Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT 

G1P0A0 Gravida Aterm (38 - 39


minggu) + Eklampsia

Pembimbing :
dr. Samsudin , Sp.OG

Disusun Oleh :
Rendy Nur Rizaldi
110 2005 212

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD GUNUNG JATI
CIREBON
2010
DAFTAR ISI

1. BAB I. Pendahuluan………………………………………………

2. BAB II. Kerangka Teori…………………………………………..

3. BAB III. Ilustrasi Kasus…………………………………………..

4. BAB IV. Analisa Kasus……………………………………………


BAB I
PENDAHULUAN

Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di antara


negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia -
eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80% dari
keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan oleh Angsar,
insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil. 1,4
Eklampsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan
  perinatal di Indonesia. Eklampsi diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang
disebabkan karena kehamilan. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau
kejang di samping ketiga tanda khas Pre-Eklampsi Berat/PEB (hipertensi sedang-berat,
edema, dan proteinuria yang masif). 1
Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan
 patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacental.1 Diagnosis dini
dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk kearah eklampsia. Semua
kasus eklampsia dan PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas
  penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan
 pengawasan terhadap timbulnya komplikasi- komplikasi.
Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang disusul
dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf). PreEklampsi-
Eklampsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama
(nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada
remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah
terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap
eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang
selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30
menit. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa
timbul komplikasi berat. Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-
 paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
Kelainan pre-eklampsia dan eklampsia berbeda dengan kehamilan dengan
hipertensi. Bedanya, pada pre-eklampsia dan eklampsia tekanan darah yang tadinya
normal tiba-tiba naik ketika kehamilan masuk minggu ke-20. Sementara penderita
hipertensi yang hamil, tekanan darahnya tinggi sejak awal, bisa saja penderita hipertensi
 juga menderita pre-eklampsia. Biasanya pada kehamilan minggu ke-20, tekanan darahnya
sudah mencapai 160/100. Tidak menutup kemungkinan penderita tekanan darah rendah
 juga bisa terkena pre-eklampsia.
Oleh karena itu, pada kehamilan pertama setiap ibu harus waspada. Soalnya rahim
yang untuk pertama kalinya menerima hasil pembuahan, seringkali menimbulkan
serangkaian reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Kehamilan mesti dipersiapkan
sebaik-baiknya secara fisik dan mental. Suami juga perlu dilibatkan sehingga secara
kejiwaan ibu dan bayi merasa “aman”. Karena kematian pada ibu melahirkan sebagian
  besar disebabkan oleh pendarahan atau eklampsia yang terlambat ditangani, maka
  pemeriksaan kehamilan secara teratur mutlak dilakukan. Apalagi kehamilan dengan
gangguan eklampsia tidak memandang usia ataupun tingkat sosial ekonomi tertentu.
Klasifikasi menurut American Committee and Maternal Welfare :1
I.Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dank khas untuk kehamilan ialah
preeklampsia dan eklampsia. Diagnosa dibuat atas dasar hypertensi dengan
 proteinuri atau oedem atau kedua-duanya pada wanita hamil setelah minggu 20
II.Hypertensi yang chronis (apapun sebabnya). Diagnosis dibuat atas adanya hypertensi
sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan
dan hipertensi ini tetap setelah kehamilan berakhir.
III.Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang chronis. Pasien
dengan hypertensi yang chronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan, dengan
gejala-gejala hypertensi naik, proteinuri, oedem, dan kelainan retina.
IV.Transient hypertnsion. Diagnosis dibuat jika timbul hypertensi dalam kehamilan atau
dalam 24 jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan yang hilang
dalam 10 hari postpartum.
BAB II
KERANGKA TEORI

EKLAMPSIA
DEFINISI
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya
timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada
wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat
timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum),
eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia
 postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia
gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian. 2
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya penyakit itu. 2
Eklampsia lebih sering terjadi pada : 1
1) Kehamilan kembar 
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa

FREKUENSI
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah
 pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
  penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.2
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%. 2
ETIOLOGI
Sebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah
 bahwa eklampsia disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia
uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. 1

PATOFISIOLOGI

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi


menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.
Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam
sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih
domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. 3
Pada Preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal,
serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai
antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui
ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang
dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel
tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain : 3

• adesi dan agregasi trombosit,

• gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma

• terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya
trombosit
•  produksi prostasiklin terhenti

• terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan

• terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lema

GEJALA DAN TANDA


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi
eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu : 2
1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30
detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri. 2
2.Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung
kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya
kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan
 berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. 2
3.Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang
 berlangsung antara 1 – 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur. 2
4.Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama
secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka
ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit
sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
 baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma. 2
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai
40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti
(1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta;
dan (4) perdarahan otak. 2
Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis.
Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan
gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah
koma. Eklampsia semacam ini disebut ”eclampsia sine eclampsi”, dan terjadi pada
kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang
 berat ada cyanosis.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.
Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan
 berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2
minggu.

DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan,
maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat
anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang;
(3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,
uremia, keracunan.2

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia. 2
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
2
Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2.  Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
  bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala. 2
3.  Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
  periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkanikterus tersebut. 2
4.  Perdarahan otak.  Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
 penderita eklampsia.2
5.  Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri. 2
6.  Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
2
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7.   Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 2
8. Sindroma HELLP.  Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.2
9.  Kelainan ginjal.  Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
2
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10.  Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
 pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2
2
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.

PROGNOSIS
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu
 berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% -
48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya
kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita-penderita eklampsia sering
terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh
  perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan
masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan. 2
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan
hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang
mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian
atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia. 2
Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk,
dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh
keadaan waktu masuk Rumah Sakit.
Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa
agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden :
1) Coma yang lama
2) Nadi > 120 x/menit
3) Suhu > 39°C
4) TD > 200 mmHg
5) > 10 serangan
6) Proteinuti 10 gr sehari atau lebih
7) Tidak adanya oedem

PENCEGAHAN
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas : 2
1.Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2.Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya
segara apabila ditemukan;
3.Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
2
setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

PENANGGULANGAN
Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepat
dan intensif dari pre-eklampsia. 2
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan. 2
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
 penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita
harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah
2
terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan
mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain, penyumbat
mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami
trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada
sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan
sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat
2
diberikan beberapa obat, misalnya :
1. Sodium pentothal  sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
  pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan
resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan
 perlahan-lahan. 2
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan
40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks
 patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600
ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena;
dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena
secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g
dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan
diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka
untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus
harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai
antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan
ventilator.2
3.   Lyric cocktail  yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan
 prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari
itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila
keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. 2

Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan


 pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan
dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya
 juga demi keselamatan janin dalam kandungan. 2
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan,
injeksi, atau pemeriksaan dalam. 2
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi,
 pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara
rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik
untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan
pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita
dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan
kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk
membersihkan jalan
  pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang untuk mengetahui
diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif.
Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan
 jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24
 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam. 2
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan
asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus
dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan Yang
terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan. 2

 B.I. Perawatan Aktif 

 Pengobatan Medisinal
1)Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari
IGD.
2)Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3)Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5)Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek 
 patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc
dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
 Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler:
4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda
impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4
40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian SM :
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca
 persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.

 b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
6)Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema
 paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka
7) Anti hipertensi
Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
Alternatif:
antepartum
Adrenolitik sentral:
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.
Post partum
ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10
mg.
8)Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung
9) Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu >38,5 °C
Antibiotika jika ada indikasi
Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia
(<60.000/cmm)(7).

 Pengobatan obstetrik 1)
Belum inpartu
a)Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.
Medisinal.
 b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase
aktif.
2)Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam
kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu,
 bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.

 B.II. Perawatan konservatif 


Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:

 SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas.


Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

 Terapi lain sama seperti di atas.

 Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

 Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.

 Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan


tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

TINDAKAN OBSTETRIK 
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara
yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan
induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti
keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat
koagulopati dan sebagainya. 2
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan
amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam
dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup
terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi
2
sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
 partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari
keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang
hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi
sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada
eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan. 2
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan
terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan
syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan
selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdarahan
 postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa
indikasi.2
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila
tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam
 postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48
 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang. 2
Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantau
urin.2
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam),
terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang. 2
BAB III
ILUSTRASI
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
  Nama : Ny. R D Tn. I
Umur : 17,5 thn 22 thn
Pendidikan : SMP SMP
Agama : Islam Islam
Pekerjaan : IRT Buruh
Alamat : Sutawinangun, Kecamatan Kedawung
Tanggal masuk : 14 – 05 – 2010 jam 06.30 WIB

II. ANAMNESA (14 Mei 2010, jam 06.35)


Auto dan allo anamnesa
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Penyakit Sekarang : G1P0A0 wanita merasa hamil 9 bulan masih
merasa gerakan janin, mengeluh :
Tanggal 14-05-2010
Jam 04.30 ♀ kejang di rumah sebanyak 4 kali, selama kurang
lebih 10 menit, kejang seluruh tubuh, setelah kejang pasien
tidak sadar. Merupakan kejang pertama kali dialami oleh os.
Jam 05.00 ♀ dibawa ke rumah bidan dan kemudian di rujuk ke
rumah sakit. Selama dalam perjalanan k RS os kejang 1x, selama
5- 7 menit
Jam 05.30 ♀ tiba d UGD os kembali kejang 1x, selama 5 menit,
kemudian kembali tidak sadarkan diri.
Jam 06.30 ♀ tiba ke VK RSUD Gunung Jati
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat kejang sebelumnya disangkal

o Riwayat hipertensi disangkal

o Riwayat penyakit ginjal disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


o Riwayat penyakit Hipertensi dalam keluarga disangkal

o Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

Riwayat Perkawinan :
Menikah 1x dengan suami yang sekarang sudah 2 tahun

Riwayat kehamilan :
Anak 1: Sekarang

Riwayat haid :
Menarche : 11 thn
Siklus : 28 hari
Lamanya : 5 -7 hari
Haid teratur ; darah haid sedang ( 2- 3 ganti pembalut)
HPHT : 15 – 08 - 2009
HPL : 22 – 05 - 2010

Riwayat ANC :
Melakukan pemeriksaan kandungan sebanyak 4x di Puskesmas oleh
Bidan.

Riwayat Kontrasepsi :
Wanita belum pernah KB
III. PEMERIKSAAN
FISIK Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium / Gelisah
Vital Sign : TD : 160/90 mmhg
N : 90 x/mnt
Rr : 24x/mnt
T : 36,2 oC
Tinggi Badan : 150
cm Berat Badan : 52 kg
Mata : Conjungtiva tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik 
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, Gallops (-), murmur (-)
Pulmo : Vesikuler, Rhonchi (-), wheezing (-)
Abdomen : lihat Status obstetric
Ekstremitas : - akral hangat
- Tangan & Kaki nampak Oedema (+)
Status Obstetri
Pemeriksaan
Luar Inspeksi :
wajah : tidak tampak cloasma gravidarum
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Tidak ada bendungan vena
Dada : Hiperpigmentasi pada papilla mamae dan aerola mamae papila ka
/ki, puting susu menonjol ka/ki
Perut : tampak cembung, menegang, simetris,terdapat linea nigra (+)
Vulva : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Varises -/-
Reflek patella (tidak dilakukan, pasien tidak kooperatif)
Edem +/+
Palpasi
Leopold I : pada Fundus uteri, teraba bagian yang lunak, kurang
melenting, kurang bulat
Leopold II : teraba tahanan yang terbesar di kanan ibu, teraba bagian-bagian
kecil di sebelah kiri nya
Leopold III : bagian terendah janin,keras,bulat dan melenting. Masih dapat
di goyangkan
Leopold IV : (tidak dilakukan, krn kepala janin belum masuk pintu atas
 panggul (PAP))

TFU : 29 cm
TBJ : ( TFU - 13) x 155 : 29 – 13 x 155
: 16 x 155
: 2480 Gram
His : 2 x/ 10’ selama 15”
Auskultasi DJJ : 143 x/menit

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (tanggal 14-05-2010)


Hb : 12,2g/dl
Leukosit : 20.200 /mm3
Trombosit : 211.000 /mm3
Protein : +2
HbsAg : (-)
HIV : (-)

V. RESUME
Seorang wanita berusia 18 tahun, G1P0A0 merasa hamil 9 bulan disertai
keluhan kejang sejak pukul 04.30 tanggal 14-05-10 sebanyak 6 kali
kejang timbul selama ± 10 menit kejang seluruh tubuh dan setelah
kejang pasien tidak sadar, keluhan keluar darah dan lendir disangkal,
keluhan dengan keluar air-air disangkal, dan keluhan disertai rasa mules-
mules disangkal. Wanita dirujuk oleh bidan, lalu wanita dibawa ke
RSUD Gunung Jati diantar oleh keluarga.
KU : tampak sakit berat,
Kesadaran : delirium, gelisah
Pergerakan janin: (+),
DJJ :143 x/menit
His : 2 x/ 10’ selama 15”
TD : 160/90 mmHg, N : 90 x/mnt, Rr : 24 x/mnt, T : 36,2 oC
TFU : 29 cm.

VI. DIAGNOSA
G1P0A0 gravida aterm (38 - 39 mgg) + eklampsi

VII. PENATALAKSANAAN
1) Mengatasi kejang :
Bebaskan jalan pernapasan (Bersihkan mulut yang mungkin
  berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi
endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit
dengan kain, penyumbat mulut), dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu:
handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi
tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi.
2) Infus D5% / RL
3) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
4) Rawat ICU
5) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan menetap 20-30 tetes per menit.
6) Setelah keadaan stabil rencana terminasi kehamilan. Sikap
dasar : Bila sudah terjadi "stabilisasi"(pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu, yaitu 4 -- 8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan di bawah ini :
- setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- setelah kejang terakhir.
- setelah pemberian obat-obat antihipertensi
terakhir (jika diberikan)
- pasien mulai sadar (responsif & dapat
 berorientasi)

VIII. PROGNOSIS
Ibu : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Janin : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

IX. KRONOLOGIS
Tgl 14-05-10

 Jam 06.05, wanita dengan G1P0A0 datang ke RS dengan keluhan


kejang, setelah kejang pasien tidak sadar, KU : tampak sakit berat,
kesadaran : delirium.
Tindakan :
o O2 3 – 4 liter 
o Mayo + Suction

o IVFD RL 20 gtt/menit

o Pasang DC

o EKG

Dikonsulkan (CITO) ke dr. H. Doddi Sismayadi, Sp.OG(K) oleh


dr. Jaga IGD
Advice :
o Acc untuk Rawat ICU

o Protap Eklampsia

ICU → Penuh, rawat di VK dahulu


Jam 06.30, , wanita dengan G1P0A0 tiba di VK dengan keluhan
kejang, setelah kejang pasien tidak sadar, KU : tampak sakit berat,
kesadaran : delirium, gelisah. DJJ : (143 x/menit), His : (2x10
menit, lamanya 15 detik), TD : 160/90 mmHg., proteinuri : +2.
V/V : tak, Portio : tebal lunak, Ostium : tertutup
Konsul dr. H. Doddi Sismayad ,Sp.OG (K) oleh CoAss
Advice :
o Lakukan NST

 Jam 09.00 konsul dr. Samsudin, Sp.OG


Advice :
o Siapkan Sectio Caesaria (SC) sekarang jam 11.00 WIB

 Jam 09.10 konsul dr. Iranima Sp. An


Advice :
o Acc Operasi, anastesi umum
o Wida Test

 Jam 10.15 konsul dr.Samsudin, Sp.OG


Advice :
o Post SC → pindahkan ke Ruang IV

 Jam 11.30 dilakukan operasi SC di OK IGD

 Jam 12.30 selesai operasi SC,


Advice dr. Samsudin
,SpOG:
-Cefotaxime 2x1 gr IV
-Metronidazole 2x1 gr IV
-Tramadol 2x1 gr IV
- Protab PEB lanjutkan
- Observasi di ruangan
 Jam 14.00 ± 1,5 jam post op SC, K/U : delirium, gelisah
Vital sign :
o TD : 140/90 mmHg

o Nadi : 92 x/menit

o RR : 24 x/menit

o Suhu : 36,7 oC

 Jam 14.50 ± 2 jam post op SC, K/U : tenang, Os tertidur 


Vital sign :
o TD : 140/100 mmHg

o Nadi : 86 x/menit

o RR : 24 x/menit

o Suhu : 36,6 oC

 Jam 15.10 ± 2 jam10 menit post op SC, K/U : Os kembali Gelisah,


Delirium
Vital sign :
o TD : 160/110 mmHg
o Nadi : 96 x/menit

o RR : 24 x/menit

o Suhu : 36,5 oC

 Jam 16.30 Konsul dr. Samsudin Sp.OG


Advice :
o Pindah ICCU

 Jam 17.00 Konsul dr.Jaga ruangan (dr.Rahman)

 Jam 17.10 Os kembali kejang ± 5 menit


Tindakan :
o Valium / Diazepam 1 ampule IV perlahan
o Sulfas Magnesium (SM)

 Jam 17.30 Konsul dr. Suhendiwijaya, Sp.JP


Jawaban : Jika ada 2 bed kosong di ICCU boleh rawat di
ICCU. Acc ICCU

 Jam 18.00 Os pindah rawat ruang ICCU


Tgl. 15-05-10
Di Ruang ICCU

 Follow Up dr. Suhendiwijaya, Sp.JP


Ket : Kejang (-), Orthopnoe (-)
Cor : Gallop (-)
Vital sign :TD = 174/ 110 mmHg
Th/ : Amdixal 1- 0 – 0
ACC pindah ruangan
Di Ruang 4
Follow Up ruangan
 Jam 10.00
KU : Kejang (-)
K/U : CM, tampak lemas
Mamae : puting susu tampak mendatar +/+ ; ASI -/-
Abdomen : BU (+), supel NT (+)
Luka Op : baik 
TFU : 2 jari bawah
pusat Kontraksi uterus :
baik Lochia
: r ubra
BAB / BAK / Flatus : -/+terpasang DC/-
 Jam 11.00 Visite dr.
Advice : Terapi Lanjutkan
Tgl. 17-05-10
Follow Up ruangan hari ke – 3 post SC
 Jam 06.30
KU : pusing
K/U : CM/ tampak sakit sedang
Vital sign : TD : 140/90 mmHg
BAB/BAK/flatus : -/+/+

 Jam 10.00 Visite dr. H. Doddi Sismayadi, Sp.OG (K)


Advice : Terapi lanjutkan, Konsul ke Sp.JP, Observasi lanjutkan

 Jam 11.30 Jawaban atas permintaan Konsul


dr. Suhendiwijaya, Sp.JP
Advice : Krn K/U telah stabil
Dx/ Hipertensi Post Partum (Cor Compensated)
Tx/ Amdixal 1 – 0 – 0
ACC pulang
Tgl. 18-05-10
Follow Up ruangan hari ke-4 post SC
 Jam 06.45
KU : pusing ↙
K/U : CM
Vital sign : TD : 140/90 mmHg
BAB/BAK/flatus : -/+/+
 Jam 12.00 visite dr. Dyah A
Advice : Th/ Lanjutkan
Tgl. 19-05-10
Follow Up ruangan hari ke-5 post SC
 Jam 06.45
KU : (-)
K/U : CM, tampak sakit sedang
Mata : conjunctiva tidak anemis
Mamae : puting susu tampak mendatar +/+ ; ASI -/-
Abdomen : BU (+), supel NT (+)
Luka Op : baik 
TFU : 3 jari bawah
pusat Kontraksi uterus :
baik Lochia
: a lba
BAB / BAK / Flatus : +/+/+

 Jam 10.00 visite dr.Samsudin, Sp.OG


Advice : ACC pulang
BAB IV
ANALISA KASUS

 Identifikasi Masalah

 Klinis

 eklampsia

  Non Klinis

 Pendidikan

 Sosial Ekonomi
 Pemeriksaan fisik :
VS : TD : 160/90 mmhg
N : 90x/mnt
Rr : 24x/ mnt
T : 36,2 oC
CA : tidak anemis
Extremitas : Tangan & Kaki edema
 Pemeriksaan penunjang :
Urine : protein +2
 Penatalaksanaan :
1) Mengatasi kejang
2) O2 3-4 l/mnt
3) Infus D5% / RL
4) MgSO4 40 % 10cc, bokong kanan dan bokong kiri, kemudian
dilakukan hal yang serupa tiap 6 jam pada bokong kanan atau
kiri secara bergantian.
5) Rawat ICU
6) Bila kejang terlalu sering berikan valium 5 ampul per drip dalam
500cc D5% dengan tetesan 20-30 tetes per menit.
7) Setelah keadaan stabil rencana terminasi kehamilan. Sikap
dasar : Bila sudah terjadi "stabilisasi"(pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu, yaitu 4 -- 8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan di bawah ini :
- setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- setelah kejang terakhir.
- setelah pemberian obat-obat antihipertensi
terakhir (jika diberikan)
- pasien mulai sadar (responsif & dapat
 berorientasi)

  Dasar-dasar penegakan Diagnosis


Berdasarkan anamnesa , pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang :

 Klinis

Eklampsi

 Tekanan darah sistole ≥ 160 mmHg, diastole ≥ 90 mmHg.

 Datang dengan kejang sebanyak 3 kali antepartum, 1 kal


 postpartum dan pasien sempat tidak sadarkan diri setelah kejang
selama ± 5 menit.

 Wanita dengan umur yaitu pada remaja belasan tahun (17,5 thn)

 Pada pemeriksaan urin terdapat proteinuria + 2

 Terdapat edema pada ekstremitas (yaitu tangan dan kaki)

 Non klinis

 Pendidikan
Oleh karena pendidikan ibu yang rendah (SMP) dan usia ibu yang
tergolong masih remaja menyebabkan ibu tidak mengerti
 pentingnya dalam memeriksakan kandungan secara rutin sehingga
diagnosa dini pre-eklampsi tidak terdeteksi sehingga berkembang
menjadi eklampsi.

 Sosial Ekonomi
Lingkungan tempat tinggal ibu tidak menunjang (berdasarkan
anamnesa terhadap orang tua ibu), untuk ibu melakukan
 pemeriksaan antenatal care secara rutin, serta dikarenakan menikah
 pada usia muda.
 Etiologi 
:
Pada kasus ini etiologi eklampsi pada ibu belum jelas
  penyebabnya, tapi kemungkinan terjadinya eklampsi pada ibu
dipengaruhi oleh ischemia uterplacantae.
 Diagnosa Akhir :
G1P0A0 gravida aterm (38 – 39 mgg) dengan Eklampsia
Analisa penatalaksanaan :
- Pemasangan infus ditujukan untuk memasukkan obat – obatan, dan resusitasi
cairan
- Setuju pemberian MgSO4 bertujuan sebagai terapi antikonvulsan karena
  bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap ion Ca2+ di neuromuscular 
 junction
- Kurang setuju dengan pemberian diazepam 10 mg IV saat kejang post pastum
(1 kali) terjadi, meski terapi SM diteruskan, seharusnya diberikan terapi 2
gr SM 20% IV selama 4 menit. Karena diazepam cenderung menyebabkan
depresi pernafasan pada fetus
- Setuju dengan dilakukannya terminasi kehamilan dengan Sectio sesarea,
karena dari hasil pemeriksaan dalam Ostium masih tertutup, bagian terendah
(kepala) masih tinggi dikarenakan harus dilakukan terminasi kehamilan < 12
 jam, bahkan ada yang mengatakan harus dilakukan persalinan < 6 jam setelah
kejang terjadi.5
- Setuju dilakukan jenis Anastesi Umum pada pasien Eklampsia, karena
menghindari efek hipotensi dari Anastesi Spinal.
- Pemberian obat anti-hipertensi dilakukan karena tekanan darah
diastolik terukur ≥ 110 mmHg.5

Anda mungkin juga menyukai