Anda di halaman 1dari 51

n entri terbaru dengan label Kejawen.

Tampilkan entri lawas


Jumat, 06 Maret 2009
AJARAN SYEH SITI JENAR dan KEJAWEN

(Dalam Memandang Ketuhanan, Dosa/Neraka, Pahala/Surga)

PERBANDINGAN ANTARA

AJARAN SYEH SITI JENAR

Dan PANDANGAN KEJAWEN

Mengenai Ketuhanan, Alam, dan Manusia

Syeh Siti Jenar (Lemah Abang) dalam Mengenal Tuhan

Ajaran Siti Jenar memahami Tuhan sebagai ruh yang tertinggi, ruh maulana yang
utama, yang mulia yang sakti, yang suci tanpa kekurangan. Itulah Hyang Widhi, ruh
maulana yang tinggi dan suci menjelma menjadi diri manusia.

Hyang Widhi itu di mana-mana, tidak di langit, tidak di bumi, tidak di utara atau
selatan. Manusia tidak akan menemukan biarpun keliling dunia. Ruh maulana ada dalam
diri manusia karena ruh manusia sebagai penjelmaan ruh maulana, sebagaimana dirinya
yang sama-sama menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada
asalnya, busuk, kotor, hancur, tanah. Jika manusia itu mati ruhnya kembali bersatu
ke asalnya, yaitu ruh maulana yang bebas dari segala penderitaan. Lebih lanjut Siti
Jenar mengungkapkan sifat-sifat hakikat ruh manusia adalah ruh diri manusia yang
tidak berubah, tidak berawal, tidak berakhir, tidak bermula, ruh tidak lupa dan
tidak tidur, yang tidak terikat dengan rangsangan indera yang meliputi jasad
manusia.

Syeh Siti Jenar mengaku bahwa, �aku adalah Allah, Allah adalah aku�. Lihatlah,
Allah ada dalam diriku, aku ada dalam diri Allah. Pengakuan Siti Jenar bukan
bermaksud mengaku-aku dirinya sebagai Tuhan Allah Sang Pencipta ajali abadi,
melainkan kesadarannya tetap teguh sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Siti
Jenar merasa bahwa dirinya bersatu dengan �ruh� Tuhan. Memang ada persamaan antara
ruh manusia dengan �ruh� Tuhan atau Zat. Keduanya bersatu di dalam diri manusia.
Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada persatuan manusia
denganNya. Persatuannya merupakan persatuan Zat sifat, ruh bersatu dengan Zat sifat
Tuhan dalam gelombang energi dan frekuensi yang sama. Inilah prinsip kemanunggalan
dalam ajaran tentang manunggaling kawula Gusti atau jumbuhing kawula Gusti.
Bersatunya dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Diumpamakan wiji wonten salebeting
wit.

Pandangan Syeh Lemah Abang Tentang Manusia

Dalam memandang hakikat manusia Siti Jenar membedakan antara jiwa dan akal. Jiwa
merupakan suara hati nurani manusia yang merupakan ungkapan dari zat Tuhan, maka
hati nurani harus ditaati dan dituruti perintahnya. Jiwa merupakan kehendak Tuhan,
juga merupakan penjelmaan dari Hyang Widdhi (Tuhan) di dalam jiwa, sehingga raga
dianggap sebagai wajah Hyang Widdhi. Jiwa yang berasal dari Tuhan itu mempunyai
sifat zat Tuhan yakni kekal, sesudah manusia raganya mati maka lepaslah jiwa dari
belenggu raganya. Demikian pula akal merupakan kehendak, tetapi angan-angan dan
ingatan yang kebenarannya tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena selalu berubah-
ubah.

Menurut sabdalangit, perbedaan karakter jiwa dan akal yang bertolak belakang
dalam pandangan Siti Jenar, disebabkan oleh adanya garis demarkasi yang menjadi
pemisah antara sifat hakikat jiwa dan akal-budi. Jiwa terletak di luar nafsu,
sementara akal-budi letaknya berada di dalam nafsu. Mengenai perbedaan jiwa dan
akal, dalam wirayat Saloka Jati diungkapkan bahwa akal-budi umpama kodhok kinemulan
ing leng atau wit jroning wiji (pohon ada di dalam biji). Sedangkan jiwa umpama
kodhok angemuli ing leng atau wiji jroning wit (biji ada di dalam pohon).

Bagi Syeh Siti Jenar, proses timbulnya pengetahuan datang secara bersamaan dengan
munculnya kesadaran subyek terhadap obyek. Maka pengetahuan mengenai kebenaran
Tuhan akan diperoleh seseorang bersama dengan penyadaran diri orang itu. Jika ingin
mengetahui Tuhanmu, ketahuilah (terlebih dahulu) dirimu sendiri. Syeh Lemah bang
percaya bahwa kebenaran yang diperoleh dari hal-hal di atas ilmu pengetahuan,
mengenai wahyu dan Tuhan bersifat intuitif. Kemampuan intuitif ini ada bersamaan
dengan munculnya kesadaran dalam diri seseorang.

Pandangan Syeh Lemah Bang Tentang Kehidupan Dunia

Pandangan Syeh Jenar tentang dunia adalah bahwa hidup di dunia ini sesungguhnya
adalah mati. Dikatakan demikian karena hidup di dunia ini ada surga dan neraka yang
tidak bisa ditolak oleh manusia. Manusia yang mendapatkan surga mereka akan
mendapatkan kebahagiaan, ketenangan, kesenangan. Sebaliknya rasa bingung, kalut,
muak, risih, menderita itu termasuk neraka. Jika manusia hidup mulia, sehat, cukup
pangan, sandang, papan maka ia dalam surga. Tetapi kesenangan atau surga di dunia
ini bersifat sementara atau sekejap saja, karena betapapun juga manusia dan sarana
kehidupannya pasti akan menemui kehancuran.

Syeh Jenar mengumpamakan bahwa manusia hidup ini sesungguhnya mayat yang
gentayangan untuk mencari pangan pakaian dan papan serta mengejar kekayaan yang
dapat menyenangkan jasmani. Manusia bergembira atas apa yang ia raih, yang
memuaskan dan menyenangkan jiwanya, padahal ia tidak sadar bahwa semua kesenangan
itu akan binasa. Namun begitu manusia suka sombong dan bangga atas kepemilikan
kekayaan, tetapi tidak menyadari bahwa dirinya adalah bangkai. Manusia justru
merasa dirinya mulia dan bahagia, karena manusia tidak menyadari bahwa harta
bendanya merupakan penggoda manusia yang menyebabkan keterikatannya pada dunia.

Jika manusia tidak menyadari itu semua, hidup ini sesungguhnya derita. Pandangan
seperti itu menjadikan sikap dan pandangan Siti Jenar menjadi ekstrim dalam
memandang kehidupan dunia. Hidup di dunia ini adalah mati, tempat baik dan buruk,
sakit dan sehat, mujur dan celaka, bahagia dan sempurna, surga dan neraka, semua
bercampur aduk menjadi satu. Dengan adanya peraturan maka manusia menjadi terbebani
sejak lahir hingga mati. Maka Syeh Siti Jenar sangat menekankan pada upaya manusia
untuk hidup yang abadi agar tahan mengalami hidup di dunia ini. Siti Jenar kemudian
mengajarkan bagaimana mencari kamoksan (mukswa/mosca) yakni mati sempurna beserta
raganya lenyap masuk ke dalam ruh (warongko manjing curigo). Hidup ini mati, karena
mati itu hidup yang sesungguhnya karena manusia bebas dari segala beban dan derita.
Karena hidup sesudah kematian adalah hidup yang sejati, dan abadi.

Syeh Siti Jenar Mengkritik Ulama dan Para Santrinya

Alasan yang mendasari mengapa Syeh Siti Jenar mengkritik habis-habisan para ulama
dan santrinya karena dalam kacamata Syeh Siti, mereka hanya berkutat pada amalan
syariat (sembah raga). Padahal masih banyak tugas manusia yang lebih utama harus
dilakukan untuk mencapai tataran kemuliaan yang sejati. Dogma-dogma, dan ketakutan
neraka serta bujuk rayu surga justru membelenggu raga, akal budi, dan jiwa manusia.
Maka manusia menjadi terkungkung rutinitas lalu lupa akan tugas-tugas beratnya.
Manusia demikian menjadi gagal dalam upaya menemukan Tuhannya.
Kritik Syeh Lemah Bang Atas Konsep Surga-Neraka

Konsep surga-neraka dalam ajaran Siti Jenar berbeda sekali dengan apa yang
diajarkan oleh para ulama. Menurut Syeh Siti Jenar, surga dan neraka adalah dalam
hidup ini. Sementara para ulama mengajarkan surga dan neraka merupakan balasan yang
diberikan kepada manusia atas amalnya yang bakal diterima kelak sesudah kematian
(akherat).

Menurut Syeh Siti, orang mukmin telah keliru karena mengerjakan shalat jungkir
balik, mengharap-harap surga, sedang surga sesudah kematian itu tidak ada, shalat
itu tidak perlu dan orang tidak perlu mengajak orang lain untuk shalat. Shalat
minta apa, minta rizki ? Tuhan toh tidak memberi lantaran shalat.

Santri yang menjual ilmu dengan siapa pun mau menyembah Tuhan di masjid, di
dalamnya terdapat Tuhan yang bohong. Para ulama telah menyesatkan manusia dengan
menipu mereka jungkir balik lima kali, pagi, siang, sore, malam hanya untuk
memohon-mohon imbalan surga kelak. Sehingga orang banyak tergiur oleh omongan
palsunya, dan orang menjadi gelisah tak enak ketika terlambat mengerjakan shalat.
Orang seperti itu sungguh bodoh dan tak tau diri, jikalau pun seseorang menyadari
bahwa shalat itu dilakukan karena merupakan kebutuhan diri manusia sendiri untuk
menyembah Tuhannya, manusia ternyata tidak menyadari keserakahannya; dengan minta-
minta imbalan/hadiah surga. Orang-orang telah terbius oleh para ulama, sehingga
mereka suka berzikir, dan disibukkan oleh kegiatan menghitung-hitung pahalanya tiap
hari. Sebaliknya, lupa bahwa sejatinya kebaikan itu harus diimplementasikan kepada
sesama (habluminannas).

Lebih lanjut Syekh Siti Jenar menuduh para ulama dan murid mereka sebagai orang
dungu dan dangkal ilmu, karena menafsirkan surga sebagai balasan yang nanti
diterima di akhirat. Penafsiran demikian adalah penafsiran yang sangat sempit.
Hidup para ulama adalah hidup asal hidup, tidak mengerti hakekat, tetapi jika
disuruh mati mereka menolak mentah-mentah. Surga dan neraka letaknya pada manusia
masing-masing. Orang bergelimang harta, hidupnya merasa selalu terancam oleh para
pesaing bisnisnya, tidur tak nyeyak, makan tak enak, jalan pun gelisah, itulah
neraka. Sebaliknya, seorang petani di lereng gunung terpencil, hasil bercocok tanam
cukup untuk makan sekeluarga, menempati rumah kecil yang tenang, tiap sore dapat
duduk bersantai di halaman rumah sambil memandang hamparan sawah hijau menghampar,
hatinya sesejuk udaranya, tenang jiwanya, itulah surga. Kehidupan ini telah memberi
manusia mana surga mana neraka.

Syeh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos dan mikrokosmos
(manusia) sekurangnya kedua hal ini merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-
sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Manusia terdiri atas
jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan zat Tuhan.

Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, sebagai
organ tubuh seperti daging, otot, darah, dan tulang. Semua aspek keragaan atau
ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat, setelah manusia terlepas dari
kematian di dunia ini, akan kembali berubah asalnya yaitu unsur bumi (tanah).

Syeh Lemah Bang, mengatakan bahwa;

�Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa nafsu pun
bukan, bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai
menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafasku terhembus di segala
penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi
baru. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang
memberi nama�.
Kesimpulan

Pandangan Syeh Lemah Bang; tentang terlepasnya manusia dari belenggu alam
kematian yakni hidup di alam dunia ini, berawal dari konsepnya tentang ketuhanan,
manusia dan alam. Manusia adalah jelmaan zat Tuhan. Hubungan jiwa dari Tuhan dan
raga, berakhir sesudah manusia menemui ajal atau kematian duniawi. Sesudah itu
manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Pada saat itu semua bentuk
badan wadag (jasad) atau kebutuhan jasmanisah ditinggal karena jasad merupakan
barang baru (hawadist) yang dikenai kerusakan dan semacam barang pinjaman yang
harus dikembalikan kepada yang punya yaitu Tuhan sendiri.

Terlepas dari ajaran Siti Jenar yang sangat ekstrim memandang dunia sebagai
bentuk penderitaan total yang harus segera ditinggalkan rupanya terinspirasi oleh
ajaran seorang sufi dari Bagdad, Hussein Ibnu Al Hallaj, yang menolak segala
kehidupan dunia. Hal ini berbeda dengan konsep Islam secara umum yang memadang
hidup di dunia sebagai khalifah Tuhan.

Pandangan Kejawen Tentang Kehidupan di Dunia

Pandangan Kejawen tentang makna hidup manusia dunia ditampilkan secara rinci,
realistis, logis dan mengena di dalam hati nurani; bahwa hidup ini diumpamakan
hanya sekedar mampir ngombe, mampir minum, hidup dalam waktu sekejab, dibanding
kelak hidup di alam keabadian setelah raga ini mati. Tetapi tugas manusia sungguh
berat, karena jasad adalah pinjaman Tuhan. Tuhan meminjamkan raga kepada ruh,
tetapi ruh harus mempertanggungjawabkan �barang� pinjamannya itu. Pada awalnya
Tuhan Yang Mahasuci meminjamkan jasad kepada ruh dalam keadaan suci, apabila waktu
�kontrak� peminjaman sudah habis, maka ruh diminta tanggungjawabnya, ruh harus
mengembalikan jasad pinjamannya dalam keadaan yang suci seperti semula. Ruh dengan
jasadnya diijinkan Tuhan �turun� ke bumi, tetapi dibebani tugas yakni menjaga
barang pinjaman tersebut agar dalam kondisi baik dan suci setelah kembali kepada
pemiliknya, yakni Gusti Ingkang Akaryo Jagad. Ruh dan jasad menyatu dalam wujud
yang dinamakan manusia. Tempat untuk mengekspresikan dan mengartikulasikan diri
manusia adalah tempat pinjaman Tuhan juga yang dinamakan bumi berikut segala macam
isinya; atau mercapada. Karena bumi bersifat �pinjaman� Tuhan, maka bumi juga
bersifat tidak kekal.

Betapa Maha Pemurahnya Tuhan itu, bersedia meminjamkan jasad, berikut tempat
tinggal dan segala isinya menjadi fasilitas manusia boleh digunakan secara gratis.
Tuhan hanya menuntut tanggungjawab manusia saja, agar supaya menjaga semua barang
pinjaman Tuhan tersebut, serta manusia diperbolehkan memanfaatkan semua fasilitas
yang Tuhan sediakan dengan cara tidak merusak barang pinjaman dan semua
fasilitasnya.

Itulah tanggungjawab manusia yang sesungguhnya hidup di dunia ini; yakni menjaga
barang �titipan� atau �pinjaman�, serta boleh memanfaatkan semua fasilitas yang
disediakan Tuhan untuk manusia dengan tanpa merusak, dan tentu saja menjaganya agar
tetap utuh, tidak rusak, dan kembali seperti semula dalam keadaan suci. Itulah
�perjanjian� gaib antara Tuhan dengan manusia makhlukNya. Untuk menjaga klausul
perjanjian tetap dapat terlaksana, maka Tuhan membuat rumus atau �aturan-main� yang
harus dilaksanakan oleh pihak peminjam yakni manusia. Rumus Tuhan ini yang disebut
pula sebagai kodrat Tuhan; berbentuk hukum sebab-akibat. Pengingkaran atas isi atau
�klausul kontrak� tersebut berupa akibat sebagai konsekuensi logisnya. Misalnya;
keburukan akan berbuah keburukan, kebaikan akan berbuah kebaikan pula. Barang siapa
menanam, maka mengetam. Perbuatan suka memudahkan akan berbuah sering dimudahkan.
Suka mempersulit akan berbuah sering dipersulit.
Konsep Kejawen Tentang Pahala dan Dosa

dan Pandangan Kejawen tentang Kebaikan-Keburukan

Ajaran Kejawen tidak pernah menganjurkan seseorang menghitung-hitung pahala dalam


setiap beribadat. Bagi Kejawen, motifasi beribadat atau melakukan perbuatan baik
kepada sesama bukan karena tergiur surga. Demikian pula dalam melaksanakan
sembahyang manembah kepada Tuhan Yang Maha Suci bukan karena takut neraka dan
tergiur iming-iming surga. Kejawen memiliki tingkat kesadaran bahwa kebaikan-
kebaikan yang dilakukan seseorang kepada sesama bukan atas alasan ketakutan dan
intimidasi dosa-neraka, melainkan kesadaran kosmik bahwa setiap perbuatan baik
kepada sesama merupakan sikap adil dan baik pada diri sendiri.

Kebaikan kita pada sesama adalah KEBUTUHAN diri kita sendiri. Kebaikan akan berbuah
kebaikan. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan kembali untuk
diri kita sendiri, bahkan satu kebaikan akan kembali pada diri kita secara
berlipat. Demikian juga sebaliknya, setiap kejahatan akan berbuah kejahatan pula.
Kita suka mempersulit orang lain, maka dalam urusan-urusan kita akan sering
menemukan kesulitan. Kita gemar menolong dan membantu sesama, maka hidup kita akan
selalu mendapatkan kemudahan.

Menurut pandangan Kejawen, kebiasaan mengharap dan menghitung pahala terhadap


setiap perbuatan baik hanya akan membuat keikhlasan seseorang menjadi tidak
sempurna. Kebiasaan itu juga mencerminkan sikap yang serakah, lancang, picik, dan
tidak tahu diri. Karena menyembah Tuhan adalah kebutuhan manusia, bukan kebutuhan
Tuhan. Mengapa seseorang masih juga mengharap-harap pahala dalam memenuhi kebutuhan
pribadinya sendiri ? Dapat dibayangkan, jika kita menjadi mahasiswa maka butuh
bimbingan dalam menyusun skripsi dari dosen pembimbing, maka betapa lancang,
serakah, dan tak tahu diri jika kita masih berharap-harap supaya dosen pembimbing
tersebut bersedia memberikan uang kepada kita sebagai upah. Dapat diumpamakan pula
misalnya; kita mengharap-harapkan upah dari seseorang yang bersedia menolong
kita..?

Ajaran Kejawen memandang bahwa seseorang yang menyembah Tuhan dengan tanpa
pengharapan akan mendapat pahala atau surga dan bukan atas alasan takut dosa atau
neraka, adalah sebuah bentuk KEMULIAAN HIDUP YANG SEJATI. Sebaliknya, menyembah
Tuhan, berangkat dari kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ini selalu berhutang
kenikmatan dan anugrah dari Tuhan. Dalam satu detik seseorang akan kesulitan
mengucapkan satu kalimat sukur, padahal dalam sedetik itu manusia adanya telah
berhutang puluhan atau bahkan ratusan kenikmatan dan anugerah Tuhan. Maka seseorang
menjadi tidak etis, lancang dan tak tahu diri jika dalam bersembahyang pun manusia
masih menjadikannya sebagai sarana memohon sesuatu kepada Tuhan. Tuhan tempat
meminta, tetapi manusia lah yang tak tahu diri tiada habisnya meminta-minta. Dalam
sikap demikian ketenangan dan kebahagiaan hidup yang sejati akan sangat sulit
didapatkan.

Sembahyang tidak lain sebagai cara mengungkapkan rasa berterimakasihnya kepada


Tuhan. Namun demikian ajaran Kejawen memandang bahwa rasa sukur kepada Tuhan
melalui sembahyang atau ucapan saja tidak lah cukup, tetapi lebih utama harus
diartikulasikan dan diimplementasikan ke dalam bentuk tindakan atau perbuatan baik
kepada sesama dalam kehidupan sehari-harinya. Jika Tuhan memberikan kesehatan
kepada seseorang, maka sebagai wujud rasa sukurnya orang itu harus membantu dan
menolong orang lain yang sedang sakit atau menderita.

Itu lah pandangan yang menjadi dasar Kejawen bahwa menyembah Tuhan, dan berbuat
baik pada sesama, bukanlah KEWAJIBAN (perintah) yang datang dari Tuhan, melainkan
diri kita sendiri yang mewajibkan.
KAWERUH KEJAWEN

Catatan Pendahuluan :
Ajaran dalam Kejawen Murni TIDAK ADA yg namanya macam2 ilmu2 gaib. Kejawen hanya
satu intinya Mengenal Diri Sendiri dg menanyakan Sapa Saya ini?.
dan satu lagi perlu di jelaskan sedikit Aliran itu Islam Kejawen Atau Kejawen Islam
sebab menurut dilihat dari tahunnya Kejawen atau jawa ini ada terlebih dahulu dari
pada islam coba ingat2 Kerajaan Majapahit pertama tahun berapa menurut para
antropologi bukan majapahit yg sekarang kita kenal ini....sedangkan para wali songo
masuk ke Negara NUSA DAN BANGSA yg sekarang kita kenal dg INDONESIA ini baru tahun
berapa....jd sapa yg ikut sapa sebenarnya...

Sore hari tepatnya tanggal 28 Desember 2008, merupakan acara pergantian tahun Jawa
sekaligus tahun Hijriah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pergantian tahun Jawa yang
diawali dengan bulan Suro atau tahun Hijriah yang juga disebut sebagai bulan
Muharram tidak ada hiruk pikuk apapun. Berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi
yang selalu dirayakan oleh manusia seluruh dunia.

Memasuki bulan Suro ataupun Muharram, maka kita kembali harus melakukan ibadah.
Ibadah apa itu? Ibadah itu terdiri dari 2 jenis yakni ibadah raga dan ibadah
bathin. Dalam satu tahun yang berisi 12 bulan, terbagi menjadi 2 bulan dimana kita
harus melaksanakan ibadah. 2 bulan tersebut adalah bulan poso/Ramadhan dan
Suro/Muharram. Di ke 2 bulan tersebut, ibadah yang dilakukan pun berbeda.

Pada bulan poso/ramadhan, ibadah yang dilakukan adalah ibadah ragawi. Artinya, kita
berpuasa dengan menggunakan raga kita dengan tidak makan dan minum dan dipadukan
dengan ibadah bathin seperti menahan hawa nafsu. Tetapi ketika menginjak ke bulan
Suro/Muharram, maka ibadah yang dilakukan cenderung mengarah ke ibadah bathin.

Dari pemahaman Kejawen, ritual di bulan Suro diawali pada malam 1 Suro hingga
berakhirnya bulan. Artinya, laku dan olah bathin yang merupakan ibadah bathin
tersebut lebih sering dilakukan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Semuanya itu
semata-mata hanya untuk berupaya mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH.

Lho, apakah bulan-bulan lain tidak boleh sering melakukan laku dan olah bathin?
Boleh saja, siapa yang bilang tidak boleh. Malah jika sesering mungkin kita
berhubungan dengan GUSTI ALLAH, akan semakin mendekatkan diri kita denganNYA.

Ada 2 hal utama yang patut untuk kita lakukan di tahun Je 1942 ini seperti pada
tahun-tahun sebelumnya yakni "tansah manembah marang GUSTI ALLAH" (Selalu menyembah
GUSTI ALLAH) dan apik marang sak-padan-padane urip" (berbuat baik pada sesama
makhluk hidup). Kenapa disebut utama, karena itulah hakekat dari hidup kita di
dunia ini. Beberapa hal cara yang bisa dilakukan antara lain tebarkan senyum di
manapun Anda berada, carilah teman sebanyak-banyaknya, janganlah mencari musuh. Itu
merupakan beberapa cara berbuat baik pada sesama makhluk hidup. Selamat tahun baru
tahun Je 1942.

Bonus Halangi Kedekatan dengan GUSTI ALLAH

Setiap manusia selalu memiliki keinginan untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH
sebagai Sang Khalik. Tetapi niat untuk mendekatkan diri tersebut tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Banyak sekali godaan yang membuat upaya dan niat
manusia untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH terhalang. Mengapa?

Penghalang terbesar dari diri manusia untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH itu
adalah berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Salah satu yang penghalang
terbesar adalah nafsunya yang memang sudah disetir oleh syetan. Maka tidak heran,
jika kita senantiasa meminta perlindungan dan pengayoman dari GUSTI ALLAH untuk
menapaki jalan yang lurus, jalan orang-orang yang dirihai dan bukannya jalan orang-
orang yang sesat, seperti ayat-ayat dalam surat Al Fatihah dalam Al Qur'an.

Syetan yang menguasai nafsu manusia akan berupaya untuk senantiasa menyesatkan
jalan kita sehingga kita tidak bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Apalagi bagi
para pelaku spiritual, godaan tersebut akan semakin besar. Bagi para pelaku
spiritual yang ingin mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH akan digoda dengan beraneka
bonus-bonus dan aneka kemampuan ghaib yang muncul dalam diri mereka.

Contohnya, seperti terlihat pada gambar di atas. Upaya untuk mendekatkan diri pada
GUSTI ALLAH bagi para pelaku spiritual umumnya akan terhalang dengan adanya bonus
seperti mampu menyembuhkan orang sakit/mengatasi beraneka macam masalah orang lain.
Kalau si pelaku spiritual sudah merasa terpikat dengan bonus tersebut dan
menjadikan kemampuannya itu untuk mencari nafkah, maka ia hanya akan mendapatkan
hal itu saja dan tidak akan pernah dekat pada GUSTI ALLAH.

Contoh bonus yang kedua adalah kebal dari senjata tajam/api. Tentu saja, para
pendaki spiritual jika terpikat dengan bonus tersebut, ya itu saja yang akan
diterimanya. Ia juga tidak akan bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Pasalnya,
ia sudah merasa puas mendapatkan kemampuan kebal dari senjata tajam/api.

Contoh bonus yang ketiga adalah mampu untuk ngrogo sukmo (melepaskan sukma dari
jasadnya). Inipun merupakan godaan. Jika para pendaki spiritual tidak pandai-pandai
menghindari ketertarikan pada bonus tersebut, maka ia pun juga tidak akan pernah
bisa dekat dengan GUSTI ALLAH. Dan ia akan menguasai kemampuan untuk menyembuhkan
orang sakit, kebal senjata dan ngrogo sukmo saja.

Contoh bonus yang keempat adalah Waskito (tahu yang bakal terjadi). Inipun bonus
yang merupakan godaan bagi para pendaki spiritual untuk mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH. Hendaknya para pendaki spiritual tidak merasa bangga dan puas dengan hal
itu.

Langkah yang baik bagi para pendaki spiritual adalah mengabaikan berbagai macam
bonus tersebut. Artinya, setelah menerima bonus tersebut, hendaknya para pendaki
spiritual tetap ingat pada tujuan awal yakni mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.
Kenapa begitu?

Karena jika kita terus berupaya untuk tetap ingat tujuan kita untuk mendekatkan
diri pada GUSTI ALLAH, maka beraneka macam bonus tersebut akan dengan mudahnya kita
dapatkan. Apa dalilnya? Dalilnya adalah dari Al Qur'an yang berbunyi "...Barang
siapa yang dekat kepadaKU, maka akan AKU cukupi semua kebutuhannya. MATAKU menjadi
matanya, TANGANKU menjadi tangannya...." Oleh karena itu, selalu dekat dengan GUSTI
ALLAH adalah merupakan keberadaan yang terindah bagi manusia.

BELAJAR DARI SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT

Bagi orang yang belajar kawruh Kejawen, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-
kata Sastra Jendra Hayuningrat. Meskipun banyak yang sudah mendengar kata-kata
tersebut, tetapi jarang ada yang mengetahui apa makna sebenarnya. Menurut Ronggo
Warsito, sastra jendra hayuningrat adalah jalan atau cara untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Apabila semua orang di dunia ini melakukannya, maka bumi akan
sejahtera.

Nama lain dari sastra jendra hayuningrat adalah sastra cetha yang berarti sastra
tanpa papan dan tanpa tulis. Walaupun tanpa papan dan tulis, tetapi maknanya sangat
terang dan bisa digunakan sebagai serat paugeraning gesang.

Ada 7 macam tahapan bertapa yang harus dilalui untuk mencapai hal itu.
1. Tapa Jasad: Tapa jasad adalah mengendalikan atau menghentikan gerak tubuh dan
gerak fisik. Lakunya tidak dendam dan sakit hati. Semua yang terjadi pada diri kita
diterima dengan legowo dan tabah.

2. Tapa Budhi: Tapa Budhi memiliki arti menghilangkan segala perbuatan diri yang
hina, seperti halnya tidak jujur kepada orang lain.

3. Tapa Hawa Nafsu: Tapa Hawa Nafsu adalah mengendalikan nafsu atau sifat angkara
murka yang muncul dari diri pribadi kita. Lakunya adalah senantiasa sabar dan
berusaha mensucikan diri,mudah memberi maaf dan taat pada GUSTI ALLAH kang moho
suci.

4. Tapa Cipta: Tapa Cipta berarti Cipta/otak kita diam dan memperhatikan perasaan
secara sungguh-sungguh atau dalam bahasa Jawanya ngesti surasaning raos ati.
Berusaha untuk menuju heneng-meneng-khusyuk-tumakninah, sehingga tidak mudah
diombang-ambingkan siapapun dan selalu heningatau waspada agar senantiasa mampu
memusatkan pikiran pada GUSTI ALLAH semata.

5. Tapa Sukma: Dalam tahapan ini kita terfokus pada ketenangan jiwa. Lakunya adalah
ikhlas dan memperluas rasa kedermawanan dengan senantiasa eling pada fakir miskin
dan memberikan sedekah secara ikhlas tanpa pamrih.

6. Tapa Cahya: Ini merupakan tahapan tapa yang lebih dalam lagi. Prinsipnya tapa
pada tataran ini adalah senantiasa eling, awas dan waspada sehingga kita akan
menjadi orang yang waskitha (tahu apa yang bakal terjadi).

Tentu saja semua ilmu yang kita dapatkan itu bukan dari diri kita pribadi,
melainkan dari GUSTI ALLAH. Semua ilmu tersebut merupakan 'titipan', sama dengan
nyawa kita yang sewaktu-waktu bisa diambil GUSTI ALLAH sebagai si EMPUNYA dari
segalanya. Jadi tidak seharusnya kita merasa sombong dengan ilmu yang sudah
dititipkan GUSTI ALLAH kepada kita.

Sedulur Papat Antara Kejawen dan Islam

Keberadaan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Semenjak pertama kali kita
diturunkan ke alam dunia lewat rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-
penjaga yang senantiasa mendampingi kita hidup di alam dunia. Dan sesuai dengan
perintah Tuhan, para penjaga-penjaga itu dengan setia senantiasa berada di
sekeliling kita.

Bagi orang Jawa, khususnya orang yang memahami tentang Kejawen, adanya para penjaga
tersebut dikenal dengan sebutan �Sedulur Papat�. Siapa saja Sedulur Papat itu?
Sedulur papat yang dikenal masyarakat yang memahami Kejawen adalah:
1. Kakang Kawah (Air Ketuban)
2. Adhi Ari-Ari (Ari-ari)
3. Getih (Darah)
4. Puser (Pusar)

Kakang Kawah
Yang disebut dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir
ke alam dunia ini dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air
ketuban akan keluar terlebih dahulu guna membuka jalan untuk lahirnya si jabang
bayi ke dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka
masyarakat Kejawen menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini
dikenal dengan istilah Kakang Kawah.

Adhi Ari-Ari
Sedangkan yang disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri.
Urutan kelahiran jabang bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang
bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena ari-ari tersebut muncul
setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan sebutan
Adhi/adik Ari-ari.

Getih
Getih memiliki arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh
air ketuban, ia juga dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam
sekujur tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar dan berwujud seperti kita ini.

Puser
Istilah Puser adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu
dengan anak yang ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang
dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga ikut menikmati makanan tersebut dan
disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si jabang bayi untuk
bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya pasti lebih erat
lantaran terjadinya kerjasama yang rapi untuk meneruskan keturunan. Semuanya itu
atas kehendak dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.

Ketika seorang jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur
itu keluar dari tubuh si ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Gusti Allah ditakdirkan
untuk menjaga setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka bila masyarakat
Kejawen hingga kini mengenal adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak mata
itu secara lengkap yaitu
�KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, KALIMO PANCER�.

Pancer
Lalu siapakah yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah
Pancer itu adalah si jabang bayi itu sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang
berwujud manusia, maka dialah pancer dari semua �saudara-saudara�nya yang tak
tampak itu.

Kesamaan Dengan Islam


Antara ajaran Kejawen dengan Islam ada kesamaannya. Dalam Islam disebutkan bahwa
setiap manusia dijaga oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Tuhan. Siapa saja
malaikat-malaikat itu? Malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Gusti Allah untuk
setiap manusia itu antara lain, Jibril, Mikail, Izroil dan Isrofil.

Nah, kesamaan antara ajaran Kejawen dan Islam tersebut yakni Kakang Kawah yang
disebutkan sebagai pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam dianggap sama dengan
Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah yang membuka jalan bagi keselamatan
sang bayi hingga lahir ke dunia.

Sedangkan Adhi Ari-ari yang disebut-sebut di dalam ajaran Kejawen, di dalam Islam
dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari itulah si jabang
bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang ibu.

Sementara Getih (darah) , bagi orang Kejawen, pada pemahaman orang Islam dianggap
sama dengan keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Buktinya, jika tidak ada
darahnya, apakah manusia bisa hidup?

Yang terakhir adalah Puser. Dalam pemahaman masyarakat Kejawen, Puser adalah
sambungan tali udara (napas) antara sang ibu dengan anaknya. Nah, pada pemahaman
Islam, Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup Sangkakala). Meniup
sangkakala menjelang kiamat Qubro (kiamat Besar) adalah dengan napas.

Oleh karena itu, kita wajib mengenali siapa penjaga-penjaga tak nampak yang sudah
diperintahkan Gusti Allah untuk senantiasa mendampingi kita. Dengan kita mengenali
keberadaan mereka, akhirnya mereka nantinya bisa mawujud (berwujud). Dan yang perlu
diingat lagi, jika kita sudah melihat wujud mereka, maka hendaknya kita senantiasa
memuji atas kebesaran Gusti Allah yang Maha Agung. Karena atas titah Gusti Allah-
lah kita semua bisa hidup berdampingan dengan penjaga-penjaga yang disebut dengan
Sedulur Papat, Kalimo Pancer.

Dua Hakekat Hidup

Manusia hidup di dunia ini sebenarnya memiliki dua hakekat. Dua hakekat hidup
tersebut sebenarnya juga merupakan janji seorang manusia kepada sang Khalik sebelum
manusia dilahirkan ke dunia ini. Dua hakekat hidup itu sendiri juga merupakan
perintah Tuhan yang harus dijalankan selama hidup di dunia. Apakah dua hakekat
hidup itu?

Masyarakat Jawa mengenal dua hakekat hidup tersebut yaitu tansah eling manembah
marang Gusti Allah lan apik marang sak padan-padaning urip. Hakekat hidup yang
dikenal oleh masyarakat Jawa tersebut juga dikenal dalam ajaran Islam dengan
istilah Hablum Minnallah (selalu menyembah Allah) dan Hablum Minna Nass (berbuat
baik pada sesama umat).

Dua hakekat kehidupan tersebut harus senantiasa kita ingat. Pasalnya, jika kita
tidak ingat terhadap dua hakekat hidup tersebut, maka kita akan terkena bencana
karena ulah kita sendiri. Misalkan, kita tidak berbuat baik terhadap sesama
manusia, maka secara langsung maupun tidak langsung, kita tidak akan disenangi
manusia lainnya yang ada di sekitar kita. Itu masih masalah hubungan dengan
manusia. Nah, kalau hubungan dengan TUhan malah harus lebih baik lagi. Kalau
dimusuhi manusia, kita masih bisa berlagak sombong dengan mengatakan tak butuh
bantuan dari si fulan yang memusuhi kita, tetapi kalau dimusuhi oleh Gusti Allah,
kepada siapa kita berlindung dan meminta pengayoman hidup?

Dua hakekat kehidupan itulah yang harus kita pegang dalam hidup ini. Kalau Anda
tidak percaya, silakan Anda mengingkari dua hakekat kehidupan itu dan lihatlah apa
yang akan terjadi pada Anda. Oleh karena itu, hayatilah dua hakekat hidup itu
sebelum melangkah pada penyembahan Gusti Allah yang maha sempurna. Itu sebagai
bukti bahwa kita telah menjalankan apa yang diperintahkan Gusti Allah kang Maha
Adil untuk merengkuh CintaNYA.

Butir-Butir Budaya Jawa


Hanggayuh Kasampurnaning Hurip Berbudi Bawalesana
Ngudi Sejatining Becik

Ketuhanan
1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki
saisine dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe.
2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro
wani ngaku pangeran.
3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan.
4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi.
5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran.
6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora
kasat mata.
7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane.
8. Pangeran iku maha welas lan maha asih hayuning bawana marga saka kanugrahaning
Pangeran.
9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa
murungake.
10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran.
11. Pangeran iku ora sare.
12. Beda-beda pandumaning dumadi.
13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya
yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka
karsaning Pangeran.
14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira.
15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae.
16. Purwa madya wasana.
17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad.
18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing
bisa murungake.
19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan
seneng gawe sangsaraning liyan.
20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing
Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa.
21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo
benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran.
22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen
ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala.
23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa
lan manungsa asale saka Pangeran.
24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran.
25. manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran.
26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding
Pangeran.
27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen
manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran.
28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa.
29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa.
30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan
anyar kang diperlokake.
31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran.
32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen
manungsa mau bisa diarani Pangeran.
33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah
alus nanging aja ngina titah alus.
34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu
titah alus.
35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa.
36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau.
37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun
marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah.
38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging
minangka utusaning Pangeran.
39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa
kanugrahaning Pangeran.
40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku
sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur.
41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa.
42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna.

Kerohanian
1. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira.
2. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran.
3. Titah alus iku ana patang warna, yakuwi kang bisa mrentah manungsa nanging ya
bisa mitulungi manungsa, kapindho kang bisa mrentah manungsa nanging ora mitulungi
manungsa, katelu kang ora bisa mrentah manungsa nanging bisa mitulungi manungsa,
kapat kang ora bisa mrentah manungsa nanging ya ora bisa mrentah manungsa.
4. Lelembut iku ana rong warna, yakuwi kang nyilakani lan kang mitulungi.
5. Guru sejati bisa nuduhake endi lelembut sing mitulungi lan endi lelembut kang
nyilakani.
6. Ketemu Gusti iku lamun sira tansa eling.
7. Cakra manggilingan.
8. Jaman iku owah gingsir.
9. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku
bagusing ati.
10. Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang
durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran.
11. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit
samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini.
12. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang
sapadha-padhaning tumitah.
13. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh
alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune.
14. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung
wikan.
15. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa
senggolan, adoh tanpa wangenan.
16. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan.
17. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi.
18. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe.
19. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi
nampa kanugrahaning Gusti.
20. Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-
ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut.
21. Sing sapa nyembah lelembut ikut keliru, jalaran lelembut iku sejatine
rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran.
22. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung
weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran.
23. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan
diwelehake dening tumindake dhewe.
24. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira,
jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan.
25. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira
tansah eling.

Kemanusiaan
1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana.
2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane.
3. Ati suci marganing rahayu.
4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati.
5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi..
6. Jer basuki mawa beya.
7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe.
8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan.
9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lang legawaning ati, darbe
sipat berbudi bawaleksana.
10. Ngunduh wohing pakarti..
11. Ajining dhiri saka lathi lan budi.
12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku
kalebu utusaning Pangeran.
13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma
linuwih.
14. Tentrem iku saranane urip aneng donya.
15. Yitna yuwana lena kena.
16. Ala ketera becik ketitik.
17. Dalane waskitha saka niteni.
18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa.
19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku
kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara.
20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk
buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane
dumunung ana ing sekujur badan.
21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake
loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana.
22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe.
23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati,
kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang.
24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom
umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih,
endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom
umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih.
25. Sing sapa lena bakal cilaka.
26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada.
27. Andhap asor.
28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada.
29. Sing sapa salah seleh.
30. Nglurug tanpa bala.
31. Sugih ora nyimpen.
32. Sekti tanpa maguru.
33. Menang tanpa ngasorake
34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung
35. Mumpung anom ngudiya laku utama.
36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah
kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal
ilang lan ora kelingan.
37. Sing sapa temen tinemu.
38. Melik nggendhong lali.
39. Kudu sentosa ing budi.
40. Sing prasaja.
41. Balilu tau pinter durung nglakoni.
42. Tumindak kanthi duga lan prayogo.
43. Percaya marang dhiri pribadi.
44. Nandur kebecikan.
45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya
dhisik.
46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining
Pangeran.
47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah
rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka
iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking.
48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwing
gedhe katimbang apa kang wis ditindakake.

Ngaji dari Kitab 'Kering' dan 'Basah'

Seperti telah banyak disinggung-singgung sebelumnya, bahwa di dunia ini GUSTI ALLAH
menciptakannya secara berpasang-pasangan. Ada siang-ada malam, Ada baik-ada buruk,
Ada besar-ada kecil. Demikian pula Gusti Allah menciptakan Kitab ajaran bagi
manusia itu berpasangan. Ada Kitab secara agama, seperti Al Qur'an, Injil, Taurat,
Zabur dan lain-lain yang disebut 'kitab kering'. Selain itu, GUSTI ALLAH juga
menciptakan kitab yang disebut 'kitab teles (kitab basah)'. Apakah kitab basah itu?
Kitab 'basah' itu adalah semua ciptaan GUSTI ALLAH di muka bumi ini.

Kitab 'kering' dan 'basah' itu sama-sama merupakan petunjuk dari GUSTI ALLAH pada
semua umat manusia yang ada di dunia ini. Jadi, selain mengaji pada 'kitab kering',
kita juga harus mengaji pada 'kitab basah'. GUSTI ALLAH dalam sebuah surat di Al
Qur'an berfirman yang kurang lebihnya berbunyi "Berjalan-jalanlah kamu dimuka bumi,
maka kamu akan mengetahui kekuasaanKU bagi orang-orang yang berpikir".
Dari arti ayat Al Qur'an tersebut yang perlu diperhatikan adalah kata-kata
'berjalan-jalan di muka bumi' dan 'bagi orang-orang yang berpikir'. Apakah maksud
kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu bermaksud bahwa semua yang ada di muka bumi
ini, apakah itu hewan, tumbuhan, gunung, sungai, awan, langit, dan masih banyak
lagi adalah merupakan kekuasaan GUSTI ALLAH. Demikian pula dengan manusia. GUSTI
ALLAH menyempurnakan kehidupan manusia sebagai makhluk paling mulia di muka bumi.

Sedangkan kata-kata 'bagi orang-orang yang berpikir', merupakan sindiran dari GUSTI
ALLAH kepada kita manusia. Artinya, apakah kita termasuk orang-orang yang berpikir
dan menggunakan otak kita untuk memahami kekuasaan GUSTI ALLAH atau tidak. Atau
malah pikiran kita yang buta dan termasuk orang yang tidak berpikir tentang
kekuasaan GUSTI ALLAH.

Sebagai makhluk mulia, seharusnya kita yang dibekali dengan pikiran dan akal sehat
harusnya menggunakan pikiran dan akal sehat itu untuk meneliti, mempelajari,
setelah itu, memuji kehebatan ciptaan GUSTI ALLAH, selanjutnya adalah Manembah
(menyembah) GUSTI ALLAH dengan penuh keyakinan.

Coba Anda perhatikan, Dalam surat Al Qur'an juga disebutkan bahwa dalam penciptaan
Siti Hawa, GUSTI ALLAH mengambil salah satu tulang rusuk Nabi Adam. Apa buktinya?
Ternyata kita bisa membuktikannya lewat hasil rongent antara seorang laki-laki dan
perempuan. Tulang rusuk laki-laki jumlahnya 9, sedangkan tulang rusuk perempuan
berjumlah 10. Bukankah itu tanda-tanda yang cukup jelas bagi orang-orang yang
berpikir?

Coba Anda pelajari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu daunnya berwarna hijau


ketika masih muda, lalu mulai berubah hijau kekuningan, dan berlanjut menjadi
kuning kemudian rontok. Apa yang bisa kita pelajari dari situ? Ternyata kita
manusia ini juga mengalami proses hidup layaknya tumbuh-tumbuhan, dari muda
(hijau), remaja dan dewasa (hijau kekuningan) dan masa tua (kuning), kemudian mati
(rontok).

Dari berbagai contoh di atas, setidaknya menjadi pertimbangan bagi Anda semua.
Bahkan yang dipikirkan di dunia ini tidak melulu hanya harta dunia yang tidak kekal
saja. Tetapi juga memikirkan ciptaan GUSTI ALLAH.

Coba Anda lebih banyak memikirkan makhluk-makhluk ciptaan GUSTI ALLAH yang ada di
muka bumi. Pasti! Anda akan menjadi lebih dekat dengan sang Pencipta. Tidak ada
Tuhan selain GUSTI ALLAH semata.

SANGKAN PARANING DUMADI


Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan untuk memahami filosofi Kejawen yang
berbunyi "Sangkan Paraning Dumadi". Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak
banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan
Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahuikemana tujuan kita setelah hidup kita
berada di akhir hayat.

Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari
Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia lebih suka menghabiskan waktu hari
raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi
Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu
kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya.

Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang dhandanggula warisan para leluhur
yang sampai detik ini masih terus dikumandangkan.

Kawruhana sejatining urip/


(ketahuilah sejatinya hidup)
urip ana jroning alam donya/
(hidup di dalam alam dunia)
bebasane mampir ngombe/
(ibarat perumpamaan mampir minum)
umpama manuk mabur/
(ibarat burung terbang)
lunga saka kurungan neki/
(pergi dari kurungannya)
pundi pencokan benjang/
(dimana hinggapnya besok)
awja kongsi kaleru/
(jangan sampai keliru)
umpama lunga sesanja/
(umpama orang pergi bertandang)
njan-sinanjan ora wurung bakal mulih/
(saling bertandang, yang pasti bakal pulang)
mulih mula mulanya
(pulang ke asal mulanya)

Kemanakah kita bakal 'pulang'?


Kemanakah setelah kita 'mampir ngombe' di dunia ini?
Dimana tempat hinggap kita andai melesat terbang dari 'kurungan' (badan jasmani)
dunia ini?
Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke dunia ini?
Itu adalah suatu pertanyaan besar yang sering hinggap di benak orang-orang yang
mencari ilmu sejati.

Yang jelas, beberapa pertanyaan itu menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah tempat
yang
langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja. Oleh karena itu, tidak ada
salahnya jika kita menyimak tembang dari Syech Siti Jenar yang digubah oleh Raden
Panji Natara dan digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:

"Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki ngalame wong urip,
akerat kuwi ngalame wong mati; mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang
kahanan ing donya, sarta suthik aninggal donya." ("Terbalik pendapatmu, mengira
dunia ini alamnya orang hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat
lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam dunia")

Pertanyaan yang muncul dari tembang Syech Siti Jenar adalah:


Kalau dunia ini bukan alamnya orang hidup, lalu alamnya siapa?

Syech Siti Jenar menambahkan penjelasannya:


"Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki anane swarga lan naraka,
tegese, bungah lan susah. Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng,
ora ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan." (Kenyataannya, dunia
ini alamnya orang mati, iya di dunia ini adanya surga dan neraka, artinya senang
dan susah. Setelah kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng,
tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin, wali ataupun
bajingan")

Dari pendapat Syech Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa hidup di dunia ini yang
serba berubah seperti roda (kadang berada di bawah, kadang berada di atas), besok
mendapat kesenangan, lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup
yang sejati ataupun langgeng.

Wejangan beberapa leluhur mengatakan:


"Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati". (hidup yang sejati itu adalah
hidup yang tidak bisa terkena kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. Tetapi
permasalahan yang muncul adalah, siapkah kita menghadapi hidup yang
sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada kehidupan di dunia yang serba
fana?

Ajaran para leluhur juga menjelaskan:


"Tangeh lamun siro bisa ngerti sampurnaning pati,
yen siro ora ngerti sampurnaning urip."
(mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna,
jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna).

Oleh karena itu, kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna dan
mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian yang sempurna pula.

PUASA ALA KEJAWEN

Puasa dan tapa adalah dua hal yang sangat penting bagi peningkatan spiritual
seseorang. Disemua ajaran agama biasanya disebutkan tentang puasa ini dengan
berbagai versi yang berbeda. Menurut sudut pandang spiritual metafisik, puasa
mempunyai efek yang sangat baik dan besar terhadap tubuh dan fikiran. Puasa dengan
cara supranatural mengubah sistem molekul tubuh fisik dan eterik dan menaikkan
vibrasi/getarannya sehingga membuat tubuh lebih sensitif terhadap energi/kekuatan
supranatural sekaligus mencoba membangkitkan kemampuan indera keenam seseorang.

Apabila seseorang telah terbiasa melakukan puasa, getaran tubuh fisik dan eteriknya
akan meningkat sehingga seluruh racun,energi negatif dan makhluk eterik negatif
yang ada didalam tubuhnya akan keluar dan tubuhnya akan menjadi bersih. Setelah
tubuhnya bersih maka roh-roh suci pun akan datang padanya dan menyatu dengan
dirinya membantu kehidupan nya dalam segala hal.

Didalam peradaban/tradisi pendalaman spiritual ala kejawen, seorang penghayat


kejawen biasa melakukan puasa dengan hitungan hari tertentu (biasanya berkaitan
dengan kalender jawa). Hal tersebut dilakukan untuk menaikkan kekuatan dan
kemampuan spiritual metafisik mereka dan untuk memperkuat hubungan mereka dengan
saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut SADULUR PAPAT KALIMA PANCER.

Apapun nama dan pelaksanaan puasa, bila puasa dilakukan dengan niat yang tulus,
maka tak mungkin akan membuat manusia yang melakoninya celaka. Bahkan medis mampu
membuktikan betapa puasa memberikan efek yang baik bagi tubuh, terutama untuk
mengistirahatkan oragan-oragan pencernaan.

Intinya adalah ketika seseorang berpuasa dengan ikhlas, maka orang tersebut akan
terbersihkan tubuh fisik dan eteriknya dari segala macam kotoran. Ada suatu konsep
spiritual yang berbunyi �matikanlah dirimu sebelum engkau mati�, arti dari konsep
tersebut kurang lebih kalau kita sering �menyiksa� tubuh maka jiwa kita akan
menjadi kuat. Karena yang hidup adalah jiwa, raga akan musnah suatu saat nanti.
Itulah sedikit konsep spiritual jawa yang banyak dikenal.

Para penghayat kejawen telah �menemukan� metode-metode untuk membangkitkan spirit


kita agar kita menjadi manusia yang kuat jiwanya dan luas alam pemikirannya, salah
satunya yaitu dengan menemukan puasa-puasa dengan tradisi kejawen. Atas dasar
konsep �antal maut qoblal maut� diatas puasa-puasa ini ditemukan dan tidak lupa
peran serta para ghaib, arwah leluhur serta roh-roh suci yang membantu membimbing
mereka dalam peningkatan spiritualnya.

Macam-macam puasa ala Kejawen :

1. Mutih
Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih
dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi (seperti
gula, garam dll.) jadi betul-betul hanya nasi putih dan air puih saja. Sebelum
melakukan puasa mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu
sebelumnya dan membaca mantra ini : �niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged,
putih kaya bocah mentas lahirdipun ijabahi gusti allah.�

2. Ngeruh
Dalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja.
Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.

3. Ngebleng
Puasa Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang
yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar,
atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya
seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama
sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu
atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa
ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya
untuk buang air saja.

4. Pati geni
Puasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh
keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa
ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika
seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan
didalam kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya). Ini adalah mantra puasa
patigeni : �niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni
genine napsu angkara murka krana Allah taala�.

5. Ngelowong
Puasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa
Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan
tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.

6. Ngrowot
Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur
seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja!
Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang
sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.

7. Nganyep
Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya.
Hampir sama dengan Mutih , perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan
ketentuan tidak mempunyai rasa.

8. Ngidang
Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu
tidak diperbolehkan.

9. Ngepel
Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan
dalam sehari satu kepal nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga
kepal nasi sehari.

10. Ngasrep
Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya
diperbolehkan 3 kali saja sehari.

11. Senin-kamis
Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini
identik dengan agama islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.
12. Wungon
Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.

13. Tapa Jejeg


Tidak duduk selama 12 jam

14. Lelono
Melakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini
dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).

15. Kungkum
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan
sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini.

Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai berikut :


a) Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila
(duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher.
b) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai
c) Menghadap melawan arus air
d) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak
lumpur didasar sungai
e) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana
f) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan
dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya
kungkum hanya 15 menit).
g) Tidak boleh tertidur selama Kungkum
h) Tidak boleh banyak bergerak
i) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi
dulu)
j) Pada saat akan masuk air baca mantra ini :
�Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga,
Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.�
k) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada
l) Nafas teratur
m) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya

16. Ngalong
Tapa ini juga begitu unik. Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah
dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang
menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar).
Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni
tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa
Ngrowot.

17. Ngeluwang
Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan
keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk
mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah
tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah
seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-
hal yang mengerikan (seperti arwah gentayangan, jin dlsb). Sebelum masuk kekubur,
disarankan baca mantra ini :
� Niat ingsun Ngelowong, anutupi badan kang bolong siro mara siro mati, kang ganggu
maang jiwa insun, lebur kaya dene banyu krana Allah Ta�ala.�

Dalam melakoni puasa-puasa diatas, bagi pemula sangatlah berat jika belum terbiasa.
Oleh karena itu disini akan dibekali dengan ilmu lambung karang. Ilmu ini berfungsi
untuk menahan lapar dan dahaga. Dengan kata lain ilmu ini dapat sangat membantu
bagi oarang-orang yang masih ragu-ragu dalam melakoni puasa-puasa diatas. Selain
praktis dan mudah dipelajari, sebenarnya ilmu lambung karang ini berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang kebanykan harus ditebus/dimahari dengan puasa.

Selain itu syarat atau cara mengamalkannyapun sangat mudah, yaitu :


1. Mandi keramas/jinabat untuk membersihkan diri dari segala macam kekotor
2. Menjaga hawa nafsu.
3. Baca mantra lambung karang ini sebanyak 7 kali setelah shalat wajib 5 waktu,
yaitu :

Bismillahirrahamanirrahim
Cempla cempli gedhene
Wetengku saciplukan bajang
Gorokanku sak dami aking
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu amangan wareg
Ngungakna mekkah madinah
Wareg tanpa mangan
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu angombe
Ngungakna segara kidul
Wareg tanpa angombe
Laailahaillallah Muhammad Rasulullah

Selain melakoni puasa-puasa diatas masyarakat kejawen juga melakukan puasa-puasa


yang diajarkan oleh agama islam, seperti puasa ramadhan, senin kamis, puasa 3 hari
pada saat bulan purnama, puasa Nabi Daud AS dll. Inti dari semua lakon mereka
tujuannya hanya satu yaitu mendekatkan diri dengan Allah SWT agar diterima iman
serta islam mereka.

MELIHAT AURA DIRI

Ini ada sedikit "cara" agar kita bisa melihat aura diri atau orang lain dan juga
berfungsi untuk menajamkan mata bathin serta kekuatan pikiran. ( Lintas Agama )
Caranya :

Siapkan sebatang lilin, lalu nyalakan diruangan gelap


Posisi lilin sejajar dgn mata. ( Duduk bersila ).

Awal "latihan"...tarik nafas sambil baca doa memohon kpd Yang Kuasa 3X...kemudian
tahan nafas lalu keluarkan perlahan. ( Metode pernafasan piramida ).

Konsentrasi penuh dan slalu memohon pada Yang KUasa. Tataplah nyala lilin tsb yang
berwarna biru (ditengah / ujung sumbu lilin ). Tatap terus dan jangan berkedip
semaksimalnya.

Untuk Tahap Awal lakukanlah selama 30 menit. Diusahakan mata jangan sampai
berkedip. Perlahan dan pasti anda akan melihat perubahan warna dililin tsb. Lakukan
terus menerus. Dan diakhiri dgn doa memohon kepda Yang Kuasa sambil tangan dibasuh
kewajah sebanyak 3 kali.

Ingat konsentrasi dan keyakinan penuh. Bila anda sudah berhasil melihat minimal 5
warna dari 7 warna yang ada, mudah2an anda sudah bisa melihat aura sendiri atau org
laen.

Membedakan Suara Hati

Manusia terlahir ke alam dunia ini dibekali dengan 'hati'. Hati yang dimaksud
disini bukanlah hati yang sesungguhnya, melainkan abstrak. Di hati inilah kita
sering merasakan sakit, sedih, gembira maupun senang. Semuanya bisa dirasakan dalam
hati. Tapi hati yang ada di setiap umat manusia itu bisa berbicara dan bercakap-
cakap dengan diri kita sendiri. Untuk bisa memahami suara hati tersebut perlu
kiranya kita mengetahui ciri-ciri suara hati (hati nurani) yang merupakan suara
GUSTI ALLAH lewat GURU Sejati.

Hati manusia itu terbagi menjadi dua yaitu:


- hati besar
- hati kecil

HATI BESAR
bisa bersuara dan mengatakan sesuatu kepada kita, tetapi suara-suara itu selalu
berkata bohong. Contohnya, ketika kita sering semedi ataupun shalat, hati besar
kadang-kala mengatakan,"Ibadahmu luar biasa! Tidak ada orang yang semedi-nya
ataupun shalatnya seperti kamu". Bahkan kadangkala hati besar juga menyuruh untuk
menipu, mencuri, emosi dan memaki-maki orang, membunuh dan lain-lain.

Sering kita mendengar berita ada seseorang yang mendengar suara untuk membunuh anak
maupun istrinya agar kesulitan ekonomi yang melilit segera dapat teratasi.
Tragisnya, suara itu malah dianggap sebagai wangsit atau suara ghaib dari GUSTI
ALLAH. Hal itu jelas keliru. Karena hati besar senantiasa berkata bohong dan
menghasut. Siapa penguasa hati besar? Setan dan Iblis, itulah yang menguasai hati
besar kita.

Di Al Qur'an disebutkan bahwa Iblis dan setan itu diberi kesempatan oleh GUSTI
ALLAH untuk menggoda iman manusia hingga terjerumus ke tempat yang nista. Di tempat
itulah kita tinggal menyesali diri. Contohnya, ketika kita sudah melakukan
pembunuhan gara-gara mengikuti perkataan hati besar, maka setan dan iblis pun akan
tertawa terbahak-bahak penuh sukacita. Sementara kita, tinggal menyesali diri di
balik terali besi.

HATI KECIL
Sementara hati kecil juga bisa bersuara dan mengatakan sesuatu kepada kita. Dan
suara-suara yang muncul selalu berkata jujur dan tidak pernah bohong. Hati kecil
juga biasa disebut-sebut sebagai hati nurani. Di hati nurani tiap manusia inilah
GUSTI ALLAH lewat GURU Sejati bersemayam. Ketika berbuat salah, hati kecil
senantiasa menegur apa yang telah kita lakukan.

Lewat hati kecil inilah, manusia tahu apa yang bakal terjadi pada dirinya. Lho,
darimana kok bisa tahu apa yang bakal terjadi? Ya tentu saja dari GUSTI ALLAH yang
menginformasikan pada GURU Sejati dan meneruskan pada kita. Ambil contoh, pernahkah
Anda naik motor? Ketika menaiki motor tersebut Anda merasakan bahwa motor yang Anda
tumpangi akan bocor. Suara di hati Anda begitu kuatnya mengatakan bahwa ban motor
akan bocor, sehingga ban motor tersebut akhirnya bocor sungguhan.

Suara hati kecil inilah yang seharusnya kita dengar. Tetapi kadangkala hati besar
senantiasa mengganggu kita untuk berbincang-bincang dengan hati kecil. Bahkan
sering hati besar menyaru-nyaru dengan berkata lebih bijaksana sehingga kita pun
percaya bahwa suara yang kita dengar itu adalah dari hati kecil.

Untuk bisa melatih agar lebih mendengar suara hati kecil tersebut, hendaknya kita
sering berdiam diri dulu, merenung, sebelum mengambil keputusan tentang apa yang
akan kita lakukan. Ketika berdiam diri dan merenung itulah akan muncul suara baik
dari hati besar maupun hati kecil yang sangat bertolak belakang. Nah, dari suara
dan tutur katanya itulah kita bisa mengetahui cara suara itu diucapkan maupun
bahasanya untuk membedakan antara hati kecil maupun hati besar.

Oleh karena itu, sangatlah hebat sabda dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang
menyatakan bahwa Jihad (perang) yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu.
Sedangkan hawa nafsu itu tempatnya ada di hati besar yang juga tempatnya iblis dan
setan bersemayam. Jika sudah bisa mengalahkan hati besar tersebut, maka kita akan
lebih mudah untuk mendengarkan hati kecil dan selalu dapat berkomunikasi dengan
GUSTI ALLAH.

Istana GUSTI ALLAH di Tubuh Anak Adam

Dalam tubuh setiap manusia itu terdapat istana-istana GUSTI ALLAH. Kita harus
memahami keberadaan istana-istana tersebut agar kita menjadi manungso sejati
(manusia yang sejati). Dimana sajakah istana-istana dari GUSTI ALLAH yang terdapat
dalam tubuh kita?

Istana dari GUSTI ALLAH itu ada di tiga lokasi dalam tubuh kita. Ketiga lokasi
tersebut adalah:

1. Lokasi Pertama di Baitul Makmur


Penjelasannya adalah sebagai berikut: AKU mengatur singgasana dalam Baitul Makmur.
Itulah tempat kesenangan-KU. Tempatnya ada di kepala anak Adam. Dalam kepala anak
Adam terdapat dimak yaitu otak. Diantara dimak/otak itu terdapat manik. Di dalam
manik itu terdapat premana atau pranawa. Di dalam pranawa terdapat sukma. Dalam
sukma ada rahsa. Dalam rahsa ada AKU. Tidak ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

2. Lokasi Kedua di Baitul Muharram


Penjelasannya adalah sebagai berikut: AKU menata singgasana dalam Baitul Muharram.
Itulah tempat Kesukaan-KU. Tempatnya ada di dada anak Adam. Dalam dada itu ada
hati, yang berada diantara hati itu ada jantung. Dalam jantung ada budi. Dalam Budi
ada jinem. Dalam Jinem ada sukma. Dalam sukma ada Rahsa. Dalam Rahsa ada AKU. Tidak
ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

3. Lokasi Ketiga di Baitul Mukadas


Penjelasannya adalah sebagai berikut: AKU mengatur singgasana dalam Baitul Mukadas.
Itulah tempat yang AKU sucikan dan berada pada kemaluan Anak Adam. Dalam kemaluan
laki-laki itu ada pelir. Dalam pelir ada nutfah yakni mani, dalam mani ada madi.
Dalam madi ada manikem. Dalam manikem terdapat rahsa. Dalam rahsa itu ada AKU.
Tidak ada GUSTI ALLAH, selain AKU.

Dengan memahami keberadaan istana-istana itu, setidaknya kita bisa lebih


meningkatkan tapa brata dan lelaku guna bisa lebih mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH.

Kasampurnan Ala Serat Pangracutan

Serat Kekiyasanning Pangracutan adalah salah satu buah karya sastra Sultan Agung
Raja Mataram antara (1613-1645). Serat Kekiyasaning Pangracutan ini juga menjadi
sumber penulisan Serat Wirid Hidayat Jati yang dikarang oleh R.Ng Ronggowarsito
karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat kekiyasanning Pangrautan terdapat
pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. Pada manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning
Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi.

ILMU KESAMPURNAAN

Ini adalah keterangan Serat tentang Pangracutan yang telah disusun Baginda Sultan
Agung Prabu Hanyakrakusuma Panatagama di Mataram atas perkenan beliau membicarakan
dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk mendapatkan kepastian dan
kejelasan dengan harapan dengan para ahli ilmu kasampurnaan.

Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma
Panatagama adalah:

1. Panembahan Purbaya
2. Panembahan Juminah
3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4. Panembahan Juru Kithing
5. Pangeran Kadilangu
6. Pangeran Kudus
7. Pangeran Tembayat
8. Pangeran Kajuran
9. Pangeran Wangga
10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan

1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah

Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi setelah
manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada
jenazahnya.

1) Ada yang langsung membusuk


2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan

Masih banyak pula kejadiannya. Lalu bagaimana hal itu dapat terjadi dan apa yang
menjadi penyebabnya? Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat
disimpulkan suatu pendapat sebagai berikut : Sepakat dengan pendapat Sultan Agung
bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda itu adalah
merupakan suatu tanda karena ada kelainan atau salah kejadian (ketidak-wajaran).
Pada waktu masih hidup berbuat dosa, setelah menjadi mayat pun akan mengalami
sesuatu masuk ke dalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat memasuki proses
sakaratul maut, hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat
memusatkan pikiran untuk menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari
ilmu ma�rifat, seperti berikut ini:

1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun yang senang tenggelam dalam hal kekayaan dan
kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir hayatnya jenazahnya
akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah liat. Sukmanya melayang gentayangan
dan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya. Namun bila pada
saat hidupnya gemar mensucikan diri lahir maupun batin, hal tersebut tidak akan
terjadi.

2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka (gemar mengkoleksi pusaka)
tanpa mengenal batas waktunya, bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akan
teronggok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sanggar. Adapun
rohnya akan menjadi danyang semoro bumi. Walaupun begitu, bila semasa hidupnya
mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup
seadanya dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah mengalami kejadian
seperti di atas.

3. Pada masa hidupnya seseorang yang menjalani lampah (lelaku) tidak tidur tanpa
ada batas waktu tertentu (begadang), pada umumnya disaat kematiannya kelak maka
jenazahnya akan keluar dari liang lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai
hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan. Namun bila pada masa
hidupnya disertai sifat rela, bila meninggal tidak akan keliru jalannya.
4. Siapapun yang tidak bisa mencegah nafsu syahwat atau hubungan seks tanpa
mengenal waktu, pada saat kematiannya kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk
ke dalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya. Sukmanya sering menjelma
menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti menjadi gondoruwo dan
sebagainya yang masih senang mengganggu wanita. walaupun begitu bila mada masa
hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks
dengan wanita yang bukan haknya, semuanya itu tidak akan terjadi.

5. Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani
dalam lampah (lelaku) dan menjalani mati dalamnya hidup (sering bertafakur/semedi),
misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, dengan tutur kata sopan,
sabar dan sederhana, semuanya tidak belebihan dan haruslah tahu tempat situasi dan
kondisinya, yang demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan
jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki.
Kembali menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat menghukum dapat menciptakan
apa saja ada bila menghendaki datang menurut kemauannya. Apalagi bila disertakan
sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti. Oleh karenanya bagi orang
yang ingin mempelajari ilmu ma�arifat haruslah dapat menjalani: Iman, Tauhid dan
Ma�rifat.

2. Berbagai Jenis Kematian

Ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma merasa senang atas segala
pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan
pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian yakni

- Mati Kisas
- Mati kias
- Mati sahid
- Mati salih
- Mati tewas
- Mati apes

- Mati Kisas, adalah jenis kematian karena hukuman mati. Akibat dari perbuatan
orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan
pengadilan atas wewenang raja atau pemerintah.
- Mati Kias, adalah jenis kematian yang diakibatkan suatu perbuatan misalnya:
nafas atau mati melahirkan.
- Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak,
dirampok, disamun.
- Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena
mendapat aib atau sangat bersedih.
- Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir,
tertimpa
pohon, jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
- Mati Apes, adalah suatu kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena santet atau
tenung dari orang lain. Yang demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada
kematian yang sempurna atau kesedan jati bahkan dekat sekali pada
alam penasaran.

Bertanya Sultan Agung: �Sebab-sebab kematian yang mengakibatkan kejadiannya itu


apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang bodoh? Andaikan yang
menerima akibat dari kematian seorang pakar ilmu mistik, mengapa tidak dapat
mencabut seketika itu juga?�

Dijawab oleh yang menghadap : �Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut
menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang
diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja.
Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya, mungkin akan kacau dalam melaksanakannya
tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka kemungkinan besar
dapat mencabut seketika itu juga.

Setelah mendengar jawaban itu Sultan Agung merasa masih kurang puas dan bertanya,
sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan
pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang sependapat oleh
karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan
suatu pendapat yang lebih masuk akal.

Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: �Sabda paduka adalah benar, karena
sebenarnya semua itu masih belum tentu, hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo
sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika, tidak ada yang dapat
menyamainya."

3. Wedaran Angracut Jasad

Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan Kangjeng Susuhunan Kalijogo,


penjelasannya telah diwasiatkan pada anak cucu seperti ini caranya:
�Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan
kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, di dunia aku hidup, sampai di
alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang
kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki�.

4. Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut : �Siapapun yang
menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjizat seperti
para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma�unah seperti
para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng
Susuhunan di Ampel Denta adalah
- Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
- Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
- Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
- Puasa padam api (patigeni), tujuh hari tujuh malam
- Jaga, (tidak tidur) lamanya tiga hari tiga malam
- Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.

Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam caranya :

1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
6. Pati raga selama sehari semalam.

Adapun caranya Pati Raga tangan bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan
lobang tubuh (babagan howo songo), tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem,
batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut.
Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas, nupus,
artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai bersengal-sengal
campur baur.

Perlunya Pati Raga

Baginda Sultan Agung bertanya : �Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?�


Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : �Adapun perlunya pati raga itu, sebagai
sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti,
bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan Meraga Sukma, artinya
berbadan sukma, oleh karenanya dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi,
mengadakan apapun yang dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat
dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di
Dunia ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada
sakaratul maut."

NYALAKAN "LAMPU" HATI

Hidup ini diciptakan oleh GUSTI ALLAH berpasang-pasangan. Ada siang-malam, lelaki-
perempuan, orangtua-anak-anak, besar-kecil, tua-muda, baik-buruk, bahagia-sedih dan
lain-lain. Semuanya itu merupakan pasang-pasangan yang sudah ditetapkan oleh GUSTI
ALLAH. Jikalau hidup kita sedang mengalami kebahagiaan, janganlah lantas kita
bangga. Pasalnya, dibalik kebahagiaan itu pasti ada kesedihan. Tidak mungkin hidup
seseorang di dunia ini bahagia selamanya karena kita semua hidup di alam fana
(tidak abadi).

Demikian juga ketika kita sedang dilanda kesulitan hidup, janganlah berputus-asa.
Karena dibalik kesulitan hidup

itu pasti ada kemudahan. Sering kita mendengar orang bijak yang mengatakan,"Setiap
peristiwa pasti ada hikmahnya". Bahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri lewat
hadistnya pernah mengungkapkan beberapa hal penting.

Apa itu?

1. Ingatlah sehat-mu sebelum sakit


2. Ingatlah muda sebelum tua
3. Ingatlah kaya sebelum miskin
4. Ingatlah lapang sebelum sempit
5. Ingatlah hidup sebelum mati

Hidup bahagia itu bisa dicapai jika hati kita terlepas dari gundah gulana, tidak
ada kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan untuk menghadapi hidup ini. Dengan hati
yang tenang, maka segala persoalan hidup akan bisa diatasi karena hati yang tenang
akan membuat pikiran kita lebih jernih dalam memandang segala persoalan yang ada
dalam hidup ini.

Bagi masyarakat Kejawen, untuk membuat hati menjadi tenang, maka langkah utama yang
harus dilakukan adalah menyalakan "lampu" dalam hati kita yang gelap. Dengan
begitu, maka hati kita menjadi terang benderang. Bagaimana untuk mendapatkan hati
yang terang benderang? Orang Jawa yang berpaham Kejawen memiliki kiat tersendiri.
Kiat itu adalah dengan jalan bertapa.

Kata-kata bertapa yang dikenal oleh masyarakat Kejawen bukan berarti menyendiri di
hutan ataupun di gunung, tetapi bisa saja bertapa itu dilakukan di perkotaan
ataupun tempat ramai. Contohnya, ada tapa ngrame, dimana si pelaku tapa tidak boleh
masuk ke dalam rumah atau tempat-tempat yang dinaungi atap untuk beberapa hari dan
harus selalu mencari keramaian. Tentu saja hal itu dilakukan semata-mata untuk
mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

TAPA LELONO

Salah satu cara bertapa yang dilakukan oleh masyarakat Kejawen adalah tapa lelono.
Apa itu tapa lelono? Tapa lelono adalah bertapa dengan cara berjalan kaki. Lelaku
jalan kaki tersebut lebih afdhal-nya dilakukan dari jam 12 malam sampai jam
3/subuh. Hakekat dari cara lelaku ini adalah untuk mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH. Lho kok bisa mendekatkan diri dengan jalan kaki? Jika cara berjalan kaki itu
hendaknya diniatkan untuk mencari "lampu" hati sehingga bisa dengan mudah
mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH
Pada saat berjalan kaki itu, kita berbicara sendiri dengan diri kita. Dan pada saat
berjalan tersebut dipergunakan sebagai waktu untuk introspeksi diri. Jadi berjalan
kaki yang kita lakukan tidak sia-sia. Insyaallah dengan cara itu, kita akan
menemukan siapa jati diri kita.

Belajar Ilmu dari Alam

Disadari ataupun tidak, GUSTI ALLAH senantiasa memberikan banyak gambaran pada
manusia lewat ciptaanNYA. Tetapi kebanyakan manusia �tidak berpikir� sehingga
keberadaan alam ciptaan-NYA ini kelihatan biasa-biasa saja.

GUSTI ALLAH menjelaskan lewat kitab suci Al Qur�an yang intinya: �Berjalan-jalanlah
kamu dimuka bumi. Maka kamu akan melihat kekuasaanKU�. Artinya, kita harus cerdas
dan cermat dalam mengamati keberadaan alam semesta itu. Dengan begitu, kita akan
bisa merasa dekat dengan GUSTI ALLAH.

Sebenarnya, sangat mudah untuk menikmati keindahan alam. Orang bisa meluangkan
waktu dengan bertamasya, wisata ke pegunungan, pantai dan lain-lain. Dalam hal
menikmati alam, pandangan antara anak kecil dan orangtua (sudah berumur) akan
berbeda. Coba sesekali perhatikan anak kecil yang tengah berjalan-jalan dan tiba-
tiba mereka melihat sungai yang airnya mengalir deras. Pasti, tanpa pikir panjang
ia akan kepingin untuk mandi di kali itu.

Tapi berbeda dengan orangtua dalam menikmati alam. Para orangtua itu cenderung
tidak melihat keindahan dari sungai itu. Yang indah bagi orangtua ataupun orang
yang sudah dewasa adalah duit. Kemanapun mata memandang, yang dipikirkan hanyalah
duit dan dunia. Padahal yang dilihat indah itu adalah fana dan bakal berubah.
Itulah perbedaan antara anak kecil dan orang tua/dewasa dalam memandang keindahan
alam.

Banyak sekali yang bisa kita pelajari dari alam. Kita bisa belajar tentang ilmu
kesabaran, ilmu kesetiaan, ilmu kepasrahan, ilmu diam dan banyak ilmu lainnya. Lho
kok bisa? Jelas sekali. Lihatlah buktinya.

Belajar Kesabaran
Kalau hendak belajar ilmu kesabaran, maka kita hendaknya belajar pada Bumi yang
kita injak setiap harinya ini. Bayangkan, bumi ini tidak pernah mengeluh meskipun
diinjak-injak ratusan juta manusia. Bumi juga tidak pernah tersinggung meskipun
diludahi, dikencingi bahkan menjadi tempat buangan kotoran manusia. Ia akan dengan
sabar menerima semuanya. Kesabaran apalagi yang bisa mengalahkan bumi ciptaan GUSTI
ALLAH itu? Tapi kalau manusia berbuat semena-mena terhadap bumi, maka Sang PENCIPTA
akan marah dan bumi bakal menggulung dan menimbulkan malapetaka bagi manusia itu
sendiri. Contohnya, tanah longsor dan lainnya.

Belajar Kesetiaan
Jika hendak belajar ilmu kesetiaan, tidak ada salahnya kita belajar pada matahari.
Belajar dalam hal ini bukan berarti menyembah matahari. Tidak! Tetapi kita cukup
melihat, merasakan dan mencontoh kesetiaan matahari yang juga ciptaan GUSTI ALLAH.
Matahari adalah tempat belajar ilmu kesetiaan karena ia dengan setia senantiasa
hadir dari Timur dan terbenam di Barat setiap hari.
Matahari tidak pernah ingkar janji untuk tidak terbit. Ada orang yang guyon dengan
mengatakan, lha kalau mendung bagaimana? Meski mendung, matahari tetap bersinar
meski tertutup mendung. Bukankah ia terus setia?

Belajar Kepasrahan dan Nerimo (Ikhlas)


Jika Anda ingin belajar ilmu kepasrahan dan nerimo (ikhlas), maka tidak ada
salahnya belajar pada laut. Laut yang diciptakan GUSTI ALLAH adalah tempat
mengalirnya beribu-ribu sungai di dunia ini. Kotoran apapun yang dilemparkan
manusia lewat sungai, pasti akan mengalir ke laut. Dan laut akan pasrah menerima
barang-barang buangan itu. Ia tidak pernah mengeluh sedikitpun.
Laut juga akan ikhlas menerima semua air, kotoran atau benda-benda apapun yang
mengalir lewat sungai. Keikhlasan yang ditunjukkan oleh laut adalah keikhlasan
�Lillahi Ta�ala� (semuanya karena ALLAH).

Belajar Ilmu dari Tumbuhan


Kita juga harus belajar dari tumbuhan. Apa alasannya? Alasannya jelas, karena
tumbuhan sejak dari bibit ia hidup, ia cenderung diam. Tapi tahu-tahu lama kelamaan
tumbuhan itu menjadi besar dan memberi manfaat bagi si penanamnya. Bayangkan,
sebuah tumbuhan saja tahu cara menghargai dan berterimakasih pada orang yang
merawatnya. Sedangkan kita manusia ini yang disebut makhluk mulia oleh GUSTI ALLAH,
malah tidak bisa menghargai dan berterimakasih pada GUSTI ALLAH yang telah merawat
kita. Apa layak kita disebut sebagai manusia Rahmatan Lil-alamin (manusia yang
menjadi rahmat bagi alam semesta)?

Kalau kita menghormati alam, berarti kita juga mensyukuri apa yang telah
dianugerahkan GUSTI ALLAH. Bukan malah kita memperTUHAN alam.

MEMAHAMI NYAWA SHALAT


Setiap yang hidup pasti mempunyai nyawa. Sesuatu tidak bisa dikatakan hidup jika
tidak memiliki nyawa. Dalam Islam Kejawen juga diajarkan tentang nyawa, khususnya
tentang doa. Pada sebuah doa, atau ketika melakukan shalat secara syariat, maka
kita harus mengetahui nyawa sebuah shalat. Kalau kita tidak mengetahui nyawa sebuah
shalat, maka tidak akan bisa mengetahui "ruh" dari shalat itu. Intinya, jika kita
tidak mengetahui nyawa dan "ruh" shalat yang kita lakukan, maka shalat kita hanya
sekedar gugur kewajiban semata.

"Tangeh lamun sira bisa ketemu GUSTI ALLAH, yen sira ora bisa mangerteni hakekate
shalat," begitu pesan dari sesepuh kita dulu. Shalat itu menurut Islam Kejawen
adalah senantiasa eling dan menyembah pada GUSTI ALLAH. Seperti sudah dijelaskan
pada tulisan terdahulu bahwa ada 2 hakekat hidup di dunia yaitu
- Tansah eling lan manembah marang GUSTI ALLAH (shalat)
- Apik marang sak pada-padaning ngaurip (berbuat baik pada sesama makhluk)
Salah satu cara eling lan manembah marang GUSTI ALLAH itu jika dilakukan menurut
syariat adalah dengan jalan melakukan shalat.

Banyak dari kita yang tidak tahu, dimanakah nyawa dalam sebuah shalat yang kita
lakukan. Rata-rata orang yang beragama Islam hanya menjalankan shalat sebagai
syarat saja. Artinya, sekedar gugur kewajiban. Padahal, jika mengetahui nyawa
shalat itu sendiri, kita akan bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Dimanakah nyawa
syariat shalat yang dilakukan itu?

Jawabannya: nyawa shalat itu ada pada surat Al-Fatihah. Lho kok bisa? Ya sangat
jelas sekali. Karena sebuah shalat yang kita lakukan tidak akan sah jika tidak
membaca surat Al-Fatihah. Jadi, jika seseorang hanya mampu membaca surat Al-Fatihah
saja, maka shalatnya sudah sah, tapi masih belum bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH.
Jadi, ketika shalat dan membaca surat Al-Fatihah, konsentrasi kita haruslah penuh
untuk bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Lain halnya dengan shalat dimana seseorang
membaca surat Al-Fatihah dengan cepat, tentu saja tidak akan mampu untuk berdialog
dengan GUSTI ALLAH.

Apa sih ayat-ayat dalam surat Al-Fatihah itu? Tentu banyak dari kita yang sudah
mengetahuinya. Surat Al-Fatihah tersebut antara lain berbunyi

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi Rabbil �aalamiin
Ar Rahmaani rrahiim
Maaliki yaumid diin
Iyyaaka na�budu wa iyyaaka nasta�iin
Ihdinas shiraatal mustaqiim
Siraathal ladzii na�an �amta �alaihim,
ghairil maghduu bi�alaihim, walad dhaalliin

Terjemahannya
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan/kiamat
Hanya padamu kami menyembah, dan hanya padamu kami memohon pertolongan
Tunjukkanlah kami Jalan yang Lurus
Jalan yang penuh nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalan
yang sesat.

Perhatikan dengan seksama, betapa hebat dan berbobotnya surat Al-Fatihah itu. Surat
Al-Fatihah tersebut jika dibaca dengan konsentrasi pada GUSTI ALLAH akan sangat
bermanfaat bagi yang membacanya, terserah apapun tujuannya. Tidak salah jika surat
Al-Fatihah tersebut menjadi Ummul Kitab (surat pembuka Al'Quran).

Nyawa Surat Al-Fatihah

Seperti sudah disebutkan diatas bahwa tidak banyak orang yang tahu bahwa Al-Fatihah
sebagai nyawa sebuah shalat, demikian juga tidak banyak orang yang tahu bahwa surat
Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai nyawa di dalamnya. Jadi, bisa dikatakan nyawa
sebuah shalat adalah Al-Fatihah, dan surat Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai
nyawa ataupun "ruh".

Apa nyawa dari surat Al-Fatihah? Nyawa ataupun "ruh" dari surat Al-Fatihah itu
adalah pada ayat yang berbunyi "Iyyaaka na�budu, wa iyyaaka nasta�iin". Mengapa
ayat tersebut menjadi nyawa dari surat Al-Fatihah? Karena ayat tersebut merupakan
perpisahan antara doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH dan doa untuk diri manusia
itu sendiri yang menunjukkan kepasrahan kita sebagai makhluk.

Coba perhatikan surat Al-Fatihah beserta terjemahannya sekali lagi.

Bismillahirrahmaanirrahiim
(Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih & Penyayang) (Doa untuk ALLAH)
Alhamdulillaahi Rabbil �aalamiin
(Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta) (Doa untuk ALLAH)
Ar Rahmaani rrahiim
(Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang) (Doa Untuk ALLah)
Maaliki yaumid diin
(Yang Menguasai hari pembalasan/kiamat) (Doa untuk ALLAH)
Iyyaaka na�budu wa iyyaaka nasta�iin
(Hanya padaMU Kami Menyembah,dan hanya padaMU kami memohon pertolongan)(Doa
Kepasrahan kita)
Ihdinas shiraatal mustaqiim
(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus)(Doa untuk si manusia)
Siraathal ladzii na�an �amta �alaihim,
(Jalan yang penuh nikmat)(Doa untuk si manusia)
ghairil maghduu bi�alaihim, walad dhaalliin
(Bukan jalan orang yang Engkau Murkai dan bukan jalan yang sesat)(Doa untuk si
manusia)

Nah, perhatikan doa tersebut. Dimanakah perpisahan antara doa untuk Allah dan doa
untuk kepentingan si manusia itu sendiri? Perpisahan tersebut adalah pada "Iyyaaka
na�budu, wa iyyaaka nasta�iin" yang menunjukkan bahwa manusia itu tidak mempunyai
kekuatan apapun dan pasrah pada kuasa dari GUSTI ALLAH. Jadi, berkonsentrasilah
ketika membaca perpisahan antara doa untuk ALLAH dan doa untuk kepentingan si
manusia karena hal itu menunjukkan kepasrahan kita pada GUSTI KANG MURBEHING
DUMADI.
Diposkan oleh kejawen di 10:03 2 komentar
Rabu, 2008 Agustus 13
Mencari SANG MAHA GHAIB

- "GUSTI ALLAH, Panjenengan panggenanipun dhateng pundi?


+ "AKU ono ning teleging ati"
- "GUSTI ALLAH. Kulo sampun nyusul Panjenengan dumugi dhateng teleging ati.
Panjenengan
kok mboten wonten. Panjenengan dhateng pundi?
+ "Kowe ora bakal biso nggoleki AKU. AKU ono ning teleging urip. Kowe bisa ketemu
kelawan
AKU yen wis titi mongsone"

Terjemahan:
- "GUSTI ALLAH, dimanakah ENGKAU?
+ "AKU ada di dasar hati (hati sanubari)"
- "GUSTI ALLAH. Saya sudah menyusul ENGKAU di dasar hati. ENGKAU kok tidak ada.
Dimanakah
ENGKAU?
+ "Kamu tidak bakal bisa mencari AKU. AKU ada di dasar hidup. Kamu bisa ketemu AKU
jika
sudah saatnya"

Gambaran dialog di atas menggambarkan betapa sulit dan berlikunya untuk bisa
bertemu dengan Sang Hyang Urip atau GUSTI ALLAH. Kita tidak akan bisa bertemu,
apalagi bersatu dengan GUSTI ALLAH jika belum saatnya. Namun, dari dialog itu kita
bisa tahu bahwa ALLAH itu dekat. Seperti yang dijelaskan GUSTI ALLAH sendiri dalam
Al'Quran "AKU tidak jauh dari urat lehermu sendiri."

Namun orang Jawa memiliki falsafah tersendiri agar tidak putus asa untuk bisa
bertemu Sang Khalik. Falsafah tersebut berbunyi,"Sopo sing temen bakal tinemu."
Yang artinya, "Siapa yang benar-benar mencari, bakal menemukannya". Falsafah
tersebut sangat besar artinya bagi para pendaki spiritual. Setidaknya, kita pasti
bisa bertemu dengan GUSTI ALLAH di alam kematian saat kita hidup di dunia ini.

Lho hidup di dunia ini kok disebut alam kematian? Karena orang hidup di dunia itu
hakekatnya adalah mati, dan orang yang sudah mati itu hakekatnya hidup. Alasannya,
kita hidup di dunia ini selalu diperalat oleh kulit, daging, perut, otak dan lain-
lainnya. Oleh karena itu, saat kita hidup di dunia ini pasti membutuhkan makanan
untuk kita makan. Sarana untuk bisa mendapatkan makanan adalah dengan bekerja
mencari duit.

Nah, kita makan itu sebetulnya hanyalah untuk menunda kematian. Lantaran diperalat
oleh indera, kulit, daging, perut, otak dan lainnya, maka kita ini disebut mati.
Tetapi ketika seseorang itu mati, badan yang bersifat jasad ini ditinggalkan. Yang
hidup hanyalah ruh. Ruh tidak pernah butuh makan, tidur, apalagi butuh duit. Ruh
itu hanya butuh bertemu dengan si Pemilik Ruh.

Di bagian lain pada blog ini pernah dijelaskan perihal "belajarlah mati sebelum
kematian itu datang". Artinya, ketika kita hidup di dunia ini hendaklah kita
belajar mematikan hawa nafsu dan membersihkan segala hal yang bersifat mengotori
hati. Tujuannya semata-mata hanya untuk bertemu dengan GUSTI ALLAH.

Mengapa kita mesti belajar mati? Belajar mati sangatlah penting. Agar nanti ketika
kita mati tidak salah arah dan salah langkah. Lho...bukankah orang mati itu ibarat
tidur menunggu pengadilan dari Hyang Maha Agung? Oh...tidak. Orang mati itu justru
memulai kembali perjalanan menuju ke Hyang Maha Kuasa. Orang Jawa mengatakan dalam
kata-kata bijaksananya,"Urip iku ibarat wong mampir ngombe (Hidup itu seperti orang
yang mampir minum)". Kalau diibaratkan secara detil, orang hidup di dunia ini
sebenarnya mirip seorang musafir yang berjalan, lalu kelelahan, istirahat dan minum
di bawah pohon. Ketika rasa letih dan lelah itu sudah sirna, si musafir itupun
harus kembali melanjutkan perjalanannya. Kemana? Tentu saja ke tempat tujuannya.

GUSTI ALLAH itu dekat, jika sang musafir senantiasa mengingat-ingat tentang GUSTI
ALLAH. Tetapi sebaliknya, GUSTI ALLAH itu jauh ketika sang musafir tersebut lebih
banyak berpikir tentang hal-hal lain yang bersifat duniawi selain GUSTI ALLAH.

Pertanyaannya, Bagaimana untuk bisa bertemu dengan ALLAH? Ibarat kita hendak
bertemu sang kekasih hati, gambaran wajah sang kekasih hati sudah terlukis dalam
benak kita meski lama tak bertemu dan di lokasi yang jauh. "Jauh di mata, dekat di
hati". Oleh karena itu, pertama, GUSTI ALLAH harus selalu terlukis dalam benak
kita. Artinya, kita harus senantiasa eling.

Kedua, GUSTI ALLAH itu bersifat Ghaib. "Mustahil bagi kita yang nyata ini bertemu
dengan yang Ghaib," begitu kata orang rasional. Tapi pendapat itu tidak berlaku
bagi para pendaki spiritual. Seseorang bisa bertemu dengan Sang GHAIB dengan
menggunakan satu piranti khusus. Apakah itu? Piranti itu adalah mata batin. Sebab
GUSTI ALLAH tidak bisa dipandang dengan mata telanjang.

Dari kedua cara tersebut, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kedua cara
tersebut lebih mengandalkan pada piranti yang lebih halus lagi untuk bisa bertemu
dengan GUSTI ALLAH yaitu dengan RASA. Jika RASA itu sudah terbiasa diasah, maka
akan menjadi tajam seperti mata pedang. Cobalah untuk berlatih mengasah RASA dengan
cara belajar mati.

Sampurnaning Urip, Sampurnaning Pati

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang
ana dhihin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun sajatining kang urip luwih
suci, anartani warna, aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma, afngal).

Bahasa Jawa di atas memiliki arti sebagai berikut: Sesungguhnya tidak ada apa-apa,
sejak masih awang-uwung (suwung, alam hampa) belum ada suatu apapun, yang ada
pertama kali adalah Ingsun, tidak ada Tuhan kecuali Aku (Ingsun) sejatinya hidup
yang lebih suci, mewakili pancaran dzat, sifat, asma dan afngal-Ku (Ingsun).

Kalau menilik dari kata-kata tersebut, maka kita akan bisa mawas diri tentang
keberadaan kita sebagai manusia. Kita ini siapa, darimana dan nantinya bakal ke
mana. Ketika terlahir ke alam dunia, manusia masih berbentuk bayi dan tidak membawa
satu lembar kain pun. Saat menjadi bayi itu, kita yang semula tidak perlu disuapi
ketika masih berada di dalam perut ibu, sudah mulai diperkenalkan dengan kejamnya
dunia. Dimana kita harus menangis meronta-ronta untuk bisa mendapatkan makanan
dengan cara disuapi ibu.

Namun ketika kita menginjak pada masa kanak-kanak, tidak ada hal-hal terindah yang
menghiasi kehidupan ini selain bermain dan bermain bersama teman-teman sebaya.
Bahkan ketika melihat sungai, kali ataupun empang yang ada di sekitar rumah kita,
maka kita yang masih kanak-kanak ketika itu melihat keindahan yang luar biasa. Kita
melihat anugerah GUSTI ALLAH yang Maha Besar lewat alam semesta yang diciptakan.
Maka, jangan heran ketika kita melihat gunung, pantai dan lainnya, pandangan kanak-
kanak kita akan mengagumi keindahan alam Sang Pencipta itu.

Waktu pun beranjak dan terus berlalu. Akhirnya masa kanak-kanak kita berganti
dengan masa remaja. Di masa remaja inilah kita sudah mulai menerima unsur-unsur
positif dan negatif dari lingkungan. Tragisnya, di masa ini kita masih belum bisa
memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah. Semuanya ditelan mentah-mentah.
Di masa inilah pembentukkan jiwa terjadi. Kalau yang dominan unsur negatif, maka
seseorang di masa depannya akan diwarnai dengan perilaku yang negatif. Tetapi kalau
unsur positif yang banyak masuk, maka kehidupan orang tersebut di masa depan akan
menjadi lebih terang dan terarah.

Ketika kita mulai menginjak masa dewasa dan sudah memutuskan untuk menikah, maka
keindahan alam semesta ciptaan GUSTI ALLAH yang ketika masa kanak-kanak kita
saksikan, akhirnya musnah. Yang ada adalah berganti dengan pandangan duit, duit dan
duit. Kita disibukkan untuk mencari harta dunia. Semua yang kita lakukan semata-
mata adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Harta dunia itulah yang mulai
menghalang-halangi pandangan kita terhadap keberadaan GUSTI ALLAH.

Buktinya, walaupun kita shalat, meditasi, tafakur ataupun semedi, kadangkala yang
tampak di depan kita hanyalah persoalan-persoalan yang berkutat pada duit.
Pertanyaan besar yang muncul, DULU KITA INI SIAPA, PUNYA APA DAN SEKARANG KITA
PUNYA APA?

Jawabannya mudah, dulu kita ini bayi, kanak-kanak, remaja tidak punya apa-apa.
Tetapi ketika dewasa dan berumahtangga, kita "DITITIPI" oleh GUSTI ALLAH dengan
anak, istri dan harta benda. Tragisnya, kita malah bangga dengan harta benda yang
kita peroleh. "Kekayaan ini adalah hasil kerja kerasku selama ini," ujar kita meski
dalam hati.

Tidak, sekali-kali tidak. Harta benda, anak, istri dan apapun yang kita miliki di
dunia ini bukanlah milik kita. Itu sekedar "TITIPAN" Sang Kuasa. Kalau Anda merasa
memiliki semuanya, mampukah Anda menghalang-halangi bahaya kebakaran yang akan
melumat habis harta benda Anda? Mampukah kita menghalang-halangi nyawa anak kita
yang akan dipanggil oleh GUSTI ALLAH? Bahkan kita sendiri tidak mampu menolak
ketika nyawa kita hendak dicabut dari jasmani ini oleh Tuhan.

SEMUA MILIK GUSTI ALLAH

Pada bait di atas disebutkan kata-kata dzat, sipat, asma, afngal.

ZAT: Semua di dunia ini yang memiliki zat, itu milik GUSTI ALLAH. Coba Anda cari
adakah di dunia ini yang sifatnya bukan zat?

SIFAT: Semua makhluk ataupun benda yang memiliki sifat-sifat adalah milik GUSTI
ALLAH.

ASMA: Asma adalah berarti nama. Semua benda yang ada di dunia ini yang memiliki
nama, adalah milik GUSTI ALLAH. Coba Anda cari makhluk ataupun benda di dunia ini
yang tidak memiliki nama. Selama memiliki nama, itu kepunyaan GUSTI ALLAH.

AFNGAL: Rasa. Semua makhluk ataupun benda di dunia ini yang memiliki rasa, maka
adalah milik GUSTI ALLAH.

Kembali ke pertanyaan dasar: Lalu kita ini punya apa? Jelas, tidak punya apa-apa.
Ketika mati pun kita tidak akan membawa sepeser pun uang. Masihkah kita merasa
sebagai makhluk yang adigang-adigung-adiguno? Jelas tidak. Kita harus pandai-pandai
mepes hawa nafsu agar kita bisa kembali sebagai satria sejati. Satria sejati adalah
manusia yang bisa menemukan sampurnaning urip lan sampurnaning pati (sempurnanya
hidup, dan sempurnanya mati).

3 Titipan GUSTI ALLAH


Dalam hidup ini, setiap manusia selalu mendapatkan pengayoman dari GUSTI ALLAH.
Pengayoman tersebut tidak pernah putus walau sedetik pun. Berbagai kenikmatan di
dunia ini senantiasa kita terima secara gratis. Contohnya, napas kita. GUSTI ALLAH
senantiasa memberikan udara pada kita untuk bernapas dan tidak membayar sepeser pun
alias gratis. Namun kadangkala manusia selalu menganggap kenikmatan itu sebagai
hal-hal yang berbau materi.

Umumnya manusia merasa baru mendapatkan kenikmatan setelah menerima duit dari orang
lain. Mereka mengatakan itu merupakan rejeki. Rejeki dan kenikmatan itu semata-mata
bukanlah materi. Apa yang kita terima dari GUSTI ALLAH berupa kesegaran, kesehatan
dan lainnya, itupun merupakan rejeki dan kenikmatan dari ALLAH. Itu merupakan tanda
bahwa GUSTI ALLAH senantiasa mengayomi setiap diri umatnya. Tidak peduli apakah
umatnya itu memiliki cacat fisik maupun rohani, semuanya selalu mendapatkan
pengayoman dari GUSTI.

GUSTI ALLAH itu juga Maha Adil. DIA menjaga setiap sendi-sendi kehidupan umatnya.
Namun berbeda dengan manusia, rata-rata makhluk yang disebut manusia ini dalam
praktek kehidupan sehari-hari ternyata tidak adil. Ada tiga hal yang patut dijaga
oleh manusia agar seorang manusia itu dikatakan adil dan menjadi "Manungso sejati".
Apa saja itu?

Tiga hal tersebut adalah:


1. Raga
2. Pikiran
3. Jiwa

Ketiga hal tersebut ada dalam setiap tubuh manusia. Raga dalam bahasa Jawa disebut
"Wadag". Pikiran dalam bahasa Jawa disebut "nalar". Sedangkan Jiwa disebut orang
Jawa dengan "suksma". Ketiga hal tersebut antara satu dengan lainnya memiliki
makanan sendiri-sendiri.

Makanan untuk ketiga hal tersebut:


1. Raga (makanannya adalah nasi, roti dsb)
2. Pikiran (makanannya adalah membaca koran, melihat TV, mendengarkan radio dan
tukar pikiran dengan orang lain agar tumbuh pemahaman)
3. Jiwa (makanan dari jiwa adalah "panembah", "Memuji GUSTI ALLAH", Sembahyang,
Sholat dan lainnya, agar muncul rasa tentram dalam hidup ini).

Nah, rata-rata manusia dikatakan tidak bisa adil karena untuk menjaga makanan dari
ketiga hal tersebut saja merasa kesulitan. Padahal, GUSTI ALLAH sudah menitipkan
tiga hal tersebut pada setiap diri dan titipan itu harus dirawat dengan baik oleh
manusia. Kenyataannya malah berkata lain. Manusia umumnya menelantarkan satu dari
ketiga hal tersebut.

Setiap titipan GUSTI ALLAH pada manusia jika kita sebagai manusia menelantarkannya,
maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidup ini. Contohnya, jika kita lebih
mementingkan raga saja dengan makan semua makanan yang ada tanpa diimbangi dengan
kebutuhan Jiwa dan pikiran, maka yang muncul adalah penyakit akibat makanan itu.

Demikian juga ketika kita lebih mementingkan pikiran dimana kita selalu mencari
pemahaman dengan membaca koran dan ilmu pengetahuan lainnya tanpa mempedulikan raga
dan jiwa, maka kita juga akan sakit. Umumnya sakit maag, lever dan lainnya.

Oleh karena itu, ketiga hal tersebut harus dijaga keseimbangannya karena ketiganya
merupakan titipan yang sangat berharga dari GUSTI ALLAH. Kalau ketiga hal tersebut
sudah bisa dijaga dengan seadil-adilnya, maka kita bisa disebut manusia yang
senantiasa menjaga amanah dari GUSTI ALLAH dan digelari sebagai "Manungso Sejati".
Empat Tingkat Mendekatkan Diri

Banyak cara untuk menggali potensi diri untuk bisa mendekat pada GUSTI ALLAH. Salah
satunya adalah dengan cara berdiam diri dan senantiasa mengingat keberadaan TUHAN.
Orang yang beragama Islam menyebut cara berdiam diri mengingat ALLAH itu dengan
sebutan Tafakur.

Tapi pada kebudayaan Jawa, orang menyebut cara itu dengan kata "Semedi". Menilik
dari kata tersebut, Semedi berasal dari kata Samadhi yang juga berasal dari India.
Agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India lebih dulu merambah pulau Jawa
daripada Islam. Mereka memperkenalkan cara untuk lebih khusuk menghadap ALLAH
dengan jalan
Samadhi.

Namun, orang Jawa lebih suka untuk mempermudah pengucapan sehingga tidak sulit
untuk diungkapkan. Akhirnya orang Jawa pun sepakat dengan kata "SEMEDI". Meski
berbeda
ucapan, tetapi artinya sama antara Semedi, Tafakur dan Samadhi yang sama-sama
berupaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Dan kata Semedi, Tafakur maupun Samadhi tersebut akhirnya disesuaikan dengan bahasa
Indonesia yang akhirnya disebut Meditasi. Jadi, kita memiliki empat kata yakni
Meditasi, Semedi, Samadhi dan Tafakur yang semuanya memiliki arti yang sama.

Sebenarnya, antara kata Semedi atau Samadhi dengan meditasi memiliki tingkat kata
yang berbeda. Artinya, Semedi atau Samadhi memiliki tingkat arti yang lebih tinggi
dibandingkan meditasi. Ada empat tahap tingkat untuk mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH dari dasar ke yang paling tinggi yakni perenungan, kontemplasi, meditasi dan
samadhi/semedi.

Perenungan
Untuk tingkat awal yakni Perenungan. Namanya saja, perenungan, maka yang dilakukan
adalah berdiam diri dengan merenungkan penciptaan ALLAH. Dengan melakukan
perenungan
itu, maka akan mampu memiliki wawasan bahwa GUSTI ALLAH itu Maha Besar karena telah
menjaga keseimbangan alam semesta ini.

Kontemplasi
Kontemplasi merupakan upaya berdiam diri, tetapi lebih dalam dibandingkan
perenungan. Artinya, upaya kontemplasi dilakukan sembari dibarengi dengan
konsentrasi terhadap
ALLAH.

Meditasi
Sedangkan Meditasi juga berdiam diri, tetapi lebih terfokus pada relaksasi dan
mencari ketentraman diri. Dengan hati yang tentram, maka akan mampu menggapai GUSTI
ALLAH.

Samadhi/Semedi
Samadhi atau Semedi merupakan langkah berdiam diri dengan khusuk berkonsentrasi
penuh untuk menghadap GUSTI ALLAH. Kadang-kadang saking asyiknya melakukan
Samadhi/Semedi, si pelaku akan lepas dari raganya. Hal ini di kepercayaan Jawa
disebut "NGROGO SUKMO".

Kalau Anda masih dalam tahap perenungan, maka tidak usah berkecil hati. Teruskan
usaha Anda dan yakinlah bahwa Anda akan bisa melakukannya. Yang lebih istimewa
lagi,
tahap-tahap dalam berdiam diri untuk mendekatkan diri pada ALLAH itu apabila
dilakukan setiap hari, maka Anda akan berhasil mendapatkan apa yang Anda cari.
GUSTI ALLAH sangat suka terhadap orang-orang yang berniat untuk mendekatkan diri
padaNYA. Kalau tidak sekarang, kapan lagi Anda akan mendekatkan diri padaNYA?
Ingat, umur kita hanya ALLAH sendiri yang tahu, kita manusia hanya menjalani saja.

BELAJAR PADA GURU SEJATI

Mau tidak mau, makhluk hidup harus mempercayai pada sesuatu yang ghaib. Apabila
tidak mempercayai hal yang ghaib, berarti kita sudah tidak percaya pada GUSTI
ALLAH. Lho kok bisa? Jelas bisa. Alasannya, bukankah GUSTI ALLAH itu ghaib? Antara
manusia dan GUSTI ALLAH terdapat ribuan hijab yang menutupi sehingga kita tidak
bisa melihatNYA secara langsung.

Bahkan kita tidak bisa merabaNYA karena GUSTI ALLAH itu sifatnya tidak wujud.Kalau
wujud, berarti bukanlah GUSTI ALLAH. Itulah yang harus kita jadikan sebagai
pegangan agar kita tidak terperdaya dalam memahami dan menyembah pada yang bukan
GUSTI ALLAH.

Nah, seperti dijelaskan GUSTI ALLAH lewat Al'Quran, ALLAH sendiri sangat dekat.
GUSTI ALLAH dalam Al'Quran menjelaskan yang kurang lebih artinya, "Kalau engkau
bertanya tentang AKU, AKU ini sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari urat lehermu
sendiri." Dari situlah kita bisa melihat bahwa GUSTI ALLAH itu dekat.

Pada tubuh seluruh manusia terdapat GUSTI ALLAH. Dimanakah posisiNYA? GUSTI ALLAH
itu berada pada hati nurani yang paling dalam. Hati manusia dibagi menjadi 2 bagian
yakni hati besar dan hati kecil. Perlu diketahui bahwa hati besar selalu berkata
bohong, menghasut, iri, dengki dan lainnya. Sedangkan hati kecil selalu mengatakan
hal-hal yang bersifat kebaikan, sabar, lembut dll.

Pada hati kecil itulah GUSTI ALLAH bersemayam. Namun kita tidak bisa memburu
keberadaan GUSTI ALLAH dikarenakan adanya ribuan hijab yang menghalangi itu
sendiri. GUSTI ALLAH akan menyatu dan menguasai tubuh kita, jika GUSTI ALLAH
sendiri yang berkehendak.

Dalam pikiran manusia juga dibagi menjadi 2 yaitu pikiran materiil dan spirituil.
Kalau pikiran materiil yang lebih menonjol, tentu manusia itu akan memburu hal-hal
yang bersifat materiil seperti kekayaan, kemakmuran, pangkat, jabatan, lawan jenis
dan lainnya. Namun kalau pikiran spirituil yang menonjol, maka seorang manusia
boleh dikatakan hampir mirip dengan malaikat. Oleh karena itu, antara sisi materiil
dan spirituil haruslah seimbang. Di satu sisi kita wajib bekerja untuk mencari
materi, di sisi lain kita juga wajib untuk manembah dan memuji kebesaran GUSTI.

Untuk mendalami sisi spirituil, GUSTI ALLAH menciptakan piranti yang disebut dengan
GURU SEJATI. Sebetulnya antara GUSTI ALLAH dan GURU SEJATI itu pada prinsipnya
sama. Jika seseorang mulai memiliki keinginan dan kerinduan terhadap TUHAN, maka
GURU SEJATI itulah yang akan memandu untuk lebih bisa mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH.

Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa GURU SEJATI yang ada pada manusia itu
adalah NUR MUHAMMAD. Pendapat itupun ada benarnya. Pasalnya, manusia yang hidup di
dunia ini selalu memiliki NUR MUHAMMAD. NUR MUHAMMAD itulah yang menjadi penghubung
antara seorang manusia dengan GUSTI ALLAH.

Nah, biasanya GURU SEJATI itu senantiasa mengajarkan lewat kata hati kita. Ia
senantiasa menggerakkan rasa dan hati kita untuk selalu mendekat kepada GUSTI.
Bahkan tidak jarang GURU SEJATI juga mengajarkan apa yang harus dilakukan dalam
sebuah ritual. GURU SEJATI bersemayam dalam rasa.

Contohnya, pernahkah Anda merasa kesepian walaupun berada di tengah keramaian? Nah,
kalau Anda sedang dalam posisi seperti itu, cobalah untuk mendengarkan hati kecil
Anda dan mengikuti rasa yang muncul. Sebab kata hati kecil dan rasa itu adalah GURU
SEJATI Anda sendiri. Setiap manusia memiliki GURU SEJATI. Tergantung manusia itu
sendiri apakah GURU SEJATI tersebut lebih banyak didengarkan ataupun lebih memilih
untuk mendengarkan hati besar yang dipenuhi oleh setan.

Untuk itu, kenalilah GURU SEJATI Anda. Dengan mengenali GURU SEJATI Anda, maka Anda
akan bisa selalu 'bermesraan' dengan GUSTI ALLAH. Paling tidak, rasa yang akan
muncul adalah kedamaian dan ketentraman yang ada dalam diri Anda, meskipun Anda
tidak memiliki uang. Penasaran? Coba Anda praktekkan sendiri.

BELAJARLAH MATI SEBELUM KEMATIAN ITU DATANG

"Belajarlah Mati sebelum kematian itu datang". Kata-kata itu sepertinya hanya
sebuah kata iseng yang diucapkan. Tetapi jika kita telaah dan pahami secara rinci,
kata-kata itu mengandung makna yang sangat dalam dan sarat ilmu.

Belajar mati disini bukanlah dalam artian kita harus bunuh diri untuk bisa mengecap
sebuah kematian. Tetapi arti kata belajar mati di sini adalah mematikan segala
bentuk hawa nafsu untuk bisa bertemu dengan Sang Khaliq.

Orang yang beragama Islam juga memiliki kata-kata seperti itu yakni "Sholatlah kamu
sebelum kamu disholati orang lain". Artinya, bagi orang yang beragama Islam harus
menjalankan sholat yang sejati. Bukan sholat yang hanya sekedar "gugur kewajiban"
saja. Tetapi sholat disini adalah mengenal, menghadap, menyembah Allah. Dengan
sholat, kita bisa mengenali Allah. Dengan Sholat kita bisa berbicara dan
berkomunikasi dengan Allah. Seusai sholat, kita akan bisa merasakan kenikmatan
dalam berkomunikasi dengan Allah.

Kembali pada pokok bahasan belajar mati. Dalam hal ini, belajar mati adalah berdiam
diri (meditasi/samadhi) dengan mematikan hawa nafsu, pancaindera dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan nafsu. Semata-mata yang bergerak adalah hati dan rasa. Rasa
sejati dengan bimbingan dari Gusti ALLAH lewat Guru Sejati. Dengan
samadhi/meditasi, maka seseorang bisa mematikan diri sendiri dan berkontemplasi,
konsentrasi menghadap khusuk pada Gusti ALLAH.

Dengan samadhi/meditasi, kita meninggalkan dunia ini untuk sementara waktu dan
memasuki alam lain yakni alam jabarut, malakut hingga alam ilahiah. Dengan memasuki
berbagai alam ini kita akan bisa melihat kebesaran dari Gusti ALLAH akan semua
makhluk ciptaannya. Jika hal itu sering kita lakukan, maka sewaktu-waktu jika kita
dipanggil oleh Gusti ALLAH (meninggal dunia), kita sudah siap.

Mengetuk Pintu Gusti ALLAH


Tidak ada bedanya tatakrama ketika kita bertamu dengan ketika kita menghadap pada
Gusti ALLAH. Kalau kita bertamu ke rumah rekan atau sahabat, tentunya harus
mengetuk pintu terlebih dulu sebelum siempunya rumah keluar. Demikian pula ketika
hendak menghadap pada Gusti ALLAH. Kita harus mengetuk pintuNYA.

Mengetuk pintuNYA itu tidak dalam artian yang sebenarnya. Tetapi dalam artian
meminta ijinNYA untuk bisa masuk ke alamnya. Manusia tidak akan bisa masuk dengan
sendirinya tanpa mengetuk pintu Gusti ALLAH itu. Cara mengetuk pintu tersebut
adalah dengan doa yang disebut dengan doa kunci.
Doa tersebut hendaknya dibaca tujuh kali dengan menahan napas setiap kali
membacanya. Doa tersebut berbunyi:

Gusti Ingkang Moho Suci


Kulo Nyuwun Pangapuro Dhumateng Gusti Ingkang Moho Suci
Sirrullah, Dzatullah, Sifatullah
Kulo Sejatining Satrio Nyuwun Panguoso
Kulo Nyuwun Kanggo Tumindhake Satrio Sejati
Kulo Nyuwun Kanggo Anyirnakake Tumindak Ingkang Luput.

Dengan mengetuk pintu Gusti ALLAH tersebut, maka kita sudah bisa melanglang buana
milik ALLAH yang tidak semua orang bisa memasukinya. Tentu saja, semua itu atas
izin dari Gusti ALLAH sendiri sebagai pemilik alam semesta. Mudah-mudahan artikel
tersebut dapat berguna. Rahayu...Rahayu....Rahayu....

PEPALI KI AGENG SELO (1)

1. pepali-ku ajinen mbrekati tur selamet sarta kuwarasan pepali iku mangkene :
- awja agawe angkuh
- awja ladak lan ajwa jail
- awja ati serakah
- awja celimut
- awja mburu aleman
- awja ladak, wong ladak pan gelis mati
- lan ajwa laku ngiwa

ARTINYA : ajaran hargai agar memberkahi lagipun selamat, sehat pepali itu
demikian :
- jangan berbuat angkuh
- jangan bengis dan jangan jahil
- jangan tamak hatimu
- jangan pun panjang tangan
- jangan memburu pujian
- jangan angkuh, yang angkuh lekat koit
- jangan hendak bersikap negatif/buruk

2. padha sira titirua kaki


jalma patrap iku kasihana
iku arahen sawabe
ambrekati wong iku
nora kena sira wadani
tiniru iku kena
pambegane alus
yen angucap ngarah-arah
yen alungguh nora pegat ngati-ati
nora gelem gumampang

3. sapa sapa wong kang gawe becik


nora wurung mbenjang manggih harja
tekeng saturun-turune
yen sira dadi agung
amarentah marang wong cilik
awja sedaya-daya
mundhak ora tulus
nggonmu dadi pangauban
awja nacah, marentaha kang patitis
nganggowa tepa-tepa

4. padha sira ngestokena kaki


tutur ingsun kang nedya utama
angharjani sarirane
wya nganti seling surup
yen tumpangsuh iku niwasi
hanggung atelanjukan
temah sasar susur
tengraning jalma utama
bisa nimbang kang ala lawan kang becik
rasa rasaning kembang

5. kawruhana pambengkasing kardi


pakuning rat lelananging jagad
pambengkasing jagad kabeh
amung budi rahayu
setya tuhu marang HYANG WIDHI
warastra pira-pira
kang hanggung ginunggung
kasor dening tyas raharja
harjaning rat punika pakuning bumi
kabeh kapiyarsakna

6. poma poma anak putu mami


awja sira ngegungake akal
wong akal ilang baguse
dipun idhep wong bagus
bagus iku dudu mas picis
lawan dudu sandhangan
dudu rupa iku
bagus iku nyatanira
yen dinulu asih semune prakati
patrap solah prasaja

7. lawan awja dhemen ngaji-aji (mujizat)


awja sira kepengin kedhotan
kadigdayan apa dene
awja sira mbedhukun
awja ndhalang lan awja grami
awja budi-sudhagar
awja watak-kaum
kang den ajab mung ruruba
kaum iku padune cukeng abengis
iku kaum sanyata

8. kumbah krakah cukit lan andulit


miwah jagal melanten kumala
iku nora dadi gedhe
wajib sinirik iku
pan wus awja ngaruh-aruhi
awja doyan sembrana
matuh analutuh
niwasi barang karya
wong sembrana temahane nora becik
nyenyenges nanjak-nanjak

9. pae wong MAKRIFAT sejati


tingkah una-unine prasaja
dadi panengran gedhene
eseme kadi juruh
saujare manis trus ati
iku ingaran dhomas
wong bodho puniku
ingkang jero isi emas
ingkang nduwe bale kencana puniki
bola-bali kinenca
10. keh tepane mring sagun ging urip
pan uninga ati tengu gengnya
ingkang sasingkal gedhene
endhog bisa keluruk
miwah geni binakar warih
iku talining barat (angin)
kawruhana iku
manjing atos nora renggang
bisa mrojol ing kerep dipun kawruhi
kang cendhak kethokana

11. awja watak sira sugih wani


awja watak sok ngajak tukaran
awja ngendelke kuwanen
awja watak anguthuh
awja ewanan lan awja jail
awja ati canthula
ala kang tinemu
sing sapa atine ala
nora wurung bilahi pinanggih wuri
wong ala nemu ala

12. poma poma anak putu mami


awja sira mengeran busana
awja ngendelken pintere
awja anggunggung laku
ing wong urip dipun titeni
aketareng basa
katandha ing semu
semu becik, semu ala
sayektine ana tingkah solah muni
katon amawa cahya

13. awja sira amadhakken jalmi


amarentah kaya sato kewan
kebo sapi miwah iwen
awja sira prih weruh
kaya uwong pan nora ngreti
awja kaya si Soma
kebone pinukul
sababe sinau maca
yen bisoa nora beda padha urip
mulane awewuda

14. ayam ginusah yen munggah panti


atanapi lamun mangan beras
kebo ngadhangan bae
iku wong olah semu
lamun sira tetanggan kaki
yen layah ingaruhan
aruhana iku
yen tan layak enengena
apan iku nggemeni darbek pribadi
pan dudu rayatira

15. patrapena rayatira kaki


anak putu sanak presanakan
enakena ing atine
lamun sira amuruk
weruhena yen durung sisip
yen wus ketiwasan
awja sira tutuh
kelangan tambah duraka
yen wus tiwas sira umpah-umpahi kaki
tur iku mundhak apa

16. bumi geni banyu miwah angin


pan srengenge lintang lan rembulan
iku kabeh aneng kene
segara jurang gunung
padhang peteng padha sumandhing
adoh kalawan perak
wus aneng sireku
mulane ana wong ngucap
sapa bisa wong iku njaring angin
jaba jalma utama

17. tama temen tumanem ing ati


atinira tan nganggo was-uwas
waspada marang ciptane
tan ana liyanipun
muhung cipta harjaning ragi
miwah harjaning wuntat
ciptane nrus kalbu
nuhoni ingkang wawenang
wenangira kawula punika pesthi
sumangga ring kadarman

MEPES HAWA NAFSU DI BULAN SURO

Salah satu bulan yang sangat disakralkan bagi orang yang berpaham Kejawen adalah
bulan SURO. Di bulan tersebut, masyarakat Kejawen diwajibkan kembali menelaah
perjalanan hidupnya dan memulai ritual sucinya dengan berbagai cara.

Ada yang melakukan sarasehan, melekan (tidak tidur hingga pagi hari), larung
sesaji, grebeg Suro dan lainnya. Namun semuanya memiliki tujuan yang sama yakni
hanya memuji kebesaran GUSTI ALLAH. Antara ajaran Kejawen dan Islam sebenarnya ada
kesamaannya. Orang berpaham Kejawen menyebut bulan dengan sebutan SURO. Sedangkan
Islam menyebutnya dengan bulan MUHARAM. Bulan SURO atau MUHARAM itu merupakan tahun
baru Jawa dan Islam. Sedangkan tahun baru yang banyak dirayakan oleh masyarakat
seluruh dunia adalah tahun baru Masehi.

Pertanyaan yang muncul, Mengapa berbagai ritual itu mesti dilakukan pada bulan
SURO? Apakah bulan-bulan lain tidak disakralkan dan tidak boleh melakukan ritual?
Boleh-boleh saja. Pada prinsipnya manembah pada GUSTI ALLAH itu tidak terikat oleh
ruang dan waktu. Bukankah kita hidup hakekatnya ada 2 yaitu
1. tansah eling lan manembah marang GUSTI ALLAH tan kendat rino kelawan wengi
(selalu ingat dan menyembah GUSTI ALLAH baik siang maupun malam)
2. Apik marang sakpodo-padaning urip (berkelakuan baik terhadap setiap makhluk
ciptaan TUHAN). Bulan SURO dikatakan merupakan salah satu bulan istimewa karena di
tahun yang baru ini kita wajib untuk menelaah kehidupan yang telah kita lalui untuk
menapaki kehidupan yang akan datang.

Ada kepercayaan pada masyarakat Jawa yang berpaham Kejawen bahwa saking sakralnya
bulan SURO ini, maka tidak boleh ada kegiatan yang tergolong untuk bersenang-senang
seperti pesta pernikahan, mendirikan rumah dan lainnya. Semua itu ada benarnya.
Pasalnya, pada bulan SURO ini setiap masyarakat Jawa wajib untuk mepes hawa nafsu.
Artinya kita wajib introspeksi dengan cara melakukan perjalanan masuk ke dalam
diri. Sebuah perjalanan ritual yang sulit untuk dilalui. Buktinya, ketika kita
nyata-nyata memang bersalah, toh kita masih menuding orang lain yang salah. Ini
sebuah contoh bentuk pengingkaran yang ada dalam diri masing-masing manusia. Dan
sifat itu perlu ditelaah agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Bahkan bulan SURO yang diawali dengan tanggal 1 SURO senantiasa dirayakan
masyarakat Jawa dengan beraneka ritual dan tidak bersifat hura-hura. Itulah
sebabnya bulan SURO menjadi sakral di mata masyarakat Kejawen. SELAMAT TAHUN BARU,
Mugi GUSTI ALLAH tansah maringi eling lan waspodo dhumateng kito sami. RAHAYU!

KEJAWEN

Penganut salah satu aliran kejawen tengah beribadah di Candi Ceto.

Kejawen (bahasa Jawa Kejaw�n) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa
lainnya yang menetap di Jawa. Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena
bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen
merupakan bagian dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika
Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang
ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut "Agami Jawi".

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam
pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih
melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan
sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada
aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Dalam pandangan
demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak
sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun
pembinaan dilakukan secara rutin.

Simbol-simbol "laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang
dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-
bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang
(termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen
dengan praktek klenik dan perdukunan.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama
pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini
sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang
terhadap tantangan perubahan zaman.

Beberapa aliran kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa
jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama
tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara
mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran
agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar

* Sumarah
* Budi Dharma
* Paguyuban Ngesti Tunggal
* Sapta Dharma

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, atau
penghayat ajaran Syekh Siti Jenar.

SABDAPALON

Sabdapalon adalah pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir yang


beragama Hindu dari kerajaan Majapahit di Jawa.

Tidak diketahui apakah tokoh ini benar-benar ada, namun namanya disebut-sebut dalam
Serat Darmagandhul, suatu tembang macapat kesusastraan Jawa Baru berbahasa Jawa
ngoko. Disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu Brawijaya
digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan dari Walisongo
(walaupun pada umumnya dalam sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa Brawijaya
digulingkan oleh Girindrawardhana). Ia lalu bersumpah akan kembali setelah 500
tahun, saat korupsi merajalela dan bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa
dan mengembalikan kejayaan agama dan kebudayaan Hindu (dalam Darmagandhul, agama
orang Jawa disebut agama Buda). Serat Damarwulan dan Serat Blambangan juga
mengisahkan tokoh ini.

Pada tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas
ramalan Sabdapalon tersebut.

Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan revivalis Hindu di Jawa serta di kalangan


aliran tertentu penghayat kejawen. Patung untuk menghormatinya dapat dijumpai di
Candi Ceto, Jawa Tengah.

Sabdapalon seringkali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong, sesama


penasehat Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh ini orang yang
sama atau berbeda. Ada yang berpendapat bahwa keduanya merupakan penggambaran dua
pribadi yang berbeda pada satu tokoh.

Syekh Siti Jenar


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

MAKAM SYEKH SITI JENAR DI DEMAK

Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit,
Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah
satu penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat kontroversial di Jawa,
Indonesia. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya, di masyarakat,
terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu
Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh
Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri.
Ajaran - ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya.
Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi
pekerti.

Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang bertentangan dengan cara
hidup Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo
terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh
Walisongo.

Daftar isi
1 Konsep dan ajaran
o 1.1 Manunggaling Kawula Gusti

* 2 Pengertian Zadhab
o 2.1 Hamamayu Hayuning Bawana
* 3 Kontroversi
* 4 Kisah pada saat pasca kematian
* 5 Pranala luar

Konsep dan ajaran


Kenetralan sebagian atau keseluruhan artikel ini dipertentangkan.
Silakan melihat pembicaraan di halaman diskusi artikel ini.

Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang
hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut.
Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai
kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut
sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.

Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum


negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan
sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti
ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang
lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru
berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian.

Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di
dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu.
Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah
perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan
kesamaan sifat manusia dan Tuhan.

Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat (dengan


menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan
amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat,
dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat,
kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa setelah
memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan.

Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang
ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syech Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami
setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syech. Para ulama
mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh
Syech Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang
harus disampaikan adalah pada tingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaran Siti Jenar
sudah memasuki tahap 'hakekat' dan bahkan 'ma'rifat'kepada Allah (kecintaan dan
pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan
oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata 'SESAT'.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama.
Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah
zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing - masing menyembah dengan menyebut nama yang
berbeda - beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh
karena itu, masing - masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat
pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.

Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip
ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga
atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.

Manunggaling Kawula Gusti

Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah
menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti
bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat
kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi
sangat dekat dengan Tuhannya.

Dan dalam ajarannya, 'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di dalam diri manusia
terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang
menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah
Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)")>. Dengan demikian ruh manusia
akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.

Perbedaan penafsiran ayat Al Qur'an dari para murid Syekh Siti inilah yang
menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu
polemik paham 'Manunggaling Kawula Gusti'.

Pengertian Zadhab

Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang mengalami
hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau kegilaan
berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.

Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika keinginannya sudah
lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanya Allah, Allah,
Allah dan Allah.... disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi hanya Allah yang
berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini.... dan inilah
yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada
AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah
ditetapkan Allah untuk manusia.Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan,
semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan
menjerumuskannya.

Seperti contohnya Lia Eden dll... mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah
tanpa pembimbing yang telah melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa
ini maka hamba tersebut harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia
lain seperti juga Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak
mau turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa AS.Maka Nabi ISA
diangkat Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya
menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut "MUKSO" ruh beserta
jasadnya diangkat Allah.

HAMAMAYU HAYUNING BAWANA

Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu
rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa
memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.

Kontroversi

Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar.
Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan
Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung
pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging
atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan
mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir
ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat.
Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar
yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan
Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan
Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon
akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana
perguruan Siti Jenar berada.[rujukan?]

Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti
Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali
yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu
adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan
Geseng.

Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut
dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot
ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan)
sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya
menghendaki.[rujukan?]

Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini
diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai
yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri
"kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di
hadapan para wali.[rujukan?]

Kisah pada saat pasca kematian

Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di
Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau
memancar dari jenazah Siti Jenar.

Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali.
Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama
lain.

Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti
jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan
adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.

Pranala luar

� (en) Syekh Lemah Abang


� (id) Resensi buku : Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti
Jenar
(id) Resensi buku : Syekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa
Aliran Ilmu Gaib yang bekembang di Indonesia

Ilmu Gaib

Sebelum membahas Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen, kita akan memperjelas dulu
pengertian Ilmu Gaib yang kita pakai sebagai istilah di sini. Ilmu Gaib adalah
kemampuan melakukan sesuatu yang tidak wajar melebihi kemampuan manusia biasa,
sering juga disebut sebagai Ilmu Metafisika, Ilmu Supranatural atau Ilmu Kebatinan
karena menyangkut hal-hal yang tidak nampak oleh mata. Beberapa kalangan menganggap
Ilmu Gaib sebagai hal yang sakral, keramat dan terlalu memuliakan orang yang
memilikinya, bahkan menganggap wali atau orang suci.

Perlu saya terangkan, bahwa keajaiban atau karomah yang ada pada Wali (orang suci
kekasih Tuhan) tidak sama dengan Ilmu Gaib yang sedang kita pelajari. Wali tidak
pernah mengharap mempunyai keajaiban tersebut. Karomah itu datang atas kehendak
Allah karena mereka adalah orang yang sangat saleh dan rendah hati. Sementara kita
adalah orang yang meminta kepada Allah agar melimpahakan kekuasaan-Nya untuk
keperluan kita.

Dalam hasanah perkembangan Ilmu Gaib di Indonesia, kita mengenal dua aliran utama
yaitu Aliran Hikmah dan Aliran Kejawen. Aliran Hikmah berkembang di kalangan
pesantren dengan ciri khas doa/mantra yang murni berbahasa Arab (kebanyakan
bersumber dari Al-Quran). Sedangkan aliran Kejawen yang ada sekarang sebetulnya
sudah tidak murni kejawen lagi, melainkan sudah bercampur dengan tradisi islam.
Mantranya pun kebanyakan diawali dengan basmalah kemudian dilanjutkan dengan mantra
jawa. Oleh kerena itu, saya menyebutnya Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen.

Aliran Islam Kejawen

Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari alkulturasi (penggabungan) budaya
jawa dan nilai-nilai agama islam. Ciri khas aliran ini adalah doa-doa yang diawali
basmalah dan dilanjutkan kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua kalimat
sahadad. Aliran Islam Jawa tumbuh syubur di desa-desa yang kental dengan kegiatan
keagamaan (pesantren yang masih tradisional).

Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat jawa sebelum islam datang yang memang
menyukai kegiatan mistik dan melakukan ritual untuk mendapatkan kemampuan
suparantural. Para pengembang ajaran islam di Pulau Jawa (Wali Songo) tidak menolak
tradisi jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.

Para Wali menyusun ilmu-ilmu Gaib dengan tatacara lelaku yang lebih islami,
misalnya puasa, wirid mantra bahasa campuran arab-jawa yang intinya adalah do'a
kepada Allah. Mungkin alasan mengapa tidak disusun mantra yang seluruhnya berbahasa
Arab adalah agar orang jawa tidak merasa asing dengan ajaran-ajaran yang baru
mereka kenal.

Di Indonesia, khususnya orang jawa, pasti mengenal Sunan Kali Jaga (Raden Said).
Beliau inilah yang paling banyak mewarnai paham islam-kejawen yang dianut orang-
orang jawa saat ini. Sunan Kali jaga menjadikan kesenian dan budaya sebagai
kendaraan dakwahnya. Salah satu kendaran Sunan Kali Jaga dalam penyebaran ajarannya
adalah melalu tembang / kidung. Kidung-kidung yang diciptakannya mengandung ajaran
ketuhanan dan tasawuf yang sangat berharga. Ajaran islam yang luwes dan menerima
berbagai perbedaan.

Bahkan Sunan Kali Jaga juga menciptakan satu kidung "Rumeksa Ing Wengi" yang
menurut saya bisa disebut sebagai Ilmu Gaib atau Ilmu Supranatural, karena ternyata
orang yang mengamalkan kidung ini memiliki berbagai kemampuan supranatural.

Konsep Aliran Islam Kejawen

Setiap perilaku manusia akan menimbulkan bekas pada jiwa maupun badan seseorang.
Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan menimbulkan bekas yang sangat dasyat
sehingga seseorang bisa melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia biasa.
Perilaku tertentu ini disebut dengan tirakat, ritual, atau olah rohani. Tirakat
bisa diartikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu ilmu.

Penabungan Energi.

Karena setiap perilaku akan menimbulkan bekas pada seseorang maka ada suatu konsep
yang khas dari ilmu Gaib Aliran Islam Jawa yaitu Penabungan Energi. Jika badan
fisik anda memerlukan pengisian 3 kali sehari melalui makan agar anda tetap bisa
beraktivitas dengan baik, begitu juga untuk memperoleh kekuatan supranatural, Anda
perlu mengisi energi. Hanya saja dalam Ilmu Gaib pengisian energi cukup dilakukan
satu kali untuk seumur hidup. Penabungan energi ini dapat dilakukan dengan cara
bermacam-macam tergantung jenis ilmu yang ingin dikuasai. Cara-cara
penabunganenergi lazim disebut Tirakat.

Tirakat.
Aliran Islam Kejawen mengenal tirakat (syarat mendapatkan ilmu) yang kadang
dianggap kontroversial oleh kalangan tertentu. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan
doa. wirid tertentu, mantra, pantangan, puasa atau penggabungan dari kelima unsur
tersebut. Ada puasa yang disebut patigeni (tidak makan, minum, tidur dan tidak
boleh kena cahaya), nglowong, ngebleng dan lain-lain. Biasanya beratnya tirakat
sesuai dengan tingkat kesaktian suatu ilmu. Seseorang harus banyak melakukan
kebajikan dan menjaga bersihnya hati ketika sedang melakukan tirakat.

Khodam.
Setiap Ilmu Gaib memiliki khodam. Khodam adalah mahluk ghaib yang menjadi "roh"
suatu ilmu. Khodam itu akan selalu mengikuti pemilik ilmu. Khodam disebut juga
Qorin, ialah mahluk ghaib yang tidak berjenis kelamin artinya bukan pria dan bukan
wanita, tapi juga bukan banci. Dia memang diciptakan semacam itu oleh Allah dan dia
juga tidak berhasrat kepada manusia. Hal ini berbeda dengan Jin yang selain
berhasrat kepada kaum jin sendiri kadang juga ada yang "suka" pada manusia.

Macam-macam Ilmu Aliran Islam Kejawen

Berikut adalah klasifikasi ilmu gaib berdasarkan fungsinya menurut saya. Mungkin
orang lain membuat klasifikasi yang berbeda dengan klasifikasi menurut saya. Hal
tersebut bukan masalah karena memang tidak ada rumusan baku tentang klasifikasi
ilmu Gaib.

1. Ilmu kanuragan.

Ilmu kanuragan adalah ilmu yang berfungsi untuk bela diri secara supranatural. Ilmu
ini mencakup kemampuan bertahan (kebal) terhadap serangan dan kemampuan untuk
menyerang dengan kekuatan yang luar biasa. Contohnya ilmu Asma' Malaikat, Hizib
Kekuatan Batin, Sahadad Pamungkas dll.

2. Ilmu Kawibawaan dan Ilmu Pengasihan

Inilah ilmu supranatural yang fungsinya mempengaruhi kejiwaan dan perasaan orang
lain. lmu Kewibaan dimanfaatkan untuk menambah daya kepemimpinan dan menguatkan
kata-kata yang diucapkan. Orang yang menguasai Ilmu Kewibawaan dengan sempurna akan
disegani masyarakat dan tidak satupun orang yang mampu melawan perintahnya apalagi
berdebat. Bisa dikatakan bila Anda memiliki ilmu ini Anda akan mudah mempengaruhi
dan membuat orang lain nurut perintah Anda tanpa berpikir panjang.Sedangkan Ilmu
Pengasihan atau ilmu pelet adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah cinta, yakni
membuat hati seseorang yang Anda tuju menjadi simpati dan sayang. Ilmu ini banyak
dimanfaatkan pemuda untuk membuat pujaan hati jatuh cinta padanya. Ilmu ini juga
dapat dimanfaatkan untuk membuat lawan yang berhati keras menjadi kawan yang mudah
diajak berunding dan memulangkan orang yang minggat.

3. Ilmu Trawangan dan Ngrogosukmo

Jika Anda ingin tahu banyak hal dan bisa melihat kemana-mana tanpa keluar rumah,
maka kuasailah ilmu trawangan. Ilmu trawangan berfungsi untuk menajamkan mata batin
hingga dapat menangkap isyarat yang halus, melihat jarak jauh, tembus pandang dan
lain-lain. Sedangkan Ilmu Ngrogosukmo adalah kelanjutan dari Ilmu Trawagan. Dalam
ilmu trawangan hanya mata batin saja yang berkeliaran kemana-mana, sedangkan jika
sudah menguasai ilmu ngrogosukmo seseorang bisa melepaskan roh untuk melakukan
perjalanan kemanapun dia mau. Baik Ilmu Trawangan maupaun Ngrogosukmo adalah ilmu
yang tergolong sulit dipelajari karena membutuhkan keteguhan dan kebersihan hati.
Biasanya hanya dikuasi oleh orang yang sudah tua dan sudah tenang jiwanya.

4. Ilmu Khodam

Seseorang disebut menguasai ilmu khodam bila orang yang tersebut bisa berkomunikasi
secara aktif dengan khodam yang dimiliki. Khodam adalah makhluk pendamping yang
selalu mengikuti tuannya dan bersedia melakukan perintah-perintah tuannya. Khodam
sesungguhnya berbeda dengan Jin / Setan, meskipun sama-sama berbadan ghaib. Khodam
tidak bernafsu dan tidak berjenis kelamin.

5. Ilmu Permainan (Atraksi)

Ada ilmu supranatural yang hanya bisa digunakan untuk pertunjukan di panggung.
Sepintas ilmu ini mirip dengan ilmu kanuragan karena bisa memperlihatkan kekebalan
tubuh terhadap benda tajam, minyak panas dan air keras. Namun ilmu ini tidak bisa
digunakan untuk bertarung pada keadaan sesungguhnya. Contoh yang sering kita lihat
adalah ilmunya para pemain Debus.

6. Ilmu Kesehatan

Masuk dalam kelompok ini adalah ilmu gurah (membersihkan saluran pernafasan), Ilmu-
ilmu pengobatan, ilmu kuat seks, dan ilmu-ilmu supranatural lain yang berhubungan
dengan fungsi bilologis tubuh manusia.

TIGA CARA PENURUNAN ILMU GHAIB

Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang memiliki kemampuan supranatural. Yaitu:

Menjalankan Tirakat.
Tirakat adalah bentuk olah rohani khas jawa yang tujuannya untuk memperoleh energi
supranatural atau tercapainya suatu keinginan. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan
doa, mantra, pantangan, puasa atau gabungan dari kelima unsur tersebut. Inilah yang
disebut belajar ilmu gaib sesungguhnya, karena berhasi atau tidaknya murid
menjalankan tirakat hingga menguasai ilmu, tergantung sepenuhnya pada dirinya
sendiri. Dalam hal ini guru hanya memberi bimbingan.

Pengisian.
Seseorang yang tidak mau susah payah juga bisa mempunyai kemampuan supranatural,
yaitu dengan cara pengisian. Pengisian adalah pemindahan energi supranatural dari
Guru kepada Murid. Dengan begitu murid langsung memiliki kemampuan sama seperti
gurunya. Pengisian (transfer ilmu) hanya bisa dilakukan oleh Guru yang sudah
mencapai tingkatan spiritual yang tinggi.

Warisan Keturunan.
Seseorang bisa mewarisi ilmu kakek-buyutnya yang tidak ia kenal atau ilmu orang
yang tidak dikenal secara otomatis tanpa belajar dan tanpa sepengetahuannya. Maka
ada yang menyebutnya "ilmu tiban" yang artinya datang tanpa disangka-sangka.

Mitos Tentang Efek Samping

Beberapa orang masih menyakini bahwa pemilik Ilmu Gaib akan mengalami kesulitan
hidup dan mati, susah dapat rezeki, bisa sakit jiwa (gila), menderita saat akan
mati dll. Saya membantah mentah-mentah argument tersebut. Bukankah masalah rizqi
dan nasib adalah Allah SWT yang menentukan.

Memang ada banyak pemilik ilmu gaib adalah orang yang tak punya uang alias miskin,
tapi saya yakin itu bukan disebabkan oleh ilmunya, melainkan karena dia malas
bekerja dan bodoh. Kebanyakan orang yang memiliki ilmu gaib menjadi sombong dan
malas bekerja, hanya mengharapkan orang datang meminta pertolongannya lalu
menyelipkan beberapa lembar rupiah ketika bersalaman. Jadi bukan karena Ilmunya.

Sebetulnya baik buruk efek Ilmu Gaib tergantung pemiliknya. Bisa saja Allah
menghukum dengan cara menyulitkan rezeki, menyiksa saat datangnya ajal atau hukuman
lain karena orang tersebut sombong dan suka menindas orang lain dengan ilmunya,
bukankah kita selalu dalam kekuasaan Allah.( Dari berbagai sumber ).

Cara Membuka Pintu Ilmu Gaib

Jika Bro termasuk orang yang sering gagal dalam mempelajari ilmu gaib atau tidak
menemukan guru sakti yang bersedia mengisikan ilmu ke tubuh Bro. Maka lakukanlah
cara berikut ini. Semoga dengan cara yang wa berikan, Bro akan mudah menguasai ilmu
gaib meskipun Bro hanya belajar dari buku. Jika bro tidak mengerti bahasa arab,
maka gunakan cara yang kedua. Amalan membuka ilmu gaib, disebut juga amalan untuk
untuk ketajaman mata hati.

Cara I, cocok bagi yang senang dengan aliran Hikmah

Selama 40 hari, setiap selesai salat, terutama magrib dan subuh atau ketika bro
selesai salat malam (tahajud) atau sebelum tidur sampai tertidur.., lakukanlah
wirid berikut ini.

Membaca Surat Al-Fatihah sebanyak2nya ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Membaca Surat Al-Fatihah ditujukan kepada Syeh Abdul Qodir Jelani

Membaca Ya Sayyidina Ya Rasulullah sebanyak2nya dengan khusyuk.

Jika Bro punya waktu, maka Membaca kalimah toyyibah �la ilaha illallah�
sebanyak2nya atau semampunya.

Dengan amalan ini, hati akan terang, pintu ilmu gaib akan terbuka, sehingga Bro
akan mudah dalam menguasai bermacam-macam ilmu gaib.

Cara II, cocok bagi yang senang dengan aliran Kejawen

Agar hati selalu memancarkan cahaya yang mengantarkan manusia pada posisi yang
selalu beruntung, terbuka hati dan pikirannya untuk memahami suatu ilmu, maka bro
dapat berupaya dengan segala aktivitas yang bertujuan untuk membersihkan hati.

Diantara cara itu adalah laku prihatin, semisal puasa dan melakukan ajaran para
leluhur untuk menggugah (membangunkan) hati melalui mantra sebagai berikut

Ati-ati siro tangi


Amoco layang puspo kati
Byar padang badan jasmani
Byar padang badan rohani
Padang saking kersane Gusti
Gusti ingsun kang maha suci

Arti mantra di atas adalah:


Hati.. hatiku, kamu bangunlah
Bacalah "layang puspo kati" (pertanda dari tuhan)
Agar terang badan jasmani (tubuh fisik)
Agar terang badan rohani (jiwa)
Terang atas kehendak Sang Pencipta
Sang Pencipta yang maha suci
Mantra ini dibaca pagi hari di depan rumah sembari menanti terbitnya matahari dan
sore hari sambil menanti datangnya waktu mahrib. Dan orang-orang tua zaman dulu
yang mengamalkan Doa Padhang Ati ini mengawalinya dengan puasa mutih selama 7 hari.
Mutih adalah tidak makan makanan yang berasal dari mahluk bernyawa/binatang
sekaligus tidak makan makanan yang mengandung garam. Jadi hanya boleh makan nasi,
sayuran dan buah-buahan. Untuk minum juga sebaiknya hanya minum air putih saja.

Jikalau ada kurangnya.. mohon dibantu dari para Mods dan yang berkenan untuk
Share..

Untuk melakukan ini juga bisa dilaksanakan dengan meditasi.. yang mana memerlukan
Fokus dan kesungguhan diri dan tekad.

MEMBANGKITKAN ENERGI SUPRANATURAL YANG TERPENDAM

Di dunia ini, ada orang-orang diberi kelebihan oleh Tuhan hingga punya kemampaun
supranatural meskipun dia tidak pernah belajar. Ada pula orang yang diberi
kemudahan untuk mempelajari berbagai ilmu sehingga ia bisa punya banyak kemampuan
dalam waktu singkat. Ada juga orang yang kesulitan dalam mempelajari ilmu, padahal
dia sudah tekun berusaha. Jika Bro's termasuk golongan yang terakhir, maka jangan
pesimis dulu. Masih banyak jalan untuk membuka pintu keilmuan Bro's sekalian.

Banyak orang belajar ilmu gaib selama bertahun-tahun, tetapi tidak ada hasil yang
memuaskan. Kegagalan itu bisa saja terjadi karena ilmu yang dipelajari sudah tidak
asli tata-caranya atau mempelajari ilmu palsu. Banyaknya Ilmu palsu dan ilmu yang
tidak asli tradisinya biasanya adalah ulah oknum paranormal yang tidak bertanggung
jawab.

Memang ada beberapa orang yang katanya bisa membuka aura, cakra atau hijab gaib
sehingga orang bisa dengan cepat menguasai ilmu gaib dan bisa masuk alam gaib.
Namun, sesungguhnya hati dan kekuatan dalam diri bro's sekalian hanya bisa terbuka
oleh usaha Bro's sendiri. Orang lain hanya bisa membantu mengarahkan dan memberi
tahu caranya.

Sebab kegagalan lainnya adalah ketidaktahuan akan hakekat ilmu yang dipelajarinya.
Orang yang belajar ilmu gaib seharusnya tahu "dari mana sumber kekuatan ilmu gaib
dan bagaimana proses atau cara kerja ilmu gaib", atau mungkin dia berguru pada pada
paranormal palsu yang ilmunya pastinya palsu.

Sumber Kemampuan Supranatural

Aliran hikmah dan kejawen sepakat bahwa sumber kekuatan ilmu gaib adalah khodam.
Namun kedua aliran tersebut berbeda pendapat mengenai pengertian khodam. Aliran
kejawen beranggapan bahwa khodam atau prewangan adalah jenis makhluk tertentu yang
memang diciptakan Tuhan untuk membantu manusia. Menurut faham kejawen, khodam
bukanlah jin dan bukanlah malaikat, melainkan makhluk gaib khusus yang berfungsi
menimbulkan kekuatan supranatural pada manusia sakti atau benda bertuah.

Sedangkan aliran hikmah yakin bahwa "khodam" sebetulnya hanyalah julukan bagi Jin
atau Malaikat yang membantu manusia. Pendapat ini setidaknya bedasarkan dua alasan
sebagai berikut: Pertama, Khodam dalam bahasa Arab berarti pembantu, penjaga atau
pengawal yang selalu mengikuti. Dalam bahasa arab pembantu rumah tangga, sopir,
tukang kebun dan body guard juga bisa disebut sebagai khodam.

Kedua, Bukankah dalam Al-Quran sudah diterangkan bahwa Allah hanya menciptakan
hambanya dalam tiga bentuk saja, yaitu: Malaikat, Manusia dan Jin. Kalaupun ada
yang istilah "khodam", maka tidak lain hanyalah nama alias untuk ketiga jenis
makhluk tersebut. Seperti halnya "setan", sebetulnya bukanlah jenis mahluk,
melainkan hanya julukan bagi jin dan manusia yang suka berbuat kejahatan..

Keajaiban yang ditimbulkan oleh ilmu gaib berbeda dengan mukzijat. Perbedaannya
terletak pada prosesnya dan siapa yang menerimanya. Mukzijat hanya diterima oleh
nabi/rasul dan prosesnya tanpa perantara, tidak ada perantara malaikat/jin yang
menyebabkan nabi Musa bisa membelah lautan dan tongkatnya menjadi ular. Kejadian
mukjizat langsung dari perintah Allah "kun fa yakun!". Mukjizat tidak bisa
dipelajari atau diusahakan oleh manusia, termasuk nabi, nabi hanya menerima dan
tidak berkuasa menolak kekuasaan Allah.

Sedangkan keajaiban yang ditimbulkan ilmu gaib sebenarnya adalah fungsi khodam yang
sudah menyatu dengan pemilik ilmu gaib. Misalnya orang yang kulitnya kebal senjata
tajam, sebetulnya kulitnya diselimuti enegi gaib oleh khodam sehingga senjata yang
hendak menyentuh kulit terhalang dan tidak bisa menembus. Proses ini serupa dengan
atmosfer bumi yang ketika ada meteor jauh maka akan mengalami gesekan hingga meteor
terbakar dan habis, dengan begitu mahluk bumi menjadi aman dari meteor yang
berjatuhan.

Ilmu Gaib bisa dipelajari atau diusahakan. Usaha untuk memperoleh ilmu gaib bisa
dengan puasa, wirid mantra, meditasi, pengisian (bila ada guru) dan lain-lain.
Khodam yang akan menjadi ruh ilmu gaib pun berbeda-beda tergantung jenis ilmu dan
siapa yang mengamalkan ilmu tersebut. Untuk amalan yang murni bersumber dari Al-
Quran, IsyaAllah, khodamnya adalah malaikat. Ilmu Kejawen, kebanyakan berkhodam Jin
muslim atau jin non-muslim tergantung siapa yang mengamalkannya dan niat memiliki
ilmu tersebut.

Sifat Khodam Ilmu Gaib

Wa yakin, sebagian dari Bro's sekalian ada yang menjadi takut mempelajari ilmu gaib
setelah tahu bahwa kekuatannya sebetulnya berasal dari makhluk gaib (khodam). tapi
perlu diketahui bahwa jin yang menjadi khodam suatu ilmu berbeda sifatnya dengan
jin pengganggu. Khodam adalah jin yang bersifat pasif. Dia tidak bisa mempengaruhi
pikiran Anda dan tidak bisa menampakan diri.

Meskipun khodam selalu mengikuti Bro, dia tidak akan berkomentar apapun tentang
tindakan Bro's jadi mau dibawa baik ya terserah, mau dibawa jelek juga terserah.
Khodam juga tidak bisa berkomunikasi dengan Bro's, kecuali Bro's menguasai ilmu
untuk berkomunikasi dengan khodam. Jadi intinya, meskipun ratusan khodam mengikuti
Bro's, tidak ada yang berubah dari bro, bro tetaplah diri bro yang merdeka, boleh
melakukan apa saja sesuka hati. Bahkan bro tidak perlu takut dengan khodam karena
khodam sepenuhnya hanya akan membantu bro tanpa minta imbalan dan tidak mengganggu.

Mengapa harus puasa dan baca mantra?

Hakekat puasa dalam ilmu gaib adalah untuk mempermudah penyelarasan energi khodam
dengan pemilik ilmu. Bukan berarti tanpa puasa ilmu tidak akan bisa dikuasai. Jika
ada guru sakti yang bersedia mengisi Bro, maka Bro langsung bisa memiliki ilmu
tanpa melelui proses puasa/ritual. Kekuatan hasil pengisian tergantung seberapa
besar kesaktian guru yang mengisi Bro.. Sedangkan jika Anda puasa/ritual sendiri,
maka kekuatan yang dihasilkan tergantung penghayatan dan kesungguhan Bro's dalam
menjalani puasa/ritual.

Mantra adalah sarana untuk memanggil energi khodam. Saat Bro membaca mantra,
beberapa khodam yang sifat kemampuan dan energinya sama dengan mantra yang Bro baca
langsung datang mengitari Bro. Khodam-khodam itu tidak bisa lagsung bersatu dengan
tubuh Bro karena berlainan materi penyusun tubuh. Jin terbuat dari api (panas) dan
Bro terbuat dari tanah (netral), maka agar mempermudah penyatuan khodam dengan diri
Bro anda harus mengosongkan perut hingga tubuh Bro lemah dan terasa panas..
Lemahnya tubuh Bro saat berpuasa juga mempermudah penyatuan khodam. Logikanya,
tubuh lemah adalah karena kekurangan energi, maka ada kesempatan bagi khodam untuk
menyelarasi kekurangan energi di tubuh Bro.

Ilmu yang sudah ada pada diri bro bisa bertambah kuat dan juga bisa melemah
tergantung kerajinan Bro dalam merawat ilmu tersebut. Merawat ilmu sama artinya
dengan menjaga hubungan antara khodam dan bro. Semakin kuat ikatan antara bro dan
khodam, kekuatan ilmu bro semakin kuat. Cara merawat suatu ilmu adalah dengan
membaca mantranya rutin pada waktu yang ditentukan. Semakin khusyuk dan banyak
wirid mantra maka semakin besar dan semakin selaraslah kekuatan ilmu anda.

Anda mungkin juga menyukai