Anda di halaman 1dari 17

ASPEK LEGAL DAN ETIK

KEPERAWATAN LANSIA

OLEH: KELOMPOK 3
(KELAS B 13-B)

1. Luh Gede Ary Darmawathi (203221151)


2. Kadek Aryani (203221152)
3. Ni Putu Chynthia Purna Dewi (203221154)
4. Ni Made Budi Astiti (203221155)
5. I Gusti Ayu Wintan (203221156)
6. Sri Astiti Padma Parashita (203221157)
7. Luh Ayu Dwi Prapthi Maharani (203221158)
8. Dewi Edy Tirtawati (203221159)
9. Ni Wayan Ekayanti (203221160)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang
Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu menyelesaikan tugas
“Keperawatan Gerontik” dengan membahas tentang “Aspek Legal dan Etik
Keperawatan Lansia” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak/Ibu Dosen selaku pembimbing yang telah memberikan penulis tugas,
serta petunjuk kepada penulis, sehingga penulis termotivasi untuk
menyelesaikan tugas.
2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai
kesulitan sehinga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Sekian dan terima kasih.
“Om Santi, Santi, Santi Om”

Denpasar, 1 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Standar Gerontologi ..................................................................................... 3

B. Pengertian Etika Keperwatan Lansia ........................................................... 5

C. Prinsip Etik ................................................................................................... 6

D. Informed Consent ......................................................................................... 7

E. Peraturan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia ............................. 7

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

A. Simpulan .................................................................................................... 13

B. Saran ........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan
kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga
diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan
yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi,
maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk
mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang
dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau
praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam.
Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan
kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi
kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang
dilakukan.
Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan
pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan
tuntutan globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian
pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang
melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus
pelayanan (Cohen, 2006), maka perawat berada pada posisi kunci dalam
reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75%
pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 2014),
dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik
di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh
perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan
perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan
adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2015) dan 60% tenaga

1
kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan
kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak
pertama dengan sistem klien.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan standar gerontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan etik keperawatan lansia?
3. Apa yang dimaksud dengan prinsip etik keperawatan pada lansia?
4. Apa yang dimaksud dengan informed consent?
5. Apa yang dimaksud dengan peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan
lansia?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memperdalam wawasan tentang
konsep aspek legal dan etik keperawatan lansia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui standar gerontologi.
b. Untuk mengetahui etik keperawatan lansia.
c. Untuk mengetahui mengenai prinsip etik keperawatan pada lansia.
d. Untuk mengetahui mengenai informed consent.
e. Untuk mengetahui peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan
lansia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Standar Gerontologi
Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan
standar praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta
dapat digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan.
Standar keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association
(ANA) adalah:
1. Standar I : Organisasi pelayanan keperawatan gerontologi
Semua pelayanan keperawat gerontologi harus direncanakan,
diorganisasi dan dilakukan oleh seorang eksekutif perawat (has
baccalaureate or master’s preparation and experience in
gerontological nursing and administrasion of long-term care
services or acute-care services for older patients).
2. Standar II : Teori
Perawat disini harus berpartisipasi dalarn rnengernbangkan dan
melakukan percobaan percobaan yang didasari oleh teori untuk
mengambil keputusan klinik. Perawat juga mengunakan konsep
teontik yang digunakan sebagai petunjuk untuk melaksanakan
praktek keperawatan gerontologi yang lebih efektif.
3. Standar III : Pengumpulan data
Status kesehatan pada klien dikaji secara terus menerus dengan
komprehensif, akurat dan sistematis. Informasi yang didapatkan selama
pengkajian kesehatan harus dapat dipecahkan dengan mengunakan
pendekatan dan interdisipliner team kesehatan termasuk didalamnya
lansia dan keluarga.
4. Standar IV: Diagnosa keperawatan
Perawat dengan mengunakan data yang telah diperoleh untuk
menentukan diagnose keperawatan yang tepat sesuai dengan
prioritasnya.

3
5. Standar V: Perencanaan dan kontinuitas dan pelayanan
Perawat mengembangkan perencanaan yang berhubungan dengan klien
dan orang lain yang berkaitan. Untuk mencapai tujuan dan prioritas dan
perencanaan perawatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien,
perawat dapat mengunakan terapeutik, preventif, restoratif dan
rehabilitasif. Perencanaan peraatan ini bermanfaat untuk membantu
klien dalam mencap[ai dan mempertahankan tingkat kesehatan,
kejahtera, kualitas hidup yang yang tinggi (optimal ) dan serta mati
dalam keadaan damai.
6. Standar VI : Intervensi
Perencanaan pelayanan yang telah ada digunakan sebagai petunjuk
dalarn membenkan intervensi untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah terjadinya komplikasi dan ‘excess disability’ pada klien.
7. Standar VII: Evaluasi
Perawat harus melakukan evalusai secara terus menerus terhadap respon
klien dan keluarga terhadap intervensi yang telah diberikan. Disamping
itu evaluasi juga digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilannya
dan mengevaluasi kembali data dasarnya, diagnosanya dan
perencanaannya.
8. Standar VIII: Kolaborasi interdisipliner
Kolaborasi perawat dengan disiplin ilmu yang lain (tim kesehatan)
sangat penting dilakukan dalam membenkan pelayanan kesehatan
terhdap klien (lansia). Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan
pertemuan yang rutin untuk menentukan perencanaan yang tepat sesuai
dengan perubahan kebutuhan yang ditemukan pada klien.
9. Standar IX : Research
Perawat harus ikut berpartisipasi dalam rnengernbangkan penelitian
untuk memperkuat pengetahuan dibidang keperawatan gerontoogi,
menyebarluaskan hasil penelitian yang diperolehnya dan digunakan
dalam praktek keperawatan.
10. Standar X: Ethics
Perawat rnengunakna kode etik keperawatan (ANA) sebagai petunjuk

4
etika dalam mengambil keputusan didalam praktek.
11. Standar XI : Professional development
Perawat harus mempunyai asumsi bahwa perkembangan dan kontribusi
profesionalisme keperawatan merupakan tanggung jawabnya dan sangat
berkaitan erat dengan perkembngan interdisiplin ilmu yang lain. Dalam
hal ini perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam
praktek kualitas yang diberikan.
Standar ini dikembangkan oleh dan untuk perawat gerontologi sendiri
sehingga perawat hams mempunyai peraturan yang jelas untuk
mengevaluasi bila terjadi pelanggaran yang menyimpang dan standar
praktek yang seharusnya diberikan. Standar ini akan memberikan kualitas
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

B. Pengertian Etika Keperwatan Lansia


Menurut Abdul dan Sandu (2016), etika keperawatan lansia yaitu pola
perilaku harus dilakukan oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan pada usia lanjut. Sedangkan aspek legal atau hukum dalam
keperawatan gerontik adalah peraturan perundang – udangan yang dibuat oleh
suatu kekuasaan yang mengatur bagaimana semestinya pemberian pelayanan
keperawatan pada usia lanjut.
Etika sangat penting dalam perawatan geriatri. Etika sangat erat kaitannya
dengan aspek hukum, sehingga pembicaraan mengenai kedua aspek ini sering
disatukan dalam satu pembicaraan. Menurut Margaretha (2017), ada beberapa
hal dilematis yang sangat perlu diperhatikan dalam etika keperawatan lansia
antara lain :
1. Keputusan tentang mati hidup penderita
2. Apakah pengobatan diteruskan atau dihentikan.
3. Apakah perlu tindakan resusitasi.
4. Apakah makanan tambahan per-infus tetap diberikan pada penderita kondisi
yang sudah jelas akan meninggal.

5
C. Prinsip Etik
Prinsip etika pada pelayanan kesehatan lansia terdiri dari empati, non-
maleficence dan beneficence, otonomi, keadilan dan kesungguhan hati. Berikut
adalah penjelasannya :
1. Empati adalah upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang
lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh lansia tersebut. Tindakan empati harus
dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan
over protective dan belas-kasihan.
2. Non maleficence dan beneficence yaitu pelayanan pada lansia selalu
didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderitaan. Sebagai contoh, upaya
pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri,
pemberian analgesik yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan
contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
3. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja
hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut
berdasar pada keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara
mandiri dan bebas. Secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk
melindungi penderita yang fungsional masih kapabel (sedangkan non-
maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang
inkapabel).
4. Keadilan yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan
yang sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita
secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang
tidak relevan.
5. Kesungguhan hati yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji
yang diberikan pada seorang lansia.

6
D. Informed Consent
Informed consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung
pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan
yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko
yang berkaitan dengannya.
Menurut Margaretha (2017), syarat yang diperlukan bila seorang lanjut
usia memberikan persetujuan ialah lansia masih kompeten dan telah
mendapatkan informasi tentang manfaat dan risiko dari suatu prosedur atau
pengobatan tertentu yang diberikan kepadanya. Bila seorang lanjut usia
inkompeten, persetujuan diberikan oleh pelindung atau seorang wali. Lansia
berhak menolak tindakan medis yang disarankan oleh dokter/perawat, tetapi
tidak berarti boleh memilih tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan dokter
yang bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut tidak berguna (useless) atau
bahkan berbahaya (harmful).
Kapasitas lansia untuk mengambil sebuah keputusan haruslah
memperhatikan kapasitas fungsional antara lain :
1. Apakah lansia dapat menunjukkan keinginan secara benar?
2. Dapatkah lansia memberikan alasan tentang pilihan yang dibuat?
3. Apakah alasan lansia tersebut rasional (artinya setelah lansia mendapatkan
penjelasan yang lengkap dan benar)
4. Apakah lansia mengerti implikasi bagi dirinya? (keuntungan dan kerugian
dari tindakan tersebut) dan mengerti pula berbagai pilihan yang ada?

E. Peraturan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia


Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Terdapat dua arah kebijakan yang penting. Pertama, peningkatan pemenuhan
hak dasar dan inklusivitas lansia dengan cara meningkatkan advokasi regulasi
dan kebijakan di tingkat pusat dan daerah untuk pemenuhan hak dasar lansia
serta meningkatkan penyuluhan sosial untuk pendidikan dan kesadaran

7
masyarakat mengenai lingkungan inklusif bagi lansia. Kedua, memperkuat
skema perlindungan sosial bagi lansia. Salah satu kata kunci dalam arah
kebijakan tersebut adalah pemenuhan hak dasar lansia dan perlindungan sosial
bagi lansia. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dukungan peraturan
perundangan yang mampu menjadi dasar bagi implementasi kebijakan lansia,
baik di tingkat nasional maupun daerah.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang telah disempurnakan bersama Sistem
Perlindungan Sosial Nasional (SPSN). Sistem itu kemudian didukung oleh
peraturan perundang–undangan dan pendanaan serta sistem Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang dapat memberikan perlindungan penuh kepada
masyarakat luas secara bertahap (Bappenas, 2015). Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia merupakan kebijakan pertama yang
berkaitan dengan lansia di Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
tersebut ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004
tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dan
dikawal melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Komisi Nasional Lanjut Usia.
Pemerintah juga secara khusus telah mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial untuk menjamin
kesejahteraan kaum marginal. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial diartikan sebagai
sebagai suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi
masyarakat sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan
fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial. Oleh sebab itu, arah kebijakan
jaminan sosial dan kesejahteraan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
serta memperkuat upaya jaminan sosial dan kesejahteraan bagi lansia. Lahirnya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia serta
Keputusan Presiden Nomor 93/M/2005 tentang Penunjukan dan Keanggotaan
Komisi Nasional untuk Lansia (2005-2008), dan peraturan khusus yang
diberlakukan untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan lansia merupakan

8
bentuk perhatian Pemerintah Indonesia terhadap lansia (Abikusno, 2007).
Berikut adalah rangkuman hasil telaah regulasi tentang jaminan sosial dan
kesejahteraan lansia yang berkembang di Indonesia:
Tabel 1. Regulasi tentang Jaminan Sosial dan Kesejahteraan Lansia

Jenis Peraturan Isi


UU No 32 tahun 2004 tentang Pasal 2 ayat 3, Pasal 13, dan Pasal 14
Pemerintah Daerah Amanat pelaksanaan otonomi daerah
urusan wajib
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 29 ayat 1: Pelayanan pada
tentang Pelayanan Publik masyarakat khusus termasuk lansia
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 70 Ayat 3: Rincian Belanja Daerah
tentang Perimbangan Keuangan antara menurut fungsi, salah satunya untuk
Pemerintah Pusat dan Pemerintah perlindungan sosial
Daerah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 138 ayat 1, Pasal 138 ayat 2, Pasal
tentang Kesehatan 140, Upaya pemeliharaan kesehatan dan
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
bagi lanjut usia
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Pasal 5
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Ayat (1) menyatakan bahwa lansia
mempunyai hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Ayat (2) menyatakan bahwa sebagai
penghormatan dan penghargaan kepada
lansia, mereka diberi hak untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial yang
meliputi a) pelayanan keagamaan dan
mental spiritual; b) pelayanan kesehatan;
c) pelayanan kesempatan kerja; d)
pelayanan pendidikan dan pelatihan; e)
kemudahan dalam penggunaan fasilitas,
sarana, dan prasarana umum; f)
kemudahan dalam layanan bantuan
hukum; g) perlindungan sosial; dan h)
bantuan sosial.

9
Ayat (3) menjelaskan bahwa bagi lansia
tidak potensial, mendapatkan kemudahan
sebagaimana dimaksud ayat (2) kecuali
huruf “c”, huruf “d”, dan huruf “h”.
Selanjutnya ayat (4) bagi lanjut usia
potensial, mereka mendapatkan
kemudahan sebagaimana dimaksud ayat
(2) kecuali huruf “g”
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 9 ayat 1 dan 3, Pasal 12, pasal 17
tentang Kesejahteraan Sosial ayat 6 Jaminan sosial dan pemberdayaan
sosial
Peraturan Menteri Sosial Pasal 4, Pasal 5, Pasal 38 ayat 2 Fungsi
Nomor 184 Tahun 2011 tentang dan peran Lembaga Kesejahteraan Sosial
Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
Peraturan Menteri Sosial Republik Pasal 2, Pasal 5, Pasal 17, pasal 21 a dan
Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang b, pasal 22 ayat 1 dan 2, pasal 23, a-d,
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasal 28 ayat 1 Jenis dan pelaksanaan
pedoman pelayanan lanjut usia
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Bab II bagian A, Pasal 3 Pemberdayaan
Tahun 2013 tentang Pedoman masyarakat dan kelompok dalam
Pelaksanaan dan Pembinaan meningkatkan kesejahteraan di bidang
Pemberdayaan Masyarakat Bidang kesehatan
Kesehatan
Peraturan Menteri Sosial Nomor 12 Tata pelaksanaan program Asistensi
Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Sosial Lanjut Usia Telantar
Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar
Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 12 Pasal 1, Pasal 2, Pasal 17, Pasal 21
Tahun 2013 tentang Program ASLUT Tujuan dan pelaksanaan Program
Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar
(ASLUT)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Pasal 1, Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2,
60 Tahun 2008 tentang Pedoman Pasal 5, Pasal 6 Amanah pembentukan
Pembentukan Komisi Daerah Lanjut komisi daerah lanjut usia sebagai upaya
Usia dan Pemberdayaan Masyarakat penanganan masalah lanjut usia
dalam Penanganan Lanjut Usia di
Daerah

10
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor Pasal 1, Pasal 2 Pengaturan dan ruang
25 tahun 2016 tentang Rencana Aksi lingkup Rencana Aksi Nasional
Nasional Kesehatan Lansia Tahun 2016- Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019
2019
Peraturan Menteri Sosial Republik Pasal 3, Pasal 5, Tujuan dan kriteria
Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang dalam pengembangan Kawasan Ramah
Pedoman Pengembangan Kawasan Lanjut Usia
Ramah Lanjut Usia
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Pasal 3, Pasal 5 ayat 1 Tujuan dan sasaran
Tahun 2017 tentang Pedoman pemberian penghargaan kesejahteraan
Penghargaan Kesejahteraan Sosial sosial lanjut usia
Lanjut Usia
Peraturan Menteri Sosial Republik Pasal 6, Pasal 11, Pasal 47, Pasal 48 ayat
Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang 1 Tujuan, bentuk, dan standar sarana
Standar Nasional Rehabilitasi Sosial prasarana rehabilittasi sosial lanjut usia
Lanjut Usia
Peraturan Menteri Sosial Republik Lampiran B: Upaya mewujudkan LKS
Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang yang memenuhi standar/ spesifikasi
Standar Nasional Lembaga teknis sebagai pelaku penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial kesejahteraan sosial
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor Pasal 4, Pasal 6 ayat 1, Pasal 6 Ayat 7
254 tahun 2015 tentang Belanja Bantuan Anggaran Belanja dan tujuan
Sosial pada Kementerian penggunaan, dan bentuk dari bantuan
Negara/Lembaga social
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun Pasal 7, Pasal 8 Ayat 2, Pasal 9 Ayat 2,
2004 tentang Pelaksanaan Upaya Pasal 16 Ayat 2, Pasal 17 Ayat 2, Pasal
Peningkatan Kesejahteraan Sosial 34 Ayat 2, Pasal 35 Ayat 2, Pasal 36 Ayat
Lanjut Usia 2 Berbagai pelayanan terhadap lanjut
usia
Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun Pasal 3, Pasal 20 Pembentukan Komisi
2004 Komisi Nasional Lanjut Usia Nasional Lanjut Usia dan amanah
pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Pasal 3, Pasal 4 Ayat 2, Pasal 6 Ayat 2,
Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 tentang Pasal 10 Jenis-jenis pelayanan kesehatan
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas
Lanjut Usia di Pusat Kesehatan
Masyarakat

11
Peraturan Daerah Provinsi Bali No 11 Terdiri dari pasal 1 hingga pasal 52
Tahun 2018 tentang Kesejahteraan meliputi kebijakan, hak, dan pelayanan
Lanjut Usia terhadap lanjut usia.
Sumber : Hasil olah data 2018

12
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Semakin meningkatnya populasi lansia berdampak pula pada peningkatan
permasalah etik dan legal pada lansia penggunaan prinsip etika dan nilai-nilai
memberi pengaruh yang besar dalm keperawatan gerontik. Adanya pengaruh
etik dalam keperawatan lansia yaitu tiga kategori di identifikasi berupa
pertimbangan hubungan dan keperawatan kategori-kategori ini membentuk
dasar kategori inti yaitu “penguatan” sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
etika asuhan keperawatan dan kenyamanan bagi pasien lansia.
Terlepas dari pengaruh etika tersebut, tentunya membutuhkan cara yang
tepa dalam mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan etik dan legal
dalam keperawatan lansia. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian
beberapa jurnal merekomendasikan cara untuk mengatasi permasalahan etik
berupa pasien lansia harus di anggap sebagai popolasi yang rentan dn
memerlukan dukungan hukum terkait hak mereka. Pasien lansia merupakan
fokus utama dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik. Penerapan nilai
etik dan prinsip etik dapat meningkatkan kepekaan terhadap lansia selain itu
meningkatkan unsur keterbukaan dan musyaarah antara penyedia pelayanan,
tenaga kesehatan, keluarga dan masyarakat akan membantu dalam mengatasi
masalah etik terkait moral yang muncul sehari-hari. Sehingga dapat di terapkan
unsur keadilan pada lansia.
B. Saran
Adapun saran dari makalah ini yaitu seorang perawat sudah seharusnya
mempertimbangkan aspek legal etik dalam praktik keperawatan pada lansia
sehingga tidak akan ada kejadian malpraktik yang dapat merugikan, disamping
itu perawat yang taat akan hukum akan terhindar dari jeratan humum yang dpat
merugikan diri sendiri.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul dan Sandu. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : CV Andi


Offset.

Abikusno, N. 2007. Older Population In Indonesia: Trend, Issues, And Policy


Responces. Jakarta: UNFPA.

Bappenas. 2015. Perlindungan Sosial Lanjut Usia. Depok: Bappenas.

Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut), Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta : Kemenkes RI

Margaretha. 2017. Hukum dan Etik Dalam Pelayanan Geriatri.


http://junal.poltekeskupang.ac.id. Diakses pada 28 Februari 2021.

Pemerintah Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998


tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang nomor 11 tahun 2009


tentang kesejahteraan sosial. Jakarta: Sekretariat Negara.

-----. 2009. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta:


Sekretariat Negara.

-----. 2016. “Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016


tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019”.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.

14

Anda mungkin juga menyukai