Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

FUNGSI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI PADA KEGAWAT


DARURATAN

OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS B-11A
Cok Istri Novia Trisna Angga Dewi (183222903)
Devira Pradnya Pratisista (183222904)
Dewa Ayu Lilik Saraswati (183222905)
Febi Pramita Lestari (183222906)
Gek Fitrina Dwi Sariasih (183222907)
Gusti Ayu Indah Puspa Ranni (183222908)
I Dewa Ayu Agung Yuli Umardewi (183222909)
I Gusti Ayu Murtini (183222910)
I Gusti Ayu Selvia Yasmini (183222911)
I Gusti Ayu Yustiana (183222912)
I Kadek Apriana (183222913)
I Made Dwi Satwika Wiraputra (183222914)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah
satu tugas dari Keperawatan Gawat Darurat.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan
beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 9 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Kondisi Kegawat Daruratan Terhadap Pasien dan Keluarga ......................... 3

2.2 Isu End of Life pada Keperawatan Gawat Darurat ................................................. 4

2.3 Komunikasi dalam Keperawatan Gawat Darurat ................................................... 9

2.4 Peran dan Fungsi Advokasi Perawat Gawat Darurat ............................................ 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 13

3.2 Saran ..................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi
yang akurat dan membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien akan
merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat
darurat perlu memperhatikan tehnik-tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik
yang baik dan benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus (
Kariyo, 1998 ). Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud
dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus
dilakukan sesuai dengan tahapan – tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien,
tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi (
Stuart and Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan menggunakan komunikasi yang
langsung seperti pelayanan kesehatan, Rumah Sakit merupakan tempat untuk
mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat darurat perawat perlu melakukan
komunikasi terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran situasi
yang sesunguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkn kecemasan dan
memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien dapat merasakan puas ataupun
tidak puas apabila klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan

1
petugas di IGD, baik yang bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi
terpeutik yang baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana efek kondisi kegawat daruratan terhadap pasien dan keluarga?
2. Bagaimana isu end life pada keperawatan gawat darurat?
3. Bagimana komunikasi dalam keperawatan gawat darurat?
4. Apa saja peran dan fungsi advokasi perawat gawat darurat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui Fungsi Advokasi dan Komunikasi Pada
Kegawat Daruratan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengetahui bagaimana efek kondisi kegawat daruratan terhadap pasien dan
keluarga.
2. Mengetahui bagaimana isu end life pada keperawatan gawat darurat.
3. Mengetahui bagimana komunikasi dalam keperawatan gawat darurat.
4. Mengetahui apa saja peran dan fungsi advokasi perawat gawat darurat.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
Fungsi Advokasi dan Komunikasi Pada Kegawat Daruratan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Kondisi Kegawat Daruratan Terhadap Pasien dan Keluarga


Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta membahayakan
hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam ekuilibrium internal, yang biasanya
terpelihara dalam unit keluarga tersebut. Kejadian tersebut dapat berupa sakit akut atau
trauma & perburukan akut penyakit kronis (Morton et al, 2011). Keadaan ini
mengancam kesejahteraan keluarga dan dapat memicu respon stres pada pasien maupun
keluarga (Morton et al, 2011).

A. Efek Kondisi Kritis Terhadap Pasien yaitu ada Psikologis dan Non psikologis
1) Efek Psikologis
a) Stres akibat kondisi penyakit
b) Rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian)
c) Perasaan isolasi
d) Depresi
e) Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional (Morton et al,
2011).
Sebuah penelitian di Norwegia yang mereview beberapa penelitian kualitatif
pada pasien yang dirawat diruang ICU menemukan bahwa pasien mengalami stres yang
berhubungan dengan 3 tema besar, yaitu:
a. Stres berkaitan dengan tubuh mereka
b. Stres berkaitan dengan ruangan ICU
c. Stres berkaitan dengan relationship dengan orang lain (Jastremski, 2000 dalam
Suryani, 2012)
2) Efek Non Psikologis
a) Ketidakberdayaan
b) Pukulan (perubahan) konsep diri
c) Perubahan citra diri

3
d) Perubahan pola hidup
e) Perubahan pada aspek sosial-ekonomi (pekerjaan, financial pasien,
kesejahteraan pasien dan keluarga)
f) Keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi), (Morton et al,
2011).
B. Efek Kondisi Kritis Terhadap Keluarga Psikologis Non psikologis
1) Efek Psikologis
a) Stres akibat kondisi penyakit pasien (anggota keluarga), prosedur
penanganan
b) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian pada pasien (anggota
keluarga)
c) Pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien (anggota keluarga) (Hudak &
Gallo, 1997)
2) Efek Non Psikologis
a) Perubahan struktur peran dalam keluarga
b) Perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam keluarga
c) Terbatasnya komunikasi dan waktu bersama
d) Masalah financial keluarga
e) Perubahan pola hidup keluarga (Morton et al, 2011)

2.2 Isu End of Life pada Keperawatan Gawat Darurat


A. Pengertian End Of Life
End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016). End of life
care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan
atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice, 2015). End of life akan
membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam fase
tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat meningkatkan
kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting dari
keperawatan paliatif yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir
kehidupan.
End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-
baiknya dan meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care adalah

4
salah satu kegiatan membantu memberikan dukungan psikososial dan spiritual
(Putranto, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa End of life care merupaka salah
satu tindakan keperawatanyang difokuskan pada orang yang telah berada di akhir
hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-
baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.

B. Prinsip-Prinsip End Of Life


Menurut NSW Health (2005) Prinsip End Of Life antara lain :
a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian
Tujuan utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun
ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk
memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat, dan
untuk mendukung orang lain dalam melakukannya.
b. Hak untuk mengetahui dan memilih
Semua orang yang menerima perawatan kesehatan memiliki hak untuk
diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka.Mereka
memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup.Pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan
hukum untuk mengakui dan menghormati pilihan-pilihan sesuai dengan
pedoman.
c. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan
pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama
perawatan untuk mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka
menahan atau menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin
diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang sekarat.
d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan
Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama
untuk membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam pengambilan
keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
e. Transparansi dan akuntabilitas

5
Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk
memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses pengambilan
keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan akurat
didokumentasikan.
f. Perawatan non diskriminatif
Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-diskriminatif dan harus
bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis,
nilai-nilai dan keinginan pasien.
g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk memberikan perawatan yang
tidak rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagi
pasien.Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan
tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengobatan
yang sesuai dengan norma-norma profesional dan standar hukum.
h. Perbaikan terus-menerus
Tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk berusaha dalam memperbaiki
intervensi yang diberikan pada standar perawatan end of life baik kepada
pasien maupun kepada keluarga.

C. Teori The Peaceful End of Life (EOL)


Teori Peacefull EOL ini berfokus kepada 5 Kriteria utama dalam perawatan
end of life pasien yaitu :1) bebas nyeri, 2) merasa nyaman, 3) merasa
berwibawa dan dihormati, 4) damai, 5) kedekatan dengan anggota keluarga dan
pihak penting lainnya.
1. Terbebas dari Nyeri
Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal yang utama diinginkan
pasien dalam pengalaman EOL (The Peaceful End Of Life). Nyeri
merupakan ketidaknyamanan sensori atau pengalaman emosi yang
dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan (Lenz, Suffe,
Gift, Pugh, & Milligan, 1995; Pain terms, 1979).
2. Pengalaman Menyenangkan

6
Nyaman atau perasaan menyenangkan didefinisikan secara inclusive oleh
Kolcaba (1991) sebagai kebebasan dari ketidaknyamanan, keadaan tenteram
dan damai, dan apapaun yang membuat hidup terasa menyenangkan.
(Ruland and Moore, 1998).
3. Pengalaman martabat (harga diri) dan kehormatan
Setiap akhir penyakit pasien adalah “ ingin dihormati dan dinilai sebagai
manusia” (Ruland & Moore, 1998). Di konsep ini memasukkan ide personal
tentang nilai, sebagai ekspresi dari prinsip etik otonomi atau rasa hormat
untuk orang, yang mana pada tahap ini individu diperlakukan sebagai orang
yang menerima hak otonomi, dan mengurangi hak otonomi orang sebagai
awal untuk proteksi (United states, 1978).
4. Merasakan Damai
Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas, (bebas)
dari kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan” (Ruland & Moore,
1998). Tenang meliputi fisik, psikologis, dan dimensi spiritual.
5. Kedekatan untuk kepentingan lainnya
Kedekatan adalah “perasaan menghubungkan antara antara manusia dengan
orang yang menerima pelayanan” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan
kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan
hubungan yang dekat (intim).

D. Perbedaan Mati Klinis dan Biologis


Mati klinis ditandai dengan henti nafas dan jantung (sirkulasi) serta
berhentinya aktivitas otak tetapi tidak irreversibel dalam arti masih dapat
dilakukan resusitasi jantung paru dan kemudian dapat diikuti dengan pemulihan
semua fungsi. (Soenarjo et al, 2013)
Mati biologis merupakan kelanjutan mati klinis apabila pada saat mati
klinis tidak dilakukan resusitasi jantung paru. Mati biologis berarti tiap organ
tubuh secara biologis akan mati dengan urutan : otak, jantung, ginjal, paru-paru,
dan hati. Hal ini disebabkan karena daya tahan hidup tiap organ berbeda-beda,
sehingga kematian seluler pada tiap organ terjadi secara tidak bersamaan.
(Soenarjo et al, 2013)

7
Mati Biologis (Biological
Perbedaan Mati Klinis (Clinical Death)
Death)
Tanda Berhentinya detak jantung, denyut Kematian yang terjadi akibat
nadi dan pernafasan. degenerasi jaringan di otak dan
organ lainnya.
Fungsi Organ Beberapa organ seperti mata dan Beberapa organ akan mati (tidak
ginjal akan tetap hidup saat terjadi dapat berfungsi kembali) setelah
mati klinis. mati biologis.
Organ dalam Organ dalam tubuh dapat Organ dalam tubuh tidak dapat
tubuh digunakan sebagai transplantasi. digunakan untuk transplantasi.
Sifat Reversibel / dapat kembali Ireversibel/ tidak dapat kembali
Pemerikasaan Pemeriksaan keadaan klinis Pemeriksaan keadaan klinis dan
Pemeriksaan Neurologis
Suhu Tubuh Hipertermia (> 36oC) dan Hipotermia (< 36oC)
terkadang ditemui Hipotermia
Kriteria 1) Berhentinya detak jantung 1) Dilatasi bilateral dan fixaxi
2) Berhentinya denyut nadi pupil
3) Berhentinya pernafasan 2) Berhentinya semua reflek
spontan. 3) Berhentinya respirasi tanpa
bantuan
4) Berhentinya aktivitas
cardiaovaskuler
5) Gambaran gelombang otak
datar

E. Isu End Of Life


1. Konsep Do Not Resucitation
Do Not Resuscitate (DNR) atau Jangan Lakukan Resusitasi merupakan
suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah instruksi berupa
informed concent yang telah disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien di
dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk menginformasikan staf

8
medis lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien. Pesan ini berguna untuk
mencegah tindakan yang tidak perlu dan tidak diinginkan pada akhir
kehidupan pasien dikarenakan kemungkinan tingkat keberhasilan CPR yang
rendah (Sabatino, 2015). DNR diindikasikan jika seorang dengan penyakit
terminal atau kondisi medis serius tidak akan menerima cardiopulmonary
resuscitation (CPR) ketika jantung atau nafasnya terhenti. Form DNR ditulis
oleh dokter setelah membahas akibat dan manfaat dari CPR dengan pasien
atau pembuat keputusan dalam keluarga pasien (Cleveland Clinic, 2010).
American Heart Association (AHA) mengganti istilah DNR (Do Not
Resuscitate) dengan istilah DNAR (Do Not Attempt Resuscitate) yang
artinya adalah suatu perintah untuk tidak melakukan resusitasi terhadap
pasien dengan kondisi tertentu, atau tidak mencoba usaha resusitasi jika
memang tidak perlu dilakukan, sehingga pasien dapat menghadapi kematian
secara alamiah, sedangkan istilah DNR (Do Not Resuscitate) mengisyaratkan
bahwa resusitasi yang dilakukan akan berhasil jika kita berusaha (Brewer,
2008).
Keputusan penolakan resusitasi (DNAR) menurut Brewer (2008)
melibatkan tiga prinsip moral yang dapat dikaji oleh perawat, yaitu
autonomy, beneficience, dan nonmalefecience, ketiga prinsip tersebut
merupakan dilema etik yang menuntut perawat berpikir kritis, karena
terdapat dua perbedaan nilai terhadap profesionalisme dalam memberikan
asuhan keperawatan, secara profesional perawat ingin memberikan
pelayanan secara optimal, tetapi disatu sisi terdapat pendapat yang
mengharuskan penghentian tindakan.

2.3 Komunikasi dalam Keperawatan Gawat Darurat


A. Pengertian Komunikasi Terapeutik Kegawatdaruratan
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus
(Kariyo,1998). Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih

9
lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya
mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan
atau pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau
cacat atau kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Darurat


Adapun tujuan dari komunikasi terapeutik dalam keadaan gawat darurat adalah :
1. Untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan klien
melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
2. Menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami
kondidi kritis atau gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien
cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.

C. Prinsip Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Daruat


Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
1. Caring (sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin
memberikan bantuan).
2. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
3. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
4. Empaty (merasakan perasaan pasien)
5. Trust (memberi kepercayaan)
6. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
7. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
8. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
9. Bahasa yang mudah dimengerti
10. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
11. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
12. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang
negatif.

10
D. Teknik Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Daruat
1. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan
oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan
memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang
menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara
tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik
dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam
mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan.
Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang
menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara
sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam
merespon pembicaraan klien.
3. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap
komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan
indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
4. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan
untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan
dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide,
perasaan, dan persepsi
5. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk
mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat
menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh

11
klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih
baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan.

2.4 Peran dan Fungsi Advokasi Perawat Gawat Darurat


Salah satu peran perawat adalah pelaksana pelayanan keperawatan. Perawat
kontemporer menjalankan fungsinya dalam kaitannyadengan berbagai peran pemberi
perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, advokat bagi klien, manajer kasus,
rehabilitator, komunikator dan pendidik (Potter & Perry, 2005). Peran perawat sebagai
advokat adalah perawat sebagai pelindung hak-hak klien. Tulisan ini akan membahas
lebih lanjut mengenai peran perawat sebagai advokat dalam pelayanan gawat darurat.
Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah
sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat
adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta
pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis
(Depkes R.I. 2006). Dalam memberikan perawatan gawat darurat perawat dituntut
untuk berpikir kritis dan bertindak cepat dengan mempertimbangkan perannya sebagai
advokat atau pelindung. Sebagai pelindung, perawat harus membantu mempertahankan
lingkungan yang aman bagi pasien dalam pengambilan tindakan untuk mencegah dari
kemungkianan efek yang tidak diinginkan. Misalnya memastikan pasien tidak memiliki
alergi terhadap obat yang diberikan.(Potter & Perry, 2005)
Perawat sebagai advokat berperan melindungi hak klien dan membantu
menyatakan hak-haknya. Contohnya perawat memberikan informasi tambahan untuk
membantu klien dalam mengambil keputusan atas tindakan keperawatan yang
diberikan. Selain itu perawat juga melindungi hak-hak klien dengan menolak tindakan
yang dapat membahayakan klien. (Kusnanto, 2004)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat mempunyai peran
yang sangat penting dalam pelayanan gawat darurat salah satunya adalah perannya
sebagai advokat atau pelindung. Peranan ini berfungsi untuk melindungi dan
mempertahankan hak-hak yang dimiliki klien.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat darurat perawat perlu
melakukan komunikasi terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran
situasi yang sesunguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkn kecemasan dan
memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien dapat merasakan puas ataupun
tidak puas apabila klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan
petugas di IGD, baik yang bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi
terpeutik yang baik.

3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa
keperawatan khusus pada mata kuliah keperawatan gawat darurat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kariyo, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, EGC. Jakarta.1998.

Stuart and Sunden. Principle and Practice of psychiartric Nursing, Sixth –Edition.
Toronto; CV Masby. Co. 1998

Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik keperawatan Profesional. Jakarta:


EGC.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Konsep dan Praktik Keperawatan Profesional Buku
Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep Proses dan Klinik (Vol. 1, pp. 265).
Jakarta: EGC.

Ruland, Cornelia M. RN, PhD & Moore, Shirley, M. RN, PhD. Theory Construction
Based on Standards of Care: A Proposed Theory of the Peaceful End of Life.
Nursing Outlook, 1998, 46 (4), p.169-75.

Friedman, et al. (2010). Buku ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, & Praktik.
Edisi 5. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Morton, et al. (2011). Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8.


Volume 1. Jakarta: EGC

Suryani. (2012). Aspek Psikososial dalam Merawat Pasien Kritis (Converence Paper).
Universitas Padjajaran

14

Anda mungkin juga menyukai