Anda di halaman 1dari 6

Perubahan selama akhir gestasi sebagai persiapan untuk persalinan.

Persalinan (partus atau pelahiran) memerlukan (1) dilatasi kanalis servikalis untuk
mengakomodasi lewatnya janin dari uterus melalui vagina dan ke lingkungan luar dan (2)
kontraksi miometrium uterus yang cukup kuat untuk mengeluarkan janin. Beberapa
perubahan terjadi selama gestasi akhir sebagai persiapan untuk dimulainya persalinan.
Selama dua trimester pertama gestasi, uterus relatif tetap tenang karena efek inhibitorik
progesteron kadar tinggi pada otot uterus. Namun, selama trimester terakhir, uterus menjadi
semakin peka rangsang sehingga kontraksi ringan (kontraksi Braxton-Hicks) dapat dialami
dengan kekuatan dan frekuensi yang bertambah. Kadang kontraksi ini menjadi cukup teratur
sehingga disangka sebagai awitan persalinan, suatu fenomena yang dinamai "persalinan
semu".

Selama gestasi, pintu keluar uterus tetap tertutup oleh serviks yang kaku dan tertutup rapat.
Seiring dengan mendekatnya persalinan, serviks mulai melunak (atau "matang") akibat
disosiasi serat jaringan ikatnya yang kuat (kolagen). Karena perlunakan ini, serviks menjadi
lentur sehingga dapat secara bertahap membuka pintu keluarnya sewaktu janin di dorong
dengan kuat melawan serviks selama persalinan. Perlunakan serviks ini terutama disebabkan
oleh relaksin, suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh korpus luteum kehamilan dan oleh
plasenta. Faktor lain yang akan dijelaskan berikut turut berperan dalam perlunakan serviks.

Relaksin juga melemaskan jalan lahir dengan melonggarkan jaringan ikat antara tulang-
tulang panggul. Sementara itu, janin bergeser ke bawah (janin "turun") dan dalam keadaan
normal terorientasi sedemikian rupa sehingga kepala berkontrak dengan serviks sebagai
persiapan untuk keluar melalui jalan lahir. Pada persalinan langsung, setiap bagian tubuh
selain kepala adalah bagian yang pertama kali mendekati jalan lahir.

faktor-faktor yang memicu dimulainya persalinan.

Kontraksi ritmik terkoordinasi, biasanya tak-nyeri pada awalnya, dimulai pada awitan
persalinan. Seiring dengan kemajuan persalinan, frekuensi, intensitas, dan rasa tidak nyaman
yang ditimbulkan kontraksi bertambah. Kontraksi kuat dan berirama ini mendorong janin
menekan serviks sehingga mendilatasikannya. Kemudian, setelah membuat serviks terbuka
cukup lebar untuk dapat dilalui janin, kontraksi-kontraksi ini mendorong janin keluar melalui
jalan lahir.
Faktor-faktor pasti yang memicu peningkatan kontraktilitas uterus dan, karenanya, memulai
persalinan belum sepenuhnya diketahui, meskipun telah banyak kemajuan dicapai dalam
pengungkapan rangkaian proses selama tahun-tahun terakhir. Mari kita lihat apa yang
diketahui tentang proses ini.

PERAN ESTROGEN KADAR TINGGI

Selama awal gestasi, kadar estrogen ibu relatif rendah, tetapi seiring dengan kemajuan
kehamilan, sekresi estrogen plasenta terus meningkat. Pada hari-hari tepat menjelang
persalinan, terjadi lonjakan kadar estrogen yang menyebabkan perubahan pada uterus dan
serviks untuk mempersiapkan kedua struktur ini untuk persalinan dan pelahiran

Pertama, estrogen kadar tinggi mendorong sintesis konekson di dalam sel-sel otot polos
uterus. Sel-sel miometrium ini secara fungsional tidak berkaitan sama sekali hampir di
sepanjang masa gestasi. Konekson yang baru terbentuk disisipkan di membran plasma
miometrium untuk membentuk taut celah yang secara elektrik menyatukan sel-sel otot polos
uterus sehingga mereka mampu berkontraksi secara terkoordinasi

Secara bersamaan, estrogen kadar tinggi secara drastis dan progresif meningkatkan
konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium. Bersama-sama, perubahan-perubahan
miometrium ini menyebabkan responsivitas uterus terhadap oksitosin meningkat yang
akhirnya memicu persalinan.

Selain mempersiapkan uterus untuk persalinan, estrogen kadar tinggi juga mendorong
pembentukan prostaglandin lokal yang berperan dalam pematangan serviks dengan
merangsang enzim-enzim serviks yang secara lokal menguraikan serat kolagen. Selain itu,
berbagai prostaglandin itu sendiri meningkatkan responsivitas uterus terhadap oksitosin.

PERAN OKSITOSIN

Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di
hipofisis posterior, dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior pada stimulasi
saraf oleh hipotalamus. Oksitosin menjalankan fungsinya melalui jalur IP3/Ca2+/DAG.
Sebagai stimulan otot uterus yang kuat, oksitosin berperan kunci dalam kemajuan persalinan.
Namun, hormon ini semula bukan dianggap sebagai pemicu persalinan karena kadar oksitosin
dalam darah tetap konstan sebelum awitan persalinan. Penemuan bahwa responsivitas uterus
terhadap oksitosin pada aterm adalah 100 kali lipat dibandingkan wanita tak-hamil (karena
adanya konekson dan meningkatnya konsentrasi reseptor oksitosin miometrium)
menyebabkan ditariknya kesimpulan yang sekarang diterima luas bahwa persalinan dimulai
ketika konsentrasi res6ptor oksitosin mencapai suatu ambang kritis yang memungkinkan
awitan kontraksi kuat terkoordinasi sebagai respons terhadap kadar oksitosin darah yang
biasa.

PERAN CORTICOTROPIN-RELEASING HORMONE

Selama ini para ilmuwan dibuat bingung oleh faktor-faktor yang meningkatkan sekresi
estrogen plasenta. Riset-riset terakhir telah memberi gambaran baru tentang mekanisme yang
mungkin berperan. Bukti mengisyaratkan bahwa corticotropin-releasing hormone (CRH)
yang dikeluarkan oleh plasenta bagian janin ke dalam sirkulasi ibu dan janin tidak saja
mendorong pembentukan estrogen plasenta sehingga akhirnya menentukan saat dimulainya
persalinan, tetapi juga mendorong perubahan-perubahan di paru janin yang dibutuhkan untuk
menghirup udara.

CRH dalam keadaan normal dikeluarkan oleh hipotalamus dan mengatur pengeluaran ACTH
oleh hipofisis anterior. ACTH kemudian merangsang pembentukan kortisol dan DHEA oleh
korteks adrenal. Pada janin, sebagian besar CRH berasal dari plasenta dan bukan semata-mata
dari hipotalamus janin. Sekresi kortisol tambahan yang dirangsang oleh CRH ekstra
mendorong pematangan paru janin. Secara spesifik, kortisol merangsang sintesis surfaktan
paru, yang mempermudah ekspansi paru dan mengurangi kerja bernapas

Peningkatan laju sekresi DHEA oleh korteks adrenal sebagai respons terhadap CRH plasenta
menyebabkan peningkatan kadar sekresi estrogen plasenta karena plasenta mengubah DHEA
dari kelenjar adrenal janin menjadi estrogen, yang kemudian masuk ke dalam aliran darah
ibu. Jika sudah cukup tinggi, estrogen ini mengaktifkan proses-proses yang memulai
persalinan. Karena itu, durasi kehamilan dan pelahiran ditentukan terutama oleh kecepatan
produksi CRH oleh plasenta.

Demikianlah, "jam plasenta" menandai rentang waktu hingga persalinan. Saat persalinan
telah ditentukan sejak awal kehamilan, dengan pelahiran pada titik akhir proses pematangan
yang terbentang sepanjang proses gestasi. Dentingan jam plasenta diukur oleh laju sekresi
plasenta. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kadar CRH dalam plasma ibu meningkat. Para
peneliti dapat secara akurat memperkirakan waktu persalinan dengan mengukur kadar CRH
plasma ibu bahkan sejak akhir trimester pertama. Kadar yang lebih tinggi daripada normal
dilaporkan berkaitan dengan persalinan prematur, sedangkan kadar yang lebih rendah
daripada normal mengisyaratkan persalinan melewati jadwal. Hal ini dan data lain
menunjukkan bahwa persalinan dimulai ketika kadar kritis CRH plasenta tercapai. Kadar
kritis CRH ini memastikan bahwa ketika persalinan dimulai, bayi telah siap hidup di luar
rahim. Hal ini dicapai melalui peningkatan secara bersamaan kortisol janin yang di-perlukan
untuk pematangan paru dan estrogen yang diperlukan untuk perubahan-perubahan uterus
yang memulai persalinan.

PERAN PERDAGANGAN

Kunci pada respons peradangan ini adalah pengaktifan nuclear factor kB (NF-xB) di uterus.
NF-xB mendorong pembentukan sitokin-sitokin peradangan misalnya interleukin-8 (IL-8)
dan prostaglandin yang meningkatkan kepekaan uterus terhadap berbagai caraka kimiawi
pemicu kontraksi dan membantu melunakkan serviks.

Berbagai faktor yang berkaitan dengan awitan persalinan aterm dan persalinan prematur
dapat menyebabkan lonjakan NF-xB. Faktor-faktor tersebut mencakup peregangan otot
uterus dan adanya protein surfaktan paru SP-A (dirangsang oleh kerja CRH pada paru janin)
di cairan amnion dari janin. SP-A mendorong migrasi makrofag janin ke uterus. Makrofag ini
nantinya menghasilkan sitokin pera-dangan interleukin 1β (IL-1β) yang mengaktifkan NF-
KB. Dengan cara ini, pematangan paru janin ikut serta memulai persalinan. Persalinan
prematur dapat dipicu oleh infeksi bakteri dan reaksi alergik yang mengaktifkan NF-KB.
Demikian juga, kehamilan multijanin berisiko mengalami persalinan prematur, mungkin
karena pening katan peregangan uterus memicu pengaktifan dini NF-KB.

PROSES PERSALINAN

Setelah kepekaan uterus terhadap oksitosin mencapai suatu tingkat kritis dan kontraksi uterus
yang teratur telah dimulai, kontraksi miometrium ini secara progresif bertambah sering, kuat,
dan lama sepanjang persalinan hingga isi uterus dikeluarkan. Pada awal persalinan, kontraksi
berlangsung 30 detik atau kurang dan terjadi setiap sekitar 25 hingga 30 menit; pada akhir
persalinan, kontraksi tersebut berlangsung 60 hingga 90 detik dan terjadi setiap 2 hingga 3
menit.

Seiring dengan kemajuan persalinan, terjadi siklus umpanbalik positif yang melibatkan
oksitosin dan prostaglandin serta secara terus-menerus meningkatkan kontraksi miometrium.
Setiap kontraksi uterus dimulai di puncak uterus dan menyapu ke bawah, mendorong janin
menuju serviks. Tekanan janin terhadap serviks menyebabkan dua hal.
Pertama, kepala janin mendorong serviks yang telah lunak dan menyebabkan kanalis
servikalis membuka. Kedua, stimulasi reseptor di serviks akibat tekanan oleh janin
mengirimkan sinyal saraf ke medula spinalis dan kemudian ke hipotalamus, yang nantinya
memicu pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior. Oksitosin tambahan ini menyebabkan
kontraksi uterus menjadi lebih kuat. Akibatnya, janin terdorong lebih kuat menekan serviks,
merangsang pelepasan lebih banyak oksitosin, dan demikian seterusnya. Siklus ini bertambah
kuat karena oksitosin merangsang produksi prostaglandin oleh desidua. Sebagai perangsang
miometrium yang kuat, prostaglandin meningkatkan kontraksi uterus. Sekresi oksitosin,
produksi prostaglandin, dan kontraksi uterus terus meningkat melalui umpan-balik positif
sepanjang persalinan hingga pelahiran janin melenyapkan tekanan pada serviks.

TAHAP-TAHAP PERSALINAN

Persalinan dibagi menjadi tiga tahap: (1) dilatasi serviks, (2) pelahiran bayi, dan (3) pelahiran
plasenta. Pada permulaan persalinan atau suatu waktu pada tahap pertama, membran yang
membungkus kantong amnion, atau "kantong air" (ketuban), pecah. Cairan amnion yang
keluar dari vagina membantu melumasi jalan lahir.

1. Selama tahap pertama, serviks dipaksa melebar untuk mengakomodasi garis tengah
kepala bayi, biasanya hingga maksimal 10 cm. Tahap ini adalah yang paling lama,
berlangsung dari beberapa jam hingga 24 jam pada kehamilan pertama. Jika bagian
tubuh lain janin selain kepala yang menghadap ke serviks, bagian tersebut biasanya
kurang efektif daripada kepala untuk "membuka" serviks. Kepala memiliki garis
tengah terbesar pada tubuh bayi. Jika bayi mendekati jalan lahir dengan kaki terlebih
dahulu, kaki mungkin tidak dapat melebarkan serviks cukup lebar untuk dilalui
kepala. Pada kasus ini, tanpa intervensi medis, kepala bayi akan tersangkut di
belakang lubang serviks yang sempit.
2. Tahap kedua persalinan, pengeluaran bayi yang sebenarnya, dimulai setelah dilatasi
serviks lengkap. Ketika bayi mulai bergerak melewati serviks dan vagina, reseptor-
reseptor regang di vagina mengaktifkan suatu refleks saraf yang memicu kontraksi
dinding abdomen secara sinkron dengan kontraksi uterus. Kontraksi abdomen ini
sangat meningkatkan gaya yang mendorong bayi melewati jalan lahir. Ibu dapat
membantu mengeluarkan bayinya dengan secara sengaja mengontraksikan otot-otot
abdomennya bersamaan dengan kontraksi uterus (yaitu, "mengejan" saat timbul "nyeri
1. persalinan"). Tahap 2 biasanya jauh lebih singkat daripada tahap pertama dan
berlangsung 30 hingga 90 menit. Bayi masih melekat ke plasenta oleh tali pusat saat
lahir. Tali pusat ini diikat dan dipotong, dengan puntung akan menciut dalam
beberapa hari untuk membentuk umbilikus (navel).
2. Segera setelah bayi lahir, terjadi rangkaian kontraksi uterus kedua yang memisahkan
plasenta dari miometrium dan mengeluarkannya melalui vagina. Pelahiran plasenta,
atau afterbirth, merupakan tahap ketiga persalinan, biasanya merupakan tahap paling
singkat, selesai dalam 15 hingga 30 menit setelah bayi lahir. Setelah plasenta
dikeluarkan, kontraksi miometrium yang berkelanjutan menyebabkan pembuluh darah
uterus yang mengalir ke tempat perlekatan plasenta terjepit untuk mencegah
perdarahan.

INVOLUSI UTERUS

Setelah pelahiran, uterus menciut ke ukuran pragestasinya, suatu proses yang dikenal sebagai
involusi, yang berlangsung empat hingga enam minggu. Selama involusi, jaringan
endometrium yang tertinggal dan tidak dikeluarkan bersama plasenta secara bertahap
mengalarni disintegrasi dan terlepas, menghasilkan duh vagina yang disebut lokia yang terus
keluar selama tiga hingga enam minggu setelah persalinan. Setelah periode ini, endometrium
pulih ke keadaan sebelum hamil.

Involusi terutama disebabkan oleh penurunan tajam estrogen dan progesteron darah saat
plasenta sebagai sumber steroid ini keluar saat persalinan. Proses ini dipercepat pada ibu yang
menyusui bayinya karena terjadi pelepasan oksitosin akibat isapan. Selain berperan penting
dalam menyusui, pelepasan oksitosin yang dipicu oleh menyusui ini mendorong kontraksi
miometrium yang membantu mempertahankan tonus otot uterus, mempercepat involusi.
Involusi biasanya tuntas dalam waktu sekitar empat minggu pada ibu yang menyusui, tetapi
memerlukan sekitar enam minggu pada mereka yang tidak menyusui bayinya.

Referensi :

Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta. EGC. 2016

Anda mungkin juga menyukai