Anda di halaman 1dari 37

TUGAS

RUMAH ADAT SUMATERA BARAT


GADANG

DI SUSUN OLEH

NAMA : AGUNG WIRANTO

MATFIQIH NIM : 16021102073

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK
2020
Rumah Gadang
Rumah Gadang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah
tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut
dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga
yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.

Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di sumatra barat, Namun tidak semua
kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan
yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga
pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang
didirikan oleh para perantau Minangkabau.

Fungsi
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya.
Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar.
Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis
remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.

Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian
dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke
belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar,
sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar
rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan
sebelas.

Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam
suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada
perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat
dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap
bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai
tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang
dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Koto-Piliang memakai
tongkat penyangga, sedangkan pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat
penyangga di bawahnya. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda,
golongan pertama menganut prinsip pemerintahan yang hierarki menggunakan anjung yang
memakai tongkat penyangga, pada golongan kedua anjuang seolah-olah mengapung di udara.
Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum
yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat
tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.

Arsitektur

Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing
yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai
puluhan tahun, namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng. Rumah
Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian, muka dan
belakang. Bagian depan dari Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan
umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang[1]. Sedangkan
bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari
tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, tetapi tidak mudah rebah oleh
goncangan[1], dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang
dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat.

Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan.
Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.

Karena wilayah Minangkabau rawan gempa sejak dulunya karena berada di pegunungan Bukit
Barisan, maka arsitektur Rumah Gadang juga memperhitungkan desain yang tahan gempa.
Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu
datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar
tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat dari kayu. Ketika gempa terjadi
Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel seperti menari di atas batu datar tempat tonggak
atau tiang berdiri. Begitu pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak kayu juga
bergerak secara fleksibel, sehingga Rumah Gadang yang dibangun secara benar akan tahan
terhadap gempa

Ukiran

Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang
dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi
dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran.
Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah
Gadang.

Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk
garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun,
berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan,
berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke
dalam, ke atas dan ke bawah.

Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan
genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.

Proses pembuatan

Menurut tradisinya, tiang utama Rumah Gadang yang disebut tonggak tuo yang berjumlah
empat buah/batang diambil dari hutan secara gotong royong oleh anak nagari, terutama kaum
kerabat, dan melibatkan puluhan orang. Batang pohon yang ditebang biasanya adalah pohon
juha yang sudah tua dan lurus dengan diameter antara 40 cm hingga 60 cm. Pohon juha
terkenal keras dan kuat. Setelah di bawa ke dalam nagari pohon tersebut tidak langsung di
pakai, tetapi direndam dulu di kolam milik kaum atau keluarga besar selama bertahun-tahun.
Setelah cukup waktu batang pohon tersebut diangkat atau dibangkit untuk dipakai sebagai
tonggak tuo. Prosesi mengangkat/membangkit pohon tersebut disebut juga sebagai
mambangkik batang tarandam (membangkitkan pohon yang direndam), lalu proses
pembangunan Rumah Gadang berlanjut ke prosesi berikutnya, mendirikan tonggak tuo atau
tiang utama sebanyak empat buah, yang dipandang sebagai menegakkan kebesaran.

Batang pohon yang sudah direndam selama bertahun-tahun tersebut kemudian menjadi sangat
keras dan tak bisa dimakan rayap, sehingga bisa bertahan sebagai tonggak tuo atau tiang utama
selama ratusan tahun. Perendaman batang pohon yang akan dijadikan tonggak tuo selama
bertahun-tahun tersebut merupakan salah satu kunci yang membuat Rumah Gadang tradisional
mampu bertahan hingga ratusan tahun melintasi zaman.

Adopsi

Keunikan bentuk atap Rumah Gadang yang melengkung dan lancip, telah menginspirasi
beberapa arsitek di belahan negeri lain, seperti Ton van de Ven di Negeri Belanda yang
mengadopsi desain Rumah Gadang pada bangunan The House of the Five Senses. Bangunan
yang dioperasikan sejak tahun 1996 itu digunakan sebagai gerbang utama dari Taman Hiburan
Efteling.[4] Bangunan setinggi 52 meter dan luas atap 4500 meter persegi itu merupakan
bangunan berkonstruksi kayu dengan atap jerami yang terbesar di dunia menurut Guinness
Book of Records.

Desain Rumah Gadang yang banyak terdapat di Negeri Sembilan juga diadopsi pada
bangunan paviliun Malaysia di World Shanghai Expo 2010 yang diselenggarakan di Shanghai,
China pada tahun 2010.

Simbol

Gonjong (bagian atap yang melengkung dan lancip) Rumah Gadang menjadi simbol atau ikon
bagi masyarakat Minangkabau di samping ikon yang lain, seperti warna hitam-merah-kuning
emas, rendang, dan lainnya. Hampir seluruh kantor pemerintahan di Sumatra Barat memakai
desain Rumah Gadang dengan atap gonjongnya, walaupun dibangun secara permanen dengan
semen dan batu. Ikon gonjong juga dipakai di bagian depan rumah makan Padang yang ada di
berbagai tempat di luar Sumatra Barat. Logo-logo lembaga atau perkumpulan masyarakat
Minang juga banyak yang memakai ikon gonjong dengan segala variasinya.

Elemen

Setiap elemen dari rumah Gadang memiliki makna simbolis tersendiri. Unsur-unsur dari
rumah Gadang meliputi:

-Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk

-Singkok, dinding segitiga yang terletak di bawah ujung gonjong

-Pereng, rak di bawah singkok

-Anjuang, lantai yang mengambang

-Dindiang ari, dinding pada bagian samping

-Dindiang tapi, dinding pada bagian depan dan belakang

-Papan banyak, fasad depan

-Papan sakapiang, rak di pinggiran rumah

-Salangko, dinding di ruang bawah rumah

Galeri
Balairung

Istana Pagaruyung
Rumah Gadang, Rumah Tradisional
Minangkabau

Rumah Gadang atau rumah Godang adalah nama untuk rumah adat tradisional Minangkabau yang
banyak dijumpai di provinsi Sumatera Barat. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat
setempat dengan nama rumah Bagonjong atau Rumah Baanjuang.

Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Contohnya
saja seperti jumlah kamar yang bergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Rumah
Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dari suku atau kelompok
tertentu secara turun menurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan kelompok
tersebut.
Rumah Gadang, di samping sebagai tempat tinggal, juga dapat berfungsi sebagai tempat musyawarah
keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan merupakan representasi
dari budaya matrilineal. Rumah Gadang sangat dimuliakan dan bahkan dipandang sebagai tempat suci
oleh masyarakat Minangkabau. Status rumah Gadang yang begitu tinggi ini juga melahirkan berbagai
macam tata krama. Setiap orang yang ingin naik ke rumah Gadang harus terlebih dahulu mencuci
kakinya.

Bentuk rumah Gadang sendiri dapat diibaratkan seperti bentuk kapal. Kecil di bawah dan besar di atas.
Bentuk atapnya mempunyai lengkung ke atas, kurang lebih setengah lingkaran, dan berasal dari
daun Rumbio (nipah). Bentuknya menyerupai tanduk kerbau dengan jumlah lengkung empat atau enam,
dengan satu lengkungan ke arah depan rumah.
Setiap elemen dari rumah Gadang memiliki makna simbolis tersendiri. Unsur-unsur dari rumah Gadang
meliputi:

 Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk

 Singkok, dinding segitiga yang terletak di bawah ujung gonjong

 Pereng, rak di bawah singkok

 Anjuang, lantai yang mengambang

 Dindiang ari, dinding pada bagian samping

 Dindiang tapi, dinding pada bagian depan dan belakang

 Papan banyak, fasad depan

 Papan sakapiang, rak di pinggiran rumah

 Salangko, dinding di ruang bawah rumah


Ketika kita membicarakan tentang arsitektur rumah Gadang, pasti yang akan pertama kali terbayang
adalah bentuk atapnya yang runcing. Atap ini disebut sebagai atap gonjong. Ciri khas bentuk atap
gonjong ini selalu ada di setiap rumah khas Minangkabau, bahkan pada rumah modern mereka.
Dahulunya atap rumah Gadang dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan hingga puluhan tahun. Namun,
belakangan atap rumah banyak berganti dengan atap seng.
Bentuk gonjong yang runcing diibaratkan seperti harapan untuk mencapai Tuhan dan dindiang, yang
secara tradisional terbuat dari potongan anyaman bambu, melambangkan kekuatan dan utilitas dari
masyarakat Minangkabau yang terbentuk ketika tiap individu menjadi bagian masyarakat yang lebih
besar dan tidak berdiri sendiri.

Ada pula yang mengatakan bahwa atap gonjong merupakan simbol dari tanduk kerbau, simbol dari
pucuk rebung, simbol kapal, dan simbol dari bukit. Kerbau karena kerbau dinilai sebagai hewan yang
sangat erat kaitannya dengan nama Minangkabau. Pucuk rebung karena rebung merupakan bahan
makanan adat. Kapal karena orang Minangkabau dianggap berasal dari rombongan Iskandar
Zulkarnaen yang berlayar. Bukit karena daerah Minangkabau yang berbukit.
Pilar rumah Gadang yang ideal disusun dalam lima baris yang berjajar sepanjang rumah. Baris ini
membagi bagian interior menjadi empat ruang panjang yang disebut Lanjar. Lanjar di belakang rumah
dibagi menjadi kamar tidur (Ruang). Menurut adat, sebuah rumah Gadang harus memiliki minimal lima
Ruang, dan jumlah ideal adalah sembilan. Lanjar lain digunakan sebagai area umum yang disebut
labuah gajah (jalan gajah) yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan acara seremonial.
Rumah Gadang juga memiliki beberapa lumbung padi (Rangkiang), dengan masing-masing memiliki
nama dan fungsi yang berbeda. Rangkiang Sitinjau Lauik berisi beras untuk upacara adat. Rangkiang
Sitangka Lapa berisi beras untuk sumbangan ke desa miskin dan desa yang kelaparan. Rangkiang
Sibayau-bayau berisi beras untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Di halaman depan rumah Gadang
terdapat pula ruang Anjuang, tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. Maka,
rumah Gadang juga dinamakan sebagai rumah Baanjuang.

Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian, muka dan
belakang. Pada bagian depan dinding rumah Gadang dibuat dari bahan papan, sedangkan bagian
belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal dan semua papan yang menjadi dinding
atau menjadi bingkai diberi ukiran sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif
ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding rumah Gadang.
Sesuai dengan ajaran falsafah Minangkabau yang bersumber dari alam, “alam takambang jadi guru”,
ukiran-ukiran pada rumah Gadang juga merupakan simbolisasi dari alam. Pada dasarnya ukiran pada
Rumah Gadang merupakan ragam hias dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Biasanya bermotif
tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah.

Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung
menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Motif lain
yang dijumpai adalah motif geometri segi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat
juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.
Nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran jauh maju melampaui zamannya dalam membangun
rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya
lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala Richter. Bentuk
rumah Gadang membuat rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang
datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.
Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai
sambungan. Hal ini membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu, kaki atau tiang
bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialasi dengan
batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah sehingga tidak
mempengaruhi bangunan di atasnya.

Jika ada getaran gempa bumi, rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti
gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Darmansyah, seorang ahli konstruksi di
Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih
maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.

Sumber :

http://melayuonline.com

https://id.wikipedia.org

http://tentangrumahgadang.blogspot.co.id

Rumah 'Gadang' Sumatera Barat Miliki


6 Keunikan, dari Tempat Suci hingga
Rumah Tahan Gempa
Rumah Tradisional Sumatera Barat yaitu Gadang, mempunyai ciri khas dan memiliki filosofi yang
kuat, atap yang berbentuk tanduk kerbau, selain itu pondasi rumah gadang ternyata tahan
terhadap gempa bumi berskala besar.

Rumah gadang sering dipakai untuk seremoni-seremoni adat dan tempat berkumpulnya keluarga,
juga memiliki nilai Adat didalamnya.

Rumah gadang sangat dimuliakan dan bahkan dipandang sebagai tempat suci oleh masyarakat
Minangkabau, dan bentuk atap rumah gadang menunjukkan sebagai status sosial seseorang.

Hewan kerbau menjadi salah satu binatang yang sangat dihormati oleh syarakakat disana, karena memiliki
nilai sejarah yang dibawa oleh salah satu utusan Majapahit tempo dulu.
1. Dekorasi dan Ukiran-Ukiran

Ukiran yang ada dibuat bukan karena asal-asalan justru berdasarkan adat basandi syarak yang
memiliki banyak filosofi

Tembok bagian depan rumah adat memiliki ukiran yang sangat unik dengan disusun secara vertikal,
untuk bagian belakangnya dilapisi bambu.

Untuk Motif ukiran yang sering mengunakan daun, bunga, buah, dan tumbuhan lainnya, senua
bentuk ukiran berasal dari keindahan dimabil dari alam dan lingkungan.

Bagian-bagian corak interior Rumah Gadang mirip dengan ukiran dari rumah adat Jawa Tengah.

2. Memiliki atap Rumah yang Unik

Rumah tradisional Minangkabau mmiliki atap terbuat dari ijuk. Masyarakat padang menyebut
rumahnya denagan nama bagonjong, karena bentuk atapanya yang melengkung dan rubcing.

Bentuk gonjong yang runcing diibaratkan seperti harapan untuk muju Tuhan.

3. Memiliki Pilar Rumah Gadang dan Lanjar

Sepanjang rumah memiliki ilar-pilar yang disusun dalam lima baris yang bejajar dan berwarna-
warni.

Pada setiap baris dapat merancang interior menjadi beberapa bagian, sperti memiliki ruang yang
panjang, atau disebut lanjar.

Untuk lanjar bagian belakang, digunakan sebagai kamar tidur.

Sedangkan lanjar yang lainnya digunakan sebagai area umum atau disebut juga dengan labuah
gajah, yang digunakan untuk upacara-upacara khusus

Untukn lanjar bagian belakang, digunakan sebagai kamar tidur.

Sedangkan lanjar yang lainnya digunakan sebagai area umum atau disebut juga dengan labuah
gajah, yang digunakan untuk upacara-upacara khusus

4. Rumah Anti Gempa

Rumah adat ini dibangun dengan tiang bagian bawah tidak menyentuh tanah, dengan ditopang
tiang-tiang panjang yang menjulang ke atas dan dialasi dengan bebatuan agar tahan dari guncangan
yang dihasilkan oleh gempa.
Tiang tersebut juga berfungsi untuk menahan getaran gelombang dari tanah sehingga tidak
mempengaruhi bangunan di atasnya.

5. Ruangan disesuaikan dengan Jumlah Anak perempuan

Kunikan lain dari bangunan rumah tradisional ini, yaitu ruangan dibangun disesuaikan dengan
jumlah anak perempuan dalam keluarga

Khusus anak gadis yang sudah menikah, akan diberikan kamar terpisah untuk ditempati bersama
suaminya.

Beda halnya untuk anak-anak perempuan yang masih lajang, mereka akan tinggal besama
kekuaraga dalam satu kamar.

6. Tangga Pintu Masuk

Satu lagi keunikan Rumah Gadang adalah posisi tangga yang terdapat rumah ini, sengaja membuat
tanggabhanya memiliki satu disetiap rumah.

Tangga tersebut terletak disetiap pintu depan rumah dan memiliki makna yang diterapkan oleh
masyarakat Minangkabau.

Yaitu berkaitan erat dengan agama Islam, yang memiliki kepercayaan pada satu Tuhan yang Esa.

Ternyata, satu tangga ini mempunyai makna yang berkaitan erat dengan agama Islam yang dianut
oleh masyarakat Minangkabau. Artinya, percaya pada Tuhan yang Maha Esa. **
Rumah Gadang Minangkabau,
Merawat dan Menyatukan Generasi
Rumah Gadang atau Rumah Godang merupakan nama dari rumah adat Minangkabau. Sering
disebut juga dengan nama Rumah Baanjuang dan Rumah Bagonjong.

Rumah adat Sumatera Barat ini mempunyai ciri-ciri yang sangat khas dan indah, yaitu bentuk atap
yang melengkung seperti tanduk kerbau, dan badan rumah landai seperti badan kapal. Bentuk atap
yang melengkung dan runcing ke atas itu disebut gonjong. Karena atapnya membentuk gonjong,
maka rumah gadang disebut juga rumah bagonjong.

Menarik lainnya, rumah Gadang aslinya tidak menggunakan paku untuk merekatkan dan
menyambungkan dua bahagian kayu. Namun menggunakan pasak. Jadi saat terjadi gempa, rumah
ini berayun mengikuti ritme gempa. Jadi saat gempa rumah ini tidak akan roboh.

Mengutip dari Wikipedia, asal usul bentuk rumah gadang bentuk atap rumah gadang yang mirip
tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita rakyat "Tambo Alam Minangkabau". Cerita
tersebut bercerita tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang
Jawa.

Bentuk-bentuk yang mirip tanduk kerbau tersebut sangat sering digunakan orang Minangkabau,
baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Di antaranya adalah pakaian adat, yaitu tingkuluak
tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.

Asal-usul rumah gadang juga seringkali dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang urang
Minang. Konon ceritanya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh
kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang pada masa lampau. Perahu nenek moyang ini
dikenal dengan sebutan lancang.

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah
sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut
ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi
atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut.
Kemudian, karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang
menyerupai gonjong.

Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu
tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek
moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan
sebagai ciri khas bentuk rumah mereka.

Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk
saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah
milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.

Mengenai filosofi Rumah Gadang itu berasal dari suku bangsa yang menganut falsafah alam. Di
mana garis dan bentuk rumah gadang tampak serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang
bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya
melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula.

Garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi
merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya,
garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip
berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan
yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya.

Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan
tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di
samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan
guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin.

Bagian depan Rumah Gadang selalu dibuat tinggi menyerupai rumah panggung, tujuannya agar
ruang dibagian bawah bisa digunakan. Pada bagian depan dibuatkan tangga. Pada zaman dahulu
dibagian bawah tangga ada batu dan cibuak untuk mencuci kaki.

Rumah gadang kebanyakan memiliki kolam ikan di depan rumah. Selain untuk memelihara ikan,
kolam merupakan sumber air yang vital untuk kegiatan sehari-hari, mandi dan mencuci.

Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat
estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang nilai-nilai kesatuan, kelarasan,
keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.

Ukiran Rumah Gadang gambar rumah adat minang beserta keterangan Untuk menambah unsur
seni. Pada dinding Rumah Gadang biasanya dibuat ukiran-ukiran denan motif asli Minangkabau.
Motif-motif ini kebanyakan terinspirasi oleh alam, misalnya kaluak paku, itiak pulang patang, dll.
Setelah itu ukiran akan dicat dengan warna warna khas minangkabau, kombinasi merah, hitam,
kuning dan hijau.

Bangunan Rumah Gadang digambarkan memiliki ruang ganjil antara 3 hingga 11. Diantaranya
terdapat ruangan lepas dan kamar-kamar. Jumlah kamar bervariasi tergantung besar kecilnya
keluarga yang bernaung di rumah tersebut. Selain orang tua, hanya anak perempuan yang berhak
mendapat kamar.

Dari sisi filosofinya, rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena bentuknya yang besar
melainkan fungsinya yang gadang. Ini terlihat dari ungkapan yang sering disampaikan bila tetua-
tetua adat membicarakan masalah rumah gadang tersebut.

Rumah Gadang basa batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintunyo banamo dalil kiasan,
Banduanyo sambah-manyambah, Bajanjang naik batanggo turun, Dindiangnyo panutuik malu,
Biliaknyo aluang bunian.

Dari ungkapan tersebut, artinya fungsi rumah gadang tersebut menyelingkupi bagian keseluruhan
kehidupan sehari-hari orang Minangkabau, baik sebagai tempat kediaman keluarga dan merawat
keluarga, pusat melaksanakan berbagai upacara, sebagai tempat tinggal bersama keluarga dan
inipun diatur dimana tempat perempuan yang sudah berkeluarga dan yang belum, sebagai tempat
bermufakat, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota kaum dalam
membicarakan masalah mereka bersama dalam sebuah suku, kaum maupun nagari dan
sebagainya.

Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat
minangkabau secara keseluruhan. Dalam kehidupan sehari-hari, rumah gadang memiliki fungsi-
fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:

- Fungsi Adat

Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat
minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah utama, rumah gadang
merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat dan acara-acara penting lain dari suku
yang bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan adat pada masyarakat minangkabau dapat kita uraikan berdasarkan kepada
siklus kehidupan mereka, yaitu: Turun Mandi, Khitan, Perkawinan, Batagak Gala (Pengangkatan
Datuak), dan Kematian.

Fungsi-fungsi di atas dapat disebut juga fungsi temporer yang berlangsung pada suatu rumah
gadang, karena kegiatan tersebut tidak berlangsung setiap hari dan berlangsung pada waktu-
waktu tertentu saja.

- Fungsi Keseharian

Rumah gadang merupakan wadah yang menampung kegiatan sehari-hari dari penghuninya.
Rumah gadang adalah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga besar dengan segala aktivitas
mereka setiap harinya. Pengertian dari keluarga besar disini adalah sebuah keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu serta anak wanita, baik itu yang telah berkeluarga ataupun yang belum berkeluarga,
sedangkan anak laki-laki tidak memiliki tempat di dalam rumah gadang.

Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan
dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua
dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar
bersama di ujung yang lain.

Fungsi inilah sebenarnya yang lebih dominan berlangsung pada suatu rumah gadang. Sebagaimana
lazimnya rumah tinggal bagi masyarakat umumnya, disinilah interaksi antar anggota keluarga
berlangsung. Aktivitas sehari-hari seperti makan, tidur, berkumpul bersama anggota keluarga dan
lain sebagainya lebih dominan berlangsung disini, di samping kegiatan-kegiatan adat.

Bagian Dalam Rumah Gadang


Rumah adat Minangkabau dinamakan rumah gadang adalah karena ukuran rumah ini memang
besar. Besar dalam bahasa Minangkabau adalah gadarig. Jadi, rumah gadang artinya adalah rumah
yang besar. Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur.

Ruangan lepas ini merupakan ruang utama yang terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh
tiang. Tiang rumah gadang berbanjar dari muka ke belakang atau dari kiri ke kanan. Tiang yang
berbanjar dari depan ke belakang mbnandai lanjar, sedangkan tiang dari kini ke kanan menandai
ruang. Jadi, yang disebut lanjar adalah ruangan dari depan ke belakang. Ruangan yang berjajar dari
kiri ke kanan disebut ruang.

Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah. Biasanya jumlah lanjar adalah dua, tiga clan empat.
Jumlah ruangan biasanya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Ukuran rumah
gadang tergantung kepada jumlah lanjarnya.

Sebagai rumah yang besar, maka di dalam rumah gadang itu terdapat bagian-bagian yang
mempunyai fungsi khusus. Bagian lain dari rumah gadang adalah bagian di bawah lantai. Bagian ini
disebut kolong dari rumah gadang. Kolong rumah gadang cukup tinggi dan luas. Kolong ini
biasanya dijadikan sebagai gudang alat-alat pertanian atau dijadikan sebagai tempat perempuan
bertenun. Seluruh bagian kolong ini ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, kecuali bagian belakang yang dari bambu. Dinding papan
dipasang vertikal. Pada setiap sambungan papan diberi bingkai. Semua papan tersebut dipenuhi
dengan ukiran. Kadang-kadang tiang yang ada di dalam juga diukir. Sehingga, ukirang merupakan
hiasan yang dominan dalam bangunan rumah gadang Minangkabau. Ukiran tidak dikaitkan dengan
kepercayaan yang bersifat sakral, tetapi hanya sebagai karya seni.

Rumah Bagonjong saat ini populer dan bisa dilihat di gedung pusat perkantoran yang ditempati
oleh Gubernur Sumatra Barat bersama pegawai pemerintah provinsi Sumatra Barat. Gedung ini
terletak di Jalan Sudirman, Padang berhadapan dengan kediaman resmi gubernur atau
Gubernuran Sumatera Barat.
POLA RUANG DALAM BANGUNAN RUMAH GADANG DI KAWASAN ALAM
SURAMBI SUNGAI PAGU – SUMATERA BARAT

Rumah Gadang merupakan salah satu rumah tradisional yang terdapat di Indonesia,
terletak di Sumatera Barat. Rumah Gadang merupakan rumah tinggal bagi kaum
Minangkabau. Keberadaan Rumah Gadang saat ini masuk dalam kategori terancam
karena adanya bencana alam yaitu gempa, karena kawasan yang terdapat Rumah
Gadang merupakan daerah pergerakan lempeng bumi pada bagian barat Indonesia.
Selain itu, perawatan dan pemeliharaan Rumah Gadang semakin berkurang di berbagai
kawasan di Minangkabau. Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu merupakan salah satu
kawasan yang masih banyak terdapat Rumah Gadang dan memiliki ruang dalam yang
asli dengan berbagai bentuk penambahan sesuai dengan kebutuhan penghuninya.
Kawasan ini juga disebut sebagai Nagari Saribu Rumah Gadang yang terletak di
Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian
ini fokus pada permasalahan pola ruang dalam bangunan Rumah Gadangdi kawasan
Alam Surambi Sungai Pagu yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan
penelitian menggunakan metode deskriptif dengan survei langsung ke lapangan, objek
penelitian berupa Rumah Gadang yang difungsikan sebagai rumah tinggal dan tempat
kegiatan adat. Hasil studi menunjukkan susunan-susunan ruang dalam bangunan Rumah
Gadang dari berbagai jenis klasifikasi yang telah dibagi berdasarkan pola ruang dalam
yang terdapat di kawasan tersebut.

1. Pendahuluan
Rumah tradisional di Indonesia sangat beragam, di setiap kawasan memiki berbagai
macam bentuk dan ciri khas rumah tradisional masing-masing. Keberadaannya selama
perkembangan arsitektur di Indonesia, tidak terlalu diperhatikan lagi dalam perawatannya,
penjagaannya serta pelestariannya. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya pusaka adat
seperti rumah tradisional diberbagai daerah tersebut. Pada kawasan Nanggroe Aceh
Darussalam, pada tahun 2004, banyak rumah adat Aceh yang telah rusak diakibatkan bencana
tsunami. Kawasan Kalimantan Barat, terletak di kawasan Uluk Palin, terdapat rumah panjang
yang menjadi rumah adat kawasan itu telah terbakar pada tanggal 13 September 2014.
Keberadaannya juga terancam karena bencana alam.
Rumah Gadang merupakan salah satu rumah tradisional yang terdapat di kawasan Alam
Minangkabau. Minangkabau merupakan salah satu suku yang terdapat di pulau Sumatera,
tepatnya berada di Provinsi Sumatera Barat. Keberadaan Rumah Gadang di berbagai kawasan
terancam, karena adanya bencana alam yang sering terjadi. Pada kawasan Sumatera Barat
sendiri yang terdapat pada dua lempeng aktif (eurasia) yang bila bergesekan menimbulkan
gempa tektonik. Gempa tersebut memberi dampak buruk pada kelangsungan rumah adat pada
kawasan Sumatera, karena tercatat telah terjadi ratusan kali gempa dan puluhan diantaranya
termasuk dalam skala besar. Hal ini menyebabkan kerusakan yang cukup memprihatinkan bagi
Rumah Gadang tersebut.
Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu yang terletak di Kabupaten Solok Selatan
merupakan area yang memiliki banyak Rumah Gadang dan keadaan yang masih asli dengan
beberapa tambahan pada sisi bangunan. Rumah Gadang yang terdapat di kawasan tersebut
terdiri dari berbagai jenis dan memiliki fungsi masing-masing selain menjadi tempat tinggal.
Susunan ruang pada bagian dalamnya menjadi daya tarik dengan adanya tingkatan pada sisi
kanan maupun kiri bangunan yang disebut anjuang.

2. Bahan dan Metode


2.1 Pola Ruang Dalam Rumah Tradisional

Hakekat rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai pusat realisasi kehidupannya,
pusat kegiatan budaya, tempat manusia berinteraksi dengan sesamanya, dalam lingkup keluarga
atau masyarakat. Segi fisik, rumah sebagai wadah tempat tinggal berfungsi untuk mendapatkan
perlindungan dan melakukan kegiatan sosial dalam keluarga maupun masyarakat. Interaksi
antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni, serta apa yang
dilakukan penghuni terhadap rumahnya (Turner, 1972).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 tahun 1996 tentang penataan
ruang, pola ruang adalah sesuatu hasil dari pemanfaatan ruang yang dapat direncanakan
maupun tidak. Pada pola ruang dalam, pemanfaatan ruang-ruang tersebut dipengaruhi oleh
peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan
penataan ruang.
Pengertian rumah tradisional adalah konstruksi tempat tinggal non-engineered yang
ditransfer secara turun temurun dari nenek moyang, dan merupakan hal yang mampu bertahan
terhadap lingkungan (gempa bumi, iklim, banjir, dan sebagainya) dan mudah diterima oleh
masyarakat lokal. Metoda dan sistem rumah tradisional adalah bagian dari perkembangan
kearifan lokal bagi masyarakat suatu daerah. Perkembangan pengetahuan tentang material,
keahlian pekerja dan teknik yang digunakan pada suatu bangunan pada abad yang lalu
merefleksikan keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal juga kebutuhan
suatu masyarakat dalam menghadapi perilaku alam seperti bencana. Rumah tradisional
biasanya dibangun untukmempertemukan berbagai kepentingan, nilai, dan cara kehidupan
masyarakat lokal. Dalam
konteks lingkungan dan sumberdaya yang spesifik terdapat suatu perbandingan yang unik
terhadap banyak bangunan yang digunakan saat sekarang.
Menurut Rapoport (1969), ada lima aspek yang mempengaruhi bentuk rumah tinggal,
sebagai berikut:
1. Kebutuhan
Manusia memiliki kebutuhan yang berbeda disetiap individunya untuk memenuhi
kenyamanan dalam hidup. Dengan adanya perkembangan, kebutuhan manusia pun
semakin bervariasi. Perbedaan-perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perilaku, sosial,
budaya, lingkungan dan fisik manusia itu sendiri.
2. Keluarga
Masyarakat mempunyai struktur keluarga yang berbeda-beda, ditentukan dengan
banyak atau sedikitnya anggota keluarga. Semakin banyak anggota keluarga maka
semakin banyak ruang yang dibutuhkan, begitu juga sebaliknya, jika anggota keluarga
sedikit maka kebutuhan ruangannya tidak banyak.
3. Wanita
Peran wanita pada suatu sistem keluarga sebagai penghuni rumah/bangunan bisa
menjadi salah satu pengaruh dalam perkembangan tempat tersebut.
4. Privasi
Privasi pada suatu masyarakat berbeda-berbeda, jika dihubungkan kepada bangunan
rumah tinggal, maka privasi sangat berpengaruh pada ruang yang ada di dalam rumah
tersebut.
5. Hubungan social
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan ruang-ruang yang memungkinkan
mereka dapat bertemu dan berinteraksi sosial.
2.2 Unsur-Unsur Pola Ruang Dalam Rumah Tradisional

Pola pada suatu ruangan memiliki dasar-dasar yang dijadikan model untuk beberapa
bangunan, bentuk tersebut bisa sama ataupun serupa. Pola juga memiliki sifat-sifat yang
dipengaruhi oleh sosial budaya sesuai dengan daerahnya masing-masing. Sifat-sifat pada pola
tersebut diantara lain (Barker, 2009) sebagai berikut:
1. Berulang-ulang
Suatu pola cenderung dilakukan berulang-ulang, sehingga pada akhirnya menjadi suatu
tradisi dalam kawasan.
2. Orang banyak melakukannya
Suatu kebudayaan, suatu pola yang sudah tercipta akan menjadi dasar untuk bangunan
di kawasan tersebut.
3. Suatu warisan kebudayaan
Pola-pola yang tercipta berasal dari generasi-generasi sebelumnya, dan pola tersebut
sudah menjadi pemahaman, kesepakatan dan menjadi sebuah pengetahuan sehingga
terus bertahan untuk dipakai ke masa-masa sesudah itu.
4. Memiliki arti dan makna
Kesepakatan dari suatu kebudayaan yang menjadi pola, pasti memiliki arti dan makna
yang bersifat sosial sehingga dapat diteruskan ke generasi-generasi selanjutnya.
5. Terukur dan terlihat
Terukur artinya setiap pola yang tampak memiliki perhitungan pada saat diciptakan,
sementara terlihat artinya tampak dalam suatu bentuk dan wujud. Pola yang terukur
tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu: kondisi, waktu, alasan, cara dan
tujuan.
Arsitektur Tradisional Rumah Gadang

Rumah Gadang didasarkan kepada peritungan jumlah ruang, dalam bilangan yang ganjil,
dimulai dari tiga. Jumlah ruangan biasanya ada tujuh tetapi ada juga yang jumlah ruangannya
tujuh belas. Secara melebar sebuah Rumah Gadang dibagi dalam didieh, biasanya mempunya
tiga didieh. Sebuah didieh digunakan sebagai biliek (ruang tidur), sebuah ruangan yang dibatasi
oleh empat dinding yang bersifat khusus dan pribadi.
Ukuran yang sesungguhnya diserahkan kepada rasa keindahan masing-masing orang.
Jadi ukuran suatu Rumah Gadang adalah relatif, dengan berpedoman kepada petatah-petitih
(Gambar1).

Gambar 1. Denah Asli/Asal Rumah Gadang5 Ruang 30 Tiang


(Sumber: Agus, 2010)

Beberapa jenis Rumah Gadang yang terdapat di kawasan


Alam Minangkabau adalah sebagai berikut:
1. Gajah Maharam
Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat yang
ada di Sehiliran Batang Bengkaweh atau kawasan Lareh Nan
Panjang, dianggap bentuk asal bangunan tradisi
Minangkabau.
Bangunan ini ada di Pariangan Padang Panjang, Kab. Tanah Gambar 2. Rumah Gadang
Datar dan kawasan lainnya. Ciri bangunan ini adalah Gajah Maharam
(Sumber: Couto,1998)
pengakhiran pada kiri dan kanan bangunan yang lurus dan
tidak diakhiri dengan anjung (anjuang) (Gambar 2).
2. Gonjong Ampek Sibak Baju
Gonjong Ampek Sibak Baju RA suku Koto, Dt.Tampang, di Koto
Pisang (koto Kaciak), desa Pariangan, 5 ruang. Perhatikan dua
gonjong yang ditengah, pengakhiran pada dua gonjong bagian
tengah adalah dalam bentuk garis sibak baju, bentuk dasarnya Gambar 3. Rumah Gadang
adalah bangunan Gajah Maharam (Gambar 3). Gonjong Ampek Sibak Baju
(Sumber: Couto, 1998)
3. Surambi Aceh Bagonjong Ciek dan Duo
Asal bangunan serambi ini muncul dari kebutuhan penerima
tamu yang bukan orang minang
(kolonial) yg tidak diperbolehkan
(tabu) masuk ke dalam rumah
adat/gadang (Gambar4). Bangunan
Istano Rajo Balun memiliki serambi
depan dengan dua gonjong, sejajar
dengan bangunan (Gambar 5
2.3 Metode Penelitian

Penelitian tentang pola ruang dalam pada bangunan Rumah Gadang ini, dilakukan
dengan mengamati pola ruang dalam bangunan melewati gambar denah, observasi langsung
dan wawancara dengan penghuni rumah untuk mencari kembali informasi-informasi tentang
rumah tersebut, dengan menggunakan metode survei deskriptif. Metode deskriptif bertujuan
untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan suatu keadaan yang berkaitan dengan
pola ruang dalam.Tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
1. Observasi lapangan untuk mencari kawasan yang memiliki Rumah Gadang di Provinsi Sumatera
Barat.
2. Observasi awal terhadap beberapa rumah tinggal yang berada di kawsan Alam Surambi Sungai
Pagu yang terletak di Kecamatan Sungai Pagu, Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan.
3. Mendeskripsikan latar belakang penelitian, merumuskan masalah, memaparkan tujuan dan
manfaat penelitian.
4. Mencari teori-teori dan literatur dari buku maupun jurnal yang terkait dengan fokus dari penelitian
ini, baik yang berkaitan dengan pola ruang dalam, rumah tradisional, tentang pola ruang dalam
maupun tentang arsitektur Minangkabau.
5. Memilih pendekatan metode penelitian yang sesuai dengan fokus pembahasan, yaitu mengenai
pola ruang dalam bangunan Rumah Gadang yang menggunakan metode deskriptif yang
dilaksanakan dengan survei langsung ke lapangan.
6. Metode penelitian untuk pengumpulan data dan pencatatan, yaitu mempersiapkan bahan dan alat
penelitian, seperti pedoman berupa wawancara dan kebutuhan data kepada pemilik rumah.
7. Analisis dilakukan dengan penetapan variabel-variael penelitian untuk mempermudah
pembahasan.
Variabel-variabel yang ditentukan berdasarkan hasil olah pustaka yang disesuaikan
dengan fokus penelitian yaitu mengenai pola ruang dalam bangunan Rumah Gadang di kawasan
Alam Surambi Sungai Pagu. Variabel tersebut meliputi sifat ruang, susunan ruang dan
kebutuhan ruang.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Objek penelitian

Lokasi objek penelitian berada di Kecamatan Sungai Pagu, ibukota kecamatan Muara
Labuh, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Kawasan ini termasuk dalam kawasan
Saribu Rumah Gadang yang terdapat di Kabupaten Solok Selatan(Gambar 6).

Gambar 6.Peta Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu


3.2 Rumah Gadang di Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu

Rumah Gadang yang tersebar di wilayah Alam Surambi Sungai Pagu memiliki tipologi
ruang dalam yang bisa dibagi pada beberapa kategori. Setelah adanya penjelasan secara
deskriptif dari ke- 25 Rumah Gadang adanya klasifikasi dari semua rumah yang dijadikan objek
untuk pembahasan pola ruang dalam adalah sebagai berikut:
1. Rumah Gadang tinggal raja
2. Rumah Gadang raja
3. Rumah Gadang rakyat satu
4. Rumah Gadang rakyat dua
5. Rumah Gadang rakyat tiga
Pembagian klasifikasi tersebut dengan adanya perbandingan analisis dari ke-25 rumah yang
telah dikaji.

3.3 Pola Ruang Dalam Rumah Gadangdi Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu

Pola ruang dalam bangunan Rumah Gadang yang telah dianalisis, terdapat lima kategori secara
keseluruhan kawasan Alam Surambi Sungai Pagu, yaitu Rumah Gadang tinggal Raja, Rumah Gadang Raja,
Rumah Gadang Rakyat kategori satu, Rumah Gadang Rakyat kategori dua dan Rumah Gadang Rakyat
kategori tiga.

A. Rumah Gadang tinggal raja


Rumah Gadang ini diperkirakan berdiri pada tahun 1800-
an (Gambar 7). Pola ruang dalamnya merupakan pola
ruang raja yang memiliki anjuang tingkat dua.Ruang
dalamnya terdiri dari ruang tengah yang berada di bagian
lanjar (linier) depan dan tengah. Terdapat tiga kamar
tidur pada lanjar (linier) ketiga yang menjadi tempat
Gambar 7. Rumah Gadang Tinggal
Raja istirahat para penghuni rumah. Pada bagian kanan dan
kiri terdapat ruang kamar tidur terbuka yang selantai
dengan anjuang tengah dan biasanya dipergunakan
untuk wanita yang baru
menikah. Anjuang kiri dan kanan pada rumah ini memiliki fungsinya masing-masing.
Pada anjuang di bagian kanan, dipergunakan untuk menyimpan barang-barang milik
penghuni seperti benda pusaka, perabot-perabot penghuni, sebagai tempatan sangkutan
baju adat, lemari yang digunakan untuk menyimpan baju adat dan biasanya juga
dipergunakan untuk merawat keluarga atau kerabat yang sedang sakit. Sementara pada
tingkat berikutnya, anjuang sering dipakai untuk tempat tidur pada sehari-hari, namun
pada kegiatan-kegiatan adat biasa digunakan sebagai tempat pengiring musik pada saat

upacara adat berlangsung(Gambar 8).


Gambar 8. Denah Rumah Gadang Tinggal Raja
B. Rumah Gadangraja

Gambar 9. Rumah Gadang raja

Rumah Gadang ini merupakan salah satu yang tertua di Alam Surambi Sungai Pagu,
diperkirakan usianya menjadi lebih dari 600 tahun (Gambar 9). Ruang dalam bangunan
ini terdiri dari ruang depan yang terpisah dengan bangunan utama, ruang depan adalah
tempat untuk menjamu tamu dari pemerintahan lain ketika masa kerajaan masih ada.
Ruang tengah, anjuang tengah, anjuang tengah, anjuang atas dan anjuang raja
merupakan tempat sakral di dalam rumah ini, semua area tersebut adalah tempat
berlangsungnya upacara adat seperti pengangkatan raja dan penghulu, tidak ada
upacara pernikahan di dalam ruman ini, karena rumah ini khusus untuk kegiatan
pemerintahan. Sementara untuk kebutuhan servis dan lainnya terdapat di luar
bangunan Anjuang raja (ujung) bagian paling tinggi dan terhormat di ruang dalam
rumah ini merupakan tempat raja (ditempat yang paling tinggi) dan tempat putri raja
bila berlangsungnya kegiatan/upacara adat. Saat ini ruangan tersebut dipakai sebagai
tempat benda-benda pusaka. Anjuang atas (pangkal) merupakan tempat bagi putri raja.
Saat ini ruang kamar anjuang raja dipakai sebagai tempat percontohan kamar
pengantin yang baru saja menikah. Ruang lainnya yaitu kamar tidur ditempati oleh
penghuni (Gambar 10).
Gambar 10. Denah Rumah Gadang raja

C. Rumah Gadang rakyat satu


Rumah Gadang ini dibangun pada tahun 1950-an. Terletak
di nagari Pasir Talang, Rumah Gadang ini termasuk dalam
kelarasan Koto Piliang, karena memiliki anjuang pada
bagian kiri (ujung) (Gambar 11). Ciri yang menonjol dari
adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan
menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut
sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang
Gambar 11. Rumah Gadang rakyat turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku
Minangkabau di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-
ciri Rumah Gadangnya adalah berlantai dengan
ketinggian
bertingkat-tingkat.Terdapat satu ruang tengah sebagai pusat aktivitas dari penghuni dan
tamu/pendatang rumah, satu anjuang di bagian ujung, satu kamar tidur terbuka bagi
para pengantin yang baru melakukan pernikanan dan tiga kamar tidur sesuai dengan
jumlah penghuni.Ruang tengah pada bangunan ini adalah ruang terendah, sama halnya
dengan kamar tidur. Namun pada kamar tidur memiliki tingkat privasi yang tinggi, karena
hanya penghuni yang bisa menggunakannya. Sementara ruang tengah menjadi tempat
berkumpulnya para penghuni rumah serta tempat untuk menerima tamu (Gambar 12).

D. Rumah Gadang rakyat dua


Rumah Gadang yang memiliki suku kampai ini memiliki ruang sebagai berikut, satu ruang tengah,
satu anjuang tengah, satu anjuang atas dan empat kamar tidur. Rumah ini memiliki kekhasan yang
mewakili masa gaya tradisional Minangkabau (Gambar 13), yang berbeda dengan bentuk Rumah
Gadang pada umumnya. Biasanya bagian samping kanan dan kiri dari Rumah Gadang berbentuk
lurus, tetapi Rumah Gadang Baanjuang ini pada bagian samping kirinya seolah-olah
membentuk teras samping. Sebenarnya bagian teras samping ini merupakan
anjuang. Selain itu, biasanya lantai bagian anjuang lebih tinggi.Terdapat dua anjuang pada rumah
ini, yaitu anjuang tengah dan anjuang atas. Kedua anjuang mempunyai fungsi masing-masing,
dalam kegiatan-kegiatan adat tertentu anjuang tengahlah yang dipakai, walaupun bukan tingkat
tertinggi bila dilihat dari fisik namun pusat kegiatan adat ada pada anjuang ini(Gambar 14).

Gambar 14. Denah Rumah Gadang rakyat dua

E. Rumah Gadang rakyat tiga


Rumah Gadang ini juga merupakan salah satu bangunan yang memiliki ruang dalam
sederhana (Gambar 15). Pola ruangnya terdiri dari tiga lanjar (linier) dan tiga ruang, tiang
yang berdiri sejumlah 16 tiang. Pada ruang dalamnya, tidak terdapat anjuang yang
merupakan area dengan adanya kenaikan lantai yang membatasi antara ruang tengah
dengan ruang anjuang. Bangunan ini tidak memiliki anjuang sehingga hanya terdapat
ruang tengah dan tiga kamar tidur. Ruang tengah merupakan area publik, ruang lepas
yang biasanya digunakan para penghuni untuk beraktivitas seperti menerima tamu,
berkumpulnya para keluarga dan makan. Kamar tidur merupakan area privat, yang
digunakan penghuni untuk beristirahat dan mengganti pakaian. Badan rumah dibagi ke
dalam dua bagian utama yakni muka dan belakang. Pada bagian depan, lazimnya
terdapat banyak ukiran ornament dengan motif umum seperti bunga, akar, daun serta
bidang genjang dan persegi (Gambar 16).

Gambar 16. Denah Rumah Gadang rakyat tiga

4. Kesimpulan
Rumah Gadang di kawasan Alam Surambi Sungai Pagu adalah salah satu populasi Rumah
Gadang yang terbanyak di Provinsi Sumatera Barat. Saat ini keberadaan Rumah Gadang
tersebut sudah banyak yang tidak ditempati, tidak terawat dan bahkan sudah ada yang tidak
berdiri lagi.
Bangunan Rumah Gadang di kawasan Alam Surambi Sungai Pagu memiliki ruang dalam
yang terdiri dari lanjar (linier) dan ruang seperti Rumah Gadang pada umumnya. Jumlah lanjar
(linier) di kawasan ini yaitu tiga, sedangkan jumlah ruang tergantung dari kebutuhan pemilik.
Rumah Gadang di kawasan ini selalu memiliki ruang tengah dan bilik yang menjadi kamar tidur
bagi penghuni. Susunan ruang dalam Rumah Gadang menunjukkan ruang publik yang berada di
depan yaitu ruang tengah dan ruang privat yang berada di belang yaitu bilik kamar tidur.
Berdasarkan pola ruang dalam bangunan Rumah Gadang di kawasan ini dibagi menjadi
lima yaitu Rumah Gadang tempat tinggal raja yang memiliki ruang tengah pada linier pertama
dan kedua, dua tingkat anjuang di kanan dan kiri serta kama tidur di bagian linier ketiga, Rumah
Gadang tempat pemerintahan raja yang memiliki ruang tengah dari linier pertama hingga
ketiga, dua tingkat anjuang di kanan dan kiri serta dua kamar tidur sebagai tempat istirahat raja
dan tamu, Rumah Gadang rakyat kategori satu yang memiliki anjuang tengah di kedua sisi
bangunan maupun di salah satu sisi bangunan, Rumah Gadang rakyat kategori dua yang
memiliki ruang tengah, tingkat anjuang atas di salah satu sisi dan kamar tidur serta Rumah
Gadang rakyat kategori tiga yang hanya memiliki ruang tengah dan beberapa ruang kamar tidur
sebagai bentuk dasar dari Rumah Gadang.

Daftar Pustaka
Agus, E. 2010. Kajian Topologi, Morfologi dan Tipologi pada Rumah Gadang Minangkabau. Jurnal Ilmiah
Jurusan Arsitektur Unversitas Bung Hatta tahun 2010. Padang: Universitas Bung Hatta.
Barker, R. G. 1987. Prospecting in Environmental Psychology: Oskaloosa Revisited. Dalam D. Stokols, &
I. Altman (Eds.). 2009. Handbook of Environmental Psychology. Vol. 2. New York: Wiley.
Couto, N. 1998. Makna dan Unsur-Unsur Visual pada Bangunan Rumah Gadang. (Tesis Pasca Sarjana
tidak diterbitkan). Jurusan Seni Murni. Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB: Bandung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69. 1996. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Jakarta: Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Rapoport, A. 1969. House Form and Culture, Prentice-Hall Foundations of Cultural Geography Series:
Foundations of Cultural Geography Series. California: Prentice-Hell.
Turner, J.F.C., and Fitcher. 1972. Freedom to Build. New York:Coller Macmillan.

Anda mungkin juga menyukai