Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Waled
Disusun oleh:
120810003
Pembimbing:
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan referat yang berjudul “
keganasan pada kulit ”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Cirebon. Kami menyadari
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai dengan
terselesaikannya referat ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih yang
sebesar- besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
2. dr. Frista Martga Rahayu., Sp.DV selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam
penyusunan laporan kasusini.
3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,
dukungan moral maupun material.
4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan denganbaik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Ikhwan Hafizh M
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHANKOORDINATORKEPANITERAAN...........................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1................................................................................................................. Definisi
.............................................................................................................................3
2.2........................................................................................................... Epidemilogi
.............................................................................................................................3
2.3..................................................................................................... Etiopatogenesis
.............................................................................................................................4
2.4.................................................................................................... Gambaran klinis
.............................................................................................................................5
2.5......................................................................................................... Histopatologi
.............................................................................................................................9
2.6............................................................................................... Pemeriksaan sitologi
.............................................................................................................................13
2.7................................................................................................................ Diagnosis
.............................................................................................................................16
2.8................................................................................................... Diagnosis banding
.............................................................................................................................16
2.9. Diagnosis............................................................................................................19
2.10.Pencegahan dan Edukasi....................................................................................21
2.11. Prognosis...........................................................................................................22
BAB III...........................................................................................................................24
KESIMPULAN.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................26
iii
iv
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel non
keratin lapisan basal epidermis. Nama lain Karsinoma Sel Basal (KSB) disebut juga
basalioma, epitelioma sel basal, ulkus rodent, ulkus Jacob, atau tumor Komprecher.2
B. Epidemiologi
C. Etiopatogenesis
1
Etiopatogenesis karsinoma sel basal adalah predisposisi genetik, lingkungan,
dan paparan sinar matahari, khususnya ultraviolet B (UVB) yang merangsang
terjadinya mutasi suppressor genes. Radiasi UVB merusak DNA dan memengaruhi
sistem imun sehingga menghasilkan perubahan progresif genetik dan keganasan.
Sinar ultraviolet menginduksi mutasi pada gen penghambat tumor p53 telah
ditemukan pada sekitar 50% kasus karsinoma sel basal.2,3,6
Faktor genetik yang berperan terdapat pada kromosom 1 dan satu varian dari
setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian kromosom tersebut diketahui berhubungan
dengan ketidakmampuan dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari, yang
mungkin berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap paparan sinar
matahari yang bersifat heterozigot. Kelainan genetik yang bersifat homozigot
terutama berhubungan dengan pengaturan sonic hedgehog pathway signaling, paling
sering terjadi pada sindrom nevoid karsinoma sel basal atau sindrom Gorlin.
Hedgehog pathway (HP) aktif pada perkembangan fetus dan akan berhenti bila
jaringan sudah dewasa. Pada kasus-kasus karsinoma terjadi pengaktifan HP kembali
dan ditemukan di PTCH1 dan Smoothened (SMO). Mutasi yang paling sering
diidentifikasi pada PTCH1 dan SMO merupakan dari jenis yang konsisten dengan
kerusakan akibat sinar ultraviolet.2,3,6 Faktor lingkungan yang diketahui dapat memicu
terjadinya karsinoma sel basal adalah hidrokarbon, arsenik, batubara, aspal, obat
topikal methoxipsoralen, dan sinar UV. Rangsangan onkogen, kondisi imunosupresif,
luka kronis, dan trauma akut juga terbukti sebagai faktor pencetus timbulnya kanker
kulit, memicu pertumbuhan keratinosit menjadi lesi seperti karsinoma sel basal. 10
Efek radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik. Secara
klinis, efek akut dari radiasi UV adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas,
tanning sintesis melanin, imunosupresif lokal dan efek sistemik. 3,6
2
terjadi kerusakan DNA menetap, berarti telah terjadi mutasi gen yang bersangkutan.
Radiasi UV-B meningkatkan apoptosis keratinosit untuk membunuh sel yang
kerusakan DNA-nya gagal diperbaiki terutama pada daerah yang aktif mengalami
proliferasi pada lapisan basal epidermis, sehingga kejadian mutasi oleh radiasi UV-B
tidaklah mudah terjadi. Jika mutasi ini mengenai gen yang menyandi sintesis faktor
pertumbuhan (protoonkogen) atau yang menyandi sintesis faktor penghambat
pertumbuhan (tumor supressor gene), maka karsinogenesis sudah berlangsung.2
D. Gambaran Klinis
1. Nodul: Kista, berpigmen, keratosis; jenis karsinoma sel basal yang paling
sering dijumpai; biasanya muncul sebagai papul, berbentuk seperti mutiara,
berwarna serupa kulit dengan telangiektasis.
2. Infiltratif: tumor yang menginfiltrasi dermis di untaian tipis antara serat
kolagen, membuat tepi kanker kurang terlihat.
3. Mikronodular: tidak mudah terjadi ulserasi; ketika diregangkan muncul warna
putih-kuning, memiliki tepi yang berbatas tegas.
4. Morpheaform: Terlihat seperti putih atau kuning, lunak, plak sklerotik yang
jarang terjadi ulserasi; datar atau sedikit menurun, fibrotik dan berbatas tegas
3
5. Superfisial: Dapat dijumpai pada tubuh bagian atas atau bahu; secara klinis
terlihat eritem, patch atau plak, sering dengan skala keputihan.
Karsinoma sel basal nodular (solid)
Karsinoma sel basal nodular terdiri dari 50%-80% dari semua karsinoma sel
basal. Biasanya terjadi pada area yang terpapar sinar matahari seperti kepala dan
leher. Lesi biasanya ditemukan di hidung (25%-30%), dahi, telinga, area periocular,
dan pipi. Karsinoma sel basal nodular terdiri atas satu atau beberapa kecil, waxy,
nodul semi transparan, terbentuk di sekitar depresi sentral yang dapat atau tidak dapat
terjadi ulserasi, krusta, dan berdarah. Tepi dari lesi memiliki karakteristik rolled
border. Telangiektasis melewati lesi tersebut. Perdarahan pada luka ringan
merupakan tanda umum. 1,3,6
Sebagai kemajuan pertumbuhan, krusta muncul di atas erosi atau ulkus sentral, dan
ketika krusta lepas, perdarahan terjadi dan ulkus menjadi terlihat jelas. Ulkus ini
ditandai dengan pembesaran kronik dan bertahap dari waktu ke waktu. Lesi tersebut
asimptomatik dan perdarahan satu-satunya kesulitan yang dihadapi. Karsinoma sel
basal tipe nodular seperti terlihat pada gambar 1. 3,6
4
sel basal infiltratif terdiri atas untai kecil sel kanker basaloid, yang mungkin hanya
satu sampai dua lapisan sel tebal, seperti terlihat pada gambar 2. 3,6
Gambar 2. Lesi infiltrat dengan tepi dan ukuran ireguler di daerah dahi laki-laki usia
76 tahun8
5
Gambar 3. Karsinoma sel basal mikronodular8
6
atrofi atau skar. Beberapa lesi dapat masuk ke dermis yang lebih dalam. Ketika hal ini
terjadi, hal tersebut akan menyebabkan fibrosis dermis dan ulserasi multi fokal,
membentuk “field of fire” tipe karsinoma sel basal yang besar. Adakalanya lesi
tersebut akan sembuh di satu tempat, dengan skar atrofi putih dan kemudian
menyebar secara aktif ke kulit lain. Hal tersebut jarang terjadi pada pasien yang
memiliki beberapa lesi secara bersamaan. Bentuk karsinoma sel basal tersebut paling
sering terjadi pada pasien HIV. 3
A B
Gambar 5. A. Titik- titik pada KSB superficial multisentris. B. Karsinoma sel
basal superfisial3,10
E. Histopatologi
Secara histopatologi karsinoma sel basal dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu: karsinoma sel basal yang tidak berdiferensiasi dan karsinoma sel basal yang
berdiferensiasi. Karsinoma sel basal yang tidak berdiferensiasi terdiri atas berbagai
variasi pertumbuhan, ada yang pertumbuhannya lambat seperti superficial BCC,
nodular BCC, dan micronodular BCC, ada pula yang tumbuh agresif seperti
infiltrative BCC, metatypical BCC (basosquamous carcinoma), morpheiform BCC
(sclerosing BCC). Karsinoma sel basal yang berdiferensiasi seperti keratotic BCC,
infundibulocystic BCC, follicular BCC, pleomorphic BCC, BCC with sweat duct
differentiation, BCC with sebaceous diff erentiation, fibroepithelioma of Pinkus, dan
recurrent BCC.4
7
Karsinoma sel basal nodular
Secara klinis, karsinoma sel basal nodular paling sering ditandai dengan papul
berbentuk mutiara transparan atau nodul dengan rolled border dan telangiektasis.
Bentuk nodular karsinoma sel basal ditandai dengan discrete nests dari sel basaloid di
dermis papiler atau retikuler. 3,6
Gambar 6. Karsinoma sel basal nodular ditandai oleh nodul dari sel basofilik dan
penarikan stromal3
8
Gambar 7. Karsinoma sel basal berpigmen9
Karsinoma sel basal superfisial ditandai oleh tunas sel ganas membentang ke
dalam dermis dari lapisan dasar epidermis. Lapisan perifer menunjukkan sel palisade.
9
dalam stroma berserat padat kolagen. Untai tumor membentang ke dalam dermis.
Kankernya biasanya lebih besar daripada tampilan klinis.3,6
Gambar 9. Karsinoma sel basal morpheam terdiri atas untaian sel kanker tertanam
dalam stroma berserat padat3
Fibroepithelioma of Pinkus
Untaian panjang sel basiloma terjalin pada stroma berserat dengan kolagen
yang melimpah. Secara histologi, fibroepithelioma of pinkus menunjukkan keratosis
seboroik retikulasi dan karsinoma sel basal superfisial. 3,6
Karsinoma Basoskuamosa
Karsinoma Basoskuamosa menunjukkan infiltrasi jagged tongues sel tumor
bercampur dengan area lain menunjukkan formasi jembatan antar sel skuamosa dan
keratinisasi sitoplasma.6
10
Gambar 11. Karsinoma basoskuamosa9
Kriteria untuk mendiagnosis KSB secara sitologi yaitu kohesi interselular yang
tinggi pada fragmen jaringan, kelompok sel kecil yang seragam dan padat dengan
sitoplasma basofilik. Nukleus berbentuk oval atau fusiformis, terkadang bulat dengan
struktur kromatin yang samar, dan biasanya tidak terdapat nukleoli. Pada beberapa lesi
terdapat bahan amorfik berwarna merah muda.13
11
Gen p53 berfungsi penting dalam menekan perkembangan tumor, termasuk
KSB. Pada keadaan normal, p53 teraktivasi saat terjadi induksi kerusakan DNA untuk
membuat siklus sel dalam keadaan istirahat atau untuk menginduksi apoptosis. Saat
terjadi mutasi, p53 tidak lagi mampu menjalankan fungsi ini. Mutasi gen p53
menghasilkan protoonkogen dominan yang mampu menambah potensiasi keganasan
tumor. Hal ini disebut sebagai peningkatan fungsi mutasi gen p53, yang merupakan
mekanisme utama pada progresivitas KSB. Pada pemeriksaan imunohistokimia
terlihat inti sel yang terwarnai p53. Jika inti sel yang terwarnai melebihi 10%, maka
dinyatakan positif.
12
inti atau nukleositoplasmik. Pewarnaan β- catenin dikatakan positif jika berwarna
coklat
Gambar 14. Ekspresi -catenin pada sel tumor KSB (imunoperoksidase x200)13
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan histopatologi dari salah satu lesi untuk menentukan subtipe KSB.
Biasanya penderita KSB datang dengan keluhan bercak hitam di wajah mudah
berdarah dan tidak sembuh-sembuh, atau berupa tahi lalat yang bertambah besar
dengan permukaan tidak rata, dan biasanya terdapat riwayat trauma, serta dapat
disertai dengan rasa gatal atau nyeri. Idealnya dilakukan pemeriksaan histopatologi
13
lesi. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI diperlukan jika ada
kecurigaan mengenai tulang atau jaringan lainnya.4
Diagnosis karsinoma sel basal dapat dicapai dengan interpretasi akurat dari
hasil biopsi kulit. Metode biopsy yang dianjurkan adalah shave biopsy, biasanya
sudah cukup, dan punch biopsy. Penggunaan silet yang disterilkan, yang dapat
dimanipulasi dengan baik oleh operator untuk mengatur kedalaman saat akan
mengambil spesimen, lebih sering dilakukan dibandingkan penggunaan skalpel no.15.
Punch biopsy dilakukan pada pemeriksaan lesi datar dari varian klinis KSB morfoik
atau KSB berulang yang terjadi di dalam jaringan parut.3
H. Diagnosis Banding
1. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan
salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor
predisposisi karsinoma sel skuamosa antara lain radiasi sinar ultraviolet bahan
karsinogen, arsenic dan lain-lain. Umur yang paling sering ialah 40 – 50 tahun
(dekade V-VI) dengan lokalisasi yang tesering di tungkai bawah dan secraa umum
ditemukan lebih banyak pada laki – laki daripada wanita. Tumor ini tumbuh lambat,
merusak jaringan setempat dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya
tumor ini dapat pula tumbuh cepat, merusak jaringan di sekitarnya dan bermetasis
jauh, umumnya melalui saluran getah bening.12
A B
14
2. Melanocytic naevi (Nevus Pigmentosus)
Nevus Pigmentosus merupakan tumor jinak pada kulit yang berasal dari
proliferasi dari sel krista neural. Tumor jinak ini memiliki predileksi pada kulit wajah
dan badann lainnya. Gambaran klinik Melanocytic naevi: papul berbatas tegas dan
berkilat, umumnya berambut. Atas dasar histopatologik ditemukan bentuk:
1. intradermal
2. nevus verukosus
3. blue nevus
4. compound nevus
5. junctional nevus12
3. Melanoma Maligna
Melanoma maligna adalah tumor kulit yang ganas yang paling berbahaya.
Melanoma, yang berbeda dengan melanoma maligna lentigo, terjadi pada usia muda
daripada kanker kulit yang lain. Insiden tumor meningkat dengan cepat, bahkan di
daerah yang beriklim sedang, mungkin akibat dari peningkatan paparan sinar matahai
secara intermitan, yang saat ini sedang menjadi mode. Etiologinya belum diketahui
pasti. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan , selain faktor keganasan ada
umumnya ialah iritasi yang berulang pada tahi lalat. Faktor herediter mungkin
memegang peranan dan perlu diperhatikan lebih teliti.
15
Bentuk dini sangat sulit dibedakan denngan tumor lainnya. Karena melanoma
malignan merupakan penyakit yang fatal bila telah metastasis jauh, maka kemampuan
untuk mengenali keganasan perlu diperdalam. Lokalisasi dilaporkan terbanyak di
ekstremitas bawah, kemudian di daerah badan, kepala/leher ekstremitas atas, kuku.
Berdasakan perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis oleh Clark dan
Mihm melanoma maligna dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Bentuk superficial
2. Bentuk Nodular
3. Lentigo maligna melanoma12
4. Trichoepitelioma
Merupakan tumor jinak kulit yang berasal dari folikel rambut. Predileksinya
biasanya pada kulit wajah dan badan. Manifestasi klinisnya berupa papul – papul
cokelat dengan telangektasis, berukuran miliar higga lentikuler. Anjuran terapi
biasanya dengan bedah listrik.12
16
Gambar 18. Trichoepitelioma
I. Tatalaksana
Pemilihan tatalaksana KSB dipertimbangkan berdasarkan lokasi anatomis dan
gambaran histopatologi. Secara garis besar, terapi KSB dikelompokkan menjadi
teknik bedah dan non-bedah. Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah
menghilangkan total lesi KSB, menjaga jaringan normal, fungsi jaringan, serta
mendapatkan hasil optimal secara kosmetik.
Pendekatan meliputi eksisi bedah standar, bedah mikrografik Mohs (MMS),
dan kemoterapi topikal. Kesempatan terbaik untuk mencapai pengobatan adalah
melalui penatalaksanaan yang adekuat pada karsinoma sel basal primer, karena tumor
yang kembali lagi cenderung berulang dan menyebabkan kerusakan lokal lebih
lanjut.3
Pengobatan topikal muncul menjadi yang paling efektif pada pengobatan
karsinoma sel basal superfisial. Penggunaan 5-Fluorouracil (5-FU) untuk terapi
karsinoma sel basal seharusnya dipertimbangkan dengan seksama dan harus
disertakan evaluasi risiko rekurensi dan kegagalan terapi. Sedangkan pada
penggunaan imiquimod secara umum efek samping terhadap reaksi kulit lokal
terbatas. Keamanan dan efektivitas imiquimod untuk jenis karsinoma sel basal lain
belum ditetapkan. Imiquimod dapat dipertimbangkan sebagai terapi tunggal hanya
untuk karsinoma sel basal superfisial terbatas untuk tumor kecil pada lokasi yang
memiliki resiko kecil pada pasien yang tidak mau atau tidak dapat menjalani terapi
dengan terapi yang lebih disarankan. Terapi fotodinamik juga muncul sebagai salah
satu pilihan terapi untuk karsinoma sel basal. Pada terapi fotodinamik pasien harus
17
dimonitor ketat selama 2-3 tahun pertama setelah terapi fotodinamik, yaitu saat
sebagian besar lesi kambuh terlihat. Hasil kosmetik pada terapi fotodinamik secara
signifikan lebih baik daripada pembedahan, namun pada terapi fotodinamik
memerlukan jumlah kunjungan di rumah sakit dan hal tersebut mungkin tidak sesuai
dengan semua orang dengan karsinoma sel basal.3,4,6
Primary Rekuren
18
Edukasi pasien yang memadai penting untuk mencegah kekambuhan dan
penyebaran karsinoma sel basal. Pasien harus menghindari faktor risiko, contohnya
paparan sinar matahari, radiasi ion, konsumsi arsenik, dan berjemur. Penggunaan
pakaian yang melindungi dari sinar matahari seperti topi yang lebar, baju panjang,
kacamata dengan proteksi sinar ultraviolet sangat direkomendasikan ketika
beraktivitas di luar rumah. Pasien tidak boleh terpapar sinar matahari khususnya
selama tengah hari (pukul 11.00 sd 15.00). 4
Penggunaan tabir surya dan aplikasi ulang tabir surya direkomendasikan
sebelum terkena sinar matahari. Tabir surya harus diaplikasikan secara menyeluruh,
20-30 menit sebelum beraktivitas keluar rumah, dan diaplikasikan kembali setiap 2
jam, lebih sering ketika berenang atau berkeringat.2,4
American Cancer Society menganjurkan agar memeriksakan kulit ke dokter
setiap tiga tahun bagi usia 20-39 tahun dan setiap tahun bagi usia di atas 40 tahun.
Selain itu, dapat juga dilakukan Periksa Kulit Sendiri (SAKURI), yaitu metode
pemeriksaan kulit mandiri yang rutin dilakukan sebulan sekali dalam rangka
mendeteksi dini kanker kulit. Dengan pencahayaan yang cukup.2,4
19
K. Prognosis
Prognosis penderita karsinoma sel basal umumnya baik. Angka kekambuhan
karsinoma sel basal hanya 1% jika diterapi dengan tepat. Pasien harus tetap di-follow
up untuk kekambuhan atau lesi karsinoma sel basal baru. Edukasi penderita penting
agar melakukan pemeriksaan kulit periodik dan menghindari segala faktor risiko.
Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien dengan
riwayat karsinoma sel basal.4
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pada karsinoma sel
basal. Pada karsinoma sel basal apabila ukuran tumor >20 mm, tumor berada di
wajah bagian tengah, periocular, nasal, telinga, dan bibir, tepi lesi tidak dapat
ditentukan secara klinis, penyakit berulang, gambaran histologi berupa
morpheic/infiltratif, mikronodular, basoskuamosa dan terjadi invasi ke pembuluh
darah atau perineural akan meningkatkan resiko pada karsinoma sel basal.1
2. Karsinoma sel skuama
A. Definisi
Karsinoma sel skuamosa suatu keganasan pada kulit disebabkan oleh mutasi
atau perubahan DNA pada sel skuamosa di kulit. Mutasi tersebut menyebabkan sel
skuamosa menjadi tumbuh tidak terkendali dan hidup lebih lama.
B. Faktor risiko
20
C. Patogenesis
Radiasi ultraviolet
Paparan UVR (baik UVB dan UVA) telah diakui sebagai risiko lingkungan
yang paling berpengaruh sebagai faktor pertumbuhan SCC, seperti yang disarankan
oleh preferensial lokal AK dan SCC pada paparan sinar matahari dan pencahayaan
sinar matahari secara kronis dan fenotipe sensitif matahari (yaitu, pasien dengan kulit
putih) dengan bertambahnya usia dan iradiasi UV kumulatif tinggi. Mutagenesis kulit
yang diinduksi UVB menimbulkan mutasi UV spesifik (yaitu, transisi dipirimidin C-
T dan CC-TT yang khas), yang merupakan mayoritas mutasi yang ditemukan pada
SCC. Genotoksisitas radiasi UVA tampaknya sebagian besar menambah risiko,
terutama oleh mekanisme yang dimediasi stres fotooksidatif seperti induksi spesies
oksigen reaktif di kulit. Selain efek mutagenik, UVR diperkirakan mendorong
perkembangan SCC dengan sifat imunosupresif dan imunomodulatornya, seperti
penipisan sel Langerhans dari epidermis, penyajian antigen yang tidak tepat pada
kelenjar getah bening yang mengeringkan kulit, dan menghambat pengawasan tumor
oleh sel T regulator spesifik antigen tumor dapat mengarahhkan respon T helper tipe
2 dalam iritasi kulit.
Genetik predisposisi
21
Predisposisi genetik untuk SCC dikenal dengan baik pada sindrom kanker keluarga
tertentu, dan cacat bawaan pada perbaikan DNA dan stabilitas genom, seperti
penyimpangan pada gen eksisi nukleotida XPA-G dan XP-V (xeroderma
pigmentosum), PTEN (Cowdensyndrome), FANCA-N (Anemia Fanconi), TP53
(sindrom Li-Fraumeni), RECQL4 (Rothmund-Thomson sindrom), WRN (sindrom
Werner), pemeliharaan telomer (diskeratosis congenita), dan perbaikan
ketidakcocokan mamalia (sindrom Muir-Torre). Sebuah tindak lanjut 40 tahun
menemukan bahwa pasien dengan xeroderma pigmentosum sebelum usia 20 tahun
mengalami peningkatan NMSC lebih dari 10.000 kali lipat, terutama pada paparan
UV.
Secara historis, paparan agen karsinogenik pada saat kerja dan lingkungan telah
menjadi penyebab utama SCC. Arsenik, yang digunakan dalam berbagai obat, anggur
tercemar, dan air sumur yang tidak diproses dapat merangsang karsinogenesis kulit.
Minyak merupakan risiko pertumbuhan SCC di industri tertentu pekerjaan dan
tingginya insiden SCC pada skrotum pada penyapu cerobong asap dikaitkan dengan
paparan kronis terhadap abu dan hidrokarbon aromatik polisiklik yang berasal dari
senyawa karbon seperti tar batubara.
Imunosupresi
Pasien imunosupresi jangka panjang, seperti pada penerima transplantasi organ padat
(OTR), hematopoietik penerima transplantasi sel dan pasien dengan HIV atau riwayat
penyakit autoimun atau rheumatoid berada pada peningkatan risiko SCC kulit. Pada
OTR, keganasan yang paling sering adalah kanker kulit, 95% di antaranya adalah
NMSC, kebanyakan SCC. Rasio SCC terhadap karsinoma sel basal (BCC) terbalik
pada pasien dengan imunosupresi, dengan SCC menjadi NMSC yang paling sering;
pada populasi umum, BCC terjadi 6 kali lebih sering daripada SCC. SCC dalam OTR
terjadi terutama pada kulit yang terpapar sinar matahari di area kanker lapangan dan
22
muncul rata-rata 2 sampai 4 tahun setelah transplantasi OTRs telah dilaporkan
memiliki peningkatan hingga 65 kali lipat dalam kejadian SCC.
Obat- obatan
Aspek molekul
Mutasi pada gen supresor tumor p53 (TP53) adalah penyimpangan yang paling
menonjol dan paling baik dipelajari pada kanker kulit dan kemungkinan besar
menjadi penyebab ketidakstabilan genomik yang diamati pada SCCs.TP53
memberikan fungsi supresor tumor sentral dalam menanggapi kerusakan UV melalui
mekanisme seperti induksi apoptosis dan penghentian siklus sel. Peran protektif p53
23
dan pentingnya apoptosis dependen p53 dalam respons terhadap kerusakan UV
ditekankan oleh kerentanan yang tinggi. Mendukung kontribusi paparan UV
kumulatif dalam patogenesis SCC, klon dari mutasi TP53 sangat lazim di bidang
kulit yang rusak akibat sinar matahari secara kronis, dan perluasannya tampaknya
didorong oleh paparan UVB yang berkelanjutan. Hilangnya p53 memberikan
keuntungan kelangsungan hidup untuk kerusakan akibat sinar UV, keratinosit sebagai
induksi apoptosis setelah kerusakan DNA yang dimediasi UV jadi terhambat. Di
dalam konsep, UVR bertindak sebagai inisiator utama dan promotor karsinogenesis
kulit dengan menginduksi akumulasi perubahan genetik, seperti mutasi p53 di kulit,
yang memungkinkan proliferasi keratinosit yang tidak terkendali dan menciptakan
keuntungan pertumbuhan selektif dibandingkan dengan sel normal. Hilangnya alel
p53 kedua biasanya ditemukan pada tahap akhir perkembangan SCC dan mungkin
merupakan peristiwa penting untuk transisi dari AK dan karsinoma in situ ke SCC
invasif.
24
D. Manifestasi klinis
Presentasi klinis SCC bervariasi dan tergantung pada subtipe histologis dan
lokasi tumor. Biasanya, SCC muncul di daerah yang terpapar sinar matahari,
terutama daerah wajah, kepala, dan leher, serta lengan bawah dan punggung
tangan. Pada kulit yang terpajan UV, SCC biasanya berkembang dengan latar
belakang penyakit AK atau Bowen sebagai lesi prekursor (lihat Bab 110). Kanker
dengan banyak lesi prekursor pada kulit yang rusak akibat sinar UV (Gbr. 112-2)
merupakan risiko tinggi untuk berkembang menjadi SCC; pembentukan de novo
pada kulit yang tidak rusak jarang terjadi. Temuan klinis khas SCC termasuk
pembesaran perlahan, kencang, kulit berwarna hingga plak eritematosa atau nodul
(Gbr. 112-2) dengan hiperkeratosis yang nyata. Terlihat ulserasi, eksofitik (Gbr.
112-3), atau pola pertumbuhan infiltratif.
Gambar 20. Presentasi klinis klasik kulit karsinoma sel skuamosa (SCC).
Dua SCC nodular dan beberapa keratosis aktinik sebagai lesi prekursor hadir
ditemukan didahi. Tampak kulit yang sangat rusak akibat paparan sinar matahari.
25
Gambar 21. Keratocarcinoma
Presentasi klinis khas keratoacanthoma di dahi sebagai simetris berbatas tegas nodul
dengan karakteristik kawah berisi tanduk di Tengah.
Gambar 22. Karsinoma sel skuamosa eksofitik yang besar dengan erosi di pipi kiri.
E. Diagnosis
Laporan histopatologi standar SCC harus mencakup hal-hal berikut: subtipe
histologis (tipe acantholytic, sel spindel, verrucous, atau desmoplastic); tingkat
diferensiasi (G1 sampai G4); diameter tumor vertikal maksimum dalam milimeter;
tingkat invasi kulit (Clark tingkat); dan ada atau tidak adanya invasi perineural,
vaskular, atau limfatik.
F. Histopatologi
Gambaran histopatologi khas SCC menunjukkan keratinosit atipikal yang berasal
dari epidermis dan menyusup ke dalam dermis (Gbr. 112-6). Tingkat diferensiasi
bervariasi di antara SCC. Ini berkisar dari SCC yang berdiferensiasi baik dengan
pleomorfisme minimal, keratinisasi yang menonjol seperti yang diwakili secara
26
morfologis oleh parakeratosis, diskeratosis sel individu, dan pembentukan horn
pearl (Gbr. 112-7A) hingga SCC yang berdiferensiasi buruk menunjukkan inti
pleomorfik dengan tingkat atypia yang tinggi, mitosis yang sering, dan area
keratinisasi yang sangat sedikit.
27
Gambar 23. Histopatologi varian dari karsinoma sel skuamosa
G. Tatalaksana
Operasi
Eksisi bedah, lebih disukai operasi yang dikendalikan secara mikroskopis (operasi
Mohs), dianggap sebagai mode terapi utama untuk SCC terlokalisasi dan memiliki
tingkat kesembuhan 95%. Karakterisasi histopatologis lengkap dari tumor dan
marginnya memungkinkan dapat dilakukan pada pasien dan sangat penting untuk
tumor yang berulang dan infiltrasi dalam, yaitu tumor dengan faktor risiko
histologis seperti invasi perineural, tumor pada pasien dengan imunosupresi, dan
di tempat di mana pelestarian jaringan sangat penting (yaitu, kelopak mata, ujung
hidung, telinga). Eksisi standar konvensional dengan margin 4 hingga 6 mm dapat
diterima sebagai pengobatan utama SCC lokal berisiko rendah. SCC dapat
menimbulkan metastasis in-transit lokal, yang dapat dihilangkan dengan eksisi
bedah yang luas atau diobati dengan iradiasi bidang yang luas di sekitar lesi
primer. Pengobatan metastasis nodal mungkin melibatkan diseksi kelenjar getah
bening, radiasi, atau kombinasi keduanya.
Terapi topikal
28
terapi umumnya tidak dianggap sebagai modalitas pengobatan yang tepat untuk
SCC invasif.
Terapi radiasi
Sementara pembedahan dianggap sebagai mode utama terapi lokal untuk sebagian
besar SCC, preferensi pasien dan faktor lain, seperti lokasi yang bermasalah untuk
pembedahan, dapat menyebabkan pemilihan terapi radiasi sebagai modalitas
pengobatan. Bagaimanapun, konfirmasi diagnosis yang tepat dengan evaluasi
histologis adalah wajib sebelum radioterapi. Terapi radiasi dapat berfungsi sebagai
alternatif untuk pembedahan dalam pengobatan utama SCC kecil yang invasif
dangkal di risiko rendah. Area lokal yang tidak dapat dilakukan operasi,
metastasis, dan dalam pengaturan tambahan untuk pasien dengan tumor lokal yang
berpotensi agresif.
Target terapi
Menggunakan strategi terapeutik yang menargetkan EGFR baik oleh molekul kecil
(yaitu, erlotinib dan gefitinib) atau antibodi (yaitu, cetuximab dan panitumumab)
mungkin merupakan pilihan non-bedah, di luar label untuk SCC lanjutan di luar
radioterapi dan kemoterapi konvensional. Percobaan prospektif Fase II telah
menunjukkan kemanjuran monoterapi dengan cetuximab sebagai pengobatan lini
pertama SCC yang tidak dapat dioperasi (tingkat respons 29%). Meskipun
sebagian besar dalam laporan kasus, penggunaan cetuximab juga telah dilaporkan
di SCC dalam pengaturan terapi neoadjuvant dan adjuvant dan sebagai
radiosensitizer yang dikombinasikan dengan terapi radiasi. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa, jalur penghambatan kekebalan seperti protein kematian
terprogram.
29
gabungan, studi praklinis mengungkapkan bahwa ekspresi berlebih dari ligan PD-1
dalam keratinosit tikus transgenik menghasilkan percepatan pembentukan SCC,96
dan terapi blokade pos pemeriksaan dari penghambatan kekebalan PD-1 jalur telah
menghasilkan respons antitumor yang menonjol dalam kasus SCC yang tidak
dapat direseksi.
3. Melanoma Maligna
A. Definisi
Melanoma maligna atau biasa juga disebut sebagai melanoma adalah keganasan
yang terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya berlokasi di
kulit tetapi juga ditemukan di mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral
dan membran mukus genitalia. Karena sebagian besar sel melanoma masih
menghasilakn melanin, maka melanoma seringkali berwarna coklat atau hitam.
B. Faktor Resiko
30
seperti nevus normal biasa, namun juga terlihat seperti melanoma.
Nevus displastik ini seringkali merupakan faktor keluarga. Jika
seseorang memiliki seorang anggota keluarga yang mempunyai
displastik nevus maka sekitar 50% kemungkinan nevus tersebut akan
berkembang. 4
b) Faktor Keluarga
Resiko akan menjadi lebih besar pada mereka yang memiliki
keluarga yang didiagnosa melanoma pada hubungan keluarga primer,
seperti ayah, ibu, kakak, adek atau anak. Sekitar 10% seseorang dengan
melanoma memiliki sejarah keluarga yang menderita penyakit yang
sama. 3
c) Fenotip
31
Fenotip yaitu ekspresi gen pada diri seseorang. Dan yang
dimaksud dalam hal ini yaitu ekspresi gen seseorang terhadap kulit yang
terang, berbintik- bintik, warna mata hijau atau biru, rambut merah atau
pirang, dan lain sebagainya.3
32
dibandingkan dengan pajanan kronik namun dalam level rendah,
meskipun jumlah total dosis sinar ultraviolet sama.3,4
f) Usia
Sekitar setengah dari kejadian melanoma, terdapat pada orang-
orang pada usia lebih dari 50 tahun.
g) Xeroderma Pigmentosum
Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit yang diturunkan
sebagai hasil dari defek pada enzim yang memperbaiki kerusakan pada
DNA dan jarang ditemukan. Seseorang dengan Xeroderma
Pigmentosum memiliki resiko tinggi terhadap kanker kulit, baik
melanoma maupun nonmelanoma. Hal ini dikarenakan adanya defek
tersebut menyebabkan kemampuan orang tersebut untuk memperbaiki
DNA yang rusak karena terpajan sinar Ultraviolet menurun atau tidak
ada sama sekali.4
33
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:
34
Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang
kemudian pigmentasi dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin
abu-abu, batasnya tidak tegas, dan terdapat area inflamasi pada lesi. Area di
sekitar lesi dapat menjadi gatal. Kadang-kadang pigmentasi lesi berkurang
sebagai reaksi imun seseorang untuk menghancurkannya. Tipe ini
berkembang sangat cepat. Diameter pada umumnya lebih dari 6mm. Lokasi
pada wanita di tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan dan leher. 3,4
35
Gambar 25. Histologi Superficial Spreading Melanoma
b) Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya sangat
cepat dan berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak 15%-
30% kasus melanoma yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan nodular
melanoma. Dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering pada individu
berusia 60 tahun ke atas. Tempat predileksinya adalah tungkai dan tubuh.
Melanoma ini bermanifestasi sebagai papul coklat kemerahan atau biru hingga
kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau setengah bola (dome shaped) atau
polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan ulserasi dan berdarah dengan
trauma minor, timbul lesi satelit. Secara klinik bisa berbentuk amelanotik atau
tidak berpigmen. Fase perkembangannya tidak dapat dilihat dengan mudah, dan
sulit di identifikasi dengan deteksi ABCDE.4,5
36
pada daerah dermo – epidermal. Gambaran dermis terlihat sel – sel melanoma
menginvasi ke lapisan retikuler dermis, pembuluh darah dan subcutis.5
Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama
bertahun- tahun. Karakteristik invasinya ke kulit berupa macula
hiperpigmentasi coklat tua sampai hitam atau timbul nodul yang biru
kehitaman. Pada permukaan dijumpai bercak-bercak warna gelap (warna
biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive
agak hiperkeratonik.4
37
Gambar 28. Lentigo maligna
38
Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak
29- 72% dari kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka
prognosisnya buruk. Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi
ini terdapat pada daerah yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau
dibawah kuku.4
Gambaran yang paling khas paling baik di lihat pada daerah macula
berpigmen. Tampak adanya gambaran proliferasi melanosit atipikal
sepanjang lapisan basal.
39
Gambar 31. Histologi Acral lentiginous melanoma
E. Diagnosis
penemuan dini, sehingga diagnosa melanoma harus
ditingkatkan bila penderita melaporkan adanya lesi berpigmen baru
atau adanya tahi lalat yang berubah.5
40
Vulva
Border
Batasnya tidak tegas atau kabur
Color
Ciri melanoma tidak memiliki satu warna yang
solid
melainkan campuran yang terdiri dari coklat
kekuningan, coklat dan hitam, juga bisa tampak
merah, biru atau putih.
Diameter
Meskipun melanoma biasanya lebih besar dari 6
mm, ketika dilakukan pemeriksaan mereka bisa
lebih kecil dari seharusnya . Sehingga harus
diperhatikan perubahan tahi lalat dibanding yang
lainnya atau berubah menjadi gatal atau
berdarah ketika diameternya lebih kecil dari 6 mm
Evolving
Setiap perubahan dalam ukuran, bentuk, warna,
41
tingginya atau cirri-ciri lain atau ada gejala baru
seperti mudah berdarah, gatal dan berkrusta harus
dicurigai keganasan
Gambar berikut menunjukkan tahi lalat atypical yang normal dan melanoma.
Benign Malignant
simetris asimetris
Borders are
Borders are uneven
even
Smaller than
Larger than 1/4
1/4 inch
42
sekarang pasien, riwayat penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik terhadap
lesi yang dicurigai.6
a) Anamnesa
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi
tentang keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan
umum tersebut. Perubahan sifat dari nevus merupakan keluhan
umum yang paling sering ditemukan pada pasien dengan melanoma,
dan hal ini merupakan peringatan awal melanoma. Perubahan
tersebut diantaranya peningkatan dalam hal diameter, tinggi atau
batas yang asimetris pada suatu lesi berpigmen memberikan data
80% pada pasien saat melanoma ditegakkan.Dari perjalanan
penyakit tersebut juga ditanyakan awal mulanya lesi pada kulit
tersebut muncul, dan kapan terjadi perubahan pada lesi tersebut.
Tentang tanda dan gejala melanoma, seperti adanya perdarahan,
gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi. Pada anamnesa tersebut juga
ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada pasien.3,4
b) Pemeriksaan fisik
Yang perlu dilakukan saat pemeriksaan fisik ini yaitu
memperhatikan lebih detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu
inspeksi dengan bantuan kaca pembesar. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur dari nevus tersangka
dan mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan terhadap
kelenjar limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan.
Adanya pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati
menunjukkan kemungkinan adanya penyebaran melanoma.4
43
seluruh tubuh sudah dilakukan, yaitu dengan cara
mendokumentasikan nevus-nevus yang ada di seluruh tubuh. Dengan
demikian, perubahan akan lebih cepat terdeteksi dengan
membandingkannya dengan dokumentasi terdahulu.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini yaitu meliputi pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. ,
khir- akhir ini di luar negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan
epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang
berpigmen tersebut diperiksa secara in situ dengan minyak emersi
dengan menggunakan dermatoskop. Pada beberapa penelitian lain
melibatkan analisis dengan bantuan komputer dan klinikal
digitalisasi yang kemudian dibandingkan dengan database.4
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik
yang belum bermetastase maupun yang telah bermetastase, tetapi
44
kadangkala tingginya angka LDH (Lactaet Dehydrogenase)
dianggap membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam darah
merupakan suatu kemungkinan adanya metastase melanoma
pada hati. Adanya peningkatan LDH ini juga dihubungkan
dengan lebih buruknya kemungkinan untuk hidup pada
kelompok tersebut. Pemeriksaan LDH akan bermakna pada
melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan berkala setiap 3-
12 bulan.5
2. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi
gelombang suara untuk menghasilkan gambaran spesifik dari
bagian tubuh. Sebagian besar untuk memeriksa kelenjar limfe di
leher, axilla, dan pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy
kelenjar limfe agar semakin akurat (Ultrasound guided fine
needle aspiration). Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa
sakit, tidak memakan waktu yang lama, tidak menimbulkan
bahaya radiasi dan aman digunakan pada kehamilan.5,6
45
Gambar 18. Ultrasound of lymph node
46
Gambar19. PET Scan Whole Body staging for Melanoma
3. Pemeriksaan Histopatologi
Kriteria standar untuk diagnosa melanoma maligna adalah
dengan pemeriksaan histopatologi dengan cara biopsi dari lesi
kulit tersangka. Macam-macam tehnik biopsi itu sendiri ada 3
macam, yaitu shave biopsy, punch biopsy dan incisional and
excisional biopsies. Biopsi secara eksisi merupakan pilihan cara
biopsi yang direkomendasikan untuk pemeriksaan melanoma
maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil secara keseluruhan
untuk kemudian sebagian sampel digunakan untuk pemeriksaan
histologi.5
Biopsi secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor
dipilih untuk memastikan informasi tentang ketebalan tumor,
adanya ulserasi, tahap invasi tumor secara antomis, adanya
mitosis, adanya regresi, adanya invasi terhadap pembuluh limfe
dan pembuluh darah, dan untuk melihat respon host terhadap
tumor itu sendiri. Pada umumnya batas kulit yang diambil yaitu
sekitar 1-3 mm sekitar lesi untuk memperakurat diagnosis dan
histologic mikrostaging. Kecuali pada melanoma jenis lentigo,
biopsi lebih mendalam diperlukan untuk memperkecil terjadinya
misdiagnosa.5
47
Gambar20. Excision Biopsy
Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini
bergantung pada jenis melanoma. Superficial Spreading
melanoma memiliki fase pertumbuhan secara radial atau fase in
situ yang digambarkan dengan peningkatan jumlah melanosit
intraepitel yang bersifat (1) atipik dan besar, (2) tersusun tidak
teratur di dermal-epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas
(pagetoid), (4) kurang memiliki potensi biologi sel untuk
bermetastasis. Lentigo melanoma dan acral lentiginous
melanoma memiliki gambaran yang mirip, dengan dominasi
pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal juntion dan
dengan tendensi yang kecil untuk pertumbuhan sel secara
pagetoid.5,6
48
diasosiasikan dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan
prognosa yang lebih jelek.5
F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir
49
70% kasus dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe yang
tersembunyi.6
50
secara intradermal diats tumor saat dilakukan eksisi luas. Pada eksplorasi
kelenjar getah bening akan ditemukan saluran-saluran getah bening yang
berwarna biru, yang menuju kesuatu kelenjar yang berwarna biru pula, lebih dari
80% kelenjar ini dapat ditemukan. Kelenjar getah bening diangkat dan dilakukan
frozen section, jika positif mengandung metastasis sel tumor baru akan diseksi. 6
Pada penelitian Reintgen menemukan bahwa sel melanoma maligna menjalar
lebih teratur dan jelas dibandingkan dengan tumor padat lainnya. Jika pada
sentinel node ini tidak ditemukan metastasis maka kelenjar lain juga
diasumsikan tidak mengandung metastasis. Cara ini dipermudah dengan
menggunakan lymphoscintigraphy dengan penyuntikan Technitiun (TC99m) ke
dalam tumor 1 hari sebelum operasi. Dengan alat pelacak isotop akan dapat
ditentukan tempat insisi kulit di daerah kelenjar getah bening regional tumor
tersebut. Pada penelitian dari 612 pasien pada stage I/II tidak didapatkan angka
recurrent sebesar 60%.,6
2. Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan
pembedahan, maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan
dan penatalaksanaan pada pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang
memiliki melanoma dengan tebal lebih dari 4 mm atau metastase ke
limfonodi dengan pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan angka
ketahanan hidup.6 Studi di berbagai center kesehatan menunjukkan
pemberian interferon alpha 2b (IFN) menambah lamanya ketahanan hidup
dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi Melanoma, sehingga oleh Food
and Drug Administration (FDA) mengajurkan IFN sebagai terapi tambahan
setelah eksisi pada pasien dengan resiko recurrent. IFN γ dilaporkan tidak
efektif pada fase I atau II dari melanoma yang bermetastase, namun potensi
IFN γ yang merupakan mediator pembunuh alami Limfosit T sitotoksik,
51
sebuah pengaktivasi makrofag, dn HLA klas II ekspresi antigen, merupakan
hal yang tak dapat diabaikan.5,6
52
melekat pada molekul di permukaan sel melanoma yangf kemudian
membunuh sel melanoma tersebut.6
G. Pencegahan
H. Prognosis
53
Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa
ulserasi, dan 45% dengan adanya ulserasi primer.
Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan
hidup pada setiap tingkat tumor.8,9
Stage III
Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah
kelenjar limfe yang telah terkena, secara mikroskopik maupun
makroskopik, dan adanya ulserasi pada tumor primer.9
Stage IV
Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah
buruk, dengan angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5
tahun sebesar 7-19%, tergantung pada tempat yang terkena
metastase. Umumnya, metastase pada jaringan lunak, kelnjar, dan
paru-paru memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
adanya metastase ke organ-organ dalam, seperti hati.8,9
BAB III
KESIMPULAN
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Kinghorn GR, Brings , Gupta NK. Bacal cell carcinoma. In: Griffiths C, Barker
J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, eds. Rook’s Textbook of Dermatology.
Vol. 4. 8th ed. Oxford:Wiley Blackwell 2016. p.52.18-52.23
2. Pramuningtyas R, Muwardi P. Gejala Klinis sebagai Prediktor pada Karsinoma
Sel Basal. Vol. 4 No. 1 2012;p.33-36
3. Duncan KO, Geisse JK, Leffell DJ. Basal Cell Carcinoma. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick's
Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill
2012;.1295-1303
55
4. Sukmawati TT, Reginata G. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal.
2015. 42 (12): hal. 897-900
5. Yahya YF, Toruan. Profil Karsinoma Sel Basal Primer Palembang. Jakarta:
Media Sermato-Venerologica Indonesiana. 2011. 38 (2): hal. 61-111
6. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology, 12th ed. Chicago:Saunder-Elseviers 2015;p.633-637
7. Alter M, Hillen U, Leiter U, et.al. Current Diagnosis and Treatment Basal Cell
Carcinoma. Journal of German Sociaty of Dermatology. 2015;p.863-875
8. Dormishev AL, Rusinova D, Botev I. Clinical variants, stages, and
Management Basal Cell Carcinoma. Indian Dermatology Online Journal. Vol. 4
2013;p 12-18
9. Wysocka MM, Dmochowska MB, Weklar DS. Basal Cell Carcinoma-
Diagnosis. Contemp Oncol 17 (4):337-342
10. Wolff K, Johnson AR, Saavedra A. Fitzpatrick’s Color atlas dan sypnosis of
clinical dermatology. 7th Ed McGraw Hill;2013
11. Sukmawati TT, Ghaznawie M, Reginata G. Deteksi Dini Karsinoma Sel Basal.
Indonesia Journal of Cancer. 2015. 10 (2): hal.61-66
12. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke-6. Jakarta: Fakultas
kedokteran universitas Indonesia: 2011.p.229-41.
13. Windy, M., Novianti, R., Imam S. Gambaran histopatologis karsinoma sel
basal. Departeme/ SMF ilmu kesehatan kulit dan kelamin universitas airlangga.
2013 vol 40 no 3 hal 138 -144.
56