Anda di halaman 1dari 36

 

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab utama tingginya


angka kematian ibu, angka kesakitan ibu dan kesakitan anak hampir di seluruh
dunia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan peningkatan tekanan darah ≥ 140/90
mmHg
 pada kehamilan > 20 minggu, bila disertai proteinuria dan atau tanpa oedem disebut
dengan preeklampsia dan bila disertai kejang disebut dengan eklampsia. Eklampsia
merupakan kelanjutan dari preeklampsia, selain itu preeklampsia dapat juga
berlanjut menjadi Sindroma HELLP, yang merupakan bentuk yang lebih parah dari
pre- eklampsia yang dapat menyebabkan masalah dengan fungsi hati, pembekuan
darah, dan rendahnya platelet (trombosit). HELPP dapat didiagnosis selama
kehamilan atau setelah melahirkan dan berhubungan dengan kesehatan yang buruk
untuk ibu termasuk hematoma hepar, ruptur, atau gagal hepar; edema paru; gagal
ginjal dan kematian. Kesehatan bayi juga mungkin buruk, terutama disebabkan oleh
kelahiran
 prematur dan gangguan pertumbuhan janin.1 
Di Indonesia eklampsia, di samping pendarahan dan infeksi, masih

merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan
dengan hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak 
diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu
singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan
ini menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal, yang teratur dan yang secara rutin
mencari tanda tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan pre-
eklampsia berat dan eklampsia. .2 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eklampsia
2.1.1 Definisi
Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “ halilintar “ karena
gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam
kebidanan. Secara definisi, eklampsia adalah sebuah komplikasi akut yang
mengancam nyawa dari kehamilan , ditandai dengan munculnya kejang tonik-
klonik disusul dengan koma, biasanya pada pasien yang telah menderita preeklampsia.
(Preeklampsia dan eklampsia secara kolektif disebut gangguan hipertensi kehamilan
dan toksemia kehamilan.) .1,2 

2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan

antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan
 pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang frekuensi
dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut
lebih kecil, yaitu 0,05%-0,1%.2 
2.1.3 Etiologi
Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau
 payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru  –  paru. Sedangkan
 penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
a.  Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak 
dan protein dapat menimbulkan badan keton
 b.  Merangsang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus
yang
menyebabkan :

-  Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan


menjadi bradikardi serta irama yang tidak teratur 
-  Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di
keluarkannya mekonium yang akan masuk ke dalam paru  – paru
pada saat pertama kalinya neonatus aspirasi.
c.  Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan
 bertambah gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di
luar rahim . Oleh sebab itu perlu memperhatikan komplikasi dan
tingginya angka kematian ibu dan bayi.3,4 
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi :
1. Eklampsia gravidarum
-  Kejadian 50% sampai 60 %
-  Serangan terjadi dalam keadaan
hamil 2. Eklampsia parturientum
-  Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %
-  Saat sedang inpartu
-  Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan
terutama saat mulai inpartu
2.1.5 Faktor Risiko 

Faktor yang mempengaruhi berlakunya eklampsi pada ibu-ibu hamil adalah :


(a)  Nullipara
(b) Usia ibu < 20 tahun atau > 40
tahun (c) Riwayat keluarga
(d) Asuhan mental (ANC) yang minimal
(e) Diabetes Mellitus, Hipertensi
Kronik (f)  Kehamilan Multipel

2.1.6. Patofisiologi
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
 berlebihan dalam ruang interstitial. Pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang
rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron
 penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.
Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat-janin
sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus
uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga
mudah terjadi partus prematurus. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah
ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan
mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat
 perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat
 penyerapan kembali oleh tubulus. .3,4 

Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan


filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria. Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2
 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
 pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina. .3 
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa
resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi
 pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
eklampsia akan menurun. Metabolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang
menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke
ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke
 jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang akibatnya hipoksia. .4 
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya
hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya
 pengobatan. Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk 

sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
 bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih
pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia. .3 

2.1.7 Gejala dan Tanda


Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal
dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini
 besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu:
(a) Tingkat awal atau aura
-  Berlangsung 30 – 35 detik 
-  Tangan dan kelopak mata gemetar 
-  Mata terbuka dengan pandangan kosong
-  Kepala di putar ke kanan atau ke
kiri (b) Tingkat kejang tonik 
-  Berlangsung sekitar 30 detik 
-  Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis,
tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.
(c) Tingkat kejang klonik 

-  Berlangsung 1 sampai 2 menit


-  Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik 
-  Konsentrasi otot berlangsung cepat
-  Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
-  Mata melotot
-  Mulut berbuih
-  Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
-  Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma
tambahan (d) Tingkat koma
-  Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
-  Diikuti,yang lamanya bervariasi
Selama terjadi kejang –  kejang dapat terjadi suhu meningkat mencapai 40˚c, nadi
 bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.
2.1.8. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti yang telah
diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.
Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
(a) Epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
 pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
(b) Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke
dalam vena, dapat timbul kejang.
(c) Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
5
ensefalitis dan lain-lain. .  

2.1.9. Differential Diagnosis


Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu
didiagnosis sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini
seperti, epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor otak serta pecahnya aneurisma
otak memberikan gambaran serupa dengan eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang
mengalami kejang harus didiagnosis sebagai eklampsia sampai terbukti bukan. 4 
2.1.10 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat. Dengan
tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri
kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab eklampsia
 belum diketahui dengan pasti. Pada dasarnya, pengobatan eklampsia terdiri dari
 pengobatan medikamentosa dan
obstetrik. Prinsip penanganan eklampsia
adalah :
1. Menghentikan dan mencegah kejang.
2. Mengatasi hipertensi dan penyulit
3.Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis

4.Terminasi kehamilan
Menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi, dasar-dasar pengelolaan eklampsia:

(a) Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu


- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas atas bebas
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan asedemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

(b) Perawatan kejang


-  Tempatkan pasien di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang.-
Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
Tredelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam
untuk menghindari dekubitus.
-  Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir melalui orofaring.
-  Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas.
-  Fiksasi badan harus kendur agar saat kejang tidak terjadi fraktur.
-  Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci kuat.
-  Oksigen diberikan pada pasien sianosis.
-  Dauer cathether dipasang utnuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan
 protein dalam air kencing secara kuantitatif.
(c) Perawatan pada pasien koma
-  Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow–P 
ittsburg

Coma Scale “. 


-  Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan nutrisi penderita.
-  Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso
Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
(d) Pengobatan Medisinal
-  Tirah baring
-  Oksigen dipasang
-  Kateter menetap
-  Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat.
o   Jumlah input cairan 2000 ml/24 jam, berpedoman kepada diuresis,
insensible water loss dan CVP .
-  Sulfas Magnesikus Initial dose : - Loading dose : 4 gr SM 20% IV (4-5 menit)
8 gr SM 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri Maintenance dose : 4
gr SM 40% IM setiap 4 jam
-  Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah
masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral
dengan interval 1 jam .6 

2.1.11 Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang
 –  kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah
 persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan
kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari
sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah
5
 persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis. .  
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi
karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang
disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita
mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian
cairan yang berlebihan. Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat
terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan
otak yang masiv. .5,6 
Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami
hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua
dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat
disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation. Pada
kira –  kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan
variasi tingkatannya. .6 
Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah
terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus
oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan
 biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu

2.2. Gemelli1 
Kehamilan kembar atau gemelli ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda atau gemelli (2 janin),
triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet (5 janin) dan seterusnya dengan
frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.
Kemungkinan suatu kehamilan kembar (gemelli) dapat diketahui sejak usia
kehamilan 5 minggu, dengan melihat jumlah kantung gestasi di dalam kavum uteri.
Diagnosis definitif kehamilan kembar baru boleh ditegakkan bila terlihat lebih dari
satu mudigah yang menunjukkan aktivitas denyut jantung.
Kehamilan kembar bisa berasal dari 2 buah ovum yang dibuahi, yang disebut
kembar dizigot (DZ) atau tidak identik; atau dari sebuah ovum yang dibuahi
kemudian membelah menjadi 2 bagian yang masing-masing berkembang menjadi
mudigah, disebut kembar monozigot (MZ) atau identil. Sekitar 70 % kehamilan
kembar kembar dizigot; sedangkan 30% lainnya merupakan kembar monozigot.
Jenis korionitas dan amnionitas kehamilan kembar akan sangat berpengaruh
terhadap morbiditas dan mortilitas hasil konsepsi.
Jenis korionitas dan amnionitas kehamilan kembar paling mudah diketahui
pada kehamilan trimester I. Sampai kehamilan 10 minggu, bial terlihat 2 kantung
gestasi yang masing-masing berisi mudigah hidup, maka kehamilan kembar
tergolong
dikorionik-diamniotik. Bila hanya terlihat 1 kantung gestasi yang berisi 2 mudigah
hidup, maka kehamilan kembar tergolong monokorionik. Bila pada
kembar monokorionik terlihat 2 kantung amnion yang saling terpisah dan masing-
masing
 berisi mudigah hidup, kehamilan kembar tergolong monokorionik diamniotik; dan
 bila hanya terlihat 1 kantung amnion yang berisi 2 mudigah yang hidup, kehamilan
tergolong monokorionik-monoamniotik. Pemeriksaan  yolk sac  juga berguna
untuk menetukan amnionisitas kembar monokorionik.

2.2.1 Patogenesis7
Pada kehamilan kembar sering terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan

kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.
Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800 gram,
kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
 plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan.
Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion, maka bayi
tesebut adalah monozigotik.Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin
tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik. Pada kehamilan kembar dizigotik
hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam
terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion
terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada
kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester I sering
mengalami nausea dan muntah melebihi daripada kehamilan-kehamilan tunggal.
Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan
kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan pervaginam adalah 935 ml,
atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih
sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal,
yang menimbulkan “anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin
kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.
Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output 
meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan  stroke
volume.Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan
 perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan.Uterus dan isinya dapat mencapai
volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.

Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari
 jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.Dalam
keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak viscera
abdominal selain juga paru dengan peninggian diafragma.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal
maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai
akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urine output  maternal
dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Berbagai macam stress
kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal
yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
Frekuensi preeklampsia dan eklampsia dilaporkan lebih sering pada kehamilan
kembar.Hal ini diterangkan dengan penjelasan bahwa keregangan uterus yang
 berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada
kehamilan kembar adalah sebagai berikut :
Ibu Anak 
Anemia Hidramnion
Hipertensi Malpresentasi
Partus prematurus Plsenta previa
Atonia uteri Solusio plasenta
Perdarahan pasca Ketuban pecah dini
persalinan
Prolapsus funikulus
Pertumbuhan janin terhambat

Kelainan bawaan

2.2.2 Tata Laksana Kehamilan Multipel6


Kala I diperlakukan seperti biasa bila janin letak memanjang.Episiotomi
mediolateral dilakukan untuk mengurangi trauma kepala pada janin prematur.Setelah
 janin pertama lahir, presentasi janin kedua, dan taksiran berat janin harus segera
ditentukan dengan pemeriksaan bimanual. Biasanya dalam 10 sampai 15 menit his
akan kuat lagi, bila his tidak timbul dalam 10 menit diberikan 10 unit oksitosin yang
diencerkan dalam infus untuk menstimulasi aktifitas miometrium.
Apabila janin kedua letak memanjang, tindakan selanjutnya adalah melakukan
 pecah ketuban dengan mengalirkan ketuban secara perlahan-lahan.Penderita
dianjurkan mengejan atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus agar bagian
 bawah janin masuk dalam panggul, dan pimpinan persalinan kedua seperti biasa.
Apabila janin kedua letak lintang dengan denyut jantung janin dalam
keadaan baik, tindakan versi luar intrapartum merupakan pilihan.Setelah bagian
 presentasi terfiksasi pada pintu atas panggul, selaput ketuban dipecah selanjutnya
dipimpin seperti biasanya.Bila janin kedua letak lintang atau terjadi prolap tali pusat
dan terjadi solusio plasenta tindakan obsterik harus segera dilakukan, yaitu dengan
dilakukan versi ekstraksi pada letak lintang dan ekstraksi vakum atau forseps pada
letak kepala.
Seksio sesarea dilakukan bila janin pertama letak lintang, terjadi prolap tali
 pusat, plasenta previa pada kehamilan kembar atau janin pertama presentasi bokong
dan janin kedua presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi interlocking  dalam
 perjalanan persalinannya. Sebaiknya, pada pertolongan persalinan kembar dipasang

infus profilaksis untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan


 post partumnya. Pada kala empat diberikan suntikan 10 unit sintosinon ditambah 0,2
mg methergin intravena.
Kemungkinan lain pada persalinan kembar dengan usia kehamilan preterm
dengan janin pertama presentasi bokong adalah terjadinya aftercoming head  oleh
karena pada janin prematur lingkar kepala jauh lebih besar dibandingkan
lingkar dada, disamping itu ukuran janin kecil sehingga ektremitas dan tubuh janin
dapat dilahirkan pada dilatasi servik yang belum lengkap, prolapsus tali pusat juga
sering terjadi pada persalinan preterm. Apabila kemungkinan-kemungkinan ini dapat
diprediksikan, tindakan seksiosesarea adalah tindakan yang bijaksana.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


 No. Rekam Medik : 0943636
 Nama : Ny. Z
Usia : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. KH Azhari lr. Gencana Palembang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Dokter Pemeriksa : dr. Msy.Yenni Indriyani
Sp.OG Co. Assisten : Vidro Alif Gunawan, S.Ked
MRS : 23 mei 2013
SUAMI
 Nama : Tn. H

Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl. KH Azhari lr. Gencana Palembang
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Hamil 33 minggu,Kejang disertai sakit kepala,pandangan mata kabur dan
nyeri ulu hati
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita mengaku hamil 33 minggu disertai keluhan kepala
 pusing,penglihatan kabur,nyeri di ulu hati dan kejang pada saat datang
kerumah sakit.
Penderita mengaku hamil anak pertama,dengan riwayat abortus satu
kali,pada pemeriksaan os mengandung bayi kembar. Riwayat keluar air-air 

 belum dirasakan. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Asma, Hipertensi, DM, dan alergi obat disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Asma, Hipertensi, DM disangkal.

e. Riwayat Menstruasi :
   Menarche : 14 tahun
   Siklus : 29 hari
   Lama haid : 5 hari
   Dismenorrhea : (-)
   HPHT : Lupa
   TP :-

f.   Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, dengan lama penikahan 9 tahun

g.   Riwayat Persalinan
1.Laki-laki, usia 8 tahun, lahir spontan, 2900
gr 2. Abortus
3. Hamil ini

h.   Riwayat KB :

KB suntik selama 5 tahun

i.  Riwayat Operasi 


Penderita belum pernah operasi sebelumnya

 j.  Riwayat ANC


Teratur, pertama kali periksa ke bidan pada usia kehamilan 1 bulan.
Pasien periksa ke bidan 1 bulan sekali sampai usia kehamilan3 bulan.
Dilanjutkan 2 kali sebulan pada usia kehamilan 4 sampai 6 bulan.
Setelah itu, pasien periksa 1 minggu sekali 

k.  Kebiasaan Hidup Merokok


(-), Alkohol (-)
3.1   PEMERIKSAAN FISIK 
1.   Status Generalis
Status present
Keadaan Umum : tampak sakit
sedang Kesadaran : compos mentis
BB/TB : 60 kg/ 152 cm
TD : 160/100 mmHg
 Nadi : 92 x/menit
RR : 40 x/menit
Suhu : 37,5 °C
Konjugtiva : Pucat +/+

Sklera : Ikterik -/-


Cor : BJ I dan II reguler (N), Gallop (-),
murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Payudara : puting susu : menonjol, kolestrum
belum keluar 
Hepar/Lien : sulit dinilai

2.   Status Obstetri
Inspeksi : perut tampak buncit
Palpasi :
-  Fundus uteri teraba 3 jari di bawah procecus xiphoideus
-  Letak janin melintang dan memanjang
-  His (+)
Auskultasi : DJJ I 148 x/menit
DJJ II 136
x/menit
Kesan : TFU 3 jari di bawah procecus xiphoideus, hamil
 preterm, letak lintang & presentasi kepala, DJJ I
148 x/menit &
DJJ II 137 x/menit
Pemeriksaan dalam: Portio kuncup

3.2   DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 33-34 minggu dengan eklampsia belum inpartu janin gemelli
hidup letak lintang dan presentasi kepala.

3.3   RENCANA TERAPI


a)  Masuk ICU
 b)  Observasi KU
c)   Perbaikan KU : Pasang IVFD RL gtt 30x/mnt
d)   Injeksi Transamin 3x1 amp
e)   Injeksi Tramadol 3x1 amp
f)   Adalat 2x1 tab
g)   Pemeriksaan Laboratorium
-  Darah rutin : Hb, leukosit, LED, difcount, golongan darah, waktu
 perdarahan, waktu pembekuan
-  Kimia darah dan urin rutin
h)   Rencana transfusi Whole Blood dan Packet Red Cell bila Hb < 8 gr/dL
3.4   HASIL LABORATORIUM

   Hb : 9,4 gr/dL
   Leukosit : 13.900/cmm
   Trombosit : 263.000 /ul
   LED : 68 mm/jam
   Difcount: 0/0/0/87/9/4
   Golongan darah: A
   Waktu perdarahan: 3 menit
   Waktu pembekuan: 11 menit
   Proteinuria : ++++
   Pregnancy Strip test : + 
   Ureum : 31
mg/dL Creatinin : 0.9
mg/dL Uric acid :
9,9 mg/dL BSS : 74
mg/dL
LAPORAN OPERASI
 Nama : Ny. Z
Jenis Kelamin :
Perempuan Umur : 31
tahun
Pav. : Kebidanan
Dokter : dr. Msy Yenni Indriyani, SpOG

Diagnosis Pra-bedah : G2P0A1 hamil 32-33 minggu dengan eklampsia belum


inpartu janin gemelli hidup letak lintang dan presentasi kepala

Diagnosis Pasca-bedah : P1A1 post SSTP a.i eklampsia dan


gemelli Lama Pembedahan : ± 2 jam
Anestesi : Spinal Anestesi L3-L4
Tanggal : 24 Mei 2013

Tanggal 24 Mei 2013

Pukul 05.45 WIB


Penderita terlentang dalam anestesi spinal. Dilakukan tindakan aseptik dan anti septik 
 pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Dilakukan insisi transeversal kira-kira 10 cm . Insisi dibuat setinggi garis rambut
 pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus. Kemudian insisi
diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Setelah
 peritoneum dibuka tampak uterus sebesar kehamilan aterm, diputuskan
untuk melakukan SSTP sbb:
   Membuka dan memotong plika vesicouterina, kemudian vesika
urinaria disisihkan ke bawah dan dilindungi dengan hak besar 
   Insisi SBR konkaf ke atas sepanjang ± 9 cm secara tajam kemudian
bagian tengah menembus secara tumpul dengan jari.
   Ketuban dipecahkan
   Anak dilahirkan dengan cara meluksir kepala

Pukul 05.56 WIB


Lahir hidup bayi I perempuan dengan meluksir kepala, ketuban dipecahkan. BB
 bayi 1800 gr, PB 39 cm, AS 8/9 ,anus (+). Bayi diberi zalf mata + vit.K.

Pukul 06.00 WIB


   Lahir bayi kedua perempuan dengan menarik kaki. BB bayi 1400 gr, PB
38 cm, AS 8/9 ,anus (+). Bayi diberi Zalf mata + vitamin K.
   Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Pukul 06.06 WIB


Plasenta lahir lengkap lengkap didapatkan 1 plasenta dan 2 tali pusat. Dilakukan
 pembersihan cavum uteri dengan kassa dilanjutkan penjahitan kedua sudut luka

secara  figure of eight.  Kemudian dilanjutkan dengan penjahitan SBR sebagai


 berikut:
   Lapisan SBR pertama dijahit secara jelujur feston dengan benang chromic
cat gut no.1
   Lapisan SBR kedua dijahit secara jelujur feston dengan benang chromic
cat gut no.1
Setelah SBR dijahit 2 lapis secara jelujur 

Pukul 06.10 WIB


Setelah diyakini tak ada perdarahan dilanjutkan reperitonealisasi dengan plain
catgut no.2.0 kemudian dilanjutkan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis
dengan cara sebagai berikut:
   Peritoneum dijahit secara jelujur dengan chromic cat gut no.2.0
   Otot dijahit secara jelujur dengan chromic cat gut no. 2.0
   Fascia dijahit secara jelujur dengan dexon no.1

  Subkutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan plain catgut no 2.0
   Kutis dijahit secara subkutikuler dengan dexon no.3.0
   Luka operasi ditutup dengan sofratulle, cutisorb dan
fixomull Pukul 06.25 WIB
Operasi selesai

Keadaan Ibu Pasca


persalinan KU : Baik 

Kesadaran : Compos Mentis


TD : 130 / 90 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Kontraksi uterus : Baik 
Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah
umbillicus Perdarahan : < 500 cc
Terapi : - Observasi tanda vital dan perdarahan
-  Diet nasi biasa
-  Kateter menetap 24 jam
-  Imobilisasi bertahap
-  Check Hb post operasi
-  IVFD RL + pitogin 2 ampul gtt XX/menit
-  Inj Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
-  Metronidazole 3 x 100 ml infus kocor 
-  Pronalges supp 4 x 100 mg, anal

-  Adalat 2x1 tab

FOLLOW UP 
Tanggal 26 Mei 2013, pukul 06.00 WIB
S : nyeri disekitar luka operasi,
pusing O : KU : tampak sakit sedang
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
   TD : 120 / 80 mmHg
    Nadi : 88 x/menit
   RR : 24 x/menit
   Suhu : 36,4 °C
Status obstetri :
   TFU : 1 jari di bawah umbillicus
   Kontraksi uterus : kuat
   Tanda cairan bebas (-)
    Nyeri tekan abdomen (+)
   Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP a.i eklampsia dan
gemeli P :
-  Kateter menetap 24 jam
-  Imobilisasi bertahap
-  Check Hb post operasi
-  IVFD RL + induksin 2 ampul gtt xx/menit
-  Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
-  Metronidazole 3 x 100 ml infus kocor 
-  Inj MgSo4 20 cc
-   Nifedipin tab 3x10 mg

Tanggal 27 Mei 2013, pukul 07.00


WIB S : Pusing
O : KU : baik 

Sensorium: compos
mentis Vital Sign :
   TD : 120 / 90mmHg
    Nadi : 80 x/menit
   RR : 24 x/menit
   Suhu : 36,6 °C
Status obstetri :
   TFU : 3 jari di bawah umbillicus
   Kontraksi uterus : kuat
   Tanda cairan bebas (-)
    Nyeri tekan abdomen (+)
   Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP a.i eklampsia dan
gemeli P :
-  Kateter menetap 24 jam
-  IVFD RL + induksin 2 ampul gtt xx/menit
-  Inj Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
-  Metronidazole 3 x 100 ml infus kocor 
-  Inj MgSo4 20 cc
-  Adalat tab 3x10 mg

Tanggal 28 Mei 2013, pukul


07.00WIB S : Tidak ada keluhan
O : KU : baik 

Sensorium: compos
mentis Vital Sign :
   TD : 120/90 mmHg
    Nadi : 80 x/menit
   RR : 20 x/menit
   Suhu : 36,7 °C
Status obstetri :
   TFU : 3 jari di bawah umbillicus
   Kontraksi uterus : kuat
   Tanda cairan bebas (-)
    Nyeri tekan abdomen (+)
   Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP a.i eklampsia dan
gemeli P :
-  IVFD RL gtt xx/menit
-  Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
-  Metronidazole 3 x 100 ml infus kocor 
-  Inj MgSo4 20 cc
-  Adalat tab 3x10 mg

Tanggal 29 Mei 2013, pukul 07.00


WIB S : Tidak ada keluhan
O : KU : baik 
Sensorium: compos mentis

Vital Sign :
  TD : 130/80 mmHg
    Nadi : 76 x/menit
   RR : 18 x/menit
   Suhu : 36,3 °C
Status obstetri :
   Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah umbillicus
   Kontraksi uterus : kuat
   Tanda cairan bebas (-)
    Nyeri tekan abdomen (+)
   Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP a.i eklampsia dan
gemeli P :
-  IVFD RL gtt xx/menit
-  Metronidazole 3 x 500 mg
-   Nifedipin tab 3x10 mg
-  As.Mefenamat tab 3x500 mg
-  Adalat tab 3x10 mg

Tanggal 30 Mei 2013, pukul 07.00


WIB S : Tidak ada keluhan
O : KU : baik 
Sensorium: compos
mentis Vital Sign :

  TD : 120/80 mmHg
    Nadi : 78 x/menit
   RR : 20 x/menit
   Suhu : 36,6 °C
Status obstetri :
   TFU : 3 jari di bawah umbillicus
   Kontraksi uterus : kuat
  
Tanda cairan bebas (-)
A : P1A0 post SSTP a.i eklampsia dan gemeli

P :

-  Kateter aff 
-  Mobilisasi bertahap
-  IVFD aff 
-  ASI / PASI pada bayi
-  Vulva hygiene
-  Terapi oral : Ciprofloxacin 3x500 mg tab, asam
mefenamat 3 x 500 mg tab, Adalat Tab 3x10 mg
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 31 tahun yang
masuk ke kebidanan RSUD Palembang Bari pada tanggal 24 Mei 2013
dikirim dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan pusing,nyeri ulu
hati dan disertai kejang.
Diagnosis pasien ini G1P0A0 hamil 32-33 minggu dengan
eklampsia janin gemelli hidup letak lintang dan presentasi kepala. Dari
anamnesis didapatkan keluhan penderita Penderita mengaku hamil 33
minggu disertai keluhan kepala pusing,penglihatan kabur,nyeri di ulu hati
dan kejang pada saat datang kerumah sakit. Penderita mengaku hamil anak 
 pertama,dengan riwayat abortus satu kali,pada pemeriksaan os mengandung
 bayi kembar. Riwayat keluar air-air belum dirasakan. Riwayat merokok dan
minum alkohol disangkal
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik : edema +/+ dan pemeriksaan
 penunjang seperti urin rutin yang menunjukkan protein urin (++++) atau
 proteinuria. Pemeriksaan ini menegakkan diagnosis . Pada saat datang ke
rumah sakit, penderita datang dalam keadaan pusing, lemas dan tampak sakit

sedang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan wajah pasien pucat, konjungtiva


anemis. Gejala ini menunjukkan gejala anemia. Kemudian dilakukan
 pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam
darah, hasilnya 9,4 gr/dL.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah masuk ICU, observasi
Keadaan Umum dan. Untuk perbaikan Keadaan Umum dipasang IVFD RL.
Akan tetapi apabila pasien dalam keadaan anemia maka dilakukan
perbaikan keaadaan umum terlebih dahulu dengan cara pemasangan infus
dan atau transfusi darah. Lalu tata laksana anti-hipertensi. Dalam hal ini
 penatalaksaan telah sesuai dengan teori.
Pada saat dilakukan follow up setelah dilakukan tindakan operasi
dengan gambaran tanda vital, TD : 130 / 90 mmHg, nadi : 80 x/menit,
RR: 24 x/menit, suhu : 36,6 °C. Observasi tanda vital dan perdarahan,
pasien ini diwajibkan untuk tirah baring , IVFD RL + pitogin 1 ampul gtt
xx/menit, cefotaxine 2 x 1 gr (I.V), metronidazole 3 x 100 ml infus kocor,
Adalat 3x10

mg tab. Untuk diet, pasien diperbolehkan makan.


Setelah hari kedua dirawat di rumah sakit, dilakukan follow up
keluhan pasien nyeri disekitar luka operasi, TD : 120/90 mmHg, Nadi :
82 x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 36,7 °C, sehingga selain observasi tanda
vital dan perdarahan serta diberikan penatalaksanaan medikamentoosa.
Hari ke4 dirawat di rumah sakit dilakukan follow up keluhan pasien
nyeri disekitar luka penderita sudah mulai Buang Air Kecil. IFVD aff dan
dilakukan mobilisasi bertahap, diet makan biasa, ASI pada bayi. Pengobatan
oral tetap dilanjutkan meliputi ciprofloxaxin 3x500 mg, asam mefenamat 3 x
500 mg.,Adalat Tab 3x10 mg . Pasien direncanakan pulang esok harinya
tanggal 31 mei 2013. Setelah mendapat istruksi pulang dari dokter spesialis,
 pasien disarankan untuk kontrol ulang minimal 1 kali setelah 7 hari dirawat
untuk mengkontrol keadaan umum ibu dan kondisi janin. Apabila terdapat
keluhan-keluhan yang mengganggu disarankan untuk kedokter.
DAFTAR PUSTAKA 

1.   Abdul, Bari, dkk (editor). 2011.  Ilmu Kebidanan Sarwono


 Prawirohatdjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Kehamilan Kembar . Hal 254- 255
2.   Abdul, Bari, dkk (editor). 2011.  Ilmu Kebidanan Sarwono
 Prawirohatdjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Hipertensi dalam Kehamilan. Hal 530 – 553
3.   Abdul, Bari, dkk (editor). 2011.  Ilmu Kebidanan Sarwono
 Prawirohatdjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sindroma HELLP.  Hal 554-556.
4.   Anthonius Budi Marjono. 1999.  Hipertensi pada Kehamilan Pre-
 Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.
5.   UAB Health System [Online Database] 2006 September [2007
May 2] Available from URL:
http://www.health.uab.edu/default.aspx?pid=65626
6.   Lubis, Muara. 2011. Kehamilan Kembar . Medan : Bagian Obstetri dan
Ginekologi Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29833. Diakses 29 Mei


2013
7.   Winarni. 2011. Gemelli Kehamilan
Kembar .
http://materikebidanan.wordpress.com/2011/02/11/101/. Diakses 29
Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai