Pembimbing :
dr. Samsudin , Sp.OG
Disusun Oleh :
Rendy Nur Rizaldi
110 2005 212
1. BAB I. Pendahuluan………………………………………………
EKLAMPSIA
DEFINISI
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya
timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada
wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat
timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum),
eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia
postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia
gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian. 2
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya penyakit itu. 2
Eklampsia lebih sering terjadi pada : 1
1) Kehamilan kembar
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa
FREKUENSI
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah
pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.2
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%. 2
ETIOLOGI
Sebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah
bahwa eklampsia disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia
uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. 1
PATOFISIOLOGI
• terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya
trombosit
• produksi prostasiklin terhenti
DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan,
maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat
anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang;
(3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,
uremia, keracunan.2
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia. 2
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
2
Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala. 2
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkanikterus tersebut. 2
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.2
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri. 2
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
2
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 2
8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.2
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
2
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2
2
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.
PROGNOSIS
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu
berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% -
48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya
kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita-penderita eklampsia sering
terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh
perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan
masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan. 2
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan
hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang
mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian
atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia. 2
Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk,
dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh
keadaan waktu masuk Rumah Sakit.
Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa
agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden :
1) Coma yang lama
2) Nadi > 120 x/menit
3) Suhu > 39°C
4) TD > 200 mmHg
5) > 10 serangan
6) Proteinuti 10 gr sehari atau lebih
7) Tidak adanya oedem
PENCEGAHAN
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas : 2
1.Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2.Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya
segara apabila ditemukan;
3.Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
2
setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
PENANGGULANGAN
Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepat
dan intensif dari pre-eklampsia. 2
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan. 2
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita
harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah
2
terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan
mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain, penyumbat
mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami
trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada
sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan
sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat
2
diberikan beberapa obat, misalnya :
1. Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan
resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan
perlahan-lahan. 2
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan
40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks
patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600
ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena;
dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena
secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g
dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan
diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka
untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus
harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai
antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan
ventilator.2
3. Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari
itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila
keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. 2
Pengobatan Medisinal
1)Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari
IGD.
2)Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3)Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5)Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek
patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc
dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler:
4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda
impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4
40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian SM :
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca
persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
6)Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema
paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka
7) Anti hipertensi
Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
Alternatif:
antepartum
Adrenolitik sentral:
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.
Post partum
ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10
mg.
8)Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung
9) Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu >38,5 °C
Antibiotika jika ada indikasi
Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia
(<60.000/cmm)(7).
Pengobatan obstetrik 1)
Belum inpartu
a)Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.
Medisinal.
b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase
aktif.
2)Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam
kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu,
bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
TINDAKAN OBSTETRIK
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara
yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan
induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti
keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat
koagulopati dan sebagainya. 2
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan
amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam
dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup
terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi
2
sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari
keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang
hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi
sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada
eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan. 2
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan
terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan
syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan
selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdarahan
postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa
indikasi.2
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila
tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam
postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48
jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang. 2
Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantau
urin.2
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam),
terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang. 2
BAB III
ILUSTRASI
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. R D Tn. I
Umur : 17,5 thn 22 thn
Pendidikan : SMP SMP
Agama : Islam Islam
Pekerjaan : IRT Buruh
Alamat : Sutawinangun, Kecamatan Kedawung
Tanggal masuk : 14 – 05 – 2010 jam 06.30 WIB
Riwayat Perkawinan :
Menikah 1x dengan suami yang sekarang sudah 2 tahun
Riwayat kehamilan :
Anak 1: Sekarang
Riwayat haid :
Menarche : 11 thn
Siklus : 28 hari
Lamanya : 5 -7 hari
Haid teratur ; darah haid sedang ( 2- 3 ganti pembalut)
HPHT : 15 – 08 - 2009
HPL : 22 – 05 - 2010
Riwayat ANC :
Melakukan pemeriksaan kandungan sebanyak 4x di Puskesmas oleh
Bidan.
Riwayat Kontrasepsi :
Wanita belum pernah KB
III. PEMERIKSAAN
FISIK Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium / Gelisah
Vital Sign : TD : 160/90 mmhg
N : 90 x/mnt
Rr : 24x/mnt
T : 36,2 oC
Tinggi Badan : 150
cm Berat Badan : 52 kg
Mata : Conjungtiva tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, Gallops (-), murmur (-)
Pulmo : Vesikuler, Rhonchi (-), wheezing (-)
Abdomen : lihat Status obstetric
Ekstremitas : - akral hangat
- Tangan & Kaki nampak Oedema (+)
Status Obstetri
Pemeriksaan
Luar Inspeksi :
wajah : tidak tampak cloasma gravidarum
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Tidak ada bendungan vena
Dada : Hiperpigmentasi pada papilla mamae dan aerola mamae papila ka
/ki, puting susu menonjol ka/ki
Perut : tampak cembung, menegang, simetris,terdapat linea nigra (+)
Vulva : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Varises -/-
Reflek patella (tidak dilakukan, pasien tidak kooperatif)
Edem +/+
Palpasi
Leopold I : pada Fundus uteri, teraba bagian yang lunak, kurang
melenting, kurang bulat
Leopold II : teraba tahanan yang terbesar di kanan ibu, teraba bagian-bagian
kecil di sebelah kiri nya
Leopold III : bagian terendah janin,keras,bulat dan melenting. Masih dapat
di goyangkan
Leopold IV : (tidak dilakukan, krn kepala janin belum masuk pintu atas
panggul (PAP))
TFU : 29 cm
TBJ : ( TFU - 13) x 155 : 29 – 13 x 155
: 16 x 155
: 2480 Gram
His : 2 x/ 10’ selama 15”
Auskultasi DJJ : 143 x/menit
V. RESUME
Seorang wanita berusia 18 tahun, G1P0A0 merasa hamil 9 bulan disertai
keluhan kejang sejak pukul 04.30 tanggal 14-05-10 sebanyak 6 kali
kejang timbul selama ± 10 menit kejang seluruh tubuh dan setelah
kejang pasien tidak sadar, keluhan keluar darah dan lendir disangkal,
keluhan dengan keluar air-air disangkal, dan keluhan disertai rasa mules-
mules disangkal. Wanita dirujuk oleh bidan, lalu wanita dibawa ke
RSUD Gunung Jati diantar oleh keluarga.
KU : tampak sakit berat,
Kesadaran : delirium, gelisah
Pergerakan janin: (+),
DJJ :143 x/menit
His : 2 x/ 10’ selama 15”
TD : 160/90 mmHg, N : 90 x/mnt, Rr : 24 x/mnt, T : 36,2 oC
TFU : 29 cm.
VI. DIAGNOSA
G1P0A0 gravida aterm (38 - 39 mgg) + eklampsi
VII. PENATALAKSANAAN
1) Mengatasi kejang :
Bebaskan jalan pernapasan (Bersihkan mulut yang mungkin
berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit
dengan kain, penyumbat mulut), dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu:
handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi
tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi.
2) Infus D5% / RL
3) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
4) Rawat ICU
5) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan menetap 20-30 tetes per menit.
6) Setelah keadaan stabil rencana terminasi kehamilan. Sikap
dasar : Bila sudah terjadi "stabilisasi"(pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu, yaitu 4 -- 8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan di bawah ini :
- setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- setelah kejang terakhir.
- setelah pemberian obat-obat antihipertensi
terakhir (jika diberikan)
- pasien mulai sadar (responsif & dapat
berorientasi)
VIII. PROGNOSIS
Ibu : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Janin : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
IX. KRONOLOGIS
Tgl 14-05-10
o IVFD RL 20 gtt/menit
o Pasang DC
o EKG
o Protap Eklampsia
o Nadi : 92 x/menit
o RR : 24 x/menit
o Suhu : 36,7 oC
o Nadi : 86 x/menit
o RR : 24 x/menit
o Suhu : 36,6 oC
o RR : 24 x/menit
o Suhu : 36,5 oC
Identifikasi Masalah
Klinis
eklampsia
Non Klinis
Pendidikan
Sosial Ekonomi
Pemeriksaan fisik :
VS : TD : 160/90 mmhg
N : 90x/mnt
Rr : 24x/ mnt
T : 36,2 oC
CA : tidak anemis
Extremitas : Tangan & Kaki edema
Pemeriksaan penunjang :
Urine : protein +2
Penatalaksanaan :
1) Mengatasi kejang
2) O2 3-4 l/mnt
3) Infus D5% / RL
4) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
5) Rawat ICU
6) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan 20-30 tetes per menit.
7) Setelah keadaan stabil rencana terminasi kehamilan. Sikap
dasar : Bila sudah terjadi "stabilisasi"(pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu, yaitu 4 -- 8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan di bawah ini :
- setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- setelah kejang terakhir.
- setelah pemberian obat-obat antihipertensi
terakhir (jika diberikan)
- pasien mulai sadar (responsif & dapat
berorientasi)
Klinis
Eklampsi
Wanita dengan umur yaitu pada remaja belasan tahun (17,5 thn)
Non klinis
Pendidikan
Oleh karena pendidikan ibu yang rendah (SMP) dan usia ibu yang
tergolong masih remaja menyebabkan ibu tidak mengerti
pentingnya dalam memeriksakan kandungan secara rutin sehingga
diagnosa dini pre-eklampsi tidak terdeteksi sehingga berkembang
menjadi eklampsi.
Sosial Ekonomi
Lingkungan tempat tinggal ibu tidak menunjang (berdasarkan
anamnesa terhadap orang tua ibu), untuk ibu melakukan
pemeriksaan antenatal care secara rutin, serta dikarenakan menikah
pada usia muda.
Etiologi
:
Pada kasus ini etiologi eklampsi pada ibu belum jelas
penyebabnya, tapi kemungkinan terjadinya eklampsi pada ibu
dipengaruhi oleh ischemia uterplacantae.
Diagnosa Akhir :
G1P0A0 gravida aterm (38 – 39 mgg) dengan Eklampsia
Analisa penatalaksanaan :
- Pemasangan infus ditujukan untuk memasukkan obat – obatan, dan resusitasi
cairan
- Setuju pemberian MgSO4 bertujuan sebagai terapi antikonvulsan karena
bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap ion Ca2+ di neuromuscular
junction
- Kurang setuju dengan pemberian diazepam 10 mg IV saat kejang post pastum
(1 kali) terjadi, meski terapi SM diteruskan, seharusnya diberikan terapi 2
gr SM 20% IV selama 4 menit. Karena diazepam cenderung menyebabkan
depresi pernafasan pada fetus
- Setuju dengan dilakukannya terminasi kehamilan dengan Sectio sesarea,
karena dari hasil pemeriksaan dalam Ostium masih tertutup, bagian terendah
(kepala) masih tinggi dikarenakan harus dilakukan terminasi kehamilan < 12
jam, bahkan ada yang mengatakan harus dilakukan persalinan < 6 jam setelah
kejang terjadi.5
- Setuju dilakukan jenis Anastesi Umum pada pasien Eklampsia, karena
menghindari efek hipotensi dari Anastesi Spinal.
- Pemberian obat anti-hipertensi dilakukan karena tekanan darah
diastolik terukur ≥ 110 mmHg.5