Anda di halaman 1dari 14

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

Volume 8, Nomor 1, Januari 2019


Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

HPENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma


xanthorrhiza) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN
MIKROKROPIS GINJAL MENCIT BALB/C JANTAN YANG
DIINDUKSI RIFAMPISIN

Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail2, R.B. BambangWitjahyo2


1
Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
2
Staf Pengajar Ilmu Histologi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. 02476928010

ABSTRAK
Latar Belakang: Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang memiliki efek
nefrotoksik seperti penyakit acute tubulointerstitial nephritis dan tubular necrosis,. Hal
tersebut karena terjadi stres oksidatif dan reaksi inflamasi pada ginjal. Temulawak
mengandung kurkumin dan xanthorrhizol yang bermanfaat sebagai nefroprotektor,
antioksidan, dan antiinflamasi. Temulawak berpotensi mencegah kerusakan ginjal yang
disebabkan oleh rifampisin. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal pada mencit
balb/c jantan yang diinduksi rifampisin. Metode: Penelitian ini menggunakan Post Test Only
Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit balb/c jantan yang memenuhi
kriteria inklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok kontrol negatif (K(-)) yang hanya diberi
pakan standar, kontrol positif (K(+)) diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari. Kelompok I
diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 2mg/20grBB/hari.
Kelompok II diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak
4mg/20grBB/hari. Kelompok III diberi per oral 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak
8mg/20grBB/hari. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pada hari ke 15, mencit diterminasi,
diambil organ ginjal, dan dilakukan pembuatan preparat histologi. Setiap preparat dibaca pada
5 lapangan pandang dan dinilai dengan menggunakan skor kerusakan ginjal oleh Poernomo
(1987). Hasil: Rerata kerusakan sel ginjal tertinggi pada kelompok kontrol positif. Uji
Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Mann Whitney
menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) antara K(+) dan K(-), serta K(+) dan I,II,III.
Simpulan: Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat
memperbaiki gambaran mikroskopis ginjal pada mencit balb/c jantan yang diinduksi
rifampisin.

Kata Kunci: ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sel ginjal, degenerasi hidropik,
perdarahan, peradangan, nekrosis sel, rifampisin

ABSTRACT
THE EFFECTS OF TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) EXTRACT IN
GRADUAL DOSAGE ON KIDNEY MICROSCOPIC APPEARANCE OF
RIFAMPICIN-INDUCED MALE BALB/C MICE
Background : Rifampicin is an anti tuberculosis drug that has nephrotoxic effects such as
acute tubulointerstitial nephritis and tubular necrosis. These occur because oxidative stress
and inflammation in the kidneys. Temulawak contains curcumin and xanthorrhizol which are
useful as nephroprotectors, antioxidants and anti-inflammatory. Temulawak has the potential

509 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

to prevent kidney damage caused by rifampicin. Objective : To know the effect of


Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) extract in gradual dosage on kidney microscopic
appearance of rifampicin-induced male balb/c mice. Method : This study used Posttest Only
ControlGroup Design. A sample of 25 male balb/c mice were adapted for 7 days. Negative
control group (C(-)) was only given standard diet, positive control (C(+)) was given orally
rifampicin 7mg/20grBW/day. Group I was orally given rifampicin 7mg/20grBW/day and
Temulawak extract 2mg/20grBW/day. Group II orally was given rifampicin
7mg/20grBW/day and Temulawak extract 4mg/20grBW/day. Group III was orally given
7mg/20grBW/day and Temulawak extract 8mg/20grBW/day. These were given for 14 days.
On the 15th day, mice were terminated, and were made kidney organs histological
preparations. Each preparation was read and assessed using a kidney damage score by
Poernomo(1987). Results : The highest mean of kidney cell damage was observed in C(+).
KruskalWallis test showed a significant difference (p=0.001). MannWhitney test showed a
significant difference (p<0.05) between C(+) and C(-), also between C(+) and I,II,III.
Conclusions : Temulawak extract in gradual dosage has repair effect to the kidney
microscopic appearance of rifampicin-induced male balb/c mice.

Key Word : extract temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kidney cell,rifampicin

PENDAHULUAN penduduk usia di atas 15 tahun adalah 257.


Tuberkulosis (TB) adalah suatu Walaupun jumlah tersebut hampir separuh
penyakit infeksi pada paru dan atau organ dari prevalensi TB pada tahun 1990 yang
lainnya yang disebabkan oleh bakteri mencapai angka 443 per 100.000
Mycobacterium tuberculosis.1 TB paru penduduk, prevalensi pada tahun 2013
merupakan salah satu masalah utama tersebut masih sangat tinggi.3
kesehatan masyarakat dunia dan WHO telah merekomendasikan
diperkirakan hampir sepertiga dari Strategi DOTS (Directly Observed
2
penduduk dunia menderita TB paru ini. Therapy of Short Course) sebagai strategi
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, dalam menanggulangi TB. Salah satu
diperkirakan sekitar 8.6 juta kasus TB strateginya adalah mengawasi pasien untuk
yang terjadi pada tahun 2012. Dari jumlah meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
tersebut 1.1 juta penderita TB meninggal secara teratur dan tidak boleh menunda
dunia.3 Prevalensi TB di Negara-negara meminum obat.5 Di Indonesia sendiri,
berkembang, termasuk Indonesia, masih program ini telah dicanangkan oleh
sangat tinggi.4 Berdasarkan survei di pemerintah sejak tahun 1999. Tetapi,
Indonesia pada tahun 2013, prevalensi TB walaupun program sudah dibentuk dan
paru dengan smear positif per 100.000 dilaksanakan, data dari periode 2007-2013

510 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

menunjukkan tidak adanya perubahan Efek nefrotoksik dari rifampisin


6
prevalensi dari TB paru, yaitu 0,4%. lebih banyak dibanding dengan OAT
Permasalahan mengenai TB sangat lainnya. Insidensinya beragam, mulai dari
penting, mengingat tidak ada perubahan 1,6% sampai 16% dari semua gangguan
prevalensi seperti data di atas. Salah satu ginjal akut (GGA).10 Toksisitas pada ginjal
hal yang memengaruhi yaitu putusnya secara histologis sering dihubungkan
terapi akibat efek samping yang dengan kejadian acute tubulointerstitial
ditimbulkan dari penggunaan OAT, nephritis (ATIN), tubular necrosis,
padahal hal tersebut dapat menyebabkan papillary necrosis, acute cotical necrosis,
resistensi kuman TB dan bertambah dan minimal change disease.11 Dari hal-hal
beratnya beban penyakit TB. Hal ini yang terjadi pada ginjal tersebut, acute
menimbulkan dilema, karena tubulointerstitial nephritis dan tubular
7
mempengaruhi keberhasilan terapi TB. necrosis merupakan kejadian yang paling
OAT adalah komponen penting sering terjadi. Hal ini terjadi karena
dalam pengobatan TB. Walaupun data di reintroduksi rifampisin akibat putus obat
atas menunjukkan tidak ada perubahan dan juga penggunaan dari rifampisin
prevalensi dri TB paru, tetapi pengobatan secara intermiten.9,11
TB ini merupakan salah satu cara yang Tren “Back to Nature” kembali
efisien untuk mencegah penyebaran kuman menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia,
TB lebih lanjut.8 sehingga masyarakat kembali
Rifampisin adalah obat yang menggunakan pengobatan tradisional.12
umumnya efektif digunakan untuk Berdasarkan hasil survei WHO, di Negara
mengatasi TB.9 Rifampisin merupakan berkembang sekitar 80% populasi yang
salah satu lini pertama dalam OAT, selain ada cenderung bergantung pada
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan pengobatan tradisional sebagai perawatan
Etambutol.8 Berdasarkan data prevalensi di kesehatan awal mereka.13 Tak terkecuali
atas, tingginya kasus TB di Indonesia dengan masyarakat Indonesia. Pada
menyebabkan penggunaan rifampisin dasarnya, masyarakat Negara Indonesia
sendiri juga sangat tinggi. Padahal sudah sejak dahulu mengenal dan
rifampisin memiliki banyak efek samping, menggunakan tanaman sebagai pengobatan
salah satunya adalah efek samping tradisional untuk mengatasi masalah
terhadap ginjal.9 kesehatan. Hal ini terjadi jauh sebelum

511 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

pengobatan yang ada sekarang menyentuh ginjal yang diinduksi rifampisin. Beberapa
12
lapisan dari masyarakat. Zat yang di antaranya adalah efek nefroprotektif
terkandung dalam tanaman sebagai thymoquinone dari jintan hitam (Nigella
pengobatan tradisional tidak berpengaruh sativa) dan juga kulit manggis (Garcina
terhadap fungsi normal organ tubuh, mangostana L). Sehingga, dari hal tersebut
namun memiliki efek yang baik untuk membuat penulis tertarik untuk
kesehatan dan berperan aktif dalam mengetahui efek nefroprotektif ginjal yang
13,14
perbaikan penyakit. diinduksi rifampisin, tetapi dengan
Tanaman-tanaman di Indonesia menggunakan tanaman lain yang banyak di
memiliki efek nefroprotektif yang poten, Indonesia yaitu temulawak.18,19
salah satunya adalah temulawak (Curcuma
xanthorrhiza).13 Temulawak adalah METODE PENELITIAN
15
tanaman asli Indonesia. Bagian dari Penelitian ini merupakan penelitian
temulawak yang berkhasiat sebagai obat True Experimental dengan dengan
adalah rimpangnya. Rimpang temulawak rancangan Post Test Only Control Group
mengandung banyak zat, contohnya seperti Design yang menggunakan hewan coba
pati, kurkumin, dan minyak atsiri.12 berupa mencit Balb/c jantan sebagai objek
Diketahui suatu zat bernama xanthorrhizol penelitian.dengan kriteria sebagai berikut:
merupakan suatu zat aktif yang diisolasi a. Kriteria inklusi :
dari minyak atsiri temulawak.15  Mencit strain Balb/c
Xanthorrhizol ini pada penelitian terbaru  Jantan
13
memiliki efek protektif pada ginjal.  Berat badan 20-25 gram
Xanthorrhizol juga merupakan komponen  Usia 2-3 bulan
dari minyak atsiri yang hanya ditemukan  Mencit dalam keadaan sehat
pada temulawak dan tidak dijumpai pada dan lincah
16
kurkuma yang lain. Sedangkan kurkumin b. Kriteria eksklusi :
merupakan zat aktif sebagai antioksidan  Mati pada saat penelitian
yang fungsinya adalah menangkal radikal berlangsung.
bebas dan mencegah terjadinya stres  Perilaku berubah (lemah dan
17
oksidatif. tidak aktif bergerak).
Penelitian-penelitian dilakukan
Seluruh sampel yang memenuhi
untuk menguji efek nefroprotektif pada kriteria inklusi, diadaptasi selama 7 hari,

512 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

dengan pemberian pakan dan air minum 28,8±4,698 gram, kelompok K(+)=
standar dan dirandomisasi menjadi 5 25,8±2,489 gram, kelompok I= 23,7±2,636
kelompok. Kelompok K(-) yang hanya gram, kelompok II= 24,3±1,643 gram, dan
diberi pakan dan minum standard, kelompok III= 23,6±2,382 gram. Pada uji
kelompok K(+) yang diberi pakan standard normalitas Saphiro-Wilk didapatkan
dan rifampisin 7mg/kgBB/hari, kelompok sebaran data pada kelompok tidak normal
perlakuan (I,II, dan III) yang diberi pakan dengan nilai kemaknaan p = 0,013 dan
standard, rifampisin 7mg/kgBB/hari, dan sebaran data pada skoring kerusakan sel
ekstrak temulawak dosis bertingkat ginjal tidak normal dengan nilai
2mg/kgBB/hari, 4mg/kgBB/hari, dan kemaknaan p = 0,000. Rerata kerusakan sel
8mg/kgBB/hari. Penelitian dilakukan ginjal kelompok K(-)= 1±0,00, kelompok
selama 14 hari. Pada akhir hari ke 15, K(+)= 4±0,00, kelompok I= 2±0,00,
hewan coba dimatikan dan diambil organ kelompok II= 2±0,00, dan kelompok III=
ginjalnya. Organ ginjal kemudian dibuat 1,4±0,547.
preparat histologi dan diamati dengan Tabel 1. Rerata, Standar Deviasi, dan Uji
mikroskop binokuler. Saphiro Wilk

Analisis data menggunakan uji Kelompok/Variabel Rerata±SD p


normalitas Saphiro-wilks. Apabila data Berat Badan
berdistribusi normal dilakukan uji One way 28,8±4,698
K(+) (n=5)
ANOVA dilanjutkan uji Post hoc untuk gram

menganalisis perbedaan antar kelompok 25,8±2,489


K(-) (n=5)
sedangkan bila data tidak berdistribusi gram
23,7±2,636
normal dilakukan uji Kruskall Wallis I (n=5)
gram
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney,
24,3±1,643
dengan nilai derajat kemaknaan adalah II (n=5)
gram
apabila p <0,05.
23,6±2,382
III (n=5)
gram
HASIL PENELITIAN Skor Kerusakan Sel Ginjal
Pengambilan data dilakukan pada K(+) (n=5) 1±0,00
bulan September 2018. Jumlah sampel K(-) (n=5) 4±0,00
yang di analisis 25 sampel. Berat badan I (n=5) 2±0,00

rata-rata tikus pada kelompok K(-)= II (n=5) 2±0,00

513 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

III (n=5) 1,4±0,547 kelompok dan skoring kerusakan sel ginjal.


Kelompok 0,013 Karena data berdistribusi tidak normal
Skoring Kerusakan maka dilakukan uji Saphiro Wilk. Hasil uji
0,000
Sel Ginjal
Saphiro Wilk menunjukkan terdapat
perbedaan bermakna dengan nilai P=0,000.
Hasil uji normalitas data yang ada
Uji dilanjutkan dengan uji beda
menggunakan uji Saphiro-Wilk diperoleh
Mann Whitney dengan hasil sebagai
data berdistribusi tidak normal pada
berikut:
Tabel 2. Uji Mann Whitney
Nilai p
Kelompok
K(-) K(+) I II III
K(-) - 0.003* 0.003* 0.003* 0.134
K(+) - - 0.003* 0.003* 0.005*
I - - - 1.000 0.049*
II - - - - 0.049*
III - - - - -
Keterangan: * = terdapat perbedaan signifikan
Perbedaan tampilan secara
histologi tiap nilai skor kerusakan sel
ginjal tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Gambaran Sel Ginjal Kelompok K(-) (HE, 400X). A = Tubulus Kontortus Proksimal, B =
Tubulus Kontortus Distal, C = Glomerulus

514 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

C
B

Gambar 2. Skor 1 pada Skoring Kerusakan Ginjal Kelompok K (-) (Degenerasi Hidropik =
Akumulasi Air dalam Vakuola Sel) (HE, 400X). A = Tubulus Kontortus Proksimal, B = Tubulus
Kontortus Distal, C = Adanya Degenerasi Hidropik di dalam Sel Tubulus Kontortus Proksimal.

B
C

Gambar 3. Skor 2 pada Skoring Kerusakan Ginjal Kelompok II (Adanya Perdarahan = Sebukan
Eritrosit) (HE,400X). A = Tubulus Kontortus Proksimal, B = Tubulus Kontortus Distal, C =
Perdarahan pada Sela-Sela Sel Tubulus.

515 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

A
C

Gambar 4. Skor 3 pada Skoring Kerusakan Ginjal Kelompok I (Adanya Peradangan = Sebukan Sel-
Sel Radang antar Sel) (HE,400X). A = Tubulus Kontortus Proksimal, B = Tubulus Kontortus Distal, C
= Adanya Peradangan.

C
A
D
D

Gambar 5. Skor 4 pada Skoring Kerusakan Ginjal Kelompok K (+) (Nekrosis Sel = Inti Sel Menyusut
dan Mengkerut, serta Berwarna Lebih Gelap) (HE,400X). A = Glomerulus dengan Adanya
Perdarahan, B = Tubulus Kontortus Proksimal, C = Tubulus Kontortus Distal, D = Adanya Nekrosis
Sel
PEMBAHASAN serta racun di dalam tubuh. Hal tersebut
Ginjal memiliki peran penting yang membuat ginjal, organ kedua setelah
sebagai pembuang zat-zat hasil metabolism hepar, yang menjadi sararan dari zat-zat

516 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

toksik.20 Ginjal mengandung komposisi asal. Nekrosis merupakan sel-sel yang


lemak ginjal yang terdiri dari banyak asam mengalami perubahan yang mengarah ke
lemak rantai panjang tak jenuh di kematian sel, yang disebabkan oleh adanya
dalamnya, sehingga ginjal menjadi rentan zat toksik yang masuk bersama dengan
terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh aliran darah menuju ke ginjal.22,23
zat toksik. Hal tesebut terjadi karena zat Uji beda dilakukan pada skoring
toksik, seperti antibiotik, dapat kerusakan sel ginjal. Hasilnya uji beda
menginduksi stres oksidatif pada ginjal. pada kelompok kontrol negatif (K(-)) yang
Stress oksidatif adalah keadaan di mana hanya diberi pakan standar dengan
Reactive Oxygen Spesies (ROS) bertambah kelompok kontrol positif (K(+)) yang
jumlahnya serta terjadi deplesi antioksidan diberi rifampisin menunjukkan adanya
di dalam tubuh, yang berakibat kerusakan perbedaan yang signifikan (p=0.003.
21
ginjal. Kelompok kontrol positif (K(+))
Perubahan gambaran mikroskopis mengalami kerusakan ginjal yang lebih
ginjal yang ditemukan berupa degenerasi berat daripada kelompok kontrol negatif
hidropik, perdarahan, peradangan, dan (K(-)) yang tidak diberi perlakuan apapun.
nekrosis sel. Degenerasi hidrofik Hasil tersebut menunjukkan bahwa
merupakan jejas sel yang bersifat 14 hari perlakuan hewan, pada kelompok
reversible karena terjadi peningkatan K(+) terjadi pembentukan Senyawa
akumulasi air dalam sitoplasma. Penyebab Oksidatif Reaktif atau Reactive Oxidative
degenerasi hidropik adalah anoksia, syok Species (ROS). Senyawa ROS yang
berat, defisiensi kalsium, dan pengaruh banyak dapat mengalahkan senyawa
osmotik. Tanda degenerasi hidropik berupa antioksidan yang ada di tubuh seperti
adanya kebengkakan sel, ruang-ruang glutation (GSH), sehingga GSH
24,25
kosong (vakuola) dan sel yang membesar. mengalami deplesi. Keadaan ini yang
Perdarahan adalah suatu keadaan yang disebut dengan keadaan stres oksidatif.
ditandai dengan adanya sebukan eritrosit di Selain itu, pada hewan yang diinduksi
antara dan di dalam glomerulus dan sel-sel rifampisin terjadi penurunan kadar
tubulus. Peradangan adalah suatu respon superoxide dismutase (SOD), glutathione
protektif yang ditujukan untuk peroxidase (GPX) dan depletes reduced
menghilangkan penyebab awal kerusakan glutathione (GSH) yang merupakan
sel yang diakibatkan oleh kerusakan antioksidan alami didalam tubuh.25

517 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

Reaksi inflamasi terjadi karena kelompok kontrol positif (K+) yang hanya
induksi rifampisin. Hal ini karena diberi rifampisin.
didapatkan tingginya kadar serum tumor Hal tersebut membuktikan
necrosis factor alpha (TNF-α). TNF-α kandungan xanthorhizol dan kurkumin
merupakan suatu mediator pro inflamasi temulawak yang dapat melindungi ginjal
penanda adanya reaksi inflamasi.25 Dari dari kerusakan. Xanthorhizol hanya
gambaran mikroskopis ginjal pada ditemukan pada temulawak yang
kelompok K(+) selain gambaran nekrosis merupakan zat yang protektif terhadap
sel, juga didapatkan gambaran peradangan ginjal. Xanthorrhizol memiliki efek
dan perdarahan. antiinflamasi, antioksidan, dan
Teori imunitas juga disebutkan nefroprotektif. Antiinflamasi yang
sebagai penyebab dari induksi rifampisin. ditunjukkan adalah xanthorrhizol menekan
Rifampisin dianggap antigen oleh tubuh aktivitas COX-1 dan iNOS dengan cara
sehingga tubuh akan menrespon dengan menghambat produksi Prostaglandin E2
membentuk antibodi. Antibodi ini akan (PGE2) dan Nitrit Oksida (NO).
berikatan dengan rifampisin dan Sedangkan, efek antioksidan yaitu
membentuk kompleks imun yang dapat menekan peroksidasi lipid yang diinduksi
mendestruksi sel-sel ginjal.9 oleh H202. Efek nefroprotektif ternyata
Hasil uji beda pada kelompok tidak hanya ditunjukkan oleh
kontrol positif (K+) yang diberi rifampisin xanthorrhizol, melainkan juga kurkumin.
dengan semua kelompok perlakuan Efek nefroprotektif yang dimaksud adalah
pemberian ekstrak temulawak, masing- menekan pembentukan NF-kB yang
masing menunjukkan perbedaan yang merupakan faktor transkripsi sejumlah
signifikan. Hasil penelitian ini gen penting dalam proses imunitas dan
menunjukkan adanya pengaruh pemberian inflamasi, salah satunya untuk
ekstrak temulawak dosis bertingkat membentuk TNF-α. 13,15,17,26,27
terhadap gambaran mikroskopis ginjal Hasil uji beda pada kelompok
mencit balb/c jantan yang diinduksi kontrol negatif (K-) dengan kelompok I,
rifampisin. Tingkat kerusakan lebih ringan kelompok II, dan kelompok III yang diberi
terdapat pada gambaran mikroskopis ginjal rifampisin dan ekstrak temulawak per oral
mencit balb/c yang diberi ekstrak dengan dosis bertingkat, menunjukkan
temulawak dibandingkan dengan hasil yang berbeda-beda. Uji kelompok K(-

518 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

) dengan kelompok I dan II menunjukkan banyak gambaran perdarahan juga terdapat


adanya perbedaan signifikan, yaitu gambaran peradangan.
p=0.003, sedangkan uji kelompok Hasil uji beda antar kelompok
kelompok K(-) dengan kelompok III perlakuan menunjukkan hasil yang
menunjukkan adanya perbedaan yang tidak berbeda-beda. Uji beda kelompok I dan
signifikan, yaitu p=0.134. Hasil ini kelompok II menunjukkan adanya
menunjukkan bahwa gambaran perbedaan yang tidak signifikan,
mikroskopis ginjal pada mencit balb/c sedangkan uji beda kelompok I atau II
yang diberi ekstrak temulawak dosis ketiga dengan kelopok III menjukkan adanya
yaitu 8 mg/ 20 grBB / hari berbeda tidak perbedaan yang signifikan. Hasil tersebut
bermakna dengan gambaran mikroskopis menunjukkan bahwa gambaran
ginjal pada mencit balb/c yang hanya mikroskopis ginjal pada kelompok III
diberi pakan standar. Sedangkan, berbeda dengan gambaran mikroskopis
gambaran mikroskopis ginjal mencit balb/c kelompok I dan kelompok II, sedangkan
yang diberi ekstrak temulawak dosis 2 mg/ kelompok I dan kelompok II memiliki
20 grBB / hari dan 4 mg/ 20 grBB / hari gambaran mikroskopis yang tidak berbeda.
menunjukkan gambaran yang berbeda
dengan ginjal pada mencit balb/c yang SIMPULAN DAN SARAN
hanya diberi pakan standar. Simpulan
Hasil di atas juga menunjukkan Pada penelitian ini dapat
bahwa pada kelompok I dan II sudah ada disimpukan bahwa ekstrak temulawak
efek nefroprotektif namun efek tersebut dosis bertigkat berpengaruh terhadap
belum sebaik bila dibandingkan dengan gambaran mikroskopis mencit balb/c
dosis permberian pada kelompok III. Hal jantang yang diinsuksi rifampisin.
ini ditunjukkan pada hasil skor kerusakan Saran
ginjal pada kelompok III didapatkan Perlu dilakukan penelitian lebih
gambaran degenerasi hidropik serta masih lanjut mengenai dosis ekstrak temulawak
terdapat perdarahan pada lapangan lebih besar dari 8 mg/ 20 grBB / hari. Perlu
tertentu, tetapi tidak sebanyak pada dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kelompok II yang semuanya terjadi efek nefroprotektor temulawak dengan
perdarahan. Lalu, kelompok I selain waktu perlakuan yang lebih lama
.

519 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

DAFTAR PUSTAKA (RISKESDAS) 2013. Laporan


1. World Health Organization. Global Nasional 2013. 2013. p. 1–384.
Tuberculosis Report 2017: Leave no Available from:
one behind - Unite to end TB. 2016. http://www.depkes.go.id/
Available from: 7. Sari ID, Yuniar Y, Syaripuddin M.
http://www.who.int/tb/publications/glo Studi Monitoring Efek Samping Obat
bal_report/gtbr2017 Antituberkulosis Fdc Kategori 1.
2. Hayati D, Musa E. Hubungan Kinerja Media Litbangkes. 2014;24(1):28–35.
Pengawas Menelan Obat dengan Available from:
Kesembuhan Tuberkulosis di UPT http://ejournal.litbang.depkes.go.id/
Puskesmas Arcamanik Kota Bandung. 8. Subuh M, Priohutomo S, Widaningrup
Jurnal Ilmu Keperawatan. C, Dinihari TN, Siaglan V. Pedoman
2016;4(1):10–8. Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
3. Dinas Kesehatan. Info Datin (Pusat 2014. p. 3.
Data dan Informasi Kementerian 9. Beebe A, Seaworth B, Patil N.
Kesehatan RI) Tuberkulosis. 2015. p. Rifampicin-Induced Nephrotoxicity in
2–10. A Tuberculosis Patient. J Clin Tuberc
4. Saptawati L, Mardiastuti, Karuniawati Other Mycobact Dis. 2015;1:13–5.
A, Rumende CM. Evaluasi Metode Available from:
FastPlaqueTB untuk Mendeteksi http://dx.doi.org/10.1016/j.jctube.2015
Mycobacterium Tuberculosis pada .09.001
Sputum di Beberapa Unit Pelayanan 10. Chasani S. Antibiotik Nefrotoksik :
Kesehatan di Jakarta-Indonesia. J Penggunaan pada Gangguan Fungsi
Tuberkulosis Indonesia. 2012;8:1–6. Ginjal. Jakarta Nephrologi Hipertensi
Available from: Care. Jakarta; 2008.
http://ppti.info/ArsipPPTI 11. Min HK, Kim EO, Lee SJ, Chang YK,
5. Volmink J, Garner P. Directly Suh KS, Yang CW, et al. Rifampin-
Observed Therapy. Vol. 349, Lancet. Associated Tubulointersititial
2015. p. 1399–400. Available from: Nephritis and Fanconi Syndrome
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Presenting as Hypokalemic Paralysis.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan BMC Nephrol. 2013;14(1):1.
Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Available from: BMC Nephrology

520 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

12. Susanti DR. Pengaruh Pemberian pada Berbagai Ekotipe dan Kondisi
Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma lntensitas Cahaya Matahari yang
xanthorrhiza Roxb.) pada Gambaran Berbeda. Bul Penelitian Sistem
Histopatologi Ginjal Ayam Petelur. Kesehatan. 2009;12:49–54.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut 17. Rosidi A, Khomsan A, Setiawan B,
Pertanian Bogor; 2009. Available Riyadi H, Briawan D. Efikasi
from: http://repository.ipb.ac.id/ Pemberian Ekstrak Temulawak (
13. Sundararajan R, Bharampuram A, Curcuma xanthorrhiza Roxb ) dan
Koduru R. A Review on Multivitamin Mineral terhadap
Phytoconstituents for Penurunan Kadar Asam Laktat Atlet.
Nephroprotective Activity. 2013;61–70. Available from:
Pharmacophore. 2014;5(1):160–82. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ind
Available from: ex.php/mgmi/article/view/3720
www.pharmacophorejournal.com/ 18. [Skripsi] Oktaria R. Efek Protektif
14. Glienke C, Pereira OL, Stringari D, Thymoquinone terhadap Gambaran
Fabris J, Kava-Cordeiro V, Galli- Histopatologi Ginjal Tikus Putih
Terasawa L, et al. Endophytic and (Rattus novergicus) Galur Sprague
Pathogenic Phyllosticta Species, with dawley yang Diinduksi Rifampisin.
Reference to Those Associated with Universitas Lampung; 2017. Available
Citrus Black Spot. Persoonia Mol from: http://digilib.unila.ac.id/25411/3
Phylogeny Evol Fungi. 2011;26:47– 19. Amalina HA, Muhartono FD. The
56. Influence Effect Kidney
15. Oon SF, Nallappan M, Tee TT, Histopathology of Mangosteen Rind
Shohaimi S, Kassim NK, Sa’ariwijaya (Garcina mangostana L.) 40%
MSF, et al. Xanthorrhizol: A Review of Ethanol Extract on Rifampicin in Male
Its Pharmacological Activities and Rat. 2014;Vol 3:91–9. Available from:
Anticancer Properties. Cancer Cell http://juke.kedokteran.unila.ac.id/
Int. 2015;15(1):1–15. Available from: 20. Bagus I, Winaya O, Udayana U.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti Histopatologi Ginjal Tikus Putih
cles/PMC4618344/ Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan (
16. Kasiran. Pengujian Peningkatan Centella asiatica ) Peroral.
Kandungan Minyak Atsiri Temulawak 2013;5(2):71–8.

521 JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 1, Januari 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Swara Wida Shakti, Akhmad Ismail, RB Bambang Witjahjo

21. Ozbek E. Induction of Oxidative Stress against Isoniazid and Rifampicin


in Kidney. Hindawi Publishing Induced Nephrotoxicity through
Corporation. 2012;2012(9). Available Modulation of Oxidative stress And
from: www.ncbi.nlm.nih.gov/ Inflammation. 2015;2(4):1–6.
22. Suastika, Putu. Efek Pemberian Buah Available from:
Merah (Pandanus conoideus) terhadap https://www.ommegaonline.org
Perubahan Histopatologik Ginjal dan 26. [Skripsi] Laili U. Pengaruh
Hati Mencit Pasca Pemberian Pemberian Temulawak (Curcuma
Paracetamol. 2011;3(1):39–44. xanthorrhiza Roxb) dalam Bentuk
23. Fahrimal Y, Aliza D. I. Gambaran Kapsul terhadap Kadar SGPT (Serum
Histopatologis Ginjal Tikus Putih Glutamat Piruvat Transaminase) dan
(Rattus novergicus) Jantan yang SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat
Diinfeksikan Tripanosoma evansi dan Transaminase) pada Orang Sehat.
Diberi Ekstrak Daun Sernai ( 2013; Available from:
Wedelia biflora ). 2014;166–70. http://eprints.uny.ac.id/18704/1/
24. Hosohata K. Role of Oxidative Stress 27. Kim SH, Hong KO, Hwang JK, Park
in Drug-Induced Kidney Injury. Vol. KK. Xanthorrhizol Has A Potential to
17, International Journal of Molecular Attenuate The High Dose Cisplatin-
Sciences. Osaka: Osaka University of Induced Nephrotoxicity in Mice. Food
Pharmaceutical Sciences; 2016. Chemical Toxicololy.
Available from: 2005;43(1):117–22. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
/27809280 /15582203
25. Mahmoud AM, Morsy BM, Abdel-
hady DS, Samy RM. Prunus
Armeniaca Leaves Extract Protects

522
JKD : Vol. 8, No. 1, Januari 2019 : 509-522

Anda mungkin juga menyukai