Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT KONSEP DASAR TRAUMA

OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS B13-B

1. Ni Made Nila Warsiki (203221147)

2. Putu Eka Diantari (203221148)

3. Ni Wayan Sintya Putri (203221149)

4. Ida Ayu Milla Brahmani (203221150)

5. Luh Gede Ary Darmawathi (203221151)

6. Kadek Aryani (203221152)

7. Ni Putu Chynthia Purna Dewi (203221154)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga saya mampu
menyelesaikan makalah Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “Konsep
Dasar Trauma”. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, saya mendapat banyak


bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu saya sangat
menghargai bantuan dari semua pihak yang telah member saya bantuan
dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kelompok menyampaikan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan
makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan
yang kelompok miliki. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
Om Santih Santih Santih Om

Denpasar, 5 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 3

D. Manfaat ........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. Pengertian Trauma Mekanik ........................................................................ 4

B. Jenis-jenis Trauma Mekanik ........................................................................ 5

C. Penanganan Trauma Mekanik .................................................................... 25

BAB III PENUTUP............................................................................................... 29

A. Simpulan .................................................................................................... 29

B. Saran........................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera
oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Di Indonesia kematian
akibat kecelakaan lalu lintas lebih kurang 12 ribu per tahun.Banyak dari
korban trauma tersebut mengalami cedera musculoskeletal berupa fraktur,
dislokasi, dan cedera jaringan lunak. Cedera system musculoskeletal
cenderung meningkat dan terus meningkat dan akan mengancam kehidupan
kita.
Menurut National Consultant for Injury dari WHO Indonesia (dikutip
dari data kepolisian RI) terdapat kecelakaan selama tahun 2007 memakan
korban sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010 meningkat menjadi 31.234 jiwa
di Indonesia. Trauma yang tidak diperkirakan, atau bunuh diri maupun akibat
pembunuhan merupakan penyebab kematian yang terbanyak antara umur 1
sampai 44 tahun dan merupakan urutan ketiga dari angka kematian di
Amerika bahkan urutan nomor satu di Asia. Menurut penelitian pada tahun
1995 diperkirakan 150.000 kematian sebagai akibat dari trauma dengan 2,6
juta penderita harus dirawat di rumah sakit dari 37 juta orang yang datang
berobat ke Bagian Gawat Darurat yang memerlukan perawatan di Rumah
Sakit di Amerika, tapi di Asia merupakan penyebab kematian pada trauma
karena jatuh dari pohon. Pada umur kurang dari 5 tahun yang datang ke bagian
gawat darurat akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian; 95% tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit, lain halnya pada anak diatas 5 tahun umumnya
akibat kecelakaan bermain, umur dewasa akibat jatuh dari pekerjaan, tapi
umur tua (di atas 65 tahun) kecelakaan akibat trauma dan didominasi oleh
kecelakaan naik sepeda motor sebagai penyebab kematian serta merupakan
urutan kedua kecelakaan nonfatal. Faktor utama adalah kecepatan kendaraan,
pengendara peminum alkohol atau karena intoksikasi obat.

1
Kejadian yang menyebabkan trauma karena terjadi pemindahan energi
(transfer energy) kejaringan, atau dalam kasus trauma thermal terjadi
perpindahan energi (panas /dingin) kejaringan. Pemindahan energi
digambarkan sebagai suatu gelombang kejut yang bergerak dengan kecepatan
yang bervariasi melalui media yang berbeda-beda. Teori ini berlaku untuk
semua jenis gelombang seperti gelombang suara, gelombang tekanan arterial,
seperti contoh shock wave yang dihasilkan pada hati atau korteks tulang pada
saat terjadi benturan dengan suatu objek yang menghasilkan pemindahan
energi. Apabila energi yang dihasilkan melebihi batas toleransi jaringan, maka
akan terjadi disrupsi jaringan dan terjadi suatu trauma.memperkuat indikasi
tindakan bedah. Luka tembus pada tubuh dan tekanan darah yang menurun
menunjukan adanya trauma pembuluh darah besar yang harus dilakukan
tindakan bedah segera.
Penderita dengan trauma kepala yang bukan karena kecelakaan lalu
lintas dan pada pemeriksaaan neurologis didapatkan abnormalitas,
kemungkinan besar harus dilakukan tindakan bedah eksplorasi. Sedangkan
luka bakar karena kebakaran besar didalam ruangan tertutup biasanya disertai
oleh cedera intalasi dan keracunan karbon monoksida. Biomekanika trauma
merupakan ilmu yang mempelajari kejadian cidera pada suatu jenis kekerasan
atau kecelakaan menggunakan prinsip-prinsip mekanika dipakai dalam
penyusunan konsep, analisis, disain dan pengembangan peralatan dan sistem
dalam biologi dan kedokteran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari trauma mekanik?
2. Apa saja jenis-jenis trauma mekanik?
3. Bagaimana penanganan trauma mekanik?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai keperawatan gawat darurat yaitu mengenai konsep dasar
trauma mekanik.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui pengertian dari trauma mekanik.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis trauma mekanik.
c. Untuk mengetahui penanganan trauma mekanik.

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan menambah
wawasan mengenai Konsep Dasar Trauma bagi pembaca, serta mampu
mengaplikasi kepada masyarakat yang mengalami trauma.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma Mekanik

Secara medis, luka atau cedera adalah putusnya/rusaknya kontinuitas


alami jaringan mana pun dari tubuh yang hidup. Apakah cedera terjadi setelah
penerapan energi, dalam bentuk apa pun, itu bergantung padanya faktor fisika
(derajat, luas, durasi dan arah gaya diterapkan) dan faktor biologis (mobilitas
tubuh bagian, antisipasi dan koordinasi serta sifat jaringan). Semua luka yang
diderita akibat kekerasan fisik pada tubuh merupakan trauma mekanik atau
cedera mekanis. Biasanya ada dua mekanisme yang dihadapi, yaitu benturan
terhadap benda yang bergerak dan benda yang hampir tidak bergerak
berbenturan terhadap korban yang bergerak secara aktif (Rao, 2010).

Trauma mengacu pada luka tubuh atau kejutan yang dihasilkan oleh
cedera fisik tiba-tiba, seperti dari kekerasan atau kecelakaan. Hal ini juga
dapat digambarkan sebagai "luka fisik atau cedera, seperti fraktur atau
pukulan. Mayor trauma (didefinisikan oleh Skor Keparahan Cedera yang
lebih besar dari 15) Trauma dapat mengakibatkan komplikasi sekunder
seperti kejutan peredaran darah, kegagalan pernafasan dan kematian.
Resusitasi pasien trauma sering melibatkan beberapa prosedur manajemen.
Trauma adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia keenam, akuntansi
untuk 10% dari semua kematian, dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan.
Pada Trauma terjadi dua hal penting pada tubuh manusia :
1. Proses trauma : kecelakaan akan mengakibatkan benturan pada tubuh
manusia yang menyebabkan cedera, proses ini disebut “Biomedika
Trauma”
2. Tubuh manusia bereaksi terhadap trauma dengan adanya perubahan
metabolisme disebut “Respon Metabolik Terhadap Trauma”.

Pada suatu KLL maka pada penderita yang berada dalam mobil akan
mengalami beberapa “collision” (benturan) berturut-turut :

4
a. Primary collision : terjadi pada saat mobil menabrak
Tabrakan dapat terjadi dengan cara :
1) Frontal
2) Sampling (T-bone)
3) Dari belakang
4) Terbalik (roll-over) : pada saat primary coliision, baru mobil yang
menabrak, penderita masih dalam posisi
b. Secondary collision
Penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk pengaman).
Tergantung dari arah tabrakan (frontal, dsb), perlukaan akan terjadi pada
tubuh penderita yang langsung terbentur
c. Tertiary collision
Organ tubuh penderita yang dalam rongga tubuh akan melaju ke arah
depan (pada tabrakan frontal) dan mungkin akan mengalami perlukaan
langsung atau terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh
tersebut
d. Subsidary collision
Tergantung dari isi mobil, mungkin penumpang dibelakang terpental ke
depan atau barang dibelakang yang terpental ke depan, dan kemudian
menimbulkan kerusakan lebih lanjut pada penumpang yang di depan

B. Jenis-jenis Trauma Mekanik


Terdapat beberapa jenis trauma mekanik, yaitu : trauma tumpul, trauma
tajam, dan trauma tembak. Trauma tumpul dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu: luka lecet (abrasion wound), luka memar (contusion wound), dan luka
robek (lacerated wound). Kemudian trauma tajam juga dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu luka iris (incised/cut wound), luka tusuk (stab/penetrating wound),
dan luka bacok (chop wound). Sedangkan trauma tembak dibagi menjadi 2
jenis, yaitu trauma tembak masuk (entery/entrance wound) dan trauma tembak
keluar (exit wound) (Paul & Verma, 2015).

5
1. Trauma Tumpul
Trauma benda tumpul biasanya disebabkan oleh benda, tanpa ujung
yang tajam, berdampak pada tubuh atau tubuh menabrak objek. Tingkat
keparahan, luas, dan penampilan cedera trauma tumpul bergantung pada
(Biswas, 2012) :
a. Jumlah gaya yang dikirim ke tubuh
b. Waktu pengiriman gaya
c. Wilayah melanda
d. Luas permukaan tempat gaya dialirkan
e. Sifat senjata
f. Untuk jumlah gaya tertentu, semakin besar areanya lebih
dari mana itu disampaikan, semakin ringan lukanya

2. Luka Memar (Contusion Wound)


Luka memar (contusion wound) adalah ekstravasasi atau
penggumpalan darah karena pecahnya pembuluh darah akibat penerapan
gaya mekanis yang bersifat tumpul tanpa kehilangan kontinuitas jaringan.
Memar disebabkan oleh benturan gaya tumpul yang menyebabkan
penghancuran atau robeknya jaringan subkutan atau dermis tanpa
rusaknya kulit di atasnya. Karena pecahnya pembuluh darah, terjadi
ekstravasasi darah keluar dari pembuluh dan terkumpul di bawah jaringan.
Penggumpalan darah disertai dengan pembengkakan dan nyeri. Luka
murni terletak di bawah epidermis utuh disertai dengan pembengkakan
dan nyeri (Bardale, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi luka memar,
yaitu (Paul & Verma, 2015) :
a. Jenis jaringan/situs yang terlibat
1) Jaringan lunak, lemah dan yang berpembuluh darah, seperti
wajah, skrotum dan kelopak mata bahkan akan mengalami memar
yang besar dengan sedikit kekuatan.
2) Dalam jaringan yang sangat mendukung, yang mengandung
jaringan serat (fibrous tissue) yang kokoh dan ditutupi oleh
dermis yang tebal, mis. perut, punggung, kulit kepala, telapak

6
tangan dan sol, bahkan kekerasan tingkat sedang dapat
menghasilkan hanya memar kecil.
3) Memar pada kulit kepala lebih terasa daripada terlihat
4) Memar lebih ditandai pada jaringan di bagian atas tulang
5) Pada petinju dan atlet, memar jauh lebih sedikit, karena memiliki
otot yang bagus.
b. Usia
Anak-anak dan orang tua lebih mudah memar karena jaringan lebih
lembut dan kulitnya lebih tipis.
c. Jenis kelamin
Wanita cenderung lebih mudah memar daripada pria karena jaringan
lebih halus dan subkutan lemak lebih banyak.
d. Warna kulit
Memar lebih jelas terlihat dan diakui pada orang berkulit putih
dibandingkan dengan mereka yang kulit gelap.

Gambar 1. Luka memar (contusion wound) (Shetty et al., 2014).


Usia cedera dapat ditentukan oleh perubahan warna. Memar yang
masih baru (fresh) akan berwarna kemerahan, selanjutnya akan membiru
dalam beberapa jam, hingga kemudian akan hilang atau kembali normal
dalam waktu 2 minggu. Perubahan-perubahan warna tersebut pada luka
memar, yaitu (Paul & Verma, 2015):

7
Tabel 1. Perubahan warna pada luka memar (Paul & Verma, 2015)
Durasi Ciri
Baru (Fresh) Merah
Beberapa jam hingga 3 hari Biru
4-5 hari Hitam kebiruan sampai coklat
5-6 hari Hijau
7-12 hari Kuning
2 minggu Normal

Luka antemortem biasanya tidak terdapat elevasi pada kulit dan


tidak memiliki perbedaan warna. Namun pada luka postmortem memiliki
gambaran berupa pembengkakan karena resapan darah. Memar
postmortem lama memiliki warna yang bervariasi, tetapi memar yang baru
biasanya memiliki warna yang lebih tegas daripada warna memar mayat
disekitarnya. Beberapa perbedaan luka antemortem dan postmortem
dirangkum dalam tabel berikut (Paul & Verma, 2015):

Tabel 2. Perbedaan memar antemortem dan postmortem (Paul & Verma,


2015).
No. Ciri Antemortem Contusion Postmortem
Contusion
1 Penyebab Pelebaran pembuluh darah Ruptur pembuluh
yang tampak sampai ke darah yangletaknya
permukaan kulit. bisa superfisial atau
lebih dalam.
2 Kutikula Tidak rusak Rusak
3 Lokasi Terdapat pada daerah yang Terdapat disekitar, bisa
luas, terutama luka pada dimana saja pada bagian
bagian tubuh yang letaknya tubuh dan tidakmeluas.
rendah.

8
4 Gambaran Tidak ada elevasi Biasanya membengkak
(peninggian) kulit karena
resapan darah.
5 Pinggiran Jelas Tidak jelas
6 Warna Sama semua Memar yang lama
warnanya bervariasi.
Memar yang baru
warnanya lebih tegas
dari pada
warna lebam mayat
disekitarnya.
7 Pada pemotongan Darah tampak dalam pembuluh Menunjukkan resapan
darah dan mudah dibersihkan darah kejaringan
jaringan subkutan tampak pucat sekitar, susah
dibersihkan jika hanya
dengan air mengalir.
Jaringan subkutan
berwarna merah
kehitaman.

8 Dampak dari penekanan Yang masih baru akan hilang Warnanya berubah sedikit
walaupun hanya diberi saja,jika diberi penekanan.
penekanan yang ringan.

3. Luka Lecet (Abrasion Wound)


Abrasi (luka lecet) adalah cedera superfisial pada kulit yang ditandai
dengan traumatic removal, pelepasan atau pengerusakan epidermis, dan
sebagian besar disebabkan oleh gesekan dan/atau tekanan (Madea, 2014).
Abrasi murni hanya melibatkan epidermis, dan biasanya tidak berdarah
karena adanya pembuluh darah terletak di dermis. Namun karena sifatnya
bergelombang papila kulit, cukup sering, dermis juga terlibat dan dengan
demikian abrasi menunjukkan perdarahan. Abrasi tidak meninggalkan

9
bekas luka saat penyembuhan (Bardale, 2011). Luka antemortem (luka
pada korban hidup) biasanya berwarna merah terang dan sembuh tanpa
jaringan parut. Abrasi yang dihasilkan setelah kematian (abrasi
postmortem) berwarna kuning dan tembus dengan tampilan seperti
perkamen (Paul& Verma, 2015).
Tabel 3. Perbedaan antara Antemortem dan Postmortem Abrasion (Paul &
Verma, 2015).
No. Ciri Antemortem Abrasion Postmortem Abrasion
1 Lokasi Di mana saja di tubuh Biasanya terdapat di
bagian atas penonjolan
tulang
2 Warna Merah terang Kekuningan, tembus
cahaya dan seperti kertas
kulit
3 Eksudasi Banyak, keropeng Sedikit, tidak ada
sedikit terangkat keropeng
4 Reaksi vital Ada Tidak Ada

5 Proses Mungkin ada Tidak Ada


penyembuhan

Ada beberapa tipe abrasi, yaitu (Rao, 2010):


a. Scratch Abrasion (Goresan)
Ini adalah cedera yang berbentuk linier.

10
Gambar 2. Goresan (scratch abrasion) (Rao, 2010).
b. Grazes (Abrasi geser, gesekan, atau gerinda)
Ini adalah luka karena gaya gesek gesekan oleh benda tumpul yang
bergerak dengan kekuatan besar, mis. tendangan sepatu, menyeret di
jalan yang kasar dengan kendaraan, dll.

Gambar 3. Graze abrasion (Rao,2010).

11
c. Rope Burns
Luka bakar tali disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh gaya gesek
dari tali di kulit. Ini menyebabkan lecet karena ekspresi cairan jaringan
ke lapisan atas kulit.

Gambar 4. Luka bakar tali (Tanda pengikat gantung-Panah) (Rao,


2010).

d. Pressure Abrasion (Friction Abrasion, Crushing Abrasion)


Ini akan disebabkan oleh benturan langsung atau tekanan linier yang
kasar benda di atas kulit disertai dengan sedikit gerakan terarah ke
dalam mengakibatkan penghancuran lapisan superfisial kutikula
dengan beberapa memar di bawahnya. Jenis abrasi akan menjadi
ditemukan dalam tanda pengikat di gantung dan pencekikan, jika
terkena cambuk atau cambukan, hal ini juga diperhatikan anak kecil
berkulit lembut di sepanjang area gesekan di bawah tekanan garmen,
dll. Gesekan gesekan ini saat mendapatkan kering tampak coklat dan
dikeringkan.

12
Gambar 5. Jenis lecet: Lecet tekanan (tali pengikat gantung tandai dengan
bahan pengikat utuh) (Rao, 2010).
e. Impact Abrasion (Imprint Abrasion, Contact Abrasion, Patterned
Abrasion)
Ini disebabkan oleh benturan langsung atau tekanan dari beberapa
orang objek, yang saat menghancurkan kutikula menghasilkan bentuk
dan tanda permukaannya pada kulit, misalnya tanda kerikil, tanda
tapak ban, tanda kuku dan ibu jari saat mencekik, tanda gigi saat
menggigit, cambuk tanda pemukulan dengan cambuk, bekas moncong
luka tembak, dll. Abrasi jejak menjadi lebih jelas, bila kutikula terluka
mengering dan menjadi kecoklatan dan perkamen, sebaliknya dengan
permukaan kulit yang tidak terluka di sekitarnya.

Gambar 6. Jenis abrasi: abrasi tapak jejak / benturan tanda (Rao,


2010).

Perjalanan luka lecet dalam waktu dapat diperkirakan dengan


melihat perkembangan luka termasuk warna pada luka. Pada luka yang

13
masih segar, luka berwarna merah terang dan ditemukan sedikit darah
dan serum, kudis atau keropeng belum ada. Selanjutnya eksudasi akan
mengering untuk membentuk keropeng kemerahan. Kemudian dalam
2-3 hari, keropeng akan berwarna cokelat kemerahan, lalu akan
berwarna coklat tua dalam 4-5 hari. Keropeng akan berwarna coklat
kehitaman dalam 5-7 hari dan mulai terkelupas dari margin luka yang
menandakan dimulainya regenerasi epitel. Saat 7-12 hari, keropeng
akan mengering dan mengelupas, dan setelah 12 hari akan muncul
serat kolagen baru yang menggantikan keropeng (Paul & Verma,
2015).
Tabel 4. Waktu terjadinya luka lecet (Paul & Verma, 2015).
Durasi Ciri
2-24 jam Merah terang, mengalir dari serum dan beberapa darah. Eksudasi
mengering untuk membentuk keropeng kemerahan, terdiri sel
darah, getah bening dan epitel. Polymorphonuclear sel
menginfiltrasi (pembentukan keropeng).
2-3 hari Keropeng coklat kemerahan, kurang empuk.

4-5 hari Keropeng berwarna coklat tua.


5-7 hari Keropeng berwarna hitam kecoklatan dan mulai jatuh dari atas
margin. Epitel tumbuh dan menutupi cacat di bawah keropeng
(regenerasi epitel).

7-12 hari Keropeng mengering, menyusut dan jatuh, meninggalkan


depigmentasi area di bawahnya. Secara bertahap menjadi
berpigmen pada waktunya perjalanan waktu (granulasi
subepidermal).
>12 hari Epitel menjadi lebih tipis dan atrofi. Serat kolagen baru akan
menonjol. Membran dasar hadir dan vaskularisasi dermis
berkurang (regresi).

14
4. Luka Robek (Laceration Wound)
Laserasi adalah sobek atau terbelahnya kulit, selaput lendir
(mucous membrane), otot atau organ dalam disebabkan oleh gaya
geser atau penghancur, dan diproduksi oleh aplikasi gaya tumpul ke
luas area tubuh (Paul & Verma, 2015). Laserasi bisa linier, bergerigi,
berbentuk tidak teratur, atau kadang-kadang berpola. Laserasi linier
terkadang menjadi tidak bisa dibedakan dengan cedera kekuatan yang
tajam. Ciri yang membedakan antara laserasi dengan cedera kekuatan
yang tajam adalah adanya “jaringan penghubung” (tissue bridging),
yang menggambarkan keberadaan saraf yang utuh, pembuluh darah,
dan untaian jaringan lain yang “menjembatani celah” (bridge the gap).
Penghubung jaringan cenderung tidak terjadi dengan cedera kekuatan
yang tajam, karena struktur ini kemungkinan akan terputus bersama
dengan kulit dan jaringan lunak yang mendasarinya (Prahlow, 2010).
Luka robek memiliki beberapa ciri umum, yaitu (Paul & Verma,
2015):
a) Terjadi paling sering pada tonjolan tulang
b) Ditandai dengan untaian “jaringan penghubung” di dalam laserasi;
ciri ini digunakan untuk membedakan laserasi (robekan) dari luka
iris (incised wound) yang tidak memiliki “jaringan penghubung”
(Gambar 2.7).
c) Sebagai aturan umum dalam pukulan ke kepala, benda panjang dan
tipis (seperti pipa) cenderung menghasilkan laserasi linier atau
memanjang, sedangkan benda datar cenderung menyebabkan
ireguler, atau laserasi berbentuk Y
d) Pukulan tangensial atau miring dapat menghasilkan laserasi yang
menunjukkan kerusakan jaringan pada satu sisi atau tepi, dengan
ujung lainnya terkikis atau miring.

15
Gambar 7. Karateristik luka robek (Paul & Verma, 2015).

Gambar 8. Laserasi pada kulit kepala (Prahlow, 2010).

5. Trauma Tajam
Trauma tajam didefinisikan sebagai cedera yang diakibatkan oleh
instrumen dengan ujung atau ujung tipis, seperti pisau, botol kaca
pecah, pecah jendela kaca, gunting, mata gergaji, kapak, parang dan
sebagainya (Catanese, 2016). Trauma tajam ditandai dengan
pemisahan traumatis yang relatif baik pada jaringan, terjadi ketika
benda tajam atau runcing bersentuhan dengan kulit dan jaringan di
bawahnya. Tiga subtipe spesifik dari trauma tajam, yaitu: luka tusuk
(stab wound), luka gores/iris (incised wound), dan luka potong (chop
wound) (Prahlow, 2016).

16
6. Luka Iris (Incised wound)
Luka iris, merupakan luka yang dhasilkan ketika suatu benda
dengan ujung yang tajam membuat kontak dengan kulit (dengan atau
tanpa jaringan di bawahnya), dengan arah gaya dalam kaitannya
dengan kulit yang terjadi pada arah tangensial lebih atau kurang.
Meskipun pisau merupakan senjata utama yang sering digunakan dalam
menghasilkan sebagian besar luka irisan yang dijumpai pada sebagian
besar praktik forensik, benda apa pun dengan ujung yang tajam dapat
mengakibatkan luka irisan. Contohnya termasuk pisau cukur, pecahan
kaca, gunting, kawat berduri, dan pemotong kotak. Banyak dari luka-
luka yang dihasilkan oleh alat-alat ini sangat mirip dengan luka yang
dihasilkan oleh pisau (Prahlow, 2010). Karateristik dari luka iris, yaitu
(Biswas, 2012):
a. Margin
Tepi terpotong bersih dan tegas. Tepinya bebas dari kontusio dan
lecet. Luka keriput diproduksi di tempat kulit keriput (yaitu lipatan)
dan lebih darisatu sayatan luka terlihat.
b. Lebar
Lebar lebih besar dari tepi senjata yang disebabkan oleh karena
retraksijaringan.
c. Panjang
Panjang lebih besar dari lebar dan kedalamannya dan tidak ada
hubungannya dengan ujung tombak senjata.
d. Bentuk
Biasanya berbentuk spindle karena retraksi yang hebat di tepi
bagian tengah tepi di tengah.
e. Kedalaman dan arah
Biasanya lebih dalam diawal, kecuali dalam kasus bunuh diri
dengan cedera penggorokan tenggorokan, dengan potongan ragu-
ragu di awal. Ini dikenal sebagai kepala luka. Menjelang selesai,
potongan menjadi semakin dangkal, yang dikenal sebagai ekor
luka. Akibatnya, kedalaman dari luka yang diiris dengan ekor luka
akan menunjukkan arah dari mana gaya diterapkan.

17
f. Perdarahan
Saat pembuluh darah terpotong bersih, maka akan terjadi
perdarahan yang lebih.
g. Potongan miring
Jika mata/ujung senjata masuk dengan miring, jaringan akan
terlihat pada satu margin dan margin lainnya akan rusak.

Gambar 9. Luka iris (incised wound) yang dihasilkan oleh sebuah pisau
(Catanese, 2016).
7. Luka Tusuk (Stab wound)
Luka tusuk merupakan luka yang disebabkan oleh benda runcing,
biasanya memiliki ujung yang tajam, ketika benda tersebut dipaksa
masuk ke kulit (dan jaringan dibawahnya dengan arah gaya dalam
sudut tegak lurus yang kurang lebih dengan kulit. Luka tusuk biasanya
lebih dalam (melalui kulit dan ke dalam tubuh) daripada luka iris.
(pada permukaan kulit) (Prahlow, 2016). Secara klinis, luka tusuk
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Paul & Verma, 2015).
a. Luka tembus (penetrating) : senjata masuk ke tubuh
menghasilkan hanyasatu luka, yaitu luka masuk.
b. Luka perforasi (perforating): senjata smasuk ke salah satu sisi

18
tubuh akan keluar melalui sisi tubuh yang lain, menghasilkan dua
luka:
1) Luka masuk: masuk ke dalam tubuh dengan luka yang lebih
besar.
2) Luka keluar: keluar dari dalam tubuh dengan luka yang lebih
kecil.

Gambar 10. Klasifikasi luka tusuk (Paul & Verma, 2015).


Luka tusuk memliki tepi luka yang terlihat bersih, biasanya tidak
ada abrasi atau memar pada tepi luka. Tetapi bila penetrasi penuh,
abrasi yang terpola atau memar akan bisa dihasilkan oleh pangkal
senjata yang menyerang kulit. Tepi luka tusuk terlihat teratur, tajam
dan jelas. Luka tusuk memiliki panjangnya sedikit kurang dari lebar
senjata karena peregangan kulit. Kemudian kedalaman luka tusuk
adalah dimensi terbesar dari tikaman luka. Kedalaman sesuai dengan
panjang badan pisau dari senjata yang memasuki tubuh, ketika
keseluruhan panjang senjata memasuki tubuh, tetapi belum
menghasilkan luka keluar (Paul & Verma, 2015).

19
Gambar 11. Luka tusuk (stab wound) (Shetty et al., 2014).

8. Luka Bacok (Chop wound)


Luka bacok paling baik dianggap sebagai kombinasi dari cedera
tumpul dan cedera tajam yang dihasilkan oleh benda yang relatif tajam
yang dipegang dengan kekuatan yang luar biasa. Senjata yang digunakan
sering kali memiliki berat yang cukup besar dan bergerak dengan
kecepatan tinggi. Karena jumlah kekuatan yang lebih besar, luka bacok
memiliki ciri-ciri baik ciri cedera tajam maupun cedera tumpul. Dengan
demikian, luka bacok sering memiliki lecet dan memar marginal, dan
kadang-kadang laserasi (Prahlow, 2016).

Senjata yang biasanya digunakan adalah kapak, pedang atau parang


daging. Dimensi luka sesuai dengan penampang dari pisau penembus. Tepi
lukanya tajam, dan mungkin menunjukkan abrasi, memar dan beberapa
laserasi dengan kemungkinan cedera parah pada organ yang mendasarinya
(Paul & Verma, 2015).

20
Gambar 12. Luka bacok (chop wound) (Shetty et al., 2014).

9. Trauma Tembak
Ciri-ciri luka senjata api bergantung pada (Biswas, 2012):
a. Sifat senjata api, baik shotgun atau rifle
b. Bentuk dan komposisi rudal
c. Rentang (jarak) tembakan
d. Bagian tubuh dipukul
e. Arah tembakan
10. Luka Tembak Masuk (Entery/Entrance Wound)
Luka tembak masuk yang khas memiliki cacat kulit berbentuk bulat
atau oval, dan dikelilingi oleh tepi abrasi. Pinggiran atau tepi ini secara
bervariasi disebut sebagai ''kerah abrasi (abrasion collar)'' atau ''abrasi
marjinal lingkaran (circumferential marginal abrasion)''. Lebar abrasi
marjinal dapat memberikan suatu indikasi tentang sudut relatif peluru saat
memasuki kulit. Jika abrasi marjinal memiliki lebar yang konsisten, berarti
peluru memasuki kulit dengan cara yang relatif tegak lurus. Jika peluru
mengalami sesuatu yang lain sebelum menyerang kulit, itu berarti peluru
telah melewati sebuah ''perantara'' atau ''sela''.

21
Berdasarkan pada karakteristik perantara atau sela tersebut, peluru tersebut
dapat menghasilkan luka yang berbentuk tidak beraturan dengan marjinal
abrasi yang lebar. Ini dikenal sebagai ''luka masuk atipikal'' (Prahlow &
Byard, 2012)

Gambar 13. Luka tembak masuk. Perhatikan bahwa


abrasi marginal lebih lebar di sebelah kiri samping,
menunjukkan bahwa peluru lebih banyak datang dari kiri,
bukan lurus (Prahlow&Byard, 2012).

Gambar 14. Luka tembak masuk yang tidak biasa


(atipikal), ditandai dengan ukuran besar dan lecet pinggir
yang relatif luas. Biasanya luka seperti itu terjadi ketika
peluru telah melewati perantara sebelum mengenai
korban (Prahlow & Byard, 2012).

22
Luka masuk bisa bervariasi secara keseluruhan dalam bentuk dan
penampilan berdasarkan seberapa jauh moncong senjatanya dari korban,
yang disebut ring of fire. Salah satunya adalah luka masuk yang terjadi di
atas tengkorak, kemudian gas dan asap peledak yang keluar dari senjata
dapat membelah antara kulit dan tulang di daerah sekitar area masuk luka,
menyebabkan munculnya ''stellate'' atau ''starburst”.

Gambar 15. Kontak luka masuk pada kulit kepala


(dahi), menunjukkan karakteristik bentuk seperti
bintang (stellate) karena kulit pecah karena gas telah
membelah antara kulit dan tulang tengkorak yang
mendasari (Prahlow & Byard, 2012).

11. Luka Tembak Keluar (Exit Wound)

Luka keluar dari senjata api dengan kecepatan rendah cenderung


menjadi relatif kecil, dan dapat memiliki berbagai bentuk, berkisar dari
seperti celah, berbentuk koma, berbentuk X hingga berbentuk tidak
beraturan. Luka keluar mungkin tidak memiliki pusat, bulat ke cacat oval,
tetapi luka keluar khas tidak memiliki marginal lecet. Dengan amunisi
kecepatan rendah, hal ini tidak jarang terjadi untuk peluru yang
kekurangan energi untuk benar-benar keluar dari tubuh, terutama bila
amunisi kaliber kecil digunakan. Luka keluar dari senjata api dengan
kecepatan tinggi cenderung sangat besar dan merusak.

23
Gambar 16. Luka tembak keluar yang berbentuk seperti
celah (Prahlow & Byard, 2012).

Gambar 17. Luka keluar berbentuk tidak beraturan. Perhatikan tidak adanya lecet
marjinal (Prahlow & Byard, 2012).

24
Gambar 18. Luka keluar berkecepatan tinggi, dengan kerusakan jaringan yang luas
(Prahlow & Byard, 2012).

C. Penanganan Trauma Mekanik


Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan
dalam menetapkan prioritas. Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang
mengancam jiwa dengan Survey Primer, seperti :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Cedera dada dengan kesukaran bernafas
3. Perdarahan berat eksternal dan internal
4. Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasar prioritas (triage). Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan
fasilitas yang ada. Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure) ini disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5
menit.
1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat berbicara dan
bernafas dengan bebas? Jika obstruksi maka lakukan:
a. Chin lif/jaw thrust
b. Suction
c. Guedel airway
d. Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

25
2. Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:
a. Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
b. Tutup jika ada luka
3. Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah
jalan nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai
maka lakukan :
a. Hentikan perdarahan eksternal
b. Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14-16 G)
c. Berikan infus cairan
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
5. Eksponsure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dikerjakan.
Pengelolaan jalan nafas untuk biomekanik trauma yaitu:
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan
mempertahankannya agar tetap bebas.
a. Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan
nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan
nafas buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien
tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika

26
ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trachea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-
line
b. Berikan oksigen dengan sungkup (masker) atau kantung nafas
(selfinvlating)
c. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antra lain:
1) Suara burkumur
2) Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
3) Pasien gelisah karena hipoksia
4) Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradox
5) Sianosis
d. Menjaga stabilitas tulang leher
e. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah:
1) Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
2) Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
3) Apnea
4) Hipoksia
5) Trauma kepala berat
6) Trauma dada
7) Trauma wajah / maxillo-fcial

Pengelolaan Nafas (Ventilasi)


Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
a. Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
1) Sianosis
2) Luka tembus dada
3) Flail chest
4) Sucking wounds
5) Gerakan otot nafas tambahan

27
b. Palpasi/raba (FEEL)
1) Pergerakan letak trachea
2) Patah tulang iga
3) Emfissema kulit
4) Dengan perkusi mencari hemotoraks dn atau pneumotraks
c. Auskultasi/dengar (LISTEN)
1) Suara nafas, detak jantung, bising usus
2) Suara nafas menurun pada pneumotoraks
3) Suara nafas tambahan/abnormal
d. Tindakan resusitasi

28
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Trauma mekanik adalah trauma karena kekerasan benda tumpul
(misalnya vulnus laseratum) benda tajam atau keduanya (misalnya vulnus
excoriatum). Trauma mekanik merupakan kasus yang paling sering ditemukan
di instalasi gawat darurat. Trauma mekanik terdiri dari trauma tumpul, trauma
tajam, dan trauma senjata api. Kasus trauma mekanik memerlukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat untuk meminimalisir kemungkinan
memberatnya trauma serta memilimalisir risiko infeksi.

B. Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami trauma
mekanik yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat. Untuk memudahkan pemberian
tindakan darurat secara tepat dan tepat diperlukan prosedurtetap atau protokol
yang dapat digunakan setiap hari.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonimmity.-------. Basic Trauma – Cardiac Life Support. Jakarta : Yayasan


Ambulans Gawat Darurat 118

Anonimmity.2008.Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat


dan Basic Life Support plus. Yogyakarta : Tim Pusbankes 118 Baker

Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD
Dinkes Provinsi DKI Jakarta.

Sucipta I Nyoman & Suriasih Ketut. 2015. Biomechanical Trauma. Universitas


Udayanan. Jurnal Proceeding 2015

30

Anda mungkin juga menyukai