Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aditya Rafli Pratama

NIM : 011201030

OPEN GATE THEORY


A. Definisi Nyeri

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang dan bersifat individual yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu aspek
psikologis dan aspek fisiologis. Menurut Jamie (2006), nyeri merupakan segala sesuatu yang dikatakan
seseorang dan dirasakannya berhubungan dengan rasa tidak nyaman. Menurut IASP (1979), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

 Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan
dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang
berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.

 Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab
atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya.

B. Pengukuran Nyeri

Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang ditimbulkan, yaitu:

1. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi


2. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik: peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan
tekanan darah, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil.
3. Nyeri berat memiliki karakteristik : muka pucat, otot mengeras, penurunan frekuensi nafas dan tekanan
darah, kelelahan dan keletihan.

C. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate control theory)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menjelaskan bahwa impuls nyeri diatur oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori tersebut secara sederhana menyatakan,
dengan cara yang elegan dan ringkas, bahwa transmisi nyeri dari saraf perifer melalui sumsum tulang
belakang tunduk pada modulasi oleh neuron intrinsik dan kontrol yang berasal dari otak. Keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Adapun
mekanismenya adalah sebagai berikut.

 Ketika tidak ada rangsangan nyeri, inhibitory neuron mencegah projection neuron (Projection cell)
untuk mengirim sinyal ke otak. Sehingga, kita dapat katakan gerbang tertutup atau tidak ada
presepsi nyeri.
 Ketika rangsangan normal somatosensori (sentuhan, perubahan suhu, dll) terjadi. Rangsangan akan
di hantarkan melalui serabut saraf besar (hanya serabut saraf besar). Meyebabkan inhibitory neuron
dan projection neuron aktif. Tetapi inhibitory neuron mencegah projection neuron untuk mengirim
sinyal terkirim ke otak. Sehingga, gerbang masih tertutup dan tidak ada presepsi nyeri.
 Ketika nociception (rangsangan nyeri) muncul. Rangsangan akan dihantarkan melaui serabut saraf
kecil. Dan ini menyebabkan inhibitory neuron menjadi tidak aktif, dan projection neuron
mengirimkan sinyal ke otak. Sehingga, gerbang terbuka dan presepsi nyeri muncul.

Secara sederhana didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Pada saat stimulasi nyeri terjadi (membuat
“gerbang terbuka”), stimulasi pada serabut saraf besar dapat menghambat nyeri karena
menyebabkan “gerbang tertutup”.

1. Gerbang terbuka oleh:

- Faktor fisik : Cidera ( jatuh,


tersayat, dll).

- Faktor Emosional : Cemas dan


Depresi.

- Faktor Perilaku : sikap dengan


adanya cidera, dan konsentrasi
terhadap sakit/ nyeri.

2. Gerbang tertutup oleh:

- Faktor fisik: Pemberian analgesik,


tindakan yang meransang somatosensory.

- Faktor Emosional: “good mood” suasana hati yang baik.

- Faktor Perilaku: Kosentasi kepada hal lain selain nyeri (anak-anak perhatiannya dapat lebih mudah teralihkan
dari rasa sakit dengan bermain).

D. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

Menurut Smeltzer & Barre (2004). Faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri usia, jenis kelamin,
budaya, perhatian.

 Usia

Usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien
dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Nyeri dianggap sebagai kondisi
yang alami dari proses penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada dua. Pertama, rasa sakit adalah normal dari proses
penuaan. Kedua sebagai tanda penuaan.

 Jenis kelamin

Respon nyeri di pengaruhi oleh jenis kelamin. perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon
nyeri yaitu perempuan mempunyai respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki.

 Budaya

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu
daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

Anda mungkin juga menyukai