Anda di halaman 1dari 9

A.

Judul Kegiatan Praktikum :


“PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH”
B. Tujuan Praktikum
Melakukan teknik-teknik pengukuran tekanan darah.
C. Dasar teori
Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa,
digital atau aneuroid dengan menggunakan satuan millimeter air raksa (mmHg).
Ukuran manset berpengaruh terhadap besarnya nilai tekanan darah. Panjang
manset sebaiknya melingkari + 80% lengan atas yang akan dipasang manset
tersebut, sedangkan lebar manset + 40% panjang lengan atas. Ukuran manset yang
kecil menyebabkan nilai tekanan darah meningkat dari yang seharusnya begitu
pula sebaliknya. Oleh karena itu sebaiknya disediakan manset dengan ukuran
normal dan anak-anak (Modul Praktikum Biomedik I, 2019).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat sistemik
alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi tidak terjadi
tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah tinggi yang
tidak terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan darah tinggi
permanen yang disebut hipertensi (Lingga, 2012).
Hipertensi sering merupakan kondisi asimptomatik. Penemuan kasus secara
dini akan sangat membantu dalam tindakan penatalaksanaan dan sebagai upaya
untuk mencegah kerusakan/kecacatan lebih lanjut. Salah satu cara yang paling
tepat untuk dapat menegakkan diagnosa hipertensi secara pasti adalah dengan
melakukan pengukuran tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Diagnosa hipertensi pada dewasa ditegakkan ketika dua kali kunjungan
pasien tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih, atau tekanan sistolik lebih dari 135
mmHg (Potter & Perry, 2001).
Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi diperlukan setidaknya tiga
kali pengukuran tekanan darah pada waktu yang berbeda. Jika dalam tiga kali
pengukuran selama interval 2-8 pekan angka tekanan darah tetap tinggi, maka
patut dicurigai sebagai hipertensi. Pengecekan retina mata dapat menjadi cara
sederhana untuk membantu menentukan hipertensi pada diri seseorang (Lingga,
2012).
Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang disebabkan
sistoleventricular. Hasil pembacaan tekanan sistolik menunjukan tekanan atas
yang nilainya lebih besar. Sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan
minimum dalam arteri yang disebabkan oleh diastoleventricular (Widyanto, S.
dan Triwibowo C, 2013).
Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg atau nilai tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Menurut InaSH
(Perhimpunan Hiepertensi Indonesia), Untuk menegakkan diagnosis hipertensi
perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu
bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg (Garnadi, 2012).
Batasan mengenai tekanan darah tersebut ditetapkan dan dikenal dengan
ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure).
Ketetapan ini juga telah disepakati WHO, organisasi hipertensi internasional.
maupun organisasi hipertensi regional, termasuk yang ada di Indonesia (Susilo
dan Wulandari, 2010).
Dari batasan tersebut terlihat bahwa mereka yang mempunyai tekanan darah
normal yaitu bila tekanan darahnya lebih rendah dari 120/80 mmHg. Di atas dari
batasan tersebut sudah termasuk dalam kategori pre-hipertensi dan atau hipertensi
(Susilo dan Wulandari, 2010).
Pelaksanaan pengukuran tekanan darah, beberapa literatur menekankan
pentingnya mengukur tekanan darah pada kedua lengan (kanan dan kiri).
Ketentuan ini sangat beralasan karena tekanan darah dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu curah jantung, tahanan pembuluh darah perifer, elastisitas arteri, dan
volume darah (Perry & Potter, 2001; Marieb, Branstrom, Burner, Hughes, &
Cochran, 1996).
Variasi tekanan darah dapat ditemukan pada arteri yang berbeda. Variasi
normal sering ditemukan pada kedua lengan, tetapi tidak boleh lebih dari 5 – 10
mmHg. Perbedaan yang lebih dari 10 mmHg merupakan indikasi terjadinya
gangguan vaskuler, dan bila perbedaan lebih besar dari 20 – 30 mmHg pada kedua
belah lengan menunjukkan suatu kecurigaan terhadap adanya gangguan organis
aliran darah pada daerah yang tekanan darahnya rendah (Potter & Perry, 2001;
Rilantono Lily Ismudiati, dkk. 1995).
Variasi tekanan darah bertambah seiring dengan bertambahnya tingkat
tekanan darah dan usia. Keadaan ini lebih nyata pada tekanan sistolik daripada
tekanan diastolik (Rilantono Lily Ismudiati, dkk. 1995).
Dalam berbagai penelitian telah terbukti bahwa besarnya variasi tekanan
sistolik dan tekanan rata-rata berbanding terbalik dengan kepekaan baroreseptor.
Adanya pseudo hipertensi pada orang tua dengan kekerapan yang tidak diketahui
juga turut berperan. Selain itu pada usia lanjut dengan perkapuran tidak jarang
terjadi suatu auscultatory gap. Kondisi ini sering dijumpai pada usia lanjut dengan
tekanan sistolik tinggi. Oleh karena itu sebaiknya tekanan darah mula-mula diukur
pada kedua lengan, dan semua pengukuran berikutnya dilakukan pada lengan
dengan tekanan darah yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, usia responden
sebagian besar adalah usia lanjut (60 – 70 tahun), sehingga memang terjadi variasi
tekanan darah antara lengan kanan dan lengan kiri.
Sementara itu, pada oklusi akut dari suatu pembuluh darah besar yang
disebabkan oleh emboli maupun trombosis, tekanan darah akan naik pada bagian
proksimal oklusi dan turun pada bagian distal oklusi. Kemudian akan terjadi
dilatasi fungsional arteri prakolateral di daerah post stenosis, sehingga tekanan
arteri akan kembali naik. Namun demikian, pada oklusi pembuluh darah besar,
walaupun telah terbentuk kolateral tetap tidak cukup memberikan kompensasi
aliran, sehingga tekanan darah bagian distal tetap rendah (Rilantono Lily
Ismudiati, dkk. 1995).
Oklusi arteri subklavia yang paling sering terjadi adalah oklusi arteri
subklavia kiri. Pada stenosis yang berat terlihat perbedaan tekanan darah sampai
30 mmHg atau lebih dibandingkan sisi yang lain.Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya selisih tekanan darah antara lengan kanan dan lengan kiri sebesar 30
mmHg dan bahkan sampai 47 mmHg yang mungkin dapat disebabkan oleh
adanya oklusi pada arteri (Rilantono Lily Ismudiati, dkk. 1995).
Ada hubungan timbal balik antara kejadian hipertensi dan penyakit pembuluh
darah perifer. Kerusakan vaskuler akibat hipertensi terlihat jelas pada seluruh
pembuluh perifer. Hipertensi menyebabkan perubahan struktur dalam arteri-arteri
kecil dan arteriola yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan pembuluh
progresif. Adanya atherosklerotik yang dipercepat oleh hipertensi dan nekrosis
medial aorta merupakan predisposisi terjadinya aneurisma dan diseksi (Price &
Wilson, 1995). Kelainan pembuluh darah perifer lainnya adalah koartasio aorta
yang merupakan salah satu penyebab hipertensi, disamping atherosklerotik
obliteratif, kompresi arteri ekstrinsik, dan diseksi aorta. Kondisi-kondisi ini dapat
menimbulkan perbedaan tekanan darah diantara anggota-anggota tubuh.(Burnside
& Glynn, 1993). Apabila terdapat koartasio aorta pada bagian proksimal dari
arteri subklavia kiri, maka tekanan darah pada lengan kanan meninggi, sedangkan
pada ketiga ekstremitas lainnya menjadi rendah (Wahidayat Iskandar, dkk. 1991).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selisih tekanan darah antara lengan
kanan dan lengan kiri bervariasi antara 1 mmHg sampai dengan 47 mmHg. Oleh
karena itu, tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh dari kelainan pembuluh
darah perifer terhadap perbedaan tekanan yang terjadi.
D. Alat

No Nama Alat Gambar Fungsi

Untuk
mengukur
tekanan darah
yang bekerja
Sphygmomanomet
1. secara manual
er air raksa
saat memompa
maupun
mengurangi
tekanan pada
manset.

Untuk memeriksa
suara denyutan
2. Stetoskop
dalam tubuh.

Untuk mencatat
3. Alat Tulis
Hasil

E. Cara Kerja

PEMERIKSAAN
TEKANAN DARAH

Menyediakan kamar pasien dengan suhu


kamar yang nyaman. Idealnya, tekanan
darah tidak boleh diukur jika pasien
melakukan aktivitas fisik, merokok,
minum kopi, atau makan 30 menit
sebelumnya.
Memposisikan pasien dengan benar, yaitu
meletakkan punggung dan tungkai bawah
pasien dengan ditopang, dengan tungkai
bawah tidak boleh menyilang dan kaki
berada pada permukaan yang datar dan
keras. Melonggarkan lengan sampai kebahu
sehingga tidak mengganggu aliran darah dan
manset. Kemudian meletakkan lengan
dengan sedemikian rupa sehingga sejajar
dengan jantung dan memposisikan
manometer sejajar dengan mata pemeriksa.

Mulai mengukur tekanan darah dengan


menggunakan manset yang sesuai dengan
pasien. Memposisikan manset dengan
meletakannya pada pertengahan lengan
atas, sekitar 2 cm diatas siku. Meletakkan
dengan rapo dan tidak terlalu ketat artinya
masih bisa memasukkan dua jari diantaranya.

Meletakkan bagian diafragma stetoskop


diatas arteri brakhialis, untuk menghindari
suara berisik usahakan stetoskop tidak
bersentuhan dengan pakaian pasien. Mulai
memompa manset hingga 20-30 mmHg
diatas denyut obliterasi kemudian
mengendorkan pemompaan dengan
kescepatan 2 mmHg perdetik sambil
mendengarkan suara korotkoff.
Pada waktu pengendoran manset, turbulensi
aliran darah melalui arteri brakhialis akan
menimbulkan rangkaian suara, suara ini
terbagi menjadi 5 fase yaitu : fase 1
diatandai dengan suara yang jelas (sistolik),
fase 2 ditandai dengan suara murmur yang
terdengar, fase 3 dan 4 ditandai dengan
perubahan suara menjadi kurang jelas atau
melemah, dan pada fase 5 ditandai dengan
menghilangnya suara hentakan (diastolic).

F. Hasil Pengukuran

N TEKANAN DARAH
NAMA PASIEN KETERANGAN
O (mmHg)
Mar’atuljannah Una 110
1 Normal
90
Riska Saman 110
2 Normal
80
Vionita Milinia Pianaung 120
3 Normal
80
Jelita Agustina Malahika 120
4 Normal
80
Rizki Nento 120
5 Normal
70

G. Pembahasan
Berdasarkan hasil peraktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop, kita dapat mengetahui teknik-teknik
pengukuran tekanan darah, mulai dari tahap persiapan, kemudian memperhatikan
posisi pasien, melakukan pengukuran lengan dan menempatkan manset dengan
benar dan tepat, dan melakukan pengukuran tekanan darah sesuai prosedur. Pada
praktikum ini, kami melakukan pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan
sphygmomanometer dengan ukuran manset yang normal. Biasanya penggunaan
manset yang tidak sesuai dengan pasien, dapat memberi pengaruh terhadap hasil
pengukuran nantinya. Panjang manset sebaiknya melingkari + 80% lengan atas
yang akan dipasang manset tersebut dan lebar manset + 40% panjang lengan atas.
Disini ada 2 hal yang perlu dicatat pada saat melakukan pemeriksaan tekanan
darah, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic. Tekanan darah
sistolik adalah tekanan darah waktu jantung memompa darah keluar, banyak
dipengaruhi oleh cardiac output san pembuluh darah besar. Sedangkan tekanan
darah diastolic adalah tekanan darah yang disebabkan resistensi yang ada didalam
pembuluh darah perifer. Kami melakukan pemeriksaan tekanan darah dengan
menggunakan tangan pasien sebelah kanan atas kecuali bila ada cedera.
Cara mengetahui adanya tekanan darah sistolik yaitu pada waktu ventrikel
berkontraksi, darah akan dipompakan keseluruh tubuh. Tekanan ini biasanya
timbul pada saat turbulensi aliran darah melalui arteri brakhialis menimbulkan
suara pada fase pertama. Pada tekanan darah diastolic, ventrikel berada dalam
kondisi relaks, dan darah dari atrium masuk ke ventrikel, tekanan darah pada
waktu relaks disebut tekanan darah diastolic. Tekanan diastolic ini dapat diketahui
melalui turbulensi aliran darah brakhialis dimana pada fase 5 menunjukkan
adanya tekanan darah diastolic dengan menghilangnya bunyi hentakan. Orang
dewasa memiliki tekanan darah yang normal apabila tekanan sistoliknya < 120
dan tekanan diastoliknya < 80.

H. Kesimpulan
1. Dengan dilaksanakan praktikum pemeriksaan tekanan darah ini,
mahasiswa dapat melakukan teknik-teknik pengukuran tekanan darah
tersebut.
2. Praktikum pemeriksaan tekanan darah ini menjadikan mahasiswa dapat
terampil menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop dengan baik
dan benar untuk mengetahui tekanan darah seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Bursnide & Mc. Glynn. 1993. Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC.

Garnadi, Y. 2012. Hidup Nyaman Dengan Hipertensi. Edisi Pertama. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Lingga, L. 2012. Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta. Agromedia Pustaka.

Rilantono lily Ismudiati. 1995. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI.

Susilo, Y. & Wulandari, A. 2012. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta:


ANDI Yogyakarta.

Tim Teaching, 2019. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Biomedik I. Universitas


Negeri Gorontalo.

Potter, Perry. 2001. Fundametals Of Nursing. Piladephia: Mosby.

Price Sylvis A. & Wilson Lorraine M. 1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC.

Wahidayat Iskandar, Matondang Cory S., Sastroasmoro Sudigdo. 1991. Diagnosis


Fisis Pada Anak. Jakarta: FK UI.
Widyanto, S. & Triwibowo, C. 2013. Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini.
Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai