadi 601 orang. Isoniazid, Etambutol dan
Untuk penemuan kasus di wilayah Pyranizamid. Keuntungan pemberian
kerja Puskesmas Katobu juga OAT-KDT adalah memudahkan
mengalami peningkatan kasus, pada pemberian obat dan menjamin
tahun 2016 penemuan kasus baru TB kelangsungan pengobatan sampai
sebanyak 448 orang dan pada tahun selesai, namun demikian, terdapat
2017 penemuan kasus baru TB beberapa risiko terjadinya efek
meningkat menjadi 450 orang. Dengan samping pada pasien seperti gangguan
penemuan kasus TB ini sehingga fungsi ginjal (Kemenkes RI, 2011).
penggunaan OAT pun semakin Ginjal rentan terhadap efek
meningkat karena semua pasien baru toksik, obat-obatan dan bahan kimia
yang terdeteksi penyakit TB baik TB karena ginjal menerima 25% dari curah

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


46

jantung, sehingga sering dan mudah tanpa memantau kadar ureum dan
kontak dengan zat kimia dalam jumlah kreatinin sebagai marker/penanda
besar dan merupakan jalur ekskresi fungsi ginjal. Mengingat begitu
obligatorik untuk kebanyakan obat, pentingnya memantau fungsi ginjal
serta mempunyai fungsi sebagai organ tersebut akibat efek samping OAT
utama untuk membuang produk sisa Kat.1 sehingga peneliti merasa perlu
metabolisme yang tidak diperlukan lagi melakukan pemeriksaan fungsi ginjal
oleh tubuh. Produk-produk tersebut untuk mengetahui kadar ureum dan
antara lain ureum dan kreatinin. Akibat kadar kreatinin setelah penggunaan
penggunaan obat yang lama, sehingga OAT Kat.1.
obat dapat menjadi zat toksik dalam Berdasarkan pengamatan pada
tubuh dan akan berpengaruh terhadap penderita TB Paru yang berobat di
organ tubuh lainnya misalnya organ Puskesmas Katobu, ada beberapa
hati dan ginjal, bahkan bisa berdampak penderita yang merasakan keluhan
pada penyakit gagal ginjal. Obat- yang menyerupai gangguan fungsi
obatan dieliminasi dari dalam tubuh ginjal seperti sakit pinggang, keluhan
baik dalam bentuk yang tidak diubah warna urine yang menjadi keruh, dan
oleh proses eksresi maupun diubah ada juga yang mengeluh sesak nafas
menjadi metabolit (Verdiansah, 2016). setelah mengkonsumsi Obat Anti
Pemeriksaan ureum dan kreatinin Tuberkulosis Kategori 1 (OAT Kat. 1)
dilakukan pada penderita TB Paru dan menurut diagnosa dokter,
setelah 6 bulan menjalani pengobatan penderita dicurigai mengalami
dengan OAT Kat.1. Waktu pengobatan gangguan fungsi ginjal, namun belum
yang cukup lama dapat menyebabkan pernah dilakukan penelitian untuk
akumulasi dari obat tersebut, sehingga mendeteksi keadaan fungsi ginjal
akan mempengaruhi ginjal. Pada penderita TB Paru di Puskesmas
pengobatan TB Paru di Puskesmas Katobu. Berdasarkan hal tersebut di
Katobu, pasien yang didiagnosa atas, maka peneliti ingin mengetahui
menderita TB Paru langsung diberikan keadaan fungsi ginjal penderita
OAT Kat.1 tanpa dilakukan Tuberkulosis (TB) Paru setelah
pemeriksaan fungsi ginjal terlebih penggunaan Obat Anti Tubekulosis
dahulu, bahkan selama pengobatan Kategori 1 (OAT Kat. 1) di wilayah
sampai akhir pengobatan, pasien hanya kerja Puskesmas Katobu, Kabupaten
dipantau melalui pemeriksaan sputum Muna yang berjumlah 36 orang.

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


47

METODE PENELITIAN Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabel 1. Distribusi responden penelitian


Jenis penelitian yang digunakan berdasarkan jenis kelamin
adalah Cohort Retrospektif yaitu jenis
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
penelitian yang datanya diambil dari (%)
1 Laki-laki 21 58,3
masa lalu dan akan diteliti efeknya.
2 Perempuan 15 41,7
Pengambilan sampel dilakukan di
Total 36 100 %
Puskesmas Katobu Sumber: Data Primer 2018
Kab. Muna dan pemeriksaan sampel Berdasarkan data pada Tabel
dilakukan di RSUD Kab. Muna yang 1, dapat dilihat bahwa dari total 36
berjumlah 36 responden. Penelitian ini responden penelitian, sebanyak 21
dilakukan untuk mengetahui kadar (58,3 %) responden memiliki jenis
ureum dan kreatinin pada penderita TB kelamin laki-laki sedangkan sebanyak
Paru yang mengkonsumsi Obat Anti 15 (41,7 %) responden berjenis
Tuberkulosis Kategori 1 (OAT Kat.1) kelamin perempuan. Dari data tersebut
di tahap Akhir Pengobatan (AP). menunjukkan bahwa penderita TB Paru
Pengambilan sampel dilakukan pada di wilayah kerja Puskesmas Katobu,
penderita TB Paru yang memulai Kabupaten Muna dominan terjadi pada
pengobatan dengan OAT Kat. 1 di laki-laki dibandingkan pada
bulan November 2017 yang lalu dan perempuan. Keadaan ini terjadi karena
melakukan pemeriksaan AP di bulan berbagai faktor pendukung seperti
Mei 2018. Pada tahap AP ini peneliti kebiasaan merokok dan kurangnya
melakukan flebotomi (pengambilan asupan gizi.
sampel darah vena) pada penderita TB Studi yang dilakukan oleh
yang telah memenuhi kriteria inklusi Sebayang (2017) mengatakan bahwa
kemudian darah disentrifus untuk merokok dapat menyebabkan
mendapatkan serum guna keperluan perubahan patofisiologis di hampir
pemeriksaan fungsi ginjal yang seluruh bagian saluran pernapasan
meliputi pemeriksaan kadar ureum dan bawah, termasuk organ paru. Substansi
pemeriksaan kadar kreatinin.Data yang yang terkandung dalam rokok dapat
diperoleh dianalisis secara deskriptif menyebabkan peradangan, perubahan
kemudian disajikan dalam bentuk tabel struktural dan fungsional epitel,
selanjutnya dijelaskan dalam bentuk penebalan pembuluh darah, dan
narasi.

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


48

kerusakan pada alveolus. Keadaan- tahun dengan jumlah frekuensi masing-


keadaan tersebut dapat mengakibatkan masing 7 responden atau sekitar 19,4 %
infeksi lebih mudah terjadi pada sedangkan yang terendah berada pada
saluran pernapasan, termasuk infeksi kelompok umur 65-71 tahun dengan
TB. Pada perokok dapat terjadi jumlah frekuensi 1 responden atau
peningkatan angka makrofag alveolar, sekitar 2,8 %. Keadaan frekuensi
yang mengindikasikan penurunan tertinggi ini dapat terjadi karena
imunitas spesifik yang akan berbagai faktor seperti daya tahan
menurunkan respon imun terhadap tubuh yang lemah akibat kurang asupan
infeksi Mycobacterium Tuberculosis, gizi sehingga mudah terpapar oleh
sehingga angka kejadian TB lebih berbagai jenis penyakit termasuk
dominan terjadi pada laki-laki. penyakit TB.
Studi yang dilakukan oleh Tabel 3. Distribusi hasil pemeriksaan
kadar ureum pada penderita TB
Oktavia, dkk (2016) mengatakan Paru setelah penggunaan OAT
bahwa seseorang lebih mudah Kat.1
Hasil Jumlah Perse
terinfeksi penyakit TB apabila terhirup No Pemeriksaan ntase
(%)
oleh bakteri Mycobacterium 1 Normal 30 83,3
tubercullosis disertai adanya dukungan 2 Abnormal 6 16,7
Total 36 100 %
faktor imunitas tubuh seseorang yang
Sumber: Data Primer 2018
rendah.
Berdasarkan data pada Tabel 3,
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan umur
dapat dilihat bahwa distribusi hasil
Umur Frekuens Persentas pemeriksaan kadar ureum dari 36
N Responde i e (%)
o n (tahun) responden, yang memiliki kadar ureum
1 23-29 7 19,4 normal adalah sebanyak 30 responden
2 30-36 3 8,3
3 37-43 6 16,7 atau sekitar 83,3 % sedangkan yang
4 44-50 6 16,7 memiliki kadar ureum abnormal adalah
5 51-57 7 19,4
6 58-64 6 16,7 sebanyak 6 responden atau sekitar 16,7
7 65-71 1 2,8
Total 36 100 %
%. Kenaikan kadar ureum ini dapat
Sumber: Data Primer 2018 terjadi karena berbagai faktor
Berdasarkan data pada Tabel 2, diantaranya adalah kurang asupan air
dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi putih dan banyak mengkonsumsi
umur responden tertinggi berada pada makanan dan minuman yang manis.
kelompok umur 23-29 tahun dan 51-57

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


49

Terkait dengan gaya hidup yang meningkatnya kadar ureum dalam


kurang mengkonsumsi air putih, darah.
menurut teori Cahyaningsih (2014) Kadar ureum yang normal
mengatakan bahwa memenuhi menunjukkan bahwa tidak semua OAT
kebutuhan akan asupan air putih dapat merusak fungsi ginjal apabila
sangatlah penting, dimana air putih dikonsumsi secara teratur sesuai dosis
dapat membuang racun dalam tubuh. dan petunjuk dari petugas kesehatan.
Kurang minum air putih dapat memicu Nursidika dkk (2017) menjelaskan
penumpukan racun limbah tubuh dalam bahwa obat anti tuberkulosis dapat
darah yang dapat mengganggu fungsi menyebabkan adanya gangguan fungsi
ginjal dan bahkan dapat menyebabkan ginjal (gagal ginjal akut) yang akan
kerusakan parah pada ginjal. Air putih terjadi selama 2 bulan pengobatan anti
dapat membantu membuang racun dan tuberkulosis. Pada 2 bulan pertama pen
kotoran dari dalam tubuh sehingga gobatanrifampicin akan menyebabkan
tubuh terhidrasi dengan baik, hal ini adanya kerusakan pada tubulus ginjal.
membantu ginjal dalam menjalankan Kerusakan yang disebabkan oleh OAT
fungsinya. ini bersifat reversible yang akan
Seseorang yang banyak kembali normal pada 3-4 bulan
mengkonsumsi makanan dan minuman pengobatan. Pada tahap lanjutan obat
yang manis dapat beresiko mengalami TB diminum selama 4 bulan, ada
kenaikkan kadar gula darah yang penurunan dosis obat sehingga dapat
menyebabkan penyakit diabetes mengurangi resiko nefrotoksik (obat
melitus (DM). Kondisi gula darah yang yang bersifat meracuni atau
tinggi merupakan lingkungan yang baik mengganggu fungsi ginjal). Pengobatan
untuk bakteri berkembang termasuk OAT tidak diminum setiap hari tetapi
kuman TB laten yang bisa aktif, tiga kali dalam seminggu sehingga
sehingga seseorang yang dosisnya berkurang yang kemungkinan
mengkonsumsi OAT harus sebagian besar kadar ureum masih
dikombinasikan dengan pengobatan normal.
DM sesuai petunjuk dokter.
Mengkonsumsi obat DM bersamaan
dengan OAT dapat memperberat kerja
ginjal sehingga dapat menyebabkan

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


50

Tabel 4. Distribusi hasil pemeriksaan kreatinin dalam batas normal. Menurut


kadar kreatinin pada penderita
TB Paru setelah penggunaan Nursidika dkk (2017) kreatinin yang
OAT Kat.1 masih dalam batas normal dapat
No Hasil Jumlah Persentase
Pemeriksaan (%) disebabkan oleh penurunan dosis obat
1 Normal 28 77,8
yang dikonsumsi pada tahap lanjutan
2 Abnormal 8 22,2
Total 36 100 % sampai selesai, yakni hanya
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan data pada Tabel 4, mengandung dua jenis obat yaitu
dapat dilihat bahwa distribusi hasil Rifampicin 150 mg dan Isoniazid 150
pemeriksaan kadar kreatinin dari 36 mg dan dikonsumsi hanya tiga kali
responden yang memiliki kadar dalam seminggu. Berbeda dengan
kreatinin normal adalah sebanyak 28 tahap awal, pada tahap ini obat yang
responden atau sekitar 77,8 % diminum mengandung 4 jenis obat
sedangkan yang memiliki kadar yaitu Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75
kreatinin yang abnormal adalah mg, Pirazinamid 400 mg dan
sebanyak 8 responden atau sekitar 22,2 Etambutol 275 mg yang harus
%. Kenaikan yang terjadi dapat dikonsumsi setiap hari selama 2 bulan.
disebabkan oleh banyak faktor seperti Dengan pengurangan dosis ini, dapat
kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan pula mengurangi resiko nefrotoksik
yang dapat memperberat kerja ginjal. sehingga kadar kreatinin serum
Studi yang dilakukan oleh Callaghan dominan dalam batas normal.
(2008) mengatakan bahwa ginjal
DAFTAR PUSTAKA
rentan terhadap efek toksik, obat-
Cahyaningsih. 2014. Panduan Praktis
obatan dan bahan kimia karena ginjal Perawatan Gagal Ginjal. Mitra
menerima 25 % dari curah jantung, Cendekia Press. Yogyakarta.
Callaghan C.O. 2008. At a
sehingga sering dan mudah kontak Glance Sistem Ginjal Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta.
dengan zat kimia dalam jumlah besar,
Dinas Kesehatan kabupaten Muna. 2017.
dan ini menjadi jalur ekskresi untuk Data Penemuan Kasus dan
Pengobatan Tuberkulosis. Raha.
membuang produk sisa metabolisme Kementerian Kesehatan RI. 2011.
yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh, Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Direktorat Jenderal
dan produk tersebut antara lain adalah Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
kreatinin. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Materi
Dari total 36 responden, Dasar Kebijakan Program
Penanggulangan Tuberkulosis.
sebanyak 28 responden memiliki kadar Direktorat Jenderal Pencegahan

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019


51

dan Pengendalian Penyakit .


Jakarta.
Nursidika, P. Furqon, A. Hanifah, F. dan
Anggarini, D, R., 2017.
Gambaran Abnormal Organ Hati
Dan Ginjal Pasien Tuberkulosis
Yang Mendapatkan Pengobatan.
Jurnal Kesehatan Kartika 12 (1)
: 1-11.
Oktavia, S. Mutahar, R. dan
Destriatania, S., 2016. Faktor
Resiko Kejadian TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas
Kertapati. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Universitas
Sriwijaya. Palembang.
Sebayang, Y, H. 2017. Hubungan Antara
Merokok Dengan Kejadian TB
Paru di Medan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Verdiansah. 2016, Pemeriksaan Fungsi
Ginjal. Program Pendidikan
Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Bandung.

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.3 No.1, Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai