Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN
Plasenta beserta membran janin dan cairan amnion merupakan organ kehamilan
yang sangat penting dan spesifik yang menyokong pertumbuhan dan
perkembangan normal janin. Selama keberadaannya yang singkat di dalam uterus,
janin bergantung pada plasenta sebagai paru, hati dan ginjalnya. Plasenta juga
memiliki peranan berupa transportasi zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang
berguna selama kehamilan dan sebagai barier. Organ ini melaksanakan fungsi-
fungsi tersebut sampai janin cukup matang sehingga dapat bertahan hidup di luar
rahim sebagai organisme yang bernafas melalui udara. Perubahan perkembangan
dan fungsi plasenta mempunyai efek besar pada janin dan kemampuannya untuk
menyesuaikan lingkungan intrauterin.1-5
Implantasi dan pembentukan plasenta merupakan proses yang memerlukan
koordinasi tinggi melingkupi interaksi antara sel maternal dan sel embrionik.
Invasi sel tropoblas pada jaringan uterus dan remodelling dinding arteri spiralis
uterus memastikan bahwa perkembangan unit fetoplasenta menerima suplai darah
yang dibutuhkan dan bahwa transfer nutrien dan udara yang efisien dan tempat
penyaluran sisa-sisa metabolisme. Konsep tentang sirkulasi darah di plasenta
diperkenalkan oleh Harvey pada tahun 1628, sedangkan John Mayow pada tahun
1663 menerangkan tentang sifat sirkulasi janin. Pada akhir abad ke 17 terdapat
sebuah konsep tentang struktur dan kepentingan fungsional plasenta manusia.
Berbagai tipe tempat plasentasi dikategorikan menurut jumlah dan tipe lapisan
antara sirkulasi maternal dan fetal. Plasenta manusia merupakan organ
haemochorial villi, tempat darah maternal datang menuju kontak langsung dengan
sel tropoblas plasenta dan menyebabkan terjadinya hubungan sangat dekat antara
perkembangan embrio dan suplai akan nutrien.1,5-11
Referat ini menjelaskan pengaturan struktural dasar plasenta matur manusia
dan membran janin dan memberikan gambaran proses implantasi, desidualisasi
dan plasentasi yang menghasilkan bentuk yang sempurna. Akhirnya fungsi utama
plasenta akan didiskusikan pada bagian transpor dan metabolisme, proteksi dan
fungsi endokrin.
II. EVOLUSI PENGETAHUAN TENTANG PLASENTA
Konsep tentang sirkulasi darah plasenta diperkenalkan oleh Harvey pada tahun
1628 dan sifat sirkulasi janin diterangkan oleh John Mayow pada 1663. Pada
tahun 1564, Arantius meneliti kesinambungan antara sistem vaskuler ibu dan
janinnya. Harvey (1651) menyatakan bahwa ada satu sirkulasi arteri dan vena
janin ke plasenta. Malphigi (1660) yang menegakkan konsep suatu jaringan
kapiler sebagai basis anatomi untuk sirkulasi regional. Melalui penemuan dari
banyak ahli anatomi terkenal, pada akhir abad ke 17 terdapat sebuah konsep
tentang struktur dan kepentingan fungsional plasenta manusia. Ide dasar bahwa
ada suatu sawar plasenta sudah dirumuskan dengan jelas pada akhir abad ke 17
atau awal abad ke 18. John dan William Hunter sekitar tahun 1750, menyuntikkan
lilin cair ke dalam arteri uterina, lilin tersebut tidak terlihat dalam sirkulasi janin.
Temuan ini akhirnya menyingkirkan gagasan tentang anastomosis antar pembuluh
darah ibu dan janin.1
William dan John Hunter menjelaskan tentang ruang-ruang intervillosa. Pada
tahun 1882, Langhans mendemontrasikan dengan jelas bahwa villi tersebut
dibungkus oleh dua lapisan sel. Pada tahun 1889 istilah trofoblas diperkenalkan
oleh Hubrecht untuk membedakan bagian blastokista yang tidak ikut
menyumbang bagian selular embrio. Lapisan superfisial villi korionik akhirnya
terbukti bersifat sinsitial dan sekarang umumnya disebut sebagai
sinsitiotrofoblas.1,2

III. STRUKTUR PLASENTA MATUR


Unit uteroplasenta terdiri atas jaringan fetus yang berasal dari kantung korion dan
jaringan maternal yang berasal dari endometrium. Pada plasenta matur, aspek
fetus disebut lempeng korion. Daerah ini membawa pembuluh darah korion janin,
merupakan cabang radial dari pembuluh darah umbilikal. Aspek maternal plasenta
disebut lempeng basal. Di antara dua daerah ini terdapat rongga intervilli yang
mengandung unit fungsional utama plasenta, mempunyai cabang yang luas dan
melekat erat dengan struktur villi yang mengandung pembuluh darah fetus. Pada
daerah terminal villi korionik terjadi pertukaran fetomaternal dalam jumlah besar.
Rongga intervilli seluruhnya dilapisi oleh sinsitium multi inti yang disebut
sinsitiotropoblas. Sirkulasi darah ibu masuk ke rongga ini melalui arteri spiralis
pada endometrial, membasahi villi dan aliran balik melalui vena endometrial.
Darah fetus yang kurang oksigen akan melalui dua arteri umbilikal dan cabang
arteri korionik menuju sistem arteriokapilervena yang luas dalam villi korionik.
(gambar 1A). Darah fetus yang kaya oksigen pada kapiler kembali ke fetus
melalui berbagai vena korionik dan satu vena umbilikal.

Gambar 1. Gambaran presentatif sirkulasi fetoplasenta (A), garis putus-putus menunjukkan


potongan melintang villi korionik pada usia kehamilan 10 minggu (B), potongan
melintan villi korionik pada kehamilan aterm (C).
Dikutip dari Pijnenborg R

IV. MEMBRAN PLASENTA


Terminologi membran plasenta (kadang disebut barier plasenta) mengacu pada
lapisan sel yang memisahkan darah maternal pada rongga intervilli dan darah
fetus pada pembuluh darah inti villi. Awalnya membran plasenta terdiri atas
empat lapis, maternal menutupi sinsitiotropoblas, lapisan sel sitotropoblas,
jaringan ikat villi dan endotel yang melapisi kapiler (gambar 1B). Dalam kurun
waktu 20 minggu lapisan sel sitotropoblas villi-villi menipis dan menghilang.
Sesudahnya, pada hampir seluruh villi korionik, membrannya terdiri dari tiga lapis
dan pada beberapa area menjadi sangat tipis seperti sinsitiotropoblas menuju
kontak langsung dengan endotel kapiler fetus (gambar 1C). Lalu pada posisi ini
darah maternal dan fetus menjadi sangat dekat (sedekat 2-4 µm).

V. MEMBRAN FETUS
Membran fetus melingkupi fetus selama kehamilan dan pada akhirnya menjalani
ruptur selama persalinan kala I. Terdiri atas amnion yang melapisi fetus dan
korion yang menghadap ibu. Amnion terdiri lima lapisan yang berbeda. Lapisan
paling dalam adalah epitel amniotik, yang berhubungan langsung dengan cairan
amnion pada satu sisi dan membran basal di sisi lainnya. Lapisan lainnya terdiri
atas lapisan padat, lapisan fibroblas, dan lapisan spons atau intermediate. Korion
terdiri atas lapisan retikular, membran basal dan daerah sel tropoblas yang saat
aterm melekat kuat dengan jaringan desidual maternal. Seperti plasenta, membran
fetus berperan integral pada perkembangan fetus dan kemajuan kehamilan.
Sebagai tambahan terhadap aktifitas pengaturan autokrin, membran
mensekresikan suatu substansi ke dalam cairan amnion, mempengaruhi
homeostasis cairan amnion dan terhadap uterus, yang mana dapat mempengaruhi
fisiologi selular maternal. Membran juga berperan melindungi fetus akan infeksi
ascending dari saluran reproduksi.

VI. PERTUMBUHAN PLASENTA


1. Implantasi Plasenta
Periode penerimaan uterus terhadap implantasi relatif singkat. Persiapan
fisiologis endometrium diperantarai oleh siklus sekresi 17β-estradiol dan
progesteron. Hormon-hormon ini mengatur faktor pertumbuhan, sitokin dan
molekul adhesi yang mengubah permukaan endometrial dan membuka celah
implantasi. Substansi lain seperti fibronektin, menutup celah beberapa hari
kemudian. Setelah fertilisasi, sel telur yang telah dibuahi akan mengalami
perkembangan dari zigot menjadi morulla dan pada waktu implantasi pada hari
keenam hasil konsepsi telah mencapai stadium blastula. Perkembangan
plasenta dimulai dari saat implantasi blastokista pada mukosa endometrium.
Tepat sebelum implantasi, zona pelusida yang menegelilingi blastokista
menghilang sehingga blastokista akan bersentuhan secara langsung pada
permukaan endometrium, dan terjadilah proses implantasi. Implantasi normal
paling sering terjadi pada dinding anterior atau posterior dari fundus dan
tempat implantasi ini selanjutnya disebut desidua.
Coutifaris dan Coukos (1994) menemukan bahwa setelah aposisi dan
melekatnya trofektoderm blastokista ke sel epitel endometrium, maka proses
implantasi dimulai ditandai intrusi sitotrofoblas ke sel-sel epitel endometrium.
Pada proses invasi trofoblas ini difasilitasi oleh degradasi matriks ekstraseluler
endometrium dan dikatalisasi oleh aktivator plasminogen tipe urokinase dan
metaloproteinase yang dihasilkan oleh sitotrofoblas. Fungsi sitotrofoblas
menginvasi endometrium ini amat mirip dengan apa yang terjadi pada
metastasis sel-sel ganas. Selanjutnya lapisan sel tropoblas blastokista
berproliferasi dengan cepat dan berdiferensiasi menjadi lapisan sitotropoblastik
pada sebelah dalam dan sinsitiotropoblastik multi inti pada bagian luarnya.
Selanjutnya blastokista akan tertanam di dalam permukaan endometrium.
Asupan nutrisi untuk pertumbuhan blastokista ini didapat dari maternal dan
jaringan lakunar yang terbentuk dalam sinsitiotropoblas. Darah maternal masuk
dan keluar melalui jaringan lakunar tersebut, aliran ini yang selanjutnya yang
selanjutnya akan berkembang menjadi sirkulasi uteroplasenta. Tahapan
selanjutnya akan terjadi perluasan proliferasi sitotrofoblas yang akan
menginvaginasi ke dalam sinsitiotrofoblas. Hal ini merupakan tahap awal dari
pertumbuhan villi korionik plasenta.
2. Reaksi Desidua
Desidualisasi stroma endometrial terjadi sebagai bagian dari siklus menstruasi
normal, namun pada dengan adanya kehamilan desidua berubah menjadi lebih
luas. Pada kehamilan akan terjadi reaksi desidual yang tidak sempurna hingga
beberapa hari setelah implantasi. Reaksi ini mulai pertama kali di sekitar
pembuluh darah maternal yang akan menyebar ke seluruh mukosa uterus.
Selama perkembangan desidua kehamilan, glikogen dan lipid berkumpul di
sitoplasma sehingga sel-sel stroma endometrium membesar dan membentuk
sel-sel desidua poligonal atau bulat. Inti menjadi bulat dan vesikular,
sitoplasma menjadi jernih, agak basofilik dan dikelilingi membran translusen.
Perubahan selular dan vaskular endometrium akibat implantasi blastokista
ditujukan sebagai reaksi desidua. Fungsi desidua sampai sekarang masih belum
jelas. Selain memfasilitasi implantasi dan migrasi tropoblas, telah diketahui
bahwa peran utama desidua adalah mengendalikan perlekatan tropoblas yang
invasif dan mengontrol migrasinya. Hal ini bisa tercapai dengan konversi sel
tropoblas invasif yang motil menjadi sel raksasa dasar plasenta yang statis.

A C

B D

E G

H
F
Gambar 2. Proses implantasi.dan perkembangan trofoblas menjadi plasenta
Dikutip dari Dunk C
3. Perkembangan Tropoblas menjadi Plasenta
Lapisan trofoblas terdiri atas sinsitiotrofoblas (luar) dan sitotrofoblas (dalam).
Setelah implantasi dan inisiasi plasentasi berhasil, maka sel tropoblas akan
mengalami ploriferasi dan diferensiasi dengan pesat. Terdapat dua mekanisme
utama diferensiasi tropoblas, yaitu villi dan ekstravilli (gambar 3).

Gambar 3. Mekanisme diferensiasi dan fungsi trofoblas.


Dikutip dari Moore KL.

Pada kehamilan hari ke 10-11, sel sitotropoblas berpenetrasi ke lapisan


sinsitiotropoblas mengelilingi sel benih (blastokista) untuk membentuk kolom
sel sitotropoblas ekstravilli yang selanjutnya akan membentuk cangkang
sitotropoblastik, yaitu bagian yang menghadap kompartemen fetomaternal.
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi invasi sel-sel trofoblas ekstravilli ke
dalam arteri spiralisis pada endometrium sehingga akan berdilatasi dan tidak
respon terhadap kontrol vasomotor maternal. Proses pada akhirnya akan
terbentuk pembuluh darah maternal pada desidua uterus (tropoblas
endovaskular). Invasi ini menyebabkan kebocoran kapiler-kapiler dan vena-
vena kecil yang mengakibatkan darah keluar dan mengalir ke dalam lakuna dan
akhirnya nanti akan menjadi villi korionik yang pertama kali dapat
diidentifikasi dengan mudah pada sekitar hari ke 12 setelah fertilisasi. Villi-
villi ini terapung-apung dalam ruang intervilli. Tiap villi akan tumbuh dan
bercabang-cabang membentuk villi sekunder dan tersier, yang kemudian akan
membentuk kotiledon plasma. Sekitar hari ke-17 baik pembuluh darah janin
maupun ibu berfungsi dan terbentuklah sirkulasi plasenta. Hasil akhir proses
ini adalah peningkatan suplai darah maternal ke plasenta hingga berkisar 30%
dari curah jantung ibu pada kehamilan aterm, yang berarti meningkat sebanyak
30-40%. Sel tropoblas tidak menginvasi vena desidua, namun simpul sinsitial
dalam rongga intervilli yang berasal dari villi korionik akan masuk ke sirkulasi
maternal melalui vena tersebut. Sirkulasi fetoplasenta ini lengkap ketika
pembuluh-pembuluh darah embrio dihubungkan dengan pembuluh darah
korionik, yang kemungkinan terbentuk insitu dari sitotrofoblas.

Gambar 4. Perkembangan villi korionik


Dikutip dari Moore KL

Beberapa villi, dimana tidak ada angiogenesis mengakibatkan


berkurangnya sirkulasi, dapat mengembang berisi cairan dan membentuk
vesikal. Proses yang berlebihan ini menonjol pada perkembangan mola
hidatidosa. Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri
spiralisis yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung
yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat dan bebas dari kontrol
neurovaskular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk
pemasokan oksigen dan bagi nutrisi janin. Kegagalan invasi trofoblas akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan plasenta dan suplai uteroplasenta,
sehingga dapat menyebabkan suatu pertumbuhan janin terhambat atau bahkan
dapat mengakibatkan janin mati dalam rahim.1,18,12,20

Trofoblas ekstravilus interstitial Trofoblas ekstravilus


Anchoring villus

Sinsitiotrofoblas

Sitotrofoblas

Trofoblas ekstravilus
Endothelium
Arteri spiralis

Awal kehamilan Trimester I Triemester II Trimester III

Gambar 5. Perubahan Arteri Spiralis pada Kehamilan Normal.


Dikutip dari Cunningham

Sel sitotropoblas ekstravilli juga menginvasi tropoblas interstitial. Proses


ini meningkatkan kemampuan plasenta untuk berekspansi ke sekitarnya dan
mengikat arteriole maternal; sehingga mempermudah ekspansi berikutnya pada
daerah villi di bawah plasenta. Ketebalan mukosa uterus-desidua mencapai
puncaknya pada kehamilan 8 minggu. Sel tropoblas interstitial menjadi multi
inti, membulat dan membentuk sel raksasa pada dasar plasenta dengan semakin
dalamnya memasuki desidua. Sel ini dianggap sebagai akhir diferensiasi pada
jalur ekstravilli.
Sel sitotropoblas ekstravilli pada puncak anchoring villi berproliferasi
dengan cepat untuk membentuk kolom sel sitotropoblas. Sel di bagian distal
kolom selanjutnya akan berubah dari tipe epitelial menjadi tipe sel
mesenkimal, memfasilitasi migrasi dan invasi desidua dan pembuluh darahnya.
Perubahan fenotip ini penting bagi migrasi sel-sel. Produksi dan atau sekresi
kolagen tipe IV, matriks metalloproteinase, β-glukoronidase, aminopeptidase,
cathepsin B, aktivator plasminogen tipe urokinase (uPA), reseptor uPA dan
laminin oleh sel sitotropoblas ekstravilli menyebabkan infiltrasinya ke dalam
desidua dengan memicu degradasi matriks ekstraseluler. Insulin-faktor
pertumbuhan-II (IGF-II) juga dapat dilibatkan pada proses ini, karena IGF-II
muncul pada awal invasi dalam jumlah besar dan merangsang migrasi
sitotropoblas pada kultur. Keseimbangan balik aktifitas degradasi yang memicu
invasi matriks ekstraseluler desidual, sel sitotropoblas ekstravilli juga
mensekresikan inhibitor aktivator plasminogen (PAI) dan jaringan penghambat
matriks metallopreoteinase (TIMPs). Aktivitas sekretori ini tampaknya diatur
oleh kerja autokrin dan atau parakrin faktor pertumbuhan, terutama
pembentukan faktor pertumbuhan (TGF)-β.
Sel sitotropoblas villi (nonmigrasi) berproliferasi, diferensiasi dan
bergabung membentuk lapisan epitelial luar villi korionik, sinsitiotropoblas
yang akan berhubungan langsung dengan sel-sel maternal (gambar 3). Villi
primer dibentuk dengan cara evaginasi sinsitiotropoblas dengan inti
sitotropoblas. Mesenkim fetal tumbuh ke dalam sitotropoblas untuk
membentuk villi sekunder dan pada minggu ketiga gestasi kapiler fetal
berkembang dalam mesenkim villi membentuk villi tersier. Awalnya villi
korionik ditemukan pada permukaan keseluruhan korion namun seiring
pertumbuhan konseptus, villi korionik (selanjutnya disebut korion laeve) yang
berhubungan dengan desidua yang menghadap lumen uterus (desidua
kapsularis) kurang mendapat suplai darah sehingga akan menjadi membran
janin avaskuler dan akhirnya menghilang. Korion leave yang merupakan
bagian terbesar korion, terbentuk oleh kombinasi tekanan langsung dan
gangguan pada suplai vaskulernya. Sampai mendekati akhir bulan ketiga
korion leave tetap terpisah dari amnion oleh rongga eksocoelom. Selanjutnya
korion leave dan amnion membentuk suatu amniokorion avaskuler yang
merupakan tempat penting untuk transfer dan aktivitas metabolik. Korion leave
merupakan jaringan janin dari interface lengan parakrin sistem komunikasi
janin-ibu. Villi korionik tumbuh dan bercabang seiring pertumbuhan gestasi.
Pertukaran zat terjadi pada hampir seluruh bagian sepanjang villi terminal yang
berlanjut ke dalam rongga intervilli. Ujung villi yang dilekatkan dengan
lempeng basal (villi anchoring) yang membesarkan kolom sel sitotropoblas
yang invasif.
Sedangkan villi korionik yang berhubungan dengan desidua basalis
(selanjutnya disebut korion frondosum) akan mendapat vaskularisasi yang
sangat baik sehingga akan berkembang dan bercabang-cabang membentuk
komponen plasenta dari janin. Villi korion frondosum tertentu memanjang dari
lempeng korion ke desidua dan menjadi villi penambat. Tetapi sebagian besar
villi berbentuk seperti pohon dan berakhir secara bebas ke ruang intervillosa
tanpa mencapai desidua. Ketika plasenta matang villi yang pendek, tebal,
kembali bercabang-cabang, membentuk cabang lebih halus dengan cepat.
Setiap villi batang utama dan percabangannya merupakan satu kotiledon
plasenta, interface jaringan janin dari lengan plasenta pada sistem komunikasi
janin ibu. Dilihat dari permukaan maternal, jumlah daerah konveks yang
sedikit meninggi yang disebut lobus/kotiledon (atau apabila kecil disebut
lobulus) bervariasi dari 10 sampai 38. Lobus-lobus ini dipisahkan, meski tidak
seluruhnya, oleh alur yang memiliki kedalaman yang berbeda-beda yang
disebut septum plasenta.1-5,21,18,12,20
Plasenta yang berkembang dari korion frondosum dan desidua basalis
pada kehamilan delapan minggu, terdiri dari dua komponen yaitu komponen
maternal dan fetal. Komponen maternal berasal dari endometrium, dibentuk
dari desidua basalis yang membentuk cakram desidua. Komponen fetal berasal
dari korion yang terdiri dari cakram korion dan villi korionik. Cakram korion
membentuk lapisan permukaan fetal plasenta yang berbatasan dengan cairan
amnion, sedangkan villi korionik mengadakan penonjolan ke rongga
intervillosa yang berisi darah maternal. Selama trimester pertama kehamilan
manusia, plasenta berdiferensiasi dan tumbuh dalam lingkungan dengan kadar
oksigen rendah. Hal ini karena arteriole spiralisis uterus diinvasi oleh sel
sitotropoblas endovaskular dan aliran darah uterus ke konseptus terbatas. Tidak
sampai 10-12 minggu kehamilan saat darah maternal mulai mengalir dari arteri
spiralis maternal ke dalam rongga intervilli. Saat ini tekanan oksigen
meningkat dari <20 mmHg (8 minggu) sampai >50 mmHg saat 12 minggu.
Paparan terhadap lingkungan yang relatif hipoksik diduga berperan penting
terhadap fungsi sitotropoblas pada awal kehamilan. Meskipun telah dibuktikan
secara in vitro bahwa proliferasi dan diferensiasi sitotropoblas ekstravilli
manusia diatur oleh tekanan oksigen. Bukti menunjukkan bahwa aliran darah
yang terbatas pada trimester pertama sangat penting dalam keberhasilan
kehamilan. Penilaian dengan ultrasonografi Doppler menyatakan bahwa ibu
yang memiliki onset prematur aliran darah ke rongga intervilli memiliki
insiden lebih tinggi timbulnya keguguran.

Gambar 6. Gambaran Skematik Pertumbuhan Plasenta Normal


Dikutip dari Benirschke P.
Plasenta telah terbentuk lengkap pada usia kehamilan 16 minggu. Jumlah
kotiledon tetap sepanjang kehamilan dan tumbuh sampai kehamilan cukup
bulan walaupun pada akhir kehamilan aktifitasnya berkurang. Pada tempat-
tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus)
untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat
terdapat pada suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang
berasal dari ruang intervilli di atas. Ruang ini di sebut sinus marginalis. Pada
perkembangan plasenta yang telah sempurna terdapat dua sistem sirkulasi
darah yaitu sirkulasi uteroplasental (sirkulasi maternal) dan sirkulasi
fetoplasental (sirkulasi janin). Kedua sirkulasi ini dipisahkan oleh membran
plasenta (placental barrier) yang terdiri dari lapisan sinsitiotrofoblas,
sitotrofoblas, membrana basalis, stroma villi dan endotel kapiler.1,18,12,20
Plasenta matur terbagi atas 10-38 lobus dan lobulus yang berbentuk
ireguler, disebut kotiledon. Setiap kotiledon mengandung dua atau lebih batang
utama villi korionik dan cabang-cabang kecil lainnya. Jaringan plasenta terdiri
dari 58% struktur jaringan villi dan 42% rongga intervillosa. Bentuk plasenta
bundar dengan diameter 15-20 cm. Berat plasenta aterm sekitar 500 gram atau
1/6 berat bayi baru lahir. Data yang diperoleh dari penimbangan plasenta
bervariasi tergantung pada teknik penimbangan dan bagaimana plasenta
tersebut dirawat. Jika membran, sebagian tali pusat dan bekuan darah ibu yang
menempel tidak dipisahkan dahulu maka beratnya dapat bertambah hampir
setengahnya (Thomson dkk.). Luas permukaan daerah basal sekitar 200 cm2
dan ketebalan sekitar 10-25 mm.1,18,12,20

Gambar 7. Plasenta Normal.


Dikutip dari Dunk21
VII. SIRKULASI UTEROPLASENTA
Sirkulasi uteroplasental yaitu sirkulasi darah ibu di ruang intervilli. Darah ibu
yang mengalir ke seluruh plasenta diperkirakan meningkat dari 300 ml tiap menit
pada kehamilan 20 minggu hingga 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Sirkulasi fetoplasental adalah sirkulasi darah janin dalam villi-villi. Diperkirakan
aliran darah ini sekitar 400 ml per menit. Aliran darah ibu dan janin ini bersisian,
tapi dalam arah yang berlawanan. Aliran darah yang berlawanan ini (counter
current flow) ini memudahkan pertukaran material antara ibu dan janin. Darah ibu
yang berada di ruang intervilli berasal dari arteri spiralisis yang berada di desidua
basalis. Pada sistolik, darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang intervilli sampai mencapai lempeng korion, pangkal dari
kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut menperdarahi semua villi korionik dan
kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena desidua. 1,18,12,20
Karena plasenta secara fungsional menggambarkan keterikatan yang erat
antara jaringan kapiler janin dan darah ibu, maka anatomi makroskopik plasenta
terutama terdiri atas sambungan-sambungan vaskular. Permukaan fetal plasenta
ditutupi oleh amnion transparan yang dibawahnya berjalan pembuluh darah janin.
Potongan pasenta insitu mencakup amnion, korion, villi korion dan ruang antar
villi, lempeng desidua dan miometrium. Permukaan maternal plasenta dibagi
menjadi lobus-lobus ireguler oleh alur-alur yang di bentuk oleh septum, yang
terdiri dari jaringan ikat dengan sedikit pembuluh yang terutama terdapat di
bagian dasar. Septum berpangkal lebar biasanya tidak mencapai lempeng korion
sehingga partisi yang dibentuknya tidak sempurna
Gambar 8. Gambaran skematik perkembangan plasenta

Vena umbilikalis Arteri umbilikalis


Tali pusat

Lempeng korionik

Vilus korialis

Lempeng basal

Arteri spiralis
Septum desidua

Gambar 9. Ilustrasi Sirkulasi Uteroplasenter.


Dikutip dari Cunningham

Plasenta memiliki permukaan yang luas untuk terjadinya pertukaran sirkulasi


ibu dan janin. Seluruh ruang intervilli tanpa villi korionik diperkirakan seluas
11 m2. dengan demikian pertukaran zat-zat makanan janin terjamin dengan baik.
Darah yang berasal dari janin telah mengalami proses deoksigenasi, mengalir
melalui arteri umbilikalis menuju plasenta. Pada daerah insersi umbilikus, arteri
umbilikalis membagi diri menjadi cabang-cabang kecil yang berjalan radial
menuju cakram korion dan memasuki cabang utama villi korionik. Di dalam
kapiler villi korionik membentuk jalinan kapiler-kapiler yang banyak dan
kompleks sehingga memungkinkan terjadinya proses pengkayaan kembali darah
arterial tersebut dengan oksigen dan nutrisi yang berasal dari ibu. Normalnya
tidak terjadi percampuran darah ibu dan janin. Selanjutnya darah yang telah
diperkaya dengan oksigen dan nutrisi berjalan menuju vena-vena berdinding tipis
yang ada di dalam villi korionik kemudian bersatu menjadi vena umbilikalis dan
selanjutnya menuju janin melalui umbilikus.1,18,12,20
1. Sirkulasi Fetal
Darah janin yang terdeoksigenasi mengalir ke plasenta melalui 2 arteri
umbilikalis. Pada taut antara tali pusat dan plasenta, pembuluh-pembuluh
umbilikus bercabang berkali-kali di bawah amnion dan bercabang kembali di
dalam villi yang terpecah-pecah, dan akhirnya membentuk jaringan kapiler
pada percabangan terakhir. Darah dengan kandungan oksigen yang jelas lebih
tinggi, kembali dari plasenta ke janin melalui sebuah vena umbilikalis. Darah
dari vena umbilikalis melalui duktus venosus menuju ke atrium kanan melalui
foramen ovale ke atrium kiri lalu ke ventrikel kiri dan menuju aorta ke arteri
umbilikalis kembali ke sirkulasi ibu, Darah dari ventrikel kanan melalui duktus
arteriosus menuju aorta tanpa melewati paru-paru. 1-4
2. Sirkulasi Maternal
Darah ibu masuk melalui lempeng basal dan terdorong ke atas ke lempeng
korion oleh puncak tekanan arteri ibu sebelum terjadi dispersi ke lateral.
Setelah membasahi permukaan mikrovilli eksterna villi korion, darah ibu
mengalir kembali melalui lubang-lubang vena di lempeng basal dan masuk ke
vena-vena uterus. Dengan demikian darah ibu melintasi plasenta secara acak
tanpa melalui saluran-saluran yang yang sudah ada, didorong oleh tekanan
arteri ibu. Secara umum arteri spiralisis berjalan tegak lurus, tetapi vena
berjalan sejajar terhadap dinding uterus, membentuk suatu tatanan yang
mempermudah vena menutup saat uterus berkontraksi dan mencegah keluarnya
darah ibu dari ruang antarvilli. Menurut Brosen dan Dixon (1963), terdapat
sekitar 120 jalan masuk arteri spiralisis ke dalam ruang antarvilli plasenta
manusia pada kehamilan aterm.1-5
Keberhasilan kehamilan tergantung pada perubahan arteri spiralisis oleh
invasi sitotrofoblas ekstravilli. Terjadi peningkatan aliran darah uteroplasental
yang kemudian akan menambah kualitas pertukaran darah ibu dan janin. Pada
kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan
suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralisis. Untuk memenuhi kebutuhan
kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter
arteri. Pada wanita hamil, terjadi pembesaran diameter arteri spiralisis hingga
4–6 kali dibandingkan wanita tidak hamil. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah
wanita tidak hamil. Oleh karena itu kemampuan melebarkan diameter arteri
spiralisis merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan.1,18,12,20
Selama kehamilan terjadi pertumbuhan dan diferensiasi villi-villi. Pada
kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari villi tidak berubah namun terjadi
pengurangan sel-sel dari lapisan trofoblas, dan hanya ditemukan sebagai
kelompok-kelompok sel, stroma villi lebih padat mengandung fagosit-fagosit
dan pembuluh darahnya menjadi lebih besar dan lebih mendekati lapisan
trofoblas. Pada kehamilan 36 minggu sebagian sel-sel sitotrofoblas tidak ada
lagi, tetapi antara sirkulasi ibu dan janin selalu ada lapisan trofoblas.1,18,12,21,32,40

VIII. PROSES PENUAAN PLASENTA


Setelah mencapai batas usia tertentu, plasenta mengalami penuaan. Proses ini
ditandai dengan terjadinya proses degeneratif pada plasenta dan terjadinya
penurunan efisiensi plasenta dalam melakukan pertukaran. Proses ini meliputi
komponen ibu maupun janin.
Villi yang terus bercabang menyebabkan percabangan terminal menjadi lebih
banyak dan lebih halus, namun volume dan penonjolan sitotrofoblas berkurang.
Sinsitium akan menipis dan membentuk simpul-simpul, sementara pembuluh-
pembuluh darah kapiler akan bertambah, lebih menonjol dan terletak lebih dekat
ke permukaan sinsitium. Selanjutnya akan terjadi obliterasi beberapa pembuluh
darah dan dilatasi kapiler. Stroma villi juga menunjukan perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan penuaan. Pada plasenta awal kehamilan, sel-sel jaringan
penunjang yang bercabang-cabang dipisahkan oleh suatu matriks antar sel yang
longgar, yang mana akan menjadi lebih padat, berbentuk kumparan dan tersusun
lebih rapat di kemudian hari.1,2, 12,18,20
Sedangkan perubahan pada desidua berupa deposit fibrinoid yang disebut
lapisan Nitabuch pada bagian luar sinsitiotrophoblas, sehingga menghalangi
invasi desidua selanjutnya oleh trophoblas. Pada ruang intervilli juga terjadi
degenerasi fibrinoid dan membentuk suatu massa yang melibatkan sejumlah villi
disebut dengan white infark, berukuran dari beberapa milimeter sampai satu
sentimeter atau lebih. Kalsifikasi atau bahkan pembentukan kista dapat terjadi
daerah ini. Dapat juga terjadi deposit fibrin yang tidak menetap yang disebut
Rohr’s stria pada dasar ruang intervilli dan disekitar villi.1,2, 12,18,20
Selanjutnya sebagian sel-sel Langhans akan berdegenerasi, membrana basalis
endotel janin dan sitotrophoblas akan menebal, pembuluh darah-pembuluh darah
villi akan mengalami kalsifikasi dan deposit fibrin pada permukaan villi. Kedua
hal terakhir ini mengakibatkan pertukaran zat makanan, zat asam dan sebagainya
antara ibu dan janin mulai terganggu. Deposit fibrin ini dapat terjadi sepanjang
masa kehamilan, sedangkan banyaknya juga berbeda-beda. Jika banyak, maka
deposit ini dapat menutup villi dan villi tersebut kehilangan hubungan dengan
darah ibu lalu berdegenerasi dengan demikan timbullah infark. Selain itu arteri
spiralisis yang memberi darah ke ruang intervilli dapat mengadakan spasme oleh
salah satu sebab sehingga darah mengalir perlahan-lahan yang mengakibatkan
timbulnya pembekuan setempat dan mngalami degenerasi sehingga terjadi deposit
fibrin dan kalsifikasi yang disebut infark.1,2, 12,18,20

IX. AMNION DAN CAIRAN AMNION


1. Amnion
Bourne (1962) menjelaskan lima lapis jaringan amnion. Permukaan dalam,
yang dibasahi oleh cairan amnion, adalah selapis rapat sel epitel kuboid yang
diperkirakan berasal dari ektoderm embrionik. Epitel ini melekat erat ke
sebuah membran basal yang dihubungkan ke lapisan padat aselular, yang
terutama terdiri dari kolagen interstisial tipe I, III dan V. Disisi luar lapidan
padat, terdapat sederet sel mesenkim mirip fibroblas (yang pada kehamilan
aterm tersebar luas). Sel-sel ini mungkin berasal dari mesoderm diskus
embrionik. Di amnion juga terdapat beberapa markofag janin. Lapisan paling
luar amnion adalah zona spongiosa yang relatif aselular yang bersebelahan
dengan membran janin kedua, korion leave. Elemen penting yang hilang pada
amnion manusia adalah sel otot polos, saraf, pembuluh limfe, dan yang
penting, pembuluh darah.1-4
Perkembangan plasenta dimulai pada awal proses implantasi, terbentuk
suatu ruang antara massa sel mudigah dan trofoblas didekatnya. Sel-sel kecil
yang melapisi permukaaan dalam tropoblas ini disebut sel amniogenik,
prekursor epitel amnion. Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi
pada sekitar hari ke-7 atau -8 perkembangan mudigah. Pada awalnya, sebuah
vesikel kecil, yaitu amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang
menutupi permukaan dorsal mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami
prolaps ke dalam rongga amnion. Amnion dan korion leave, walaupunpun
sedikit melekat, tidak pernah berhubungan erat, dan biasanya mudah
dipisahkan, bahkan pada kehamilan aterm.1-4
2. Cairan amnion
Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk didalam rongga amnion ini akan
meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak
kehamilan normal. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat 1000 ml cairan
amnion, walaupun jumlah ini dapat sangat bervariasi dari beberapa mililiter
sampai beberapa liter pada keadaan abnormal (oligohidramnion dan
polihidramnion atau hidramnion). Cairan amnion mempunyai peran :
1. memungkinkan janin bergerak dan perkembangan system otot-rangka
2. membantu perkembangan traktus digestivus
3. cairan dan makanan janin
3. memberikan tekanan sehingga mencegah kehilangan cairan paru yang
penting untuk perkembangan paru-paru.
4. melindungi janin dari trauma
5. mencegah kompresi tali pusat
6. menjaga suhu janin
7. sebagai bakteriostatik mencegah infeksi
Pada kehamilan aterm jumlah cairan yang diminum oleh janin sekitar 500-
1000 ml, masuk ke dalam paru 170 ml dan dari tali pusat dan amnion sekitar
200-500 ml. Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh janin ke rongga
amnion ialah dari sekresi oral 25 ml, sekresi dari traktus respiratorius 170 ml,
urin = 800-1200 ml dan transmembran dari amnion = 10 ml. Dengan demikian
tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan amnion.3,4

X. TALI PUSAT
Yolk sac dan vesikel umbilikalis (yang berasal dari yolk sac) merupakan struktur
yang cukup menonjol pada awal kehamilan. Pada awal-nya, mudigah adalah suatu
lempeng datar yang terletak diantara amnion dan yolk sac. Karena permukaan
dorsal tumbuh lebih cepat dari pada permukaan vertral, disertai memanjangnya
neural tube, maka mudigah menonjol kedalam kantung amnion dan bagian dorsal
yolk sac bergabung ke badan mudigah untuk membentuk usus. Alantois menonjol
kedalam pangkal tangkai tubuh dari dinding kaudal yolk sac atau pada tahap
selanjutnya, dari dinding anterior usus belakang (hindgut). 2-4
Seiring dengan berkembangnya kehamilan, yolk sac menjadi semakin kecil
dan pedikulusnya relatif lebih panjang. Pada sekitar bulan ke tiga, amnion yang
membesar menyebabkan eksoselom lenyap, menyatu dengan korion leave dan
menutupi lempeng plasenta yang menonjol dan permukaan lateral tangkai tubuh,
yang kemudian disebut korda umbilikalis (tali pusat) atau funis. Sisa-sisa
eksoselom dibagian anterior tali pusat mungkin mengandung gulungan usus, yang
terus berkembang diluar mudigah. Walaupun lengkung usus ini kemudian ditarik
masuk, apeks usus tengah tetap mempertahankan hubungannya dengan duktus
vitelinus yang sudah mengecil. Duktus berakhir disuatu kantong kisut yang sangat
vaskuler dengan garis tengah 3 sampai 5 cm dan terletak dipermukaan plasenta
antara amnion dan korion atau di membran tepat diluar batas plasenta, tempat
duktus ini kadang-kadang dapat terlihat saat aterm.2-5
Tali pusat aterm pada keadaan normal memiliki dua arteri dan satu vena.
Vena umbilikalis kanan biasanya lenyap pada awal perkembangan janin, sehingga
yang tertinggal hanya vena kiri. Potongan di semua bagian tali pusat biasanya
memperlihatkan duktus vesikel umbilikalis yang kecil dan berada di tengah serta
dilapisi oleh suatu lapisan sel gepeng atau kuboid. Pada potongan tepat setelah
umbilikus, tetapi bukan di ujung maternal tali pusat, kadang-kadang ditemukakan
duktus lain yang merupakan sisa alantois. Bagian duktus vesikel umbilikalis
intraabdomen yang berjalan dari umbilikalis ke usus, biasanya atrofik dan lenyap,
namunj terkadang tetap paten dan membentuk divertikulum Meckeli. Anomali
vaskular yang paling sering adalah tidak adanya satu arteri umbilikalis.2-5
XI. RINGKASAN
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Selama keberadaannya yang
singkat di dalam uterus, janin bergantung pada plasenta sebagai paru, hati dan
ginjalnya. Plasenta juga memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke janin,
penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier.
Pembentukan dan perkembangan plasenta dimulai dari proses implantasi
blastokista pada endometrium. Trofoblas menginvasi desidua, membentuk
sitotrofoblas lalu menjadi sinsitiotrofoblas.
Plasenta terdiri dari chorion frondosum dan chorion leave. Chorion
frondosum akan membentuk kotiledon-kotiledon, chorion leave akan berdekatan
dengan amnion. Amnion yang berasal dari ektoderm embrionik akan berkembang
menutupi permukaan dorsal mudigah yang sedang tumbuh. Cairan amnion saat
kehamilan aterm rata-rata 1000 ml. Tali pusat memiliki2 arteri dan satu vena.
Sirkulasi darah pada plasenta terbagi 2: sirkulasi maternal dan sirkulasi janin.

XII. RUJUKAN
1. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III L, Wenstrom
KD. Williams obstetric. 23rd ed. New York: McGraw-Hill. 2010.
2. Chaddha V, Viero S, Huppertz B, Kingdom J. Developmental biology of the
placenta and the origin of placental insufficiency. Semin in Fetal and Neonat
Med.2004;9:357-69.
3. Pijnenborg R, Vercruysse L, Hanssens M. The uterine spiral arteries in
human pregnancy: Facts and controversies. Placenta.2006; 27: 939-958.
4. Dunk C, Huppertz B, Kingdom J. Development of the placenta and its
circulation. In: Rodeck CH, Whittle MJ, editors. Fetal medicine basic science
and clinical practice. 2nd ed. London: Churchill Livingstone Elsevier.
2009:69-85.
5. Benirschke P, Kaufmann P. Physiology of the human placenta. Berlin:
Springer; 2007.
6. Blackburn ST. Maternal, fetal & neonatal physiology: a clinical perspective.
2nd ed. St. Louis, USA: Saunders, 2003.
7. Moore KL, Persaud TVN. The developing of human placenta. Clinically
oriented embryology, 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2003.
8. Aplin JD. The cell biological basis of human implantation. Baillieres Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2007;14: 757—64.
9. Jauniaux E, Watson AL, Hempstock J, Bao Y-P, Skepper JN, Burton GJ.
Onset of maternal arterial blood flow and placental oxidative stress; a
possible factor in human early pregnancy failure. Am J Pathol 2000;157:2111
—22.
10. Jauniaux E, Greenwold N, Hempstock J, Burton GJ. Comparison of
ultrasonographic and Doppler mapping of the intervillous circulation in
normal and abnormal early pregnancies. Fertil Steril 2003;79:100—6.
11. Kingdom J, Huppertz B, Seaward G, Kaufmann P. Development of the
placental villous tree and its consequences for fetal growth. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol 2000; 92:35—43.
12. Glazier JD, Jansson T. Placental transport in early pregnancy—a workshop
report. Placenta 2004;25(Suppl. 1):S57. 406 N.M. Gude et al.
13. Burton GJ, Watson AL, Hempstock J, Skepper JN, Jauniaux E. Uterine
glands provide histiotrophic nutrition for the human fetus during the first
trimester of pregnancy. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:2954—9.
14. Sibley CP, Glazier JD, Greenwood SL, Lacey H, Mynett K,Speake P, et al.
Regulation of placental transfer: the Na(+)/H(+) exchanger—a review.
Placenta 2002;23(Suppl. A): S39—46.
15. Malassine A, Cronier L. Hormones and human trophoblast differentiation: a
review. Endocrine 2002;19:3—11.
16. Handwerger S, Freemark M. The roles of placental growth hormone and
placental lactogen in the regulation of human fetal growth and development.
J Pediatr Endocrinol Metab 2000;13:343—56.
17. Lacroix MC, Guibourdenche J, Frendo JL, Muller F, Evain-Brion D. Human
placental growth hormone—a review. Placenta 2002;23(Suppl. A):S87—94.
18. Nayak NR, Giudice LC. Comparative biology of the IGF system in
endometrium, decidua and placenta, and clinical implications for foetal
growth and implantation disorders. Placenta 2003;24:281—96.
19. Keelan JA, Blumenstein M, Helliwell JA, Sato TA, Marvin MD, Mitchell
MD. Cytokines, prostaglandins and parturition—a review. Placenta
2003;24(Suppl. A); Trophobl Res 2003;17:S33—46.
20. Al-Ghafra A, Gude NM, Brennecke SP, King RG. Labourassociated changes
in adrenomedullin content in human placenta and fetal membranes. Clin Sci
2003;105:419—23.

Anda mungkin juga menyukai