Anda di halaman 1dari 8

1.

Sejarah Bahasa Inggris masuk ke Indonesia

Bahasa Inggris merupakan bahasa yang sudah sangat dikenal sebagai bahasa internasional
dunia. Tetapi, apa kalian tahu sejarah masuknya bahasa inggris serta perkembangannya di bumi
nusantara yang dimulai dari masa kelam penjajahan belanda, jepang hingga kemerdekaan negeri
ini. Nah, pada artikel kali ini kita akan meringkas sedikit nih mengenai sejarah bahasa inggris
tersebut di indonesia.

A. Jaman Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, Bahasa Inggris diajarkan pada tingkat MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) dan AMS (Algemeene Middlebare School). Pada masa itu, hanya
anak-anak belanda serta orang-orang pribumi tertentu sajalah yang boleh bersekolah di MULO
(setara dengan SMP) dan AMS (setara dengan SMA). Untuk orang-orang pribumi lainnya, saat
itu hanya bisa bersekolah sampai tingkat SD. Hal ini merupakan salah satu hal yang membuat
perkembangan bahasa inggris pada anak-anak pribumi terhambat. Namun setidaknya, pada masa
ini bahasa inggris sudah mulai diajarkan pada beberapa anak pribumi. Meskipun jika dilihat pada
masa sekarang, bahasa inggris sudah sangat bebas untuk dipelajari di sekolah, bahkan pada
tingkat SD.

B. Jaman Jepang

Sistem belajar bahasa inggris berubah sangat besar ketika jepang mulai mengambil alih
tanah serta penduduk indonesia. Pada masa penjajahan Jepang, bahasa inggris dilarang untuk
dipelajari pada tingkat apapun bahkan sama sekali tidak boleh digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya itu, buku-buku yang memakai bahasa inggris juga dibakar untuk
mengurangi eksinsitas bahasa negara barat tersebut di bumi nusantara. Sejak saat itu, permulaan
untuk buku dengan menggunakan bahasa indonesia dimulai dan mulai berkembang seiring
dengan jarang digunakannya bahasa inggris.

C. Jaman Kemerdekaan

Bahasa Inggris resmi diajarkan sebagai bahasa asing di sekolah indonesia seiring dengan
keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1967. Perubahan bahasa inggris pun
mulai berkembang luas di indonesia saat sistem belajar ini dilakukan. Tidak tanggung-tanggung,
triliyunan rupiah dikeluarkan dalam usaha mengembangkan bahasa tersebut yang konon katanya,
sebagian besar dana yang digunakan berasal dari pinjaman negara yang pastinya harus
dikembalikan.

Berakhirnya masa penjajahan dan datangnya angin kemerdekaan telah membuat bangsa
indonesia semakin maju. Bukan hanya dari nasionalismenya saja, tetapi juga ilmu-ilmu yang
salah satunya adalah bahasa inggris, dengan harapan anak-anak indonesia nantinya akan bisa dan
sanggup bersaing bersama bangsa asing lainnya di bumi.

Bahasa Inggris, Nasionalisme dan Kurikulum Pendidikan Kita

Namanya Nara Masista Rakhmatia. Usianya baru 34 tahun. Dia berbicara Bahasa Inggris
dengan artikulasi dan aksen yang menawan. Itu dia lakukan dalam Sidang Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) September 2016 lalu. Sekretaris II utusan tetap Indonesia untuk PBB ini
mewakili Pemerintah Republik Indonesia, menyampaikan tanggapan atas isu HAM di Papua dan
Papua Barat yang diangkat oleh empat Perdana Menteri dan dua Presiden dari enam Negara di
Kepulauan Pasifik, yakni Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu
dan Tonga.

Nara dan Indonesia menjadi viral di media online saat itu, karena mengutus seorang
diplomat junior untuk menyanggah isu yang di address para Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan dalam event sekelas sidang umum PBB, sangat jarang dilakukan negara manapun.
Dengan konten pidatonya yang galak, diplomat cantik ini seperti ingin memberikan tamparan
kepada para pimpinan negara tersebut , yang tendensius mengusik kedaulatan dan konsep
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Nara Rakhmatia hanya seorang perempuan muda, tetapi ia tahu bagaimana menggunakan
kapasitas dan kompetensi Bahasa Inggrisnya, untuk berbicara bagi kepentingan terbaik untuk
negaranya. Kiprahnya ini menyadarkan kita, tentang nasionalisme. Nara telah memunculkan
makna nasionalisme dalam bentuk lain, saat ia menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional untuk membela kepentingan nasionalnya, pada tempat dan moment yang tepat.

Sebagai salah satu dari 6 bahasa resmi PBB (Spanyol, Rusia, Perancis, Arab, China),
Bahasa Inggris wajib dikuasai para diplomat. Di PBB Bahasa Inggris juga memiliki
keistimewaan. Dalam forum pertemuan PBB, dengan bantuan penerjemah, semua peserta bisa
menggunakan 6 bahasa tersebut. Tetapi ketika sidang dilakukan tanpa penerjemah, maka hanya
satu bahasa yang dipakai, Bahasa Inggris.

1. Sejarah Orang yang Membawa Bahasa Inggris Masuk ke Indonesia

Inggris adalah salah satu negara maju di Eropa yang dulu pernah menjajah Indonesia.
Wilayah bekas jajahan Inggris ini biasanya adalah wilayah penghasil rempah-rempah. Lalu,
bagaimana Inggris bisa sampai di Indonesia?

Setelah Portugis mengalami kesuksesan perdagangan rempah-rempah, banyak bangsa Eropa


yang ingin datang dan melakukan perdagangan juga. Dalam waktu singkat Lisabon berkembang
menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di wilayah Eropa Barat. Dengan pintarnya, Inggris
mengambil keuntungan dengan wilayahnya yang dekat Lisabon sehingga harga relatif
murah.Rempah-rempah itu kemudian dijual kembali di daerah-daerah Eropa Barat bahkan
sampai di Eropa Utara. Namun karena Inggris terlibat konfik dengan Portugis, Inggris mulai
mengalami kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah dari pasar Lisabon. Inggris berusaha
mencari sendiri negeri penghasil rempah-rempah. Banyak anggota masyarakat, para pelaut dan
pedagang yang nggak melibatkan diri dalam perang justru mengadakan pelayaran dan
penjelajahan samudra untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah.

Dalam pelayaran Inggris ke wilayah Timur untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah,
Inggris sampai ke India. Para pelaut dan pedagang Inggris ini masuk ke India pada tahun 1600.
Inggris justru memperkuat kedudukannya di India. Inggris membentuk kongsi dagang yang
diberi nama East India Company (EIC). Dari wilayah India inilah para pelaut dan pedagang
Inggris berlayar ke Kepulauan Nusantara untuk meramaikan perdagangan rempah-rempah.
Bahkan di tahun 1811 pernah memegang kendali kekuasaan di Tanah Hindia.

Namun, Inggris tidak berkuasa lama di wilayah Indonesia karena kedatangan Belanda yang
kembali ke Indonesia. Sejarah penjajahan Indonesia ini terjadi karena sumber daya alam
Indonesia yang amat sangat banyak. Pala, lada dan cengkeh sering dibutuhkan oleh bangsa Eropa
untuk menghangatkan diri.
2. Apa Sebab Bahasa Inggris masuk Kurikulum

A. Bahasa Inggris dalam Kurikulum kita

Sejarah pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing (foreign language/FL) atau bahasa
kedua (second language/L2) sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda, meski sempat dihapus
saat pemerintah pendudukan Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan, Inspektorat Pusat
Pengajaran Bahasa Inggris di Departemen Pendidikan menyatakan Bahasa Inggris sebagai
bahasa asing pertama yang wajib diajarkan di sekolah menengah. Secara berturut-turut Bahasa
Inggris diajarkan dalam kurikulum 1953, 1962, 1968, 1975, 1984, 1994 untuk SMP/SLTP dan
1950, 1962, 1968, 1975, 1984, 1994 untuk SMA/SMU, dengan tujuan sederhana yakni
membekali siswa dengan kemahiran Bahasa Inggris; membaca, mendengar, menulis dan
berbicara.

Metode pengajaranpun variatif, misalnya Gramatika terjemahan (Grammar -Translation


Method), metode langsung (Direct Method), Oral Approach, sampai Communicative Approach.
Proses persiapan tenaga pengajar (guru) pada awalnya dengan system in-service training melalui
Balai Pendidikan Guru dan Pusat Bahasa Inggris. Pola itu kemudian berubah menjadi pre-service
training, yang ditandai dengan pembukaan Institusi Keguruan (IKIP, FKIP, STKIP) sebagai
tempat belajar para calon guru.

Pengajaran Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran sepertinya antiklimaks seiring


pemberlakuan Kurikulum 2013. Pemerintah memutuskan menghapus mata pelajaran Bahasa
Inggris pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Di SMA, Bahasa Inggris di pelajari 4 jam per minggu
hanya untuk jurusan bahasa. Siswa jurusan IPA dan IPS hanya belajar Bahasa Inggris 2 jam per
minggu.

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Bahasa Inggris dipelajari 4 jam atau
dua kali pertemuan per minggu untuk semua jurusan. Ini kemunduran besar. Nasionalisme
menjadi justifikasi penghapusan Bahasa Inggris di SD. Bahwa anak-anak SD harus belajar
bahasa dan budayanya sendiri, sebelum belajar bahasa dan budaya asing. Asumsi ini merugikan
siswa sebagai pembelajar, juga orang tua. Sepanjang belum ada riset ilmiah yang mampu
membuktikan pembelajaran bahasa asing ( Inggris) dapat melemahkan posisi Bahasa Indonesia,
atau mengurangi rasa nasionalisme siswa, maka alasan penghapusan itu mestinya patut
diperdebatkan.

Ada alasan ilmiah, mengapa Bahasa Inggris (sebagai FL/L2 ) sebaiknya dipelajari sejak usia
dini. Critical Period Hypothesis (CPH), sebuah teori dalam domain pemerolehan bahasa
(language acquisition) dan linguistic secara umum menyebutkan bahwa anak-anak yang belum
mencapai usia 12-13 tahun, lebih mudah mempelajari dan menguasai sebuah bahasa di banding
usia setelah itu.

Semakin tua umur sesorang, ia akan semakin sulit mempelajari sebuah bahasa. Dalam
konteks pemerolehan bahasa kedua (Second language acquisition/SLA), CPH juga menyodorkan
bukti, betapa sulitnya para pembelajar dewasa untuk mampu berbicara dengan aksen
sebagaimana para penutur asli. Meski hipotesis ini masih debatable dikalangan ahli linguistic,
tetapi ada pendapat lain yang menguatkan, sebagaimana Edward Radford et all, (2009) yang
mengutip Chomsky bahwa anak-anak yang sedang dalam pemerolehan suatu bahasa akan
mengamati perilaku berbahasa orang-orang sekitar mereka, termasuk ungkapan-ungkapan yang
didengar, kemudian menjadi semacam modal pengalaman kebahasaan mereka untuk menguasai
bahasa tersebut. Pengalaman ini tentu saja relevan dengan proses pembelajaran di kelas, dan
karenanya, sekali lagi, mestinya tidak ada alasan untuk meniadakan mata pelajaran Bahasa
Inggris untuk anak-anak SD.

Berikutnya, kasus serupa terjadi pada jenjang SMA. Muatan kurikulum 2013 merampas
kesempatan siswa-siswi yang mengambil jurusan IPA dan IPS, untuk menguasai Bahasa Inggris.
Pengurangan jam belajar mereka ternyata berdampak jangka panjang. Kesempatan untuk kuliah
Bahasa Inggris di universitas jadi lebih berat. Peluang untuk mendapat beasiswa (dalam dan luar
negeri) juga menipis, jika tidak punya kompetensi bahasa Inggris yang bagus. Daya saing di
dunia kerjapun rendah. Ingat, di Indonesia sekalipun, banyak perguruan tinggi terkemuka
memasang TOEFL (Test of English as Foreign Language) sebagai syarat masuk. Hal yang sama
diterapkan dalam pola rekrutmen di banyak perusahaan swasta, BUMN, Lembaga Negara,
Kementrian.

Saya jadi teringat, pada awal tahun 2000an, Departemen Luar Negeri (Deplu) bekerja sama
dengan Perguruan Tinggi negeri untuk merekrut calon diplomat lulusan PT Negeri. Program ini
meloloskan sejumlah diplomat anak asli NTT alumni Undana yang saat ini bertugas di beberapa
kedutaan RI di luar negeri. Menariknya, para diplomat asal NTT ini justru didominasi para guru
lulusan Program Studi Bahasa Inggris (FKIP), dan bukan misalnya, alumni Hubungan
Internasional, Komunikasi (FISIPOL), atau Fakultas Hukum. Sekali lagi, kompetensi Bahasa
Inggrislah kendalanya. Sadarkah Pemerintah, bahwa dengan meniadakan kesempatan belajar
Bahasa Inggris bagi anak-anak SD, mengurangi jam belajar bagi siswa SMA, sesungguhnya kita
juga sedang menutup kesempatan dan peluang bagus lain bagi siswa-siswi kita di masa
mendatang. Tak ada yang menyangka, Nara Rakhmatia - lulusan Hubungan Internasional FISIP
UI, nasionalismenya diapresiasi, justru ketika dia sedang berbicara kepentingan negara dengan
Bahasa Inggris yang elok.

3. Mengapa Bahasa Indonesia Masuk ke Kurikulum

Oleh Caswo, S.Pd.Guru SD 67 Percontohan, Community School, Banda Aceh

Memberlakukan Kurikulum 2013 serentak telah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu.
Untuk lingkup Provinsi Aceh peresmian atau peluncuran Kurikulum tersebut beberapa waktu
lalu dilakukan di SMA 4 Banda Aceh yang dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kemdikbud,
Hayono Umar.

Dengan demikian, Kurikulum 2013 secara nasional juga telah resmi diluncurkan
penerapannya, meskipun masih banyak menimbulkan polemik di masyarakat tentang format
kurikulum ini. Polemik di masyarakat wajar terjadi karena apapun yang masuk dalam kategori
baru pasti akan menimbulkan sikap antara yang pro dan yang kontra.

Salah satu yang akan penulis soroti tentang kurikulum baru ini adalah model pembelajaran
tematik. Efek dari pemberlakuan kurikulum ini salah satunya adalah ada beberapa mata pelajaran
atau bidang studi, khususnya di satuan pendidikan setingkat Sekolah Dasar yang mengalami
perubahan terutama pada jam pelajarannya dalam seminggu.

Sekilas kalau kita amati bidang studi atau mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki jumlah
atau porsi jam yang relatif banyak. Apa implikasinya? Sejatinya, dalam pengamatan penulis
selaku guru di Sekolah Dasar, bahasa Indonesia baik secara langsung maupun secara tidak
langsung sudah ada hampir di setiap bidang studi.

Hal ini karena pada dasarnya fungsi hakiki bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Apabila
kita cermati di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan salah
satu di dalamnya tentang bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah
bahasa Indonesia.

Artinya, mata pelajaran atau bidang studi apapun sudah dapat dipastikan diajarkan dengan
bahasa pengantar bahasa Indonesia. Pada kasuskasus tertentu terkadang proses belajar-mengajar
memang masih membutuhkan peranan bahasa daerah. Berdasar pada kondisi ini, penulis
berasumsi bahwa secara tidak langsung, bidang studi bahasa Indonesia sudah ada sejak lama di
bidang studi yang lain.

Bidang studi IPS, PPKN dan lain-lain hampir dapat dipastikan materinya menggunakan
bahasa Indonesia. Hal ini yang menurut hemat penulis sekarang ditunjukkan di dalam Kurikulum
2013 bahwasanya porsi bidang studi bahasa Indonesia yang lalu ditambah jamnya.

Berkenaan dengan peran bahasa Indonesia di dunia pendidikan khususnya dalam setiap
bidang studi, ada anomali yang justru terjadi pada beberapa tahun belakangan ini. Fenomena
Ujian Nasional, terutama tingkat SMA menunjukkan nilai bahasa Indonesia tidak lebih baik
daripada pelajaran bahasa Indonesia. Padahal secara yuridis dan faktual, bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan termasuk sinyalemen penulis bahwa
pelajaran bahasa Indonesia secara tidak langsung ada di pelajaran-pelajaran lain.

Ada apa gerangan dengan fenomena ini. Salah satu yang mungkin dapat kita duga yaitu dari
sisi materi pelajaran bahasa Indonesia itu sendiri kalau boleh lebih umum daripada aspek sumber
daya manusia, guru. Pada lingkup pendidikan dasar (SD) dalamamatan penulis, materi pelajaran
bahasa Indonesia bersifat sangat teknis. Artinya, murid-murid diajarkan tentang bahasa Indonesia
bukan pada fungsi hakiki bahasa sebagai alat komunikasi tetapi pada teori-teori kebahasaan
semata.

Kalaupun ada materi tentang fungsi dan peran bahasa pada pelajaran bahasa Indonesia,
persentasenya sangat kecil. Akibatnya, muridmurid seperti kehilangan arah dalam memahami
pelajaran bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, pada setiap tahun pasca-ujian nasional, selalu muncul
pendapat tentang menurunnya nilai bahasa Indonesia lebih karena ketidaksesuaian antara materi
yang diajarkan di dalam buku-buku dengan soal-soal yang diujikan.

Pada konteks ini, penulis menduga karena muatan bahasa Indonesia lebih menitikberatkan
pada aspek teknis bahasanya, bukan pada fungsi hakiki bahasa. Dengan pemberlakuan
Kurikulum 2013 ini diharapkan akan terjadi perubahan paradigma terhadap pelajaran bahasa
Indonesia yang telah ditambah jumlah jam tatap mukanya. Yang terpenting saat ini adalah
bagaimana menyiapkan sumber daya guru yang berkompeten. Komponen kurikulum
membutuhkan peran serta beberapa komponen, termasuk guru sebagai garda terdepan pelaku
atau agen. Harapan ke depan nantinya, tujuan pembentukan karakter bangsa melalui pendidikan
akan tercapai.

Anda mungkin juga menyukai